Perubahan Sosial dan Budaya Petani Sawit

(1)

Perubahan Sosial dan Budaya Petani Sawit

(Studi Deskriptif Desa Transmigran Batang Pane-I, Kec. Padang Bolak, Kab. Padang Lawas Utara, Prov. Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial Dalam Bidang Antropologi Sosial

O L E H:

Andi Sasongko

100905033

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Perubahan Sosial dan Budaya Petani Sawit

(Studi Deskriptif di Desa Batang Pane-I, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum untuk siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Juli 2014


(3)

ABSTRAK

Andi Sasongko, 2014. Judul Skripsi: Perubahan Sosial dan Budaya Masyarakat Petani Sawit. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 124 halaman, 5 tabel, 2 bagan dan 4 gambar.

Penelitian ini adalah mengenai perubahan sosial dan budaya masyarakat petani sawit. Penelitian ini dilakukan di Desa Batang Pane-I, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara yang mayoritas merupakan transmigran dari pulau jawa.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penulisan dilakukan dengan cara holistic dan berdasarkan data yang telah didapatkan dalam penelitian dengan teknik pengumpulan data observasi dan wawancara kepada masyarakat yang terkait dengan permasalahan penelitian.

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana bentuk perubahan yang telah terjadi di Desa Batang Pane-I. untuk itu, penulis membagi ke dalam dua periode, yaitu periode I dan Periode II.

Hasilnya adalah berupa gambaran keadaan sosial dan budaya pada periode I dan gambaran keadaan sosial serta budaya pada periode II. Dengan demikian jelas terlihat perubahan yang terjadi di desa Batang Pane-I.

Kesimpulannya adalah telah terjadi perbedaan antara periode I dengan periode II terkait kondisi sosial dan budaya diantaranya, hubungan sosial, interaksi sosial, kegiatan keagamaan,pendidikan dan kesehatan, sebagai indikasi adanya perubahan sosial serta budaya yang terjadi di desa Batang Pane-I.


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

ِﻢﻴ ِﺣﱠﺮﻟا

ِﻦﻤْﺣﱠﺮﻟا

ِﷲا

ِﻢْﺴِﺑ

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah mengkaruniakan berkah dan kasih sayang-Nya sehingga atas izin-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudu l “Perubahan Sosial dan

Budaya Petani Sawit“.

Penulis menyusun skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar sarjana (S1) pada Program Studi Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya Skripsi ini tak lepas dari campur tangan berbagai pihak. Untuk itulah penulis ingin berterima kasih sebesar-besarnya dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada pihak-pihak terkait.

Dengan selesainya penulisan Skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Aida Fitria Harahap S.Sos, M.Si, selaku dosen pembimbing dan Bapak Zulkifli,M.A, yang telah banyak memberikan dukungan, arahan dan bimbingannya selama penyusunan dan penulisan Skripsi.

Tak lupa pula terimakasih penulis haturkan kepada Ibu Drs. Sabariah

Bangun, M.Soc.Sc, selaku dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan

banyak nasihat dan arahan setiap awal semester selama menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara. Tanpa nasihat dan arahan dari seorang penasehat


(5)

akademik, maka tiada terstruktur perencanaan studi selama menempuh pendidikan strata 1.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.

Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Fikarwin Zuska, selaku Ketua Departemen Antropologi Sosial FISIP USU, dan kepada Bapak Drs.

Agustrisno.M.S.P, selaku sekertaris Departemen Antropologi FISIP USU. Tak

lupa pula kepada staf Administrasi Departemen Antropologi FISIP USU, terkhusus kakak Nurhayati dan Ibu Sofiana, yang telah memberikan kemudahan dalam pengurusan administrasi penulisan Skripsi ini, serta kepada seluruh dosen Departemen Antropologi FISIP USU, yang telah senantiasa memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan selama mengikuti perkuliahan serta menjadikan kami lebih berguna dengan ilmu yang telah diberikannya kepada kami.

Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Suyatno, Selaku Plt. Kepala Desa Batang I. Bapak Beja, selaku Sekertaris Desa Batang Pane-I, juga segenap pegawai serta staf pemerintahan desa Batang Pane-I. Terima kasih atas ketersediaan jasmani dan rohani dalam membantu demi kelancaran penelitian dalam penyelesaian Skripsi ini.

Cinta dan dukungan berupa moril maupun materil dari kedua orang tua penulis terkasih. Terima kasih atas segala yang telah dilakukan demi penulis, dan terimakasih atas setiap cinta yang terpancar serta doa dan restu yang selalu mengiringi tiap langkah penulis. Terimakasih kepada Bapak M. Zaenuddin dan Mamak Ngadinah yang senantiasa memberikan kasih sayang sepanjang masa sehingga penulis bisa sampai ke titik ini.


(6)

Teruntuk abang dan kakanda tersayang, penulis haturkan banyak terima kasih atas segala doa, dukungan, canda, tawa dan macam-macam bantuan dalam menyelesaikan Skripsi ini. Terima kasih untuk Abangnda Edi Santoso, Abangnda

Fajar Suryono, Kakanda Ngatinah dan Kakanda Melani Miranda.

Terima kasih untuk keluarga besar yang senantiasa memotivasi serta selalu mendoakan kelancaran studi hingga Skripsi ini terselesaikan. Terima kasih untuk Pakde H. Prapto Wiyono, Bude Hj. Sakijem, dan semua keluarga yang tak bisa disebutkan satu per satu dari Paklek,bulek, sepupu dan semua keponakan.

Kepada sahabat-sahabat Departemen Antropologi FISIP USU angkatan 2010, terutama Shelly Andriani, Desi Iriana, Zulham Rusdi, Harry Afandi

Valentino, Eki Gunawan, Muhammad Nasir Lubis, Reza Mayendra, Kamal Arif, dan Deni Suhendar Nasution. Terima kasih atas segala ukiran hati

bertemakan persahabatan yang tulus murni sepanjang masa pendidikan di Departemen Antropologi FISIP USU, sejak awal kuliah hingga terselesainya pendidikan. Terima kasih atas segala canda, tawa dan tangisan haru serta bahagia yang telah dibagi dan turut dirasa. Terimakasih atas rasa kekeluargaan yang begitu besar meski tanpa ikatan darah. Jalinan persahabatan ini semoga Allah jaga hingga ke Surga. Terima kasih atas hadirnya aneka bentuk cinta dari kalian yang Allah hadirkan sebagai pemberi dukungan dan pembangkit semangat.

Terakhir, penulis hendak menyapa setiap nama yang tidak dapat penulis cantumkan satu per satu, terima kasih atas doa yang senantiasa mengalir tanpa sepengetahuan penulis. Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada orang-orang yang turut bersuka cita atas keberhasilan penulis menyelesaikan Skripsi ini.


(7)

Sebagai manusia biasa, tentunya penulis masih memiliki banyak kekurangan pengetahuan dan pengalaman pada topik yang diangkat dalam Skripsi ini, begitu pula dalam penulisannya yang masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis akan sangat senang jika menerima berbagai masukan dari para pembaca baik berupa kritik maupun saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan Skripsi di masa yang akan datang.

Harapan penulis, semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi para penuntut ilmu dan pengajar, baik dalam bangku perkuliahan dan penelitian, guna membina generasi muda penerus bangsa yang lebih berkualitas dan berdaya saing.

Akhirnya kepada Allah-lah penulis memohon agar usaha ini dijadikan sebagai amal shalih dan diberikan pahala oleh-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallaahu’alaihi wa Sallam beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya hingga hari akhir, Aamiin

Medan, Juli 2014

Penulis,


(8)

RIWAYAT HIDUP

Andi Sasongko lahir di Desa Sonomartani pada tanggal 18 Maret 1992. Anak terakhir dari 3 (Tiga) bersaudara dari pasangan M. Zaenuddin dan Ngadinah.

Menyelesaikan pendidikan dasar di SDN. 101360 Desa Batang Pane-I pada tahun 2004, pendidikan menengah pertama diselesaikan penulis pada tahun 2007 di SMP N 6 Kecamatan Padang Bolak. Sementara untuk pendidikan menengah atas di SMA Swasta Dharma Pancasila Medan pada tahun 2010.

Kemudian pada tahun 2010 penulis diterima di Universitas Sumatera Utara dengan program studi Antropologi Sosial melalui jalur SNMPTN. Selama masa perkuliahan penulis banyak mengikuti beberapa kegiatan pelatihan diantaranya MOP HMI Komisariat FISIP USU pada tahun 2010, pelatihan Training of Fasilitator (TOF) pada tahun 2012. Selain itu penulis juga mengikuti beberapa seminar diantaranya seminar mengenai Teknologi Nasional pada tahun 2011, seminar Kota-kota di Sumatera pada tahun 2012. Penulis pernah mendapatkan beasiswa dari BNI pada tahun ajaran 2012/2013. Alamat email :


(9)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucapkan kepada Allah SWT. Karena rahmat dan karunia-NYA lah maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : Perubahan Sosial dan Budaya

Petani Sawit Di Desa Batang Pane-I, Kec. Padang Bolak, Kab. Padang Lawas Utara, Prov. Sumatera Utara. Sholawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi

Muhammad SAW, yang menjadi inspirasi terbesar penulis. Dan semoga suri keteladanan dan kedislipinan beliau dapat menjadi contoh untuk kita dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari.

Skripsi ini disusun sebagai untuk memenuhi syarat guna mendapatkan gelas kesarjanaan dari Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berisi kajian yang berdasarakan observasi dan wawancara dengan masyarakat di Dessa Batang Pane-I, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara. Skripsi ini membahas tentang perubahan sosial dan budaya yang telah terjadi di desa Batang Pane-I.

Batang Pane-I merupakan sebuah desa yang dibuka pada tahun 1980 an dan diperuntukan untuk lahan transmigrasi yang mayoritas didatangkan dari pulau jawa. Seiring berjalannya waktu, telah terjadi perubahan sosial dan budaya yang dialami oleh masyarakat desa Batang Pane-I. Perubahan-perubahan tersebut meliputi interaksi sosial, solidaritas sosial, kegiatan keagaamaan, pendidikan, kesehatan, kesenian dan lain sebagainya. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 123 halaman, 5 tabel, 2 bagan dan 4 gambar. Pada skripsi ini penulis juga membuat


(10)

daftar pustakan dan melampirkan hal-hal pendukung seperti surat penelitian, daftar informan dan surat balasan dari Kepala Desa Batang Pane-I.

Dalam penulisan skripsi ini, hambatan serta tantangan datang menghampiri penulis dikarenakan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman dalam menulis. Namun semua itu dapat dilalui berkat pertolongan Allah SWT. Dalam penelitian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, masukan dan kritikan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis sangat berterimah kasih kepada pihak-pihak terkait yang telah membantu dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini.

Medan, Juli 2014

Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan……….. Lembar Pengesahan………..………..

Pernyataan Originalitas……….………. i

Abstraksi………..………. ii

Ucapan Terima Kasih………..……… iii

Riwayat Hidup……….……… vii

Kata Pengantar……….………... viii

Daftar Isi……….……….. x

Daftar Tabel……… xii

Daftar Bagan……… xiii

Daftar Gambar……… xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah……… 1

1.2Tinjauan Pustaka……… 5

1.3Rumusan Masalah………. 11

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 12

1.5Metode Penelitian………. 13

1.5.1 Bentuk Penelitian……… 13

1.5.2 Lokasi Penelitian………. 13

1.5.3 Teknik Pengumpulan Data………. 14

1.5.3.1Pengumpulan Data Primer………….. 14

1.5.3.2Pengumpulan Data Sekunder………. 14

1.5.4 Informan Penelitian……… 15

1.5.5 Teknik Analisis Data………. 16

1.6Pengalaman Penelitian………. 17

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1 Lokasi Penelitian……….. 23

2.1.1 Lokasi Secara Administrasi……….. 23

2.1.2 Lokasi Secara Kultural……….. 29

2.1.3 Lokasi Secara Geografis………... 31

2.2 Penduduk 2.2.1 Gambaran Umum Penduduk………. 31

2.2.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk………. 35

2.3 Sarana dan Prasarana………..…. 35

2.3.1 Kondisi Jalan………... 35

2.3.2 Alat Transportasi………... 39

2.3.3 Energi Listrik……….... 43

2.3.4 Air Bersih………..…… 45

2.3.5 Layanan Kesehatan………...… 48


(12)

2.5 Sejarah Desa……….…… 52

BAB III. Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat Desa Batang Pane-I Periode Pertama 3.1 Keadaan sosial………. 56

3.1.1 Hubungan Sosial………..…. 56

3.1.2 Solidaritas Sosial dan Kerja Sama……… 57

3.1.2 Lembaga Sosial……….… 61

3.1.4 Arena Sosial……….…. 62

3.2 Keadaan Budaya……….……. 67

3.2.1 Acara Keagamaan………. 67

3.2.2 Acara Hajatan……… 72

3.2.3 Perilaku Konsumtif………... 73

3.2.4 Pendidikan……….……… 75

3.2.5 Kesehatan……….……. 76

3.2.6 Kesenian……….... 78

BAB IV. Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat Desa Batang Pane-I Periode Kedua 4.1 Keadaan sosial………. 83

4.1.1 Hubungan Sosial………... 83

4.1.2 Solidaritas Sosial dan Kerja Sama……… 87

4.1.2 Lembaga Sosial………. 90

4.1.4 Arena Sosial……….. 93

4.2 Keadaan Budaya………..……… 96

4.2.1 Acara Keagamaan………. 96

4.2.2 Acara Hajatan……….... 103

4.2.3 Perilaku Konsumtif………... 105

4.2.4 Pendidikan……….… 106

4.2.5 Kesehatan……….…. 108

4.2.6 Kesenian……… 109

BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan……… 120

5.2 Saran………. 124

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Luas Lahan menurut Peruntukan di Desa Batang Pane-I... 27 Tabel 2 : Jumlah dan Jenis Bangunan di Desa Batang Pane-I…….. 34 Tabel 3 : Jumlah Penduduk dan Agama di Desa Batang Pane-I….. 35

Tabel 4 : Prasarana Perhubungan……….. 36


(14)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 : Struktur Perangkat Desa………...…… 24


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Kantor Kepala Desa/ Balai Desa………... 25 Gambar 2 : Lapangan Bola yang berada ditengah-tengah Desa……… 28 Gambar 3 : Jalan Desa yang digenangi air ketika musim hujan……… 38 Gambar 4 : Rumah Jatah yang dibangun oleh Pemerintah……… 53


(16)

ABSTRAK

Andi Sasongko, 2014. Judul Skripsi: Perubahan Sosial dan Budaya Masyarakat Petani Sawit. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 124 halaman, 5 tabel, 2 bagan dan 4 gambar.

Penelitian ini adalah mengenai perubahan sosial dan budaya masyarakat petani sawit. Penelitian ini dilakukan di Desa Batang Pane-I, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara yang mayoritas merupakan transmigran dari pulau jawa.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penulisan dilakukan dengan cara holistic dan berdasarkan data yang telah didapatkan dalam penelitian dengan teknik pengumpulan data observasi dan wawancara kepada masyarakat yang terkait dengan permasalahan penelitian.

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana bentuk perubahan yang telah terjadi di Desa Batang Pane-I. untuk itu, penulis membagi ke dalam dua periode, yaitu periode I dan Periode II.

Hasilnya adalah berupa gambaran keadaan sosial dan budaya pada periode I dan gambaran keadaan sosial serta budaya pada periode II. Dengan demikian jelas terlihat perubahan yang terjadi di desa Batang Pane-I.

Kesimpulannya adalah telah terjadi perbedaan antara periode I dengan periode II terkait kondisi sosial dan budaya diantaranya, hubungan sosial, interaksi sosial, kegiatan keagamaan,pendidikan dan kesehatan, sebagai indikasi adanya perubahan sosial serta budaya yang terjadi di desa Batang Pane-I.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah salah satu negara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada diantara benua Asia dan Australia serta Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki luas daratan 1.922.570 km², sedangkan luas perairannya 3.257.483 km². Pencaharian penduduk Indonesia beragam, ada yang bermata pencaharian dibidang pertanian, perternakan, perikanan, dan ada pula yang bermata pencaharian sebagai pekerja kantoran seperti di kota-kota besar di Indonesia.

Tingkat kesuburan tanah dan iklim yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sangat cocok untuk bidang pertanian. Oleh sebab itu 70% mata pencaharian penduduk Indonesia adalah di bidang pertanian. Lahan pertanian indonesia terbentang luas dari sabang sampai merauke dengan keanekaragaman tanaman pertanian. Mulai dari tanaman palawija1 seperti jagung, umbi-umbian dan kacang-kacangan, tanaman Hortikultura2 seperti terong,tomat,dan mentimun, hingga tanaman keras3

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan pengasil karet dan sawit yang sangat besar. Tahun 2011 tercatat ekspor nasional

seperti sawit,coklat dan karet.

1

tanaman palawija secara harfiah dapat di katakan sebagai tanaman kedua setelah tanaman utama dari padi. Dalam era sekarang pengertian tanaman palawija di artikan semua tanaman yang kering tanaman palawija ini juga bisa digunakan untuk menggantikan padi sebagai makanan pokok.

2

Tanaman yang biasa ditanam di kebun, seperti buahan-buahan dan sayur-sayuran.

3

Tanaman keras adalah tanaman tahunan. Biasanya usia hidup panjang. Seperi kopi,coklat, sawit dll.


(18)

subsektor perkebunan mencapai lebih dari US$ 32 miliar atau Rp.382 triliun yang sebagian besar bersumber dari kelapa sawit (53,56%) dan karet (34,56%). Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu penyumbang devisa nasional subsektor perkebunan, khususnya untuk komoditas karet dan kelapa sawit, hal ini bisa dilihat dari produksi pada Tahun 2011 sebesar 3,12 juta ton CPO terbesar kedua setelah Provinsi Riau dari total produksi nasional sebesar 22,5 juta ton CPO. Sementara itu untuk produksi karet di Sumatera Utara sebesar 463,4 ribu ton karet kering terbesar kedua setelah Sumatera Selatan dari total produksi karet nasional sebesar 3,08 juta ton karet kering4

Sawit merupakan bahan mentah yang sangat dibutuhkan untuk dijadikan komposisi utama dari minyak goreng, margarin, lilin, bahan kosmetik dan sangat dibutuhkan juga dalam industri farmasi. Oleh sebab itu permintaan akan sawit sangat tinggi dewasa ini. Permintaan yang tinggi mengakibatkan pada mahalnya harga CPO (Crude Palm Oil) dan menjadikan harga 1 kg tandan buah segar juga tinggi. Ketika terjadi keadaan seperti ini, maka pengusaha sawit yang sudah produktif mendapatkan keuntungan yang besar, baik pemilik perusahaan perkebunan ataupun pemilik sawit pribadi (petani sawit). Keuntungan-keuntungan tersebut bila di perusahaan, pada umumnya digunakan untuk memperluas lahan sawit mereka dengan membuka lahan sawit baru di wilayah lain. Selain itu, keuntungan tersebut juga digunakan untuk memperbaiki sistem manajemen . Dari keterangan diatas dapat dilihat bahwa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan dari provinsi Sumatera Utara di samping karet.

4


(19)

perusahaan agar lebih baik lagi dan menghasilkan keuntungan yang lebih besar lagi.

Keuntungan dikalangan petani sawit (masyarakat) menjadikan taraf perekonomian mereka meningkat dari sebelumnya. Peningkatan taraf perekonomian tersebut sangat berpengaruh pada perubahan semua aspek, seperti aspek sosial dan budaya serta aspek pendidikan anak-anak mereka. Misalnya, sebelumnya mereka tidak dapat menyekolahkan anak pertama, dengan mempunyai kebun sawit anak keduanya dapat bersekolah, sebelumnya rumah mereka semi permanen sekarang menjadi permanen, sebelumnya mereka sering melakukan gotong royong sekarang menjadi jarang karena ada pekerja yang menanggani dan mengelola keadaan jalan yang di bayar oleh mereka.

Perubahan ekonomi kearah yang lebih baik mempengaruhi perubahan sosial budaya yang dialami oleh masyarakat. Sebagai contoh perubahan yang dialami oleh masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Asnawi mengatakan (dalam Zed dkk, 1992:86) perubahan ekonomi kearah yang lebih baik juga telah membawa pengaruh kepada keadaan sosial masyarakat Minangkabau. Perubahan-perubahan dalam masyarakat manusia dapat berupa Perubahan-perubahan yang lambat, sedang dan cepat, atau secara evolusi dan revolusi (Ranjabar, 2008:11). Menurut Sudharto, perubahan itu dapat berupa kemajuan (progress) atau kemunduran (regress), luas ataupun terbatas (dalam Karim, 1982: 42).

Perubahan juga berlaku pada semakin banyaknya jumlah penduduk yang datang untuk bekerja di desa atau kampung dengan lahan sawit banyak. Ini terjadi karena para pemilik sawit tidak mampu lagi mengelola dan memelihara sawitnya sendirian (hanya melibatkan keluarga). Anak-anak mereka sudah banyak yang ke


(20)

luar kampung untuk menimba ilmu di Kota, sehingga mereka mengunakan buruh untuk pengelolaan sawit dan pemanenan TBS5

Perubahan tidak berdampak positif saja, tetapi juga berdampak negatif. Sebagai contoh dengan mampunya mereka membeli peralatan elektronik, secara tidak langsung telah mengubah tingkah laku masyarakat dari yang biasanya sering berkumpul hanya untuk menonton televisi di satu tempat (warung-warung) tetapi karena semua telah mampu membeli televisi. Mereka menonton televisi di rumah masing-masing sehingga interaksi antar individu menjadi berkurang. Teknologi juga merusak moral anak-anak di desa tersebut. Seperti pengunaan handphone canggih. Dengan adanya handphone tersebut anak-anak dengan mudah mengakses video-video dewasa yang bertebaran di dunia maya. Disini jelas terlihat hubungan antara kemampuan ekonomi terhadap minat membeli teknologi baru sehingga menyebabkan perubahan social dan budaya. Tidak perlu teknologi yang sangat maju, asal saja agak maju daripada teknologi yang ada, menyebabkan perubahan social (Soedjito, 1986:82)

. Mulai dari pemupukan, penutasan dan pemanenan dikerjakan semunya oleh buruh. Sementara para pemilik lahan sawit hanya mengontrol tanpa bersentuhan langsung dengan peralatan dan bahan untuk mengelola sawit.

