73 faktor produksi tenaga kerja yang lebih besar per satuan luas dibandingkan dengan
usahatani besar. Tabel 9. Sebaran Kepemilikan Luas Lahan Petani pada Setiap Sistem Usahatani
Tembakau di Kabupaten Pamekasan Tahun 2009
Luas Lahan Ha
Jumlah Petani Sampel Pada Setiap Sistem Usahatani PK
PS TK
TS SK
SS Persentase
Orang
0.5 17
4 17
34 6
21 22.00
0.5 – 1 58
20 53
41 23
38 51.78
1 51
5 46
16 26.22
5.2. Usahatani Tembakau di Pegunungan dan Dataran Rendah
Tembakau Madura dapat ditanam pada beberapa tipe tanah, tetapi mutu yang baik diperoleh pada tanah Grumusol dan Regosol dengan PH 6-6.5, pada
ketinggian 50-250 m dpl. Tembakau Madura sesuai dengan dataran rendah yang beriklim kering, dengan curah hujan rata-rata 1 200 sampai 1 800 mmth.
Disamping itu tembakau Madura juga menghendaki bulan kering yang tegas selama empat sampai enam bulan. Menurut Suwarso1991 tembakau madura
lebih sesuai ditanam di tegalan dibandingkan dengan di tanah sawah, karena di tegalan menghasilkan tembakau yang lebih aromatis. Tembakau madura ditanam
diakhir musim hujan, sehingga pada saat panen tidak terkena hujan. Usahatani tembakau di Kabupaten Pamekasan dilakukan pada musim kemarau yaitu satu
kali dalam setahun, sedangkan pada musim hujan lahannya digunakan untuk usahatani komoditas lain seperti : padi, jagung, palawija, dan lain-lain.
Dari waktu ke waