84 semusim yang jauh lebih menguntungkan sebaiknya dilakukan dalam skala
terbatas, hal ini karena teknologi belum sepenuhnya dikuasai oleh petani, dayaserap pasar produk hortikultura yang terbatas, dan penanaman komoditas
hortikultura semusim ditujukan untuk mengurangi terjadinya over supply pada produk tembakau rajangan, dan 3 implementasi pola tanam yang memasukkan
komoditas hortikultura bernilai ekonomi tinggi tidak mudah sehingga harus ada beberapa kebijakan pendukung.
5.5. Perilaku Petani di Pamekasan dalam Menentukan Pilihan Komoditas dan Pola Tanam
Secara umum perilaku petani di Kabupaten Pamekasan dalam menentukan pilihan komoditas dan pola tanam dipengaruhi faktor teknis, faktor ekonomi,
faktor sosial-kelembagaan, dan aspek demografi. Beberapa faktor teknis yang mempengaruhi perilaku petani antara lain :
1. Tingkat kemampuan pengendalian, volume dan kontinuitas ketersediaan air,
baik yang bersumber dari air irigasi maupun dari air hujan. Sumber air didapat dari sungai 30 persen, irigasi teknissemi teknis 15 persen, sumur
pompa 5 persen, serta tadah hujan 50 persen. Secara umum pada lahan sawah dengan pengendalian, ketersediaan, dan kontinuitas air yang baik
mempunyai fleksibilitas yang tinggi dalam memilih komoditas dan pola tanam. Sementara itu, di lahan tegal dan gunung sangat tergantung pada curah
hujan dan distribusinya. 2.
Kondisi fisik lahan topografi, kesuburan, struktur, tekstur, dan sifat tanah akan menentukan komoditas dan pola tanam yang dipilih. Kondisi lahan di
Pulau Madura yang kandungan batu, kapur, dan pasirnya yang tinggi memerlukan pemupukan baik anorganik maupun organik secara berimbang.
85 Penggunaan pupuk yang tidak sesuai rekomendasi, ditinggalkannya
penggunaan pupuk organik oleh sebagian besar petani, serta pola tanam yang sama dari waktu ke waktu diduga sebagai penyebab utama menurunnya
produktivitas tembakau. 3.
Musim atau kondisi iklim yang dibutuhkan. Komoditas tembakau dan hortikultura semusim paling baik diusahakan pada MK-I, karena kondisi
kering dan air masih cukup tersedia. 4.
Ketersediaan teknologi baik yang menyangkut teknologi budidaya, panen dan pasca panen, serta teknologi tata air mikro pompa air, teknologi drainase
akan menentukan komoditas dan pola tanam yang dipilih. 5.
Penguasaan teknologi oleh petani, petani akan mengusahakan jenis dan pola tanam baru apabila petani sudah mendapatkan pengetahuan dan informasi
awal tentang komoditas yang mau ditanam. Secara umum penguasaan teknologi budidaya untuk padi, tembakau dan jagung sudah cukup baik,
namun penguasaan teknologi budidaya hortikultura semusim masih kurang. 6.
Ketersediaan alat dan mesin pertanian terutama alat pengolahan tanah traktor dan pompa air, serta alat panen dan pasca panen perajangan secara mekanik,
jelas akan mempengaruhi pilihan terhadap komoditas dan pola tanam. Ketersediaan traktor akan mempengaruhi kecepatan waktu pengolahan lahan,
yang terkadang terkait dengan jadwal pengairan yang ketat, pompa air akan mempengaruhi ketersediaan air waktu dibutuhkan, serta perajangan baik
manual dan mekanik yang telah dikuasai mendorong petani tetap menanam tembakau.
86 Beberapa faktor ekonomi yang mempengaruhi pilihan petani terhadap
komoditas dan pola tanam antara lain : 1.
Ekpektasi petani terhadap harga jual output. Sebagai contoh informasi kualitatif yang diperoleh oleh beberapa petani yang menanam tanaman
hortikultura bawang merah dan cabai merah di musim hujan salah satunya adalah ekpektasi harga yang tinggi pada waktu panen. Sementara itu,
fluktuasi harga yang tajam dan cenderung jatuh pada saat panen menjadi faktor penghambat petani mengusahakan tanaman hortikultura semusim.
2. Tingkat harga beberapa input utama seperti harga benih, harga pupuk, harga
obat-obatan pestisida, insektisida, fungisida, dan herbisida, dan harga mulsa akan mempengarui pilihan petani terhadap jenis komoditas dan pola tanam,
karena setiap komoditas yang diusahakan memerlukan tingkat masukan yang berbeda. Besarnya modal yang diperlukan untuk mengusahakan tanaman
hortikultura semusim karena komoditas tersebut bersifat padat modal, menjadi salah satu penghambat petani untuk mengusahakan tanaman tersebut.
3. Tingkat upah, baik untuk tenaga kerja manusia, mesin, maupun tenaga kerja
ternak. Biasanya usahatani komoditas tembakau dan hortikultura memerlukan penggunaan tenaga kerja manusia yang lebih intensif serta memiliki
keterampilan khusus. Usahatani komoditas padi memerukan tenaga kerja mesin dan ternak, sedangkan usahatani komoditas palawija lebih memerlukan
tenaga kerja manusia dengan ketrampilan biasa dan tenaga ternak. 4.
Kemampuan permodalan petani, akan menentukan pilihan komoditas dan pola tanam. Petani yang bermodal besar mempunyai kesempatan yang lebih besar
87 dalam mengusahakan komoditas-komoditas komersial bernilai ekonomi
tinggi. 5.
Ketersediaan dan aksesibilitas terhadap sumber kredit, beberapa petani bawang merah dan cabai merah telah dapat mengakses sumber kredit formal,
demikian juga petani tembakau khususnya yang memiliki ukuran lahan yang luas juga telah dapat mengakses kredit perbankan.
6. Ketersediaan dan aksesibilitas terhadap pasar bagi komoditas yang dihasilkan.
Petani cenderung memilih menanam tembakau karena pasarnya tersedia, di mana terdapat empat pabrik rokok skala besar yang siap menampung hasil
produksi tembakau PT. Gudang Garam, PT. Sampurna, PT. Jarum, PT. Bentoel serta industri-industri rokok skala kecil. Namun dalam
perkembangannya pabrik rokok tumbuh semacam oligopsony, empat pabrik rokok berhadapan dengan banyak sekali petani, sehingga posisi tawar petani
lemah. Beberapa petani dan pedagang bawang merah dan cabai merah, serta semangka dan melon sudah mulai merintis pasar baik untuk pasar lokal,
surabaya, maupun antar pulau. Beberapa faktor sosial kelembagaan dan demografi karakteristik rumah
tangga juga turut menentukan perilaku petani memilih jenis komoditas dan pola tanam, antara lain :
1. Rata-rata luas penguasaan lahan petani di Pamekasan adalah 0,50 Ha yang
bervariasi antara 0,25-1,00 Ha. Diperkirakan petani lahan luas mempunyai fleksibilitas yang lebih tinggi dalam melakukan pilihan komoditas dan pola
tanam khusnya untuk menanam tembakau dan hortikultura semusim.
88 Sementara itu, petani lahan sempit akan cenderung menanam padi dan jagung
lokal untuk kebutuhan subsistennya. 2.
Status penguasaan lahan, pada status lahan sewa diperkirakan penyewa akan cenderung mengekploitasi lahan sewaan tersebut dalam durasi waktu
penyewaan, biasanya mereka memilih mengusahakan komoditas komersial, seperti tembakau, bawang merah, cabai merah, serta semangka atau melon.
Sementara itu, pada lahan sakap atau bagi hasil pilihan komoditas dan pola tanam tergantung kesepakatan antara pemilik lahan dan penggarap yang
sebagian besar menanam padi. 3.
Adanya kesepakatan bersama diantara anggota kelompok atau asosiasi petani tembakau pamekasan APTP dalam menentukan jenis komoditas dan pola
tanam yang biasanya terkait dengan pengaturan air irigasi, pada jaringan irigasi teknis dan pengendalian produksi, akan menentukan pilihan komoditas
dan pola tanam, dalam hal ini petani secara individu tidak bebas menentukan pilihannya.
4. Kelembagaan tebasan pada kasus pada komoditas padi dan tembakau di mana
menurut petani bahwa sistem tebasan mampu meningkatkan efisisensi biaya panen, hal ini mendorong petani tetap mempertahankan dalam menanam padi
dan tembakau. 5.
Status pekerjaan, status pekerjaan utama petani diperkirakan akan mempunyai keterikatan yang tinggi terhadap pengusahaan komoditas padi dan tanaman
yang secara tradisional diusahakan tembakau, sehingga bersikap kurang berani mengambil risiko, di lain pihak status pekerjaan sebagai pengusaha
industri pengolahan hasil pertanian dan pedagang hasil pertanian akan
89 mendorong mengusahakan komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi.
Namun hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. 6.
Jumlah anggota keluarga akan menentukan ketersediaan tenaga kerja keluarga, meskipun variabel ini sering tidak berdiri secara tunggal, diperkirakan
semakin besar ketersediaan tenaga kerja keluarga akan mendorong petani melakukan kegiatan-kegiatan usahatani yang padat karya seperti padi. Namun
apabila ketersediaan ini juga didukung oleh kemampuan permodalan akan mendorong petani mengusahakan komoditas yang padat karya dan sekaligus
padat kapital, seperti tembakau dan hortikultura semusim. 7.
Umur kepala keluarga rumah tangga petani, berdasarkan informasi kualitatif dengan wawancara FGD menunjukkan bahwa petani-petani muda 25-45
tahun lebih memilih menanam tanaman yang lebih menguntungkan dari padi tembakau, jagung hibrida dan hortikultura semusim, tetapi petani-petani
yang lebih tua akan tetap memilih padi dan jagung lokal yang telah diusahakan secara tradisional dan untuk mendukung kebutuhan subsistensi
pangan keluarga. 8.
Pendidikan secara umum makin tinggi tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat adopsi teknologi dan arus informasi, sehingga mudah menerima
perubahan teknologi, lebih rasional perhitungan untung rugi, dan akses terhadap pasar. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan lebih terbuka untuk
memilih komoditas komersial penyusun pola tanam optimal. Terdapat beberapa komoditas hortikultura yang dapat memberikan
keuntungan sangat tinggi dibandingkan dengan komoditas tembakau. Namun dalam implementasinya akan menghadapi kendala-kendala pokok baik kendala
90 teknis, ekonomi, maupun sosial kelembagaan. Beberapa kendala teknis antara
lain : pertama, kondisi topografi lahan dan iklim akan membatasi terhadap pilihan pola tanam alternatif, khususnya masalah ketersediaan air irigasi pada
musim kering dan pengendalian air pada musim hujan. Kedua, adanya indikasi menurunnya kualitas lahan yang disebabkan tidak dipraktekannya penggunaan
pupuk berimbang dan pupuk organik oleh petani. Ketiga, tidak tersedianya teknologi tepat guna spesific location dan rendahnya penguasaan teknologi baik
pembibitan, budidaya, dan pascapanen komoditas alternatif bawang merah, cabai merah, semangka, melon, serta sayuran lainnya. Keempat, sifat komoditas
alternatif penyusun pola tanam khususnya kelompok komoditas hortikultura yang mempunyai risiko produktivitas, risiko mudah rusak, dan risiko jatuhnya harga.
Kelima, belum dapat dipenuhinya volume, kualitas, dan kontinyuitas pasokan hasil, terutama untuk memasok super market dan industri pengolahan, serta
perdagangan antar pulau. Beberapa kendala ekonomi yang di pandang sebagai penghambat dalam
penerapan pola tanam alternatif, antara lain : pertama, lemahnya permodalan petani, karena sebagian besar komoditas kompetitor padi atau tembakau yang
lebih menguntungkan adalah padat modal dan sekaligus padat tenaga kerja. Kedua, fluktuasi harga produk hortikultura yang tajam, sehingga ada
kekhawatiran dalam pemasarannya. Ketiga, kecenderungan meningkatnya harga- harga input pertanian benih, pupuk, dan obat-obatan, sementara pada sisi lain
harga output stagnan. Keempat, meningkatnya tingkat upah, baik tenaga kerja manusia maupun mesin pertanian. Kelima, terbatasnya infrastruktur pasca panen,
91 dan daya serap pasar, serta belum berkembangnya industri pengolahan, khususnya
untuk komoditas hortikultura. Beberapa kendala sosial dalam pengembangan komoditas dan pola tanam
alternatif, antara lain : pertama, luas penguasaan lahan yang relatif kecil 0,25- 1,00, sehingga komoditas padi dan jagung lokal dipandang sebagai komoditas
utama. Kedua, sebagian petani berstatus sebagai penggarap dengan sistem bagi hasil yang awalnya berkembang hanya untuk komoditas padi, sehingga akan
menghambat pengembangan komoditas dan pola tanam alternatif. Ketiga, budaya masyarakat petani di Pamekasan adalah padi dan tembakau sehingga tidak mudah
untuk merubah komoditas dan pola tanam yang sudah diterapkan selama bertahun-tahun. Keempat, kurangnya jiwa kewirausahaan enterpreneurship,
sehingga sebagian besar petani kurang berani mengambil risiko dan mengubah pilihan komoditas dan pola tanamnya. Kelima, semakin rendah tingkat pendidikan
semakin sulit menerapkan pola tanam alternatif, karena belum diadopsinya dengan baik komoditas alternatif padi.
5.6. Risiko Produksi Dan Risiko Pemasaran