Dampak negative yang lain adalah munculnya sifat sombong pada individu yang telah berubah menjadi orang kaya. Ada beberapa kasus tentang gejala ini diantaranya, sangat segar ingatan kita tentang Darsem sang TKW asal subang yang lolos hukuman pancung di Arab Saudi. Uang yang dimilikinya hasil

5


(21)

dari sumbangan masyarakat Indonesia digunakannya untuk memborong perhiasan mewah.6

Melihat keadaan tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang

Perubahan- Perubahan Sosial dan Budaya yang terjadi Dikalangan Petani Kelapa Sawit.

1.2Tinjauan Pustaka

Sebagai makhluk, manusia adalah citra yang tidak pernah selesai. Keberhasilan hari kemarin adalah awal perjuangan hari ini, keberhasialan hari ini adalah awal perjuangan hari esok, demikian seterusnya. Setiap persoalan menuntut pemecahan, dan setiap keadaan yang merupakan hasil pemecahan itu tidak berarti “ telah selesai”, selalu timbul masalah baru yang menuntut wawasan baru pula. Itulah kehidupan, seperti yang dikemukakan oleh Sudharto (dalam Karim,1982:42) .Jadi tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa hakekat kehidupan manusia adalah perubahan. Perubahan tidak semua mengarah pada keadaan yang baik, tetapi tak jarang juga perubahan yang mengarah pada keadaan buruk. Ranjabar berpendapat bahwa Perubahan-perubahan bukanlah semata-mata berarti suatu kemajuan, namun dapat pula berarti suatu kemunduran dari bidang-bidang kehidupan tertentu. (Ranjabar 2008:12).

Masyarakat merupakan sebuah sistem sosial yang didalam sistem sosial tersebut masyarakat selalu mengalami perubahan. Tidak ada masyarakat yang tidak mengalami perubahan, walaupun dalam taraf yang kecil sekalipun, masyarakat (yang didalamnya terdiri dari banyak sekali individu-individu) akan selalu berubah.(Nanang Martono, 2012:1).

6


(22)

a. Defenisi Perubahan Sosial dan Budaya

Perubahan yang terjadi pada masyarakat pada umumnya terjadi pada perubahan pada lembaga kemasyarakatan yang memperngaruhi sistem sosial, termasuk didalamnya terdapat nilai-nilai, sikap-sikap dan pola perikelakuan di antara kelompok dalam masyarakat seperti yang dikemukakan oleh selo soemardjan (dalam Karim 1982:47). Perubahan-perubahan yang menyangkut tentang manusia tersebut lazim disebut perubahan sosial. Ada beberapa tokoh yang mendefenisikan tentang perubahan sosial diantaranya ;

1. Gillin dan Gillin (dalam Basrowi 2005:155) mendefenisikan perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan, baik karena perubahan-perubahan, kondisi geografis, kebudayaan materil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi dan penemuan-penemuan sanitasi.

2. Wilbert Moore (dalam Ranjabar, 2008:15) mendefenisikan perubahan sosial sebagai perubahan penting dari struktur social, seperti norma, nilai dan fenomena cultural

3. Menurut Lauer (dalam Martono, 2013:5), Perubahan sosial dimaknai sebagai perubahan fenomena sosial di berbagai tingkat kehidupan manusia, mulai dari tingkat individu,masyarakat sampai pada tingkat dunia.

4. Menurut Harper (dalam Martono 2012: 5), perubahan sosial didefnisikan sebagai pergantian (perubahan) yang signifikan


(23)

mengenai struktur sosial dalam kurun waktu tertentu. Masih menurut Harper, perubahan struktur sosial didalamnya terdapat perubahan dalam personal, perubahan dalam cara bagian-bagian struktur social berhubungan, perubahan dalam fungsi-fungsi srtuktur, perubahan dalam hubungan struktur yang berbeda,dan yang terakhir perubahan-perubahan tersebut memunculkan struktur baru.

Perubahan sosial pada dasarnya merupakan perubahan budaya. Sangat sulit membedakan antara perubahan sosial dan perubahan budaya. Perubahan sosial dan perubahan budaya hanya dapat dibedakan dengan membedakan secara tegas pengertian antara masyarakat7 dan kebudayaan8

Perubahan sosial meliputi perubahan dalam perbedaan usia, tingkat kelahiran, penurunan rasa kekeluargaan antar anggota masyarakat sebagai akibatdari arus urbanisasi

. Dengan membedakan kedua konsep tersebut, maka dengan sendirinya akan membedakan antara perubahan sosial dan perubahan budaya.(Martono, 2012:12).

9

dan modernisasi10

7

Masyarakat juga sering dikenal dengan istilah society yang berarti sekumpulan orang yang membentuk sistem, yang terjadi komunikasi didalam kelompok tersebut. Menurut Wikipedia, kata Masyarakat sendiri diambil dari bahasa arab, Musyarak. Masyarakat juga bisa diartikan sekelompok orang yang saling berhubungan dan kemudian membentuk kelompok yang lebih besar. Biasanya masyarakat sering diartikan sekelompok orang yang hidup dalam satu wilayah dan hidup teratur oleh adat didalamnya.

. Sedangkan perubahan kebudayaan

8

kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

9


(24)

jauh lebih luas dari perubahan sosial. Perubahan budaya menyangkut banyak aspek dalam kehidupan. Diantaranya kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, aturan-aturan hidup dan filsafat. .(Martono, 2012:12).

Tampak jelas sekali bahwa perubahan sosial dan perubahan budaya merupakan satu kesatuan yang saling kait mengkait. Ada masyarakat maka ada kebudayaan. Ada kebudayaan maka ada masyarakat.

Kebudayaan tercipta karena keberadaan manusia. Manusia menciptakan dan memakainya,sehingga kebudayaan ada sepanjang keberadaan manusia. Masyarakat merupakan koleltivitas individu yang secara bersama-sama menciptakan kebudayaan. Norma dan nilai sebagai unsur kebudayaan merupakan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh sebab itu, unsur kebudayaan itu merupakan alat dan rujukan terhadap tindakan anggota dan masyarakat itu sendiri secara keseluruhan (Basrowi 2005:87).

b. Faktor perubahan sosial dan budaya

Faktor-faktor terjadinya perubahan sosial dan budaya sangat beragam.Menurut Tilaar (dalam Martono, 2012:9) faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial tidaklah berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu jaringan dari berbagai faktor yang telah menyebabkan perubahan sosial terjadi. Perubahan sosial merupakan sebuah proses yang terjadi dengan sendirinya. Oleh Soekanto (dalam Martono, 2012:16) faktor yang memunculkan terjadinya perubahan social digolongkan menjadi faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor yang berasal dari dalam. Pertama, bertambah dan berkurangnya penduduk. Kedua,penemuan-penemuan baru. Ketiga, pertentangan atau konflik. Keempat,

10

Modernisasi adalah tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern


(25)

terjadinya pemberontakan atau revolusi. Faktor yang berasal dari luar.Pertama, terjadinya bencana alam atau kondisi lingkungan fisik. Kedua, peperangan. Ketiga, adanya pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

Sementara Menurut Kubu perspektif materialis, bahwa perubahan sosial pada dasarnya terjadi karena adanya faktor material yang menyebabkannya. Faktor material tersebut diantaranya adalah faktor ekonomi dan teknologi yang berhubungan dengan ekonomi produksi. Pada dasarnya, perspektif ini menyatakan bahwa teknologi baru atau model produksi baru (ekonomi) menghasilkan perubahan pada interaksi sosial, organisasi sosial dan pada akhirnya menghasilkan nilai budaya, kepercayaan dan norma. Jelas terlihat bahwa ekonomi menjadi salah satu faktor atau pendorong terjadinya perubahan social dan budaya. Ekonomi secara bahasa merupakan serapan dari bahasa inggris yaitu economy. Sementara kata economy itu sendiri berasal dari bahasa yunani, yaitu oikonomike yang berarti pengelolaan rumah tangga. Adapun maksud ekonomi adalah suatu usaha dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya yang berhubungan dengan pengalokasian sumber daya rumah tangga yang terbatas diantara berbagai anggotanya, dengan mempertimbangkan kemampuan, usaha, dan keinginan masing-masing (Damsar, 2011:10). Sementara kegiatan Ekonomi merupakan gejala bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa. Cara-cara tersebut berkaitan dengan semua aktifitas orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi,distribusi, pertukaran dan konsumsi barang-barang atau jasa. (Damsar, 2011:36)

Menurut Marx terdapat 3 tema menarik ketika kita hendak mempelajari perubahan sosial, yaitu :


(26)

1. Perubahan sosial menekankan pada kondisi materialis yang berpusat pada perubahan cara atau teknik produksi material sebagai sumber perubahan sosial budaya.

2. Perubahan sosial utama adalah kondisi material dan cara produksi dan hubungan sosial serta norma-norma kepemilikan.

3. Manusia menciptakan sejarah materialnya sendiri, selama ini mereka berjuang menghadapi lingkungan materialnya dan terlibat dalam hubungan-hubungan sosial yang terbatas dalam proses pembentukannya. Kemampuan manusia untuk membentuk sejarahnya sendiri dibatasi oleh keadaan lingkungan material dan sosial yang telah ada.

Dari pendapat marx tersebut dapat disumpulkan bahwa perubahan perekonomian menyebabkan perubahan sosial serta budaya setiap masyarakat. Perubahan tersebut terjadi karena ada rasa kepuasan tersendiri dengan apa yang didapatkannya (harta) dan mereka ingin menunjukan bahwa mereka lebih dari yang lainnya.

Perubahan terjadi pada semua elemen masyarakat. Termasuk dikalangan petani, perubahan sosial juga terjadi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh geertz di pedesaan jawa. Perubahan yang terjadi adalah semakin bertambah miskinnya masyarakat jawa. Kemiskinan tersebut memunculkan inovasi masyarakat yang mampu mendukung kepadatan penduduk yang tinggi dan kenaikan hasil persatuan luas yang mudah dicapai dengan penambahan tenaga kerja. Disamping itu sistem gotong royong yang baik antara anggota masyarakat menyebabkan tidak kentaranya jalannya proses kemiskinan pada penduduk jawa. Menurut


(27)

Sudharto (dalam Karim, 1982:49) kemiskinan di pulau jawa seperti api dalam sekam, yang makin lama makin membesar dan baru terlihat ketika sekam itu terbakar.

Perubahan sosial dan budaya dalam masyarakat petani juga berhubungan dengan gaya hidup mereka. Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan. 11

1.3Perumusan Masalah

Masalah timbul karena adanya tantangan, adanya kesangsian kita ataupun kebinggungan kita terhadap suatu fenomena sosial. Gejala-gejala yang timbul tersebut sangat perlu untuk dipelajari.

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui dan melihat masalah atau perubahan tersebut.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka permasalahan yang menjadi perhatian penulis adalah :

Bagaimana perubahan sosial dan budaya yang terjadi dikalangan petani sawit Desa Batang Pane-I Kec. Padang Bolak, Kab. Paluta, Prov. Sumut.

Untuk menjawab pertanyaan diatas, penulis memfokuskan rentang waktu pada dua periode. Periode I adalah ketika desa baru dibuka sampai kebun sawit

11


(28)

mereka menghasilkan buah pasir12

Dari rincian-rincian tersebut, kelak dapat terlihat dimana dan bagaimana bentuk perubahan sosial dan budaya yang terjadi dikalangan petani sawit di desa Tranmigran Batang Pane –I.

. Periode kedua adalah ketika kebun sawit mereka menghasilkan buah pasir sampai kondisi sekarang (terakhir).

