97 Seni Budaya
Kabuki berasal dari tiga suku kata, Ka menyanyi, bu menari, dan ki
ketrampilan. Kabuki sering diartikan sebagai seni menyanyi dan menari.
Kabuki sebagai teater tradisional telah diturunkan dari generasi ke generasi
oleh masyarakat pendukungnya. Dalam sejarahnya, Kabuki tidak banyak
mengalami perubahan. Berbeda dengan teater Barat, di mana pelaku
dan penonton dibatasi oleh lengkung proskenium; - dalam tontonan Kabuki
pelaku dan penonton tidak berjarak. Panggung Kabuki menjorok ke arah
penonton.
3. Teater Tradisional India
Kalau di zaman Yunani kuno, Aristoteles 384 SM – 322 SM, menulis
“Poetic”, risalah yang mengulas tentang puisi, tragedi, komedi, dll. Maka di India
1500 SM – 1000 SM, ada tokoh yang setara, Bharata Muni, yang menulis
“Natya shastra, risalah yang ditujukan kepada penulis naskah, sutradara dan
aktor. Risalah tersebut melukiskan tentang akting, tari, musik, struktur
dramatik, arsitektur, tata busana, tata rias, properti, manajemen produksi, dll.
Teater tradisional India bermula dari bentuk narasi yang diekspresikan dalam nyanyian dan tarian. Sehingga pada
perkembangannya gerak laku pada teater tradisional India, didominasi oleh nyanyian dan tarian, yang merupakan suatu
kesatuan yang saling melengkapi.
Sementera, alur cerita dan struktur lakon mengikuti alur dan struktur dari Mahabharata dan Ramayana, dengan tema
cinta dan kepahlawanan.
Makna, Simbol dan Peran Teater Dunia
Teater bermula dari upacara keagamaan yang tujuannya untuk kesuburan tanaman dan keselamatan masyarakat dalam perburuan.
Kemudian pada perkembangannya, menjadi pertunjukan yang dipertontonkan kepada khalayak, ketika adegan perburuan itu
diperagakan oleh kelompok masyarakat pendukungnya.
Sumber: Dok. Admin
Gambar 6.12 Bentuk teater tradisional Assam ‘Ankiya
Nat’, India, tanggal 7 Maret 2012
Sumber: Dok. Pusat Kebudayaan Jepang
Gambar 6.11 Festival Kabuki tahun ke- 3, di kota
Komatsu City.
Kelas XI SMAMASMKMAK 98
Semester 1
Pada perkembangan selanjutnya, teater menjadi sarana pengajaran dan hiburan yang mengusung nilai-nilai moral, sosial,
ekonomi, politik, dll. Demikian pula perkembangannya pada teater tradisional di Asia dan di Nusantara. Lakon-lakon yang kita
saksikan melalui “Oedipus Sang Raja”, “Mahabharata”, Ramayana, “Romeo Juliet”, “Lutung Kasarung”, “Malin Kundang”, dll.
Semua menceritakan nilai baik-buruk, dimana masyarakat yang menontonnya bisa bercermin.
F. Beberapa Jenis Teater Tradisional Nusantara
Kata tradisi berasal dari kata Inggris, tradition, yaitu; - buah pikiran, kepercayaan, adat-istiadat, pandangan hidup yang
diturunkan secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Yang dimaksud dengan teater tradisional adalah; bentuk tontonan
yang diwariskan nenek moyang secara turun-temurun kepada masyarakat. Dramawan biasanya berupaya untuk mengaktualisasikan
teater tradisi itu dengan konsep-konsep kekinian, agar tontonan yang disuguhkan tidak berjarak dengan penontonnya.
1. Lenong
Lenong merupakan teater tradisional Betawi. Ada dua bentuk Lenong; Lenong Denes dan Lenong Preman. Tontonan Lenong
Denes yang lakonnya tentang raja-raja dan pangeran, sekarang sudah jarang kita jumpai, karena hampir tidak ada penerusnya.
Pertunjukan lenong Preman yang lakonnya tentang rakyat jelata, seperti yang kita kenal sekarang, pada mulanya, dimainkan
semalam suntuk. Karena jaman berkembang dan tuntutan keadaan, maka terjadi perubahan-perubahan. Bersamaan dengan
diresmikannya Pusat Kesenian Jakarta- Taman Ismail Marzuki, lenong yang tadinya hanya dimainkan di kampung-kampung,
oleh SM. Ardan, dibawa ke Taman Ismail Marzuki, tapi waktu pertunjukannya diperpendek menjadi satu atau dua setengah
jam saja.
Teater tradisional Betawi yang lain; Topeng Betawi, Topeng Blantek dan Jipeng Jinong.
• Lenong menggunakan musik Gambang Kromong • Topeng Betawi menggunakan musik Tabuhan Topeng Akar
• Topeng Blantek menggunakan musik Tabuhan Rebana Biang • Jipeng atau Jinong menggunakan musik Tanjidor
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Betawi. Berdasarkan sejarahnya, Lenong mendapat pengaruh dari teater Bangsawan.