1.4Tujuan dan Manfaat penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui perubahan sosial dan budaya yang terjadi

dikalangan petani sawit akibat meningkatnya perekonomian mereka, serta pendapat mereka tentang perubahan yang terjadi.

2. Untuk memperoleh pemahaman tentang keadaan sosial dan budaya masyarakat petani sawit “yang telah berhasil”.

3. Untuk mendesripsikan masalah-masalah perubahan social dan budaya yang timbul akibat perekonomian mereka meningkat.

Adapun manfaat yang diharapkan dan diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara subyektif. Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah,sistematis dan metodologis penulis dalam menyusun berbagai kajian literatur untuk menjadikan suatu wacana baru dalam khazanah kepustakaan pendidikan. Khususnya dalam kajian ilmu Antropologi Sosial.

12


(29)

2. Secara praktis. Dalam hal ini memberikan data dan informasi yang berguna bagi semua kalangan terutama bagi mereka yang secara serius mengamati perubahan sosial dan budaya pada masyarakat petani sawit. 3. Secara akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi baik secara langsung ataupun tidak bagi kepustakaan departemen Antropologi Sosial dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik mengeksplorasi kembali kajian tentang perubahan sosial dan budaya masyarakat petani sawit.

1.5Metode Penelitian

1.5.1 Bentuk Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskritif adalah penelitian yang bertujuan mengambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat. Tipe utama penelitian deskriptif mencakup penilaian sikap atau pendapat tentang individu, organisasi dan peristiwa (Silalahi, 2009:28). Hasil penelitiannya berupa gambaran tentang suatu fenomena atau gejala-gejala sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

1.5.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Batang Pane –I, Kec. Padang Bolak, Kab. Paluta, Prov. Sumatera Utara. Alasan penulis memilih lokasi penelitian tersebut karena desa Batang Pane-I merupakan desa paling maju dibanding desa


(30)

transmigran lainnya. (Desa Batang Pane-II dan Desa Batang Pane-III).Mata pencaharian di desa tersebut mayoritas adalah petani, dan sawit merupakan hasil pertanian utama mereka.

1.5.3 Teknik Pengumpulan data

1.5.3.1Pengumpulan data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dan berkaitan dengan permasalahan yang dihadapai. Pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. Wawancara, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan atau pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian dengan mengaju pada interview guide.

b. Observasi, yaitu mengamati secara langsung dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan dilapangan serta menjaring data yang tidak terjangkau.

1.5.3.2Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data yang dilakukan adalah :

a. Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan data melauli buku-buku ilmiah, tulisan, karangan ilmiah yang berkaitan dengan penelitian.


(31)

b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengunakan catatan-catatan atau foto-foto yang ada dilokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

1.5.4 Informan Penelitian

Penelitian ini tidak mengunakan istilah populasi dan sample dan yang menjadi populasi dalam penelitian kualitatif ini adalah social situation yang terdiri dari tempat, pelaku dan aktivitas yang saling bersinergis. Sampel dalam penelitian ini bukanlah responden tetapi narasumber atau partisipan yang dapat membantu peneliti dalam menjawab masalah penelitian.

Untuk itu informan dalam penelitian ini dibagi beberapa macam, yaitu:

1. Informan Kunci (key informan) merupakan mereka yang mengetahui desa tersebut. Dalam hal ini peneliti menentukan Kepala Desa serta tokoh-masyarakat sebagai informan kunci. 2. Informan Utama merupakan mereka yang terlibat langsung dalam

melakukan perubahan sosial dan budaya mereka sendiri. Dalam hal ini peneliti memilih para cendikiawan desa dan orang-orang tua yang merupakan transmigran pertama di desa tersebut. 3. Informan Tambahan merupakan mereka yang dapat memeberikan

informasi tentang perubahan-perubahan sosial dan budaya yang ada di desa tersebut. Dalam hal ini informan tambahannya adalah masyarakat desa tersebut yang merespon akan penelitian ini.


(32)

1.5.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yaitu dengan menguraikan, menginterperstasikan serta mendeskripsikan data yang diperoleh di lapangan dari para informan. Penganalisaan ini didasarkan atas kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data, informasi. Kemudian data yang diperoleh akan dianalisa sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan masalah penelitian. Terdapat beberapa aktivitas dalam analisi data yaitu :

1. Reduksi data

Reduksi data dilakukan dengan cara merangkum dan memfokuskan hal-hal yang penting tentang penelitian dengan mencari tema dan pola hingga memberikan gambaran yang lebih jelas, dan memperrmudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya mencari bila diperlukan

2. Penyajian Data

Dengan penyajian data maka peneliti dapat dengan mudah memahami data yang telah diperoleh selama penelitian. Penyajian data ini dilakukan dalam bentuk uraian atau teks yang berseifat naratif, bagan dan dalam bentuk tabel.

3. Verification

Dalam penelitian ini, kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan bisa berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat pada tahap pengumpulan data. Namun apabila


(33)

kesimpulan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti di lapangan, maka data tersebut dapat dikatakan sebagai data yang kredibel

1.6 PENGALAMAN PENELITIAN

Penelitian terhadap masyarakat desa Batang Pane-I dimulai pada awal bulan maret. Walaupun pada saat itu peneliti tidak membawa surat keterangan penelitian yang dikeluarkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU, tetapi antusias aparatur desa sangat tinggi terhadap tema penelitian saya ini, sehingga saya diizinkan melakukan penelitian dengan catatan surat izin penelitian lapangan harus tetap diberikan, walaupun menyusul.

Awal penelitian, saya melakukan kunjungan ke kantor balai desa Batang Pane-I untuk bertemu seseorang yang merupakan sekretaris desa, sebelumnya saya sudah membuat janji lebih dahulu mengenai waktu yang cocok untuk berkunjung ke kantor desa tersebut. Sekitar pukul 09.00 pagi, penulis berkunjung ke kantor kepala desa, ketika saya sampai dikantor tersebut, kantor belum buka dan belum ada pegawai yang datang. Selang beberapa menit kemudian barulah salah satu pegawai kantor yang juga merupakan orang yang sudah terlebih dulu janjian dengan saya datang.

Beliau sangat antusias menyambut saya dan dengan cepat beliau mempersilahkan saya masuk ke ruangan tempat biasa beliau kerja. Ternyata tanpa banyak bicara, beliau langsung menyodorkan sebuah buku yang berisi tentang gambaran umum desa Batang Pane-I tersebut. Memang sebelumnya, saya telah


(34)

lebih dahulu berkomunikasi di rumah beliau beberapa hari sebelumnya. Pada saat bertemu dengan beliau dirumahnya, saya memaparkan apa yang akan menjadi kajian penelitian, dan data-data apa saja yang dibutuhkan mengenai desa Batang Pane-I tersebut.

Beliau juga mengutarakan bahwa beliau sangat senang ada mahasiswa yang mau melakukan penelitian tentang desa Batang Pane-I ini, menggingat dari awal berdiri desa, belum ada mahasiswa yang melakukan penelitian yang bertemakan “sosial dan budaya” di desa tersebut. Untuk itu, beliau juga menginginkan diberikan salinan skripsi saya ketika sudah selesai nantinya.

Tetapi hal berbeda saya dapati ketika melakukan wawancara dengan masyarakat desa Batang Pane-I ini, informan pertama yang penulis wawancarai adalah tokoh masyarakat yang juga merupakan ketua Badan Kemakmuran Mesjid At-Taqwa, satu-satunya mesjid yang ada di desa Batang Pane-I ini. Pada saat itu, memang waktu saya melakukan wawancara kurang tepat, waktu itu beliau baru pulang dari mesjid selepas melakukan sholat jum’at, dan beliau akan pergi ke ladang untuk mengembala lembunya. Sehingga informasi dari beliau tidak banyak dan beliau menyarankan saya untuk mendatangi tokoh-tokoh masyarakat yang lain.

Selain orang tua, saya juga mewancarai orang muda yang notabenenya adalah guru SMP Negeri 6 Padang Bolak, satu-satunya SMP yang ada di desa tersebut. Tetapi untuk informan yang satu ini, saya tidak datang berkunjung kerumahnya, melainkan beliaulah yang datang mengunjungi saya, mengingat beliau merupakan teman akrab masa kecil. Tanpa banyak basa-basi, saya langsung


(35)

menyodorkan beberapa pertanyaan yang sebetulnya berkaitan dengan tema penelitian saya, tetapi saya tidak mengutarakan bahwasannya pertanyaan itu diperuntukan untuk penelitian. Tampak sebuah kebingungan terpancar dari raut wajah “kawan masa kecil” saya ini. Setalah bercerita lumayan lama, barulah saya mengutarakan maksud dan tujuan “pulang kampung”. Dan saya pun meminta bantuan kepada beliau untuk menunjukan siapa-siapa saja tokoh masyarakat di desa ini. Dan ternyata para tokoh masyarakat di Desa ini juga merupakan para stake holder pemerintahan desa (Pemdes).

Mahasiswa yang berasal dari desa Batang Pane-I ini juga tidak luput dari daftar informan saya. Ada beberapa mahasiswa yang saya wawancarai tentang perubahan yang sudah terjadi di desa Batang Pane-I ini. Sangat mudah melakukan wawancara dengan seorang mahasiswa, karena selain beliau teman saya , juga sangat prihatin melihat perilaku anak-anak desa serta hubungan antar warga yang menurut beliau sudah tidak seperti dulu lagi. Menurut beliau banyak perubahan yang mengarah ke “negative”.

Hari berikutnya, sayapun berkunjung ke rumah salah seorang tokoh masyarakat yang sudah berumur yang sudah ditunjuk oleh informan sebelumnya. Menurut penuturan informan sebelumnya, mbah ini sangat galak kepada anak muda yang tidak mempunyai sopan santun, mengingat beliau merupakan orang asli jawa yang sangat kental dengan sopan santun. Untuk itu, informan sebelumnya mengingatkan kepada saya untuk bertuturkata yang sopan serta berkelakuan yang santun. Sebelum memulai wawancara, saya memaparkan sedikit tentang maksud dan tujuan penulis berkunjung kerumah beliau serta menjelaskan bahwasannya saya tidak dapat berbahasa jawa halus, dan untuk itu, saya


(36)

memohon maaf terlebih dahulu sebelum melakukan wawancara. Berbeda dengan informan yang lain yang binggung ketika penulis wawancarai, kesan santai dan tegas sangat terlihat dari informan yang satu ini dan tidak tampak sedikitpun kebinggungan beliau menjawab pertanyaan yang saya utarakan, justru sebaliknya, saya yang binggung menangkap isi pembicaraan beliau. Karena beliau bercerita sangat panjang dan banyak yang berkenaan dengan perubahan fisik desa Batang Pane-I ini, mulai dari perubahan jalan-jalan desa sampai perubahan rumah-rumah masyarakat desa Batang Pane-I ini. Tetapi walaupun begitu banyak juga informasi yang saya dapatkan dari beliau. Apalangi mengenai perilaku-perilaku yang telah berubah dari masyarakat desa tersebut. Beliau juga menyinggung saya dengan cara mengatakan banyak sekarang orang yang tidak peduli dengan budayanya sendiri. Banyak anak-anak muda sekarang yang tidak bisa berbahasa jawa halus.

Selain tokoh masyarakat, saya juga mendatangi tokoh agama untuk mengetahui bagaimana kereligiusan warga desa Batang Pane-I tersebut. Beliau, yang saya dipanggil ustad, sangat antusias dan bersemangat memberikan informasi kepada saya. Tidak tampak sedikitpun rasa keberatan dan terganggu atas kehadiran saya di rumah beliau. Walaupun terkadang kala informasi yang beliau berikan tidak saya butuhkan. Jika pembicaraan sudah melebar jauh dari topik penelitian, maka saya harus memfokuskan pembicaraan dengan cara bertanya terhadap topik penelitian. Dan itu terjadi berulang-ulang kali.

Ada perbedaan yang saya dapatkan ketika mewancarai tokoh masyarakat dengan warga biasa yang bukan tokoh masyarakat. Ketika informan merupakan tokoh masyarakat, banyak sekali pertanyaan yang muncul dari jawaban-jawaban informan, dan pembahasanpun menjadi luas dan perbincangan berlangsung lama.


(37)

Sementara jika wawancara dilakukan dengan warga biasa, pembicaraan cenderung berkutat pada pertanyaan yang saya utarakan dan wawancarapun berlangsung singkat.

Dalam beberapa kesempatan, menulis mencoba mengabadikan keadaan fisik desa Batang Pane-I seperti kondisi jalan, kondisi lapangan olahraga dan beberapa sarana lainnya. Beberapa warga merasa heran dan hanya melihat dari jauh tentang apa yang saya lakukan.

Karena tidak banyak data yang penulis dapatkan ketika melakukan wawancara dengan warga biasa, maka penulis memutuskan untuk memfokuskan wawancara dengan tokoh masyarakat serta guru-guru dan kaum terpelajar di desa Batang Pane-I ini. Selain mereka merespon dan peduli terhadap penelitian penulis, juga banyak informasi yang dapat diberikan oleh mereka, karena menurut saya mereka sangat peka terhadap perubahan lingkungan mereka.

Oleh karena itu, saya banyak melakukan wawancara di kantor kepala desa, mesjid dan mushola-mushola. Dimana tempat-tempat tersebut merupakan tempat favorit para tokoh masyarakat ini bercengkrama satu sama lain. Kadang kala wawancara tidak dilakukan dengan “satu lawan satu” seperti jika saya berkunjung ke rumah warga. Tetapi bisa sampai empat informan yang penulis wawancarai dalam satu waktu. Sehingga kadang kala terjadi perdebatan kecil diantara tokoh masyarakat yang juga aparatur pemerintahan desa Batang Pane-I ini.

Awal mei, saya melakukan kunjungan lagi ke desa Batang Pane-I ini untuk mengantarkan surat izin yang dikeluarkan oleh pihak dekanat FISIP USU dan


(38)

sekaligus mengambil surat yang dikeluarkan oleh pemerintah desa Batang Pane-I sebagai balasan surat dari pihak FISIP USU.


(39)

BAB II

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

2.1Lokasi penelitian

2.1.1 Lokasi secara Administrasi

Secara administrasi, Desa Batang Pane-I, merupakan sebuah desa yang berada di kecamatan padang bolak, kabupaten padang lawas utara, provinsi sumatera utara. Luas wilayah desa Batang Pane-I adalah 3000 hektar atau 30 Km². berjarak kurang lebih ± 45 km arah utara dari kantor Camat Padang Bolak.

Adapun batas administratif desa Batang Pane-I adalah sebagai berikut

- Sebelah utara berbatasan dengan desa PTTN/ Perbaungan. - Sebelah timur berbatasan dengan desa ulok tano.

- Sebelah selatan berbatasan dengan desa Sionggotan. - Sebelah barat berbatasan dengan Siopuk Baru

Desa Batang Pane-I visi “IMAN MAKMUR”. Yang memiliki makna desa yang indah, aman,maju dan subur. Untuk mencapai visi tersebut, desa Batang Pane-I mempunyai misi sebagai berikut

 Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa  Menanam penghijauan di halaman masing-masing  Menjaga lingkungan dengan cara Siskamling  Giat bekerja

 Harus ada semangat untuk merubah diri sendiri  Manfaatkan setiap tetes air dan setiap jengkal tanah


(40)

Dengan demikian, diharapkan Desa Batang Pane-I menjadi Desa yang Indah,aman,maju dan subur.

Dibawah ini merupakan bagan susunan perangkat desa

Bagan 1. Struktur Perangkat Desa

(sumber : dokumen desa)

Pusat pemerintahan desa Batang pane-I terletak di RT V, tepat berada ditengah-tengah desa. Disini terdapat satu buah balai desa yang menjadi tempat

Sekretaris desa Beja

Nip. 196802052009061001

KAUR PEMERINTAHAN MAKIMOTO

LKMD

GULAM SYAMI SIR

KETUA KARANG TARUNA

WARSIMIN, S.Pd KETUA BPD R.NABABAN KAUR KESRA SEMDAN

KAUR PEMBANGUNAN H.SUKIMIN

KAUR KEUANGAN PAHMININGSIH

KETUA BKPM POLMAS WIJIANTO

KETUA PKK MARSINI

Plt. Kepala Desa Suyatno


(41)

warga desa mengurus hal-hal yang berkaitan dengan birokrasi, seperti mengurus KTP, kartu keluarga dan lain sebagainya. Balai desa juga sering dijadikan tempat untuk berdiskusi atau rapat yang dihadiri oleh aparatur desa serta tokoh-tokoh desa. Tps sebagai tempat untuk memilih calon anggota legislative juga didirikan disini.

Gambar. 1. Kantor kepala desa/ balai desa

(sumber:dokumen pribadi)

Desa ini terletak disebuah padang ilalang dengan kandungan tanah Liat campur dengan batu gunung dan berkontur dataran rendah. Tetapi sekarang sudah tidak tampak lagi bekas padang ilalang tersebut dan sudah berubah menjadi rumah-rumah yang pekarangannya ditanami oleh pohon kelapa sawit dan pohon


(42)

karet. Mengingat wilayah desa ini merupakan tanah liat merah ,sangat sulit mendapatkan air ketika musim kemarau datang. Satu-satunya harapan masyarakat untuk mendapatkan air ketika musim kemarau adalah air dari sungai napanas yang berada di sebelah barat desa yang airnya berasal aliran-aliran kecil yang bergambung menjadi satu. Sungai napanas ini bertipe semi permanen, ketika musim hujan air sungai ini sangat melimpah ruah bahkan sampai kejalan karena sungai Napanas ini berada dipinggir jalan utama menuju desa Batang Pane-I. Sedangkan ketika musim kemarau, air sungai ini ada tetapi sedikit sampai dapat terlihat dasar sungainya.

Dengan demikian jelaslah bahwa desa Batang Pane-I terletak di daerah dataran rendah dengan kondisi tanah liat bercampur batu gunung yang mengandung asam tingg.Untuk mengatasi hal itu, pada masa pembukaan desa dilakukan pengkapuran oleh ahli tanah dari ITB. Hasilnya kandungan asam di tanah ini menjadi berkurang dan menjadi mudah ditanami tanaman. Pada awal pembukaan, pemerintah memberikan intruksi untuk warga menanam tanaman seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Tetapi, seiring berjalannya waktu warga lebih memilih menanam pohon sawit dan karet karena alasan lebih mudah merawatnya dan hasilnya lebih bernilai ekonomi tinggi.

Sebagian besar lahan yang ada di desa ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk kegiatan pertanian dan permukiman. Berikut rincian pemanfaatan lahan desa Batang Pane-I :


(43)

Tabel I. Luas lahan menurut Peruntukan di Desa Batang Pane-I Tahun 2011

No Peruntukan Lahan Luas Presentase 1 Persawahan 0 Ha 0,00% 2 Perkebunan 2848 Ha 94,93% 3 Perumahan/permukiman 125 Ha 4,17% 4 Kolam/perikanan 0 Ha 0,00% 5 Perladangan 0 Ha 0,00% 6 Perkantoran/ sarana sosial 16 Ha 0,53% a. Kantor/ Balai Desa 1 Ha 0,03% b. Puskesmas 0,25 Ha 0,07% c. Satu unit Mesjid 1 Ha 0,03% d. Tujuh Unit Mushola 2 Ha 0,07% e. Lapangan Bola 1 Ha 0,03% f. Jalan Umum 5 Km 0,17% g. Saluran Irigasi 0 Km 0,00% h. Hutan Masyarakat 0 Ha 0,00% i. Lahan Kosong 0 Ha 0,00% j. Jalan Setapak 0,75 Ha 0,03%

Total 3.000 Ha 100,00%

(Sumber : dokumen desa)

Selain itu, ditengah-tengah desa tepat berada di depan balai desa terdapat sebuah lapangan olah raga terbuka seluas satu hektar. Dilapangan inilah selalu diadakan peringatan hari besar. Baik hari besar nasional ataupun hari besar keagamaan. Seperti peringatan hari kemerdekaan republik Indonesia. Kegiatan biasanya dimulai pada pagi hari dengan dilaksanakannya upacara yang dipimpin


(44)

oleh kepala desa serta diikuti oleh pelajar-pelajar mulai dari tingkat SD. Antusiasme masyarakat desa Batang Pane-I dari tahun ke tahun juga semakin tinggi. Menurut informan yang juga merupakan Kepala esa, jumlah warga yang mengikuti upacara peringatan kemerdekaan Indonesia tidak kurang dari 500 jiwa. Memang masih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penduduk desa batang pane-I yang mencapai kurang lebih 2176 Jiwa.

Gambar 2. Lapangan bola yang berada ditengah-tengah desa

(Sumber : Dokumen Pribadi)

Pada peringantan hari besar nasional itu, tidak pernah terlewatkan acara-acara kesenian khas suku jawa seperti jarang kepang, pertunjukan wayang. Selain hiburan yang bertemakan kesukuan, panitia peringatan yang terdiri atas kaum mudi-mudi setempat juga mengadakan perlombaan dan pertandingan untuk masyarakat. Pertandingan dan atau perlombaan itu meliputi, panjat pinang, tarik tambang,lomba lari, balap karung, jalan cepat dengan mulut ngapit sendok yang


(45)

diatasnya terdapat kelereng, tari-tarian daerah, lomba lari untuk tingkat anak SD dan SMP. Sementara untuk tingkat dewasa, diadakan pertandingan bola volley yang diikutin oleh peserta perwakilan dari setiap lorong atau RW.

2.1.2 Lokasi secara kultural

Secara kultural tanah atau wilayah yang dihuni oleh warga transmigran Batang Pane-I berbatasan dengan wilayah budaya penduduk asli yaitu suku Batak Anggola. Desa ini dikelilingi oleh desa-desa yang mayoritas suku batak. Seperti desa ulok tano yang berada disebelah timur desa Batang Pane-I, terdapat kelompok masyarakat yang terdiri atas suku batak tapanuli selatan. Disebelah selatan juga berbatasan dengan sebuah desa bernama pembangunan yang merupakan kelompok masyarakat bersuku bangsa batak. Sedangkan untuk desa Batang Pane-I, mayoritas penduduknya adalah suku jawa. Menurut informan, suku jawa yang menghuni desa tersebut merupakan transmigran yang didatangkan dari pulau jawa pada pemerintahan orde baru (masa Presiden Soeharto). Walaupun suku jawa yang didatangkan dari pulau jawa berasal dari daerah yang berbeda-beda tetapi tetap memiliki budaya yang sama. Adapun daerah asal mereka seperti boyolali , magetan, Madiun, banyuwangi, klaten, bandung dan lain-lain.

Sementara, desa-desa yang mengelilingi desa Batang Pane-I merupakan suku asli Batak Anggola. Terdapat banyak perbedaan yang mencolok antara kedua kelompok masyarakat ini. Seperti bahasa. Bahasa yang digunakan oleh kelompok masyarakat desa Batang Pane-I adalah bahasa Jawa Sumatera sedangkan bahasa yang digunakan oleh kelompok masyarakat yang menguni desa-desa disekitaran


(46)

desa Batang Pane-I adalah bahasa Batak Anggola. Tetapi, dalam hal agama kedua kelompok masyarakat tersebut memeluk agama islam dengan tradisi masing-masing dari nenek moyang mereka. Walaupun ada beberapa warga yang beragama Kristen atau menganut sebuah keperacayaan tetapi jumlahnya tidak banyak.

Perbedaan lainnya terlihat dari bentuk-bentuk bangunan atau rumah antara kedua kelompok masyarakat ini. Bangunan rumah suku Batak banyak yang bermodel panggung sedangkan untuk rumah-rumah suku Jawa bermodel semi permanen bahkan sudah banyak yang bermodel permanen.Menurut informan, rumah bermodel tidak panggung yang dimiliki oleh warga suku Jawa merupakan bawaan dari tradisi pemberian jatah oleh pemerintah. Sehingga menjadi kebiasaan apabila warga suku Jawa yang bermukim di Desa Batang Pane-I ini membangun rumah bermodelkan tidak panggung. Selain itu, bila kita berjalan-jalan ke kampung yang dihuni oleh orang Batak banyak dijumpai sebuah kedai kopi yang pada malam dan sore hari ramai dikunjungi oleh bapak-bapak sekedar untuk bercerita atau bermain kartu dan catur. Sementara, di kampung jawa, tidak banyak kedai kopi yang bisa kita jumpai. Ketika penulis mengadakan penelitian, hanya ada satu kedai kopi di desa ini. Terletak dipersimpangan dekat lapangan bola.Itupun pengunjungnya tidak seramai kedai kopi yang berada di kampung suku batak.

Dalam hal pernikahan, kedua suku bangsa tersebut juga sangat berbeda. Apabila di suku jawa tidak mengenal istilah membeli penganti wanita dengan nilai yang ditentukan oleh pihak pengantin perempuan, tetapi cukup memiliki mahar nikah. Menurut informan, yang juga merupakan penghulu sekaligus orang tua dari


(47)

mempelai perempuan, anaknya dilamar dan dinikahi oleh seorang pria hanya bermahar sebesar dua juta.

Hal diatas sangat berbeda pada suku batak. Sudah menjadi kewajiban mempelai pria menyiapkan uang yang dimaksudkan untuk membeli atau menganti mempelai perempuan. Harganya pun berbeda-beda sesuai dengan jenjang pendidikan yang sudah diraih oleh mempelai perempuan tersebut. Sebagai contoh, seorang perempuan dengan gelar sarjana dihargai sebesar ±30-an juta rupiah.

Dari keterangan diatas dapat kita lihat terdapat perbedaan yang mencolok mengenai kebudayaan antara suku Jawa dan suku Batak yang hidup berdampingan ini.

2.1.3 Lokasi secara Geografis

Desa Batang Pane-I terletak di sebuah dataran rendah dengan iklim tropis. Daerah ini mempunyai suhu 230-320 celsius dan berada diketinggian 450 M dari permukaan laut. Menjadikan daerah ini panas pada siang hari dan dingin pada malam hari. Seperti kebanyakan wilayah di Indonesia, Desa Batang Pane-I mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya terjadi pada bulan September sampai februari dan musim kemarau terjadi pada bulan februari sampai bulan desember.

2.2Penduduk

2.2.1 Gambaran Umum penduduk

Desa Batang Pane-I merupakan sebuah desa transmigran yang dibuka oleh pemerintahan masa presiden Soeharto pada tahun 1981 sebagai program


(48)

pemerataan penduduk (transmigrasi). Suku mayoritas penduduknya adalah suku Jawa yang hampir 80 %, Sunda 15% dan sisanya merupakan suku Batak, Padang dan Makasar. Dengan demikian bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Jawa. Jenis bahasa Jawa yang digunakan, menurut informan adalah bahasa Jawa Sumatera. Bahasa Jawa Sumatera, sekilas sangat mirip dengan bahasa Jawa yang digunakan oleh penduduk Jawa di Pulau Jawa. Tetapi terdapat beberapa kata yang berbeda, seperti kata ‘saya’. Dalam bahasa Jawa Sumatera, saya adalah aku, sedangkan dalam bahasa Jawa yang digunakan oleh suku Jawa di Pulau Jawa, saya adalah kulo.

Mayoritas penduduk desa Batang Pane-I adalah bermata pencaharian dibidang pertanian. Adapun tanaman utama mereka adalah sawit dan karet. Tetapi ada juga yang menanan sayur-sayuran walaupun jumlahnya sedikit. Selain bertani, ada juga beberapa profesi yang digeluti oleh masyarakat desa batang pane-I ini, diantaranya adalah Guru, Pegawai pemerintahan (aparatur kantor kepala desa), pedagang,bidan, tukang pangkas dan buruh tani.

Ketika pagi hari, bila kita berkeliling menyusuri jalanan di desa ini, akan tampak pintu-pintu rumah warga tertutup rapat. Hanya ada beberapa rumah saja yang pintunya terbuka. Mereka pada pagi hari banyak yang pergi bekerja di kebun sawit ataupun kebun karet sampai siang hari menjelang waktu dzuhur. Mengingat mata pencaharian warga di desa ini adalah bertani, maka kegiatan mencari nafkah banyak yang dihabiskan di ladang ataupun perkebunan sawit. Bagi warga yang mempunyai kebun karet, setiap pagi wajib pergi ke ladang untuk menyadap getah karet.


(49)

Menurut data RPJMdes (Rencana Penmbangunan Jangka Menengah Desa), dari 625 kepala keluarga yang ada di desa ini, ± 595 KK adalah petani. selebihnya sekitar 17 KK ada yang bekerja sebagai PNS, Wiraswasta, Tenaga Honorer/swasta dan lain-lain. Menurut data RPJMdes, dilihat dari tingkat penghasialan rata-rata masyarakat Desa Batang Pane-I tergolong kedalam tiga kategori (Miskin,menengah, dan kaya). Dari luas desa sebesar 3000 Ha dimiliki oleh :

- 316 Ha dimiliki oleh 26 KK dan masuk dalam kategori kaya

- 2474 Ha dimiliki oleh 522 KK dan masuk dalam kategori menengah - 77 Ha dimiliki oleh 77 KK dan masuk dalam kategori miskin

Kemampuan produksi perkebunan sawit di desa Batang Pane-I minimal adalah 400 Kg/Ha per 1x panen/ 2 minggu jika dalam satu bulan 2x panen, maka produksi sawit menjadi 0,8 ton/Ha/bulan. Kalau harga sawit berkisar Rp 1.100,- maka per hektar bisa menghasilkan Rp. 880.000,-.Karena satu KK petani miskin hanya memiliki satu Ha, maka penghasilan rata-rata petani KK miskin di desa Batang Pane-I hanya Rp. 10. 560.000/ tahun atau Rp. 880.000/bulan/ Kepala Keluarga. Sementara untuk warga yang masuk dalam kategori sedang, menghasilkan sekitar 4000 kg per bulan. Untuk keluarga yang masuk kategori kaya, perbulan bisa mendapatkan hasil sebesar 10000 kg sawit perbulan. Dengan demikian untuk keluarga sedang menghasilkan 52800000 pertahun. Dan untuk keluarga kaya 132000000 pertahun.


(50)

Bangunan rumah di desa ini berjumlah sekitar 625 unit yang terbagi atas tiga tipe rumah. Selain rumah juga terdapat beberapa bangunan yang tersedia di desa ini. Berikut adalah rincian bangunan yang ada di desa Batang Pane-I

Table 2. Jumlah dan jenis bangunan

No. Jenis Bangunan Jumlah keterangan 1 Rumah Batu (Permanen) 108 unit

2 Rumah setengah batu (Semi permanen) 415 unit 3 Rumah papan ( darurat) 102 unit 4 Sekolah dasar 2 unit 5 Sekolah menengah pertama 1 unit 6 Mesjid 1 unit 7 Mushola 7 unit 8 Pasar desa 1 unit 9 Kantor balai desa 1 unit

10 Perkuburan 1 unit Seluas 2 Ha 11 Gereja 1 unit

12 Selokan 1 unit Sepanjang 2 Km 13 Paud 1 unit

14 KUD 1 unit Terbengkalai 15 Madrasayah 1 unit

16 Pesantren 1 unit

17 Posyandu/ Puskesmas 1 unit Kurang Aktif Jumlah 646 unit


(51)

2.2.2 Jumlah dan komposisi penduduk

Penduduk desa Batang Pane- I berjumlah 2176 jiwa. Yang terdiri atas 1188 jiwa laki-laki dan 988 jiwa perempuan. Dihitung berdasarkan jumlah kepala keluarga (KK), Desa Batang Pane-I dihuni oleh 625 Kepala Keluarga. Dari angkat tersebut dapat dihitung kepadatan penduduk sebagai berikut :

2176

30 �

1 ����

��² = 72,5333 ����/��

2(0,00073

���� /�²)

Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dan agama dapat terlihat pada tebel dibawah ini :

Tabel 3. Jumlah penduduk dan agama

NO Nama Desa

Jumlah Penduduk Agama

Lk Pr Total Islam Protestan Katolik Hindu Budha 1 Batang Pane -I 1188 988 2176 2131 0 45 0 0

Jumlah 1181 988 2176 2131 0 45 0 0

(sumber : dokumen desa)

2.3Sarana dan Prasarana

2.3.1 Kondisi Jalan

Simpang beragas adalah pintu utama ketika kita akan menuju desa batang pane –I ini, jarak desa dari simpang beragas ini ± 13 Km. sekitar ±9 Km berupa jalan aspal yang sudah terlihat bagus. Dan sisanya sekitar ± 4 Km berupa jalan


(52)

tanah dengan dilapisi bebatuan besar dan kerikil yang sering mengakibatkan mobil pengangkut sawit terpedam dan tergelincir karena kondisi jalan yang licin dan lembek serta lengket. Bila sudah terjadi hal seperti ini, dibutuhkan mobil atau traktor untuk menarik mobil pengangkut sawit tersebut. Kondisi atau kejadian seperti ini terjadi pada musim hujan. Dimana jalanan berubah menjadi kubangan air.

Sementara itu, pengaspalan jalan menuju desa batang pane-I yang hanya sepanjang ±9 Km baru dibangun pada tahun 2013 kemarin yang dibangun oleh pemerintah kabupaten Padang Lawas Utara bekerja sama dengan PT. ANJ. Menurut informan, telah terjadi kesepakatan bahwa pengerasan jalan menjadi tanggung jawab PT. ANJ dan untuk pengaspalan menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten. Jalan yang beraspal ini terbentang dari mulai simpang beragas sampai gerbang atau gapura desa batang Pane-I.

Table 4. Prasarana Perhubungan

No Jenis Prasarana Kuantitas/ panjang Keterangan 1 Jalan Kabupaten 45 Km Kondisi rusak kecil 2 Jalan Desa 10 Km Kondisi rusak 3 Jalan - Kondisi rusak 4 Jembatan 6 unit Kondisi rusak

(sumber : Dokumen desa)

Keadaan jalan desa secara umum sudah terlihat baik. Walaupun pada musim kemarau debu jalan sangat banyak mengingat jalan di desa ini masih


(53)

berupa tanah dengan dilapisi batu-batu besar dan kerikil. Tetapi pada musim hujan tiba jalanan-jalanan dibeberapa tempat mengalami kerusakan. Jalan menjadi lengket dan banyak genangan air. Hal ini menjadikan para pemakai jalan harus berhati-hati ketika melintasi jalanan yang rusak ini. Banyak sekali para pengendara yang jatuh ketika melintasi jalanan yang rusak ini. Ketika penulis melakukan penelitian, terlihat ada beberapa anak-anak yang berusia ± 11 tahun jatuh ketika melintasi titik jalan yang rusak tersebut.

Untuk mengatasi jalanan desa yang rusak tersebut, pemerintahan desa mengintruksikan kepada kepala RT untuk mengajak warganya bergotong royong memperbaikinya. Seperti jalan masuk menuju RT 9. Terlihat sudah mulai diperbaiki dengan cara membangun jalan berupa beton dengan lebar 3( tiga meter). Tetapi bagian tengah jalan beton ini kosong. Karena jalan ini dibuat sesuai dengan ukuran rentang panjang roda mobil dari satu titik ke titik yang lain. Hal ini dibuat untuk menghemat pengeluaran pembangunan jalan desa.

Jalanan desa dibangun dengan dana iuran yang dikutip dari warga. Setiap RT bertanggung jawab untuk memperbaiki dan merawat jalannya masing-masing. Setiap kepala keluarga dikenakan iuran wajib per dua minggu sebesar Rp. 5000-10000. Tetapi banyak juga anggota warga yang menyumbangkan dana lebih ataupun menyumbangkan material yang dibutuhkan untuk membangun jalan seperti batu, semen ataupun pasir. Hasilnya, menurut informan, telah terjadi perubahan jalan yang lumayan cepat. Dahulu, jalan-jalan desa sangat parah ketika musim hujan datang. Banyak mobil penganggkut sawit yang terpendam didalam kubangan air. Belum lagi sifat tanah di desa ini yang lengket dan licin. Menjadikan pengendara sepeda motor kesulitan melintasi jalan yang rusak


(54)

tersebut. Walapun perbaikan hanya dengan cara menyebar batu berpasir (sertu) sudah terlihat jalanan tidak banyak yang berlubang ataupun lembek lagi.

Gambar 3. Jalan desa yang digenanggi air ketika musim hujan datang.

(Sumber: dokumen pribadi)

Hasilnya, menurut informan, telah terjadi perubahan jalan yang lumayan cepat. Dahulu, jalan-jalan desa sangat parah ketika musim hujan datang. Banyak mobil penganggkut sawit yang terpendam didalam kubangan air. Belum lagi sifat tanah di desa ini yang lengket dan licin. Menjadikan pengendara sepeda motor kesulitan melintasi jalan yang rusak tersebut. Walapun perbaikan hanya dengan cara menyebar batu berpasir (sertu) sudah terlihat jalanan tidak banyak yang berlubang ataupun lembek lagi.

Secara perlahan, penulis melihat kondisi jalan di desa ini telah banyak mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Walapun hanya pengerasan jalan


(55)

dengan cara menyebar batu berpasir, sudah mengurangi kelengketan tanah di sepeda motor khususnya bagian ban dan mengurangi jatuhnya pengendara sepeda motor ketika melintasi titik jalan yang rusak akibat dari licinnya jalan.

2.3.2 Alat Transportasi

Ketika tulisan ini dibuat, belum ada angkutan umum (bus,mikrolet,atau sejenisnya) yang merambah desa batang pane-I ini. Memang ada angkutan umum, tetapi tidak sampai masuk ke dalam desa. Hanya sampai di simpang tebu. Simpang tebu merupakan sebuah simpang yang menjadi pintu masuk ke desa Batang Pane-I dan jarak antara simpang ini ke desa ± 3Km. Di simpang ini terdapat sebuah gapuran dan sebuah warung kopi. Ketika waktu-waktu tertentu, tampak sebuah bus mini seukuran bus KUPJ ngetem di persimpanngan ini untuk menunggu penumpang. Walapun menurut informan yang mempunyai warung kopi di persimpangan tersebut, sangat jarang menumpang yang naik dari desa Batang Pane-I. Ada beberapa alasan yang diungkapkan oleh warga tidak mengunakan angkutan umum untuk berpergian ke kota.Alasan utama mereka karena angkutan umum tidak masuk kedalam desa.Sehingga menjadi ‘ tanggung’, karena harus berjalan menuju simpang tebu untuk menunggu angkutan umum yang datangnya tidak dapat diprediksi. Belum lagi waktu tempuh yang lama dibandingkan dengan mengunakan sepeda motor untuk mencapai kota. Karena alasan-alasan seperti itulah masyarakat lebih memilih mengunakan sepeda motor sebagai kendaraan untuk berpergian ke kota atapun ke pasar yang berada di simpang beragas.


(56)

Selain untuk berpergian ke kota, Warga desa juga mengunakan sepeda motor untuk menunjang kegiatan sehari-hari mereka. Mulai dari pergi ke ladang, sekolah, belanja ke warung, mengangkat pupuk, mengembala sapi dan lain sebagainya. Di desa ini anak-anak yang masih duduk dibangku kelas 6 SD sudah dapat dan diperbolehkan oleh orang tua mereka untuk mengendarai sepeda motor. Sudah menjadi pemandangan biasa jika di sore hari anak-anak usia ± 12 tahun berkeliling menyusuri jalanan desa dengan sepeda motor hanya untuk sekedar jalan-jalan sore bersama adik atau kawan-kawan mereka.

Terlihat juga jika pagi hari, anak-anak yang masih bersekolah tingkat menengah atas (SMA) mengunakan sepeda motor untuk menuju sekolah mereka yang berjarak ± 12 Km dari desa. Sepeda motor yang digunakan warga desa ini tergolong baru. Rata-rata tahun perakitan sepeda motor yang digunakan diatas tahun 2005. Hal itu tidak aneh mengingat mudahnya untuk memiliki kereta dengan cara kredit. Menurut informan, dengan membawa uang sebesar Rp. 500000 dan membawa foto copy KTP serta Kartu Keluarga ke dialer sepeda motor, sudah bisa membawa pulang satu unit sepeda motor. Bahkan banyak ada juga beberapa showroom sepeda motor yang menjajakan dagangannya dengan cara masuk ke desa membawa sepeda motor mengunakan mobil pick-up. Dalam bahasa jawa disebut diiderkan. Ini juga menambah kemudahan untuk mendapatkan sepeda motor.

Sistem kredit sepeda motor disini berjangka tahunan, mulai dari satu tahun hingga empat tahun. Cara pembayarannya perbulan. Misalkan satu buah sepeda motor tipe mio dengan harga kontan


(57)

Sudah menjadi hal biasa bila satu keluarga memiliki 3-5 sepeda motor. Tergantung berapa jumlah amggota keluarganya. Sebagai contoh, satu keluarga yang berjumlah 3 orang anak maka mereka memiliki 3 sepeda motor.

“… Jumlah kereta yang dimiliki oleh satu keluarga biasanya sama dengan jumlah anggota keluarga yang bisa mengunakan kereta. Sebagai contoh : satu keluarga ada 4 anggota keluarga. Maka mereka juga akan memiliki 4 kereta. (Beja, 44 tahun)

Kejadian seperti itu untuk keluarga kelas menengah yang mengandalkan sepeda motor untuk mendukung kegiatan mereka sehari-hari. Dari mulai pergi ke ladang, ke warung, sekolah, wirid mingguan, mengangkat pupuk dan lain sebagainya.

Untuk keluarga yang masuk kategori kaya, selain mengandalkan sepeda motor untuk menunjang kegiatan mereka sehari-hari, mereka juga memiliki satu unit mobil untuk memenuhi kebutuhan transportasi mereka. Mobil-mobil yang dimiliki oleh keluarga kaya desa Batang Pane-I minimal sekelas mobil avanza dengan tahun perakitan 2011. Ada juga yang sudah dapat membeli mobil mewah seperi Pajero Sport dan Fortuner. Selain sebagai barang simpanan mewah, mobil juga mereka gunakan untuk berpegian ke luar desa, seperti pergi ke kota untuk sekedar jalan-jalan, belanja dan mengurus keperluan birokrasi.

“… kalau untuk mobil, sudah banyak juga warga yang punya di desa ini. Kalau dirata-ratakan dapat dikatakan setiap RT itu ada warga yang sudah memiliki mobil. (Beja. 44 tahun)


(58)

Mobil juga menjadi alat transportasi jarak jauh seperti ke Kota Medan dan kota-kota besar lainnya di provinsi Sumatera Utara untuk mengantar atau menjemput anak mereka ketika datang musim libur atau musim tahun ajaran baru.Pada umumnya setelah tamat dari sekolah dasar, mereka langsung menyekolahkan anak mereka ke luar desa. Kota tujuan untuk menyekolahkan anak-anak mereka merupakan kota-kota besar seperti, Padang Sidempuan, Rantau Prapat dan Medan. Disana anak-anak mereka di kostkan atau diasramakan.

Mobil juga menjadi alat transportasi untuk mengantar orang yang sakit untuk berobat ke kota-kota besar yang memiliki rumah sakit betaraf nasional. Menginggat di desa ini belum memiliki rumah sakit. Dalam hal ini, tidak hanya keluarga kaya saja yang mengandalkan mobil. Keluarga menengah dan kurang mampupun mengandalkan mobil untuk keperluan mengantar anggota keluarga yang sakit. Untuk keluarga yang tidak memiliki mobil, biasanya mereka meminjam mobil lengakap dengan sopirnya untuk mengantarkan anggota keluarga yang sakit berobat di rumah sakit yang berada di kota-kota besar di provinsi sumatera utara. Sistem pemimjamannya sangat mudah. Pemiminjam tidak perlu membayar uang sewa mobil. Hanya membayar uang untuk membeli bahan bakar minyak dan membayar supir. Kadangkala juga ada beberapa pemilik mobil yang mengendarai sendiri mobilnya ketika dipinjam oleh warga yang membutuhkan mobil untuk mengantarkan anggota keluarga yang sakit. Sehingga tidak perlu membayar uang sopir dan hanya membayar uang untuk membeli bahan bakar minyak.


(59)

2.3.3 Energi Listrik

Jaringan listrik dari perusahaan listrik Negara atau PLN sudah merambah dan tersedia di desa ini. Hampir setiap rumah tangga mengandalkan sumber listrik dari PLN untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti menanak nasi, mencuci pakaian, memasak air, menyedot air, meyalakan televise dan kebutuhan lainnya. Keperluan penerangan warga desa juga mengandalkan sumber listrik dari PLN.

Pemerataan PLN terjadi pada tahun 2005, pada tahun ini banyak sekali warga yang memasang sumber listrik dari PLN. Sehingga saat ini hampir semua rumah tangga sudah memiliki sumber listrik dari PLN. Tetapi yang menjadi masalah adalah sering kali terjadi pemadaman listrik yang tidak terjadwal. Seperti dikatakan oleh informan :

“…Listrik neng Batang Pane kene sering mati. Mati e sak wayah-wayah. Kadang isuk pas sholat subuhKadang yo awan. Mbengi yo sering juga. (M. Zaenuddin, 54 tahun)

Padamnya listrik dan tidak terjadwal sangat menganggu kegiatan mereka sehari-hari, terutama yang membutuhkan sumber listrik. Menginggat saat ini warga desa Batang Pane-I untuk keperluan rumah tangga sudah mengunakan teknologi yang membutuhkan energi listrik. Seperti memasak nasi dan air. Masyarakat mengunakan rice cooker untuk memasak nasi dan mengunakan dispenser untuk memanaskan air. Waktu mereka untuk memasak pada umumnya adalah ketika pagi hari setelah sholat subuh sebelum mereka pergi ke ladang.Nasi dan teh panas menjadi hidangan sarapan pagi wajib mereka sebelum pergi ke


(60)

ladang. Ketika terjadi pemadaman listrik disaat-saat seperti itu sangat mengangu aktifitas mereka. Nasi menjadi tidak matang, tidak bisa memanaskan air dan alhasil, waktu mereka untuk pergi ke ladang menjadi molor.

Ketika terjadi pemadaman disiang hari juga sangat mengusik kenyamanan mereka beraktifitas. Biasanya ketika pulang dari ladang ibu-ibu di desa Batang Pane-I menyuci pakaian dengan mengunakan mesin cuci yang membutuhkan sumber listrik. Hal ini mengakibatkan tertundanya pekerjaan untuk mencuci pakaian yang biasanya dilakukan oleh kaum ibu-ibu.

Tidak hanya itu, ketika pemadaman terjadi disiang hari, aktifitas istirahat mereka juga terganggu.Siang hari adalah waktu dimana warga banyak yang menghabiskan waktu untuk beristirahat dirumah sambil menonton televisi dan duduk dengan kipas angin nyala. Kipas angin juga menjadi barang elektronik wajib yang dimiliki oleh masyarakat desa Batang Pane-I karena bila siang hari desa ini sangat panas. Wajar saja jika terjadi pemadaman listrik disiang hari banyak warga yang mengeluh dan mengumpat.

Alunan musik dangdut yang menjadi musik kesenangan warga desa Batang Pane-I juga terdengar disiang hari. Suara musik dangdut tersebut tidak tanggung-tanggung. Sangat keras sehingga dapat terdengar hampir satu RT yang berjumlah sekitar 29 kepala keluarga. Suara sekuat itu dikeluarkan oleh speaker sound bervolume tinggi yang sangat membutuhkan energy listrik dari PLN. Untuk itu jika terjadi pemadaman listrik disiang hari, desa akan terasa sepi terutama rumah-rumah yang letaknya berada di pinggiran desa.


(61)

Ketika malam hari kebutuhan listrik untuk penerangan sangat diperlukan. Karena pada malam hari adalah waktu untuk anak-anak desa Batang Pane-I yang bersekolah menghabiskan waktu untuk belajar mengulas pelajaran yang diberikan guru disekolah serta mengerjakan pekerjaan rumah (PR) yang diberikan guru mereka disekolah. Pemadaman juga sering terjadi ketika malam hari. Untuk itu warga banyak yang memiliki mesin generator set (genset) untuk menjadi sumber cadangan listrik dimalam hari. Genset yang digunakan bermacam-macam. Ada beberapa jenis secara umum dibedakan atas daya yang dihasilkan oleh mesin genset tersebut. Ada yang berkapasitas 900 watt, 1000 watt dan 1500 watt. Dalam dua jam, genset tersebut dapat menghabiskan sekitar dua liter bensin murni. Bila dibandingkan dengan sumber listrik dari PLN, pemakaian genset ini lebih boros. Harga satu liter bensin di desa ini sekitar Rp. 7500,00.

Pada dasarnya listrik sudah masuk dan tersedia di desa Batang Pane-I, tetapi inkonsisten menyalanya listrik membuat warga banyak yang mengeluh dan sebagai solusi mereka membeli genset yang pada umumnya hanya digunakan ketika malam hari untuk penerangan saja.

2.3.4 Sumber Air Bersih

Desa Batang Pane-I merupakan sebuah desa yang terletak di dataran rendah dengan kandungan tanah liat bercampur batu gunung, berkontur landai dan sedikit berbukit. Walaupun di dataran rendah, desa ini tidak terletak dipesisir pantai dan walapun tanah desa ini mengandung batu gunung, desa ini juga tidak terletak di sekitar pengunungan. Sehingga sumber air bersih utama masyarakat desa Batang Pane-I adalah bersumber dari sumur. Sumur-sumur di desa ini pada


(1)

sambil minum the dimaksudkan untuk menghilangkan rasa letih tersebut. Sehingga waktu untuk bercengkrama antar warga dengan warga yang lain sudah tidak sebanyak dan sehangat dulu. Faktor “televisi milik pribadi” sangat mempengaruhi warga untuk berkumpul dengan warga yang lain, saat ini karena hampir masing-masing rumah sudah memiliki televisi, sehingga tidak ada lagi warga yang berkumpul di suatu warung atau salah satu rumah warga yang memiliki televisi. Dengan demikian waktu warga untuk bercengkrama dengan warga yang lain sudah berkurang.

Hampir tidak ada kegiatan saling pinjam kebutuhan sembako seperti garam, gula dan lain-lain antar warga. Hal ini terjadi karena warga merasa malu jika harus meminjam garam atau bumbu masak lainnya kepada tetangga mereka. Jika kekurangan kebutuhan sembako, mereka lebih memilih membeli kebutuhan tersebut di warung dibanding meminjam ke tetangga mereka.

Perubahan yang lain juga terlihat dari semakin sedikitnya warga yang melaksanakan sholat wajib berjamaah di mesjid atau mushola. Hal ini terjadi karena semakin bertambahnya lahan ladang yang dimiliki oleh warga, sehingga banyak warga yang menghabiskan waktu untuk mengurus atau mengelola ladang mereka. Kegiatan keagamaan lainnya yang mengalami perubahan adalah kegiatan pengajian. Saat ini, pengajian hanya ada di perwiritan saja. Hal ini disebabkan “matinya” pesantren yang ada di desa Batang Pane-I ini. Dahulu kegiatan pengajian dilakukan oleh para santri sebagai penceramah dan warga sebagai pendengar. Kegiatan takbir keliling yang biasanya dilakukan pada malam hari raya Idul Fitri atau Idul Adha juga mengalami perubahan. Jika dulu setiap malam takbir selalu dilakukan takbir keliling desa yang diikuti oleh anak-anak madrasyah


(2)

dengan membawa obor dan ada yang memikul bedug, saat ini takbiran tidak lagi dilakukan dengan keliling. Takbiran hanya dilakukan di mesjid atau mushola. Hal ini terjadi karena saat ini anak-anak yang akan mengikuti takbir keliling, mengunakan sepeda motor untuk keliling, sehingga malah trek-trekan dan menimbulkan mudharot (bahaya).

Perubahan lain juga terlihat dari kegiatan rutinitas gotong royong yang diadakan warga desa per-lingkungan. Warga yang datang juga semakin sedikit, imbasnya setiap kegiatan gotong royong untuk memperbaiki jalan atau jembatan tidak selesai. Dan untuk mengatasi itu, dipekerjakanlah beberapa orang yang digaji dari uang iuran untuk memperbaiki jalanan atau jembatan yang rusak.

Sambatan juga hampir tidak ada di desa Batang Pane-I ini. Sambatan hanya

dihadiri oleh saudara warga yang akan membangun rumah. Warga jika membangun rumah lebih memilih untuk mempekerjakan tukang bangunan. Ini terjadi karena rumah-rumah warga sudah bermodel rumah permanen, sehingga harus memiliki keahlian khusus untuk membuatnya.

Selain hal diatas, juga terjadi perubahan kesadaran warga desa Batang Pane-I. seperti pada kesehatan dan pendidikan. Banyak warga yang sudah mengangap penting pendidikan. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya warga desa Batang Pane-I yang menyekolahkan anak mereka keluar kota karena mereka menganggap mutu pendidikan sekolah yang ada di desa Batang Pane- I ini kurang bagus serta pergaulan anak muda di desa ini yang menurut mereka tidak baik.

Dalam hal kesehatan, kesadaran warga juga sudah semakin tinggi. Banyak warga yang sudah memiliki kamar mandi yang bersih. Selain itu, peran bidan desa


(3)

serta ketersediaan puskesmas di desa Batang Pane-I juga sudah memadai. Setiap bulan, puskesmas selalu melaksanakan kegiatan rutinitas imunisasi untuk anak balita yang juga sudah semakin baik dan terjadwal dengan baik pula. Selain itu, sudah banyak warga yang mengunakan alas kaki ketika keluar rumah atau jalan-jalan. Tidak seperti dulu, yang tidak mengunakan alas kaki ketika keluar rumah atau jalan-jalan.

Perubahan yang lain adalah munculnya persaingan antar warga untuk membeli tanah. Di desa Batang Pane-I, jika ada warga yang akan menjual tanah maka sangat banyak peminat yang datang untuk membelinya. Sehingga warga yang menawar dengan harga paling tinggi yang menjadi pemenangnya. Tidak jarang terjadi ketika sudah terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli, tiba-tiba datang pembeli baru dengan penawaran lebih tinggi. Maka pembeli baru dengan penawaran yang tinggi inilah yang akan menjadi pemenang. Karena hal-hal seperti itulah menciptakan ketidakharmonisan kedua belah pihak. Antara pembeli I dengan penjual dan atau pembeli II dan pembeli I.


(4)

5.2Saran

Pada hakekatnya, kehidupan adalah perubahan. Karena setiap manusia tidak ada yang mengalami perubahan. Begitu juga dengan masyarakat suatu bangsa. Pasti juga akan mengalami perubahan. Perubahan-perubahan itu ada yang bersifat cepat dan ada juga yang bersifat lambat. Perubahan itu juga ada yang bersifat keseluruhan ada juga yang bersifat sebagian.

Perubahan yang tidak dapat dicegah itu harus ditanggapi dengan baik oleh masyarakat, sehingga perubahan itu dikendalikan atau dikontrol. Pemerintah sangat berperan besar dalam proses perubahan yang dialami oleh warganya. Untuk itu, pemerintah harus tegas dan membuat kebijakan atau aturan untuk membatasi dan mengontrol perubahan yang akan datang.

Tokoh masyarakat dan cendikiawan juga berperan aktif dalam proses perubahan yang terjadi disuatu desa atau wilayah. Untuk itu, dibutuhkan keberanian untuk mengontrol setiap perubahan yang dialami oleh suatu masyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Basrowi

2005 Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Damsar.

2009 Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Karim R.Muhammad.

1982 Seluk Beluk Perubahan Social. Surabaya: Usaha Nasional.

Mandel,Ernest.

2006 Tesis-tesis Pokok Marxisme terjemahan .Ing Mahendra K. Yogyakarta: Nailil Printika.

Martono, Nanang.

2012 Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ranjabar, Jacobus.

2008 Perubahan Sosial dalam Teori Makro. Bandung: Alfabeta Bandung.

Silalahi,Ulber.

2009 Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika

Aditama.

Sosrodihardjo,Soedjito.

1986 Transformasi Sosial.Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

Syafri, Sairin.

2002 Perubahan sosial masyarakat Indonesia (perspektif

Antropologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offeset.

Zed,Mestika dkk.

1992 Perubahan Sosial di Minangkabau.Padang:Pusat Studi Pembangunan dan Perubahan Sosial Budaya Universitas Andalas Padang.


(6)

Sumber Internet

10-2013)

2013)

(diakses pada 03-10-2013)

(diakses

pada 25-03-2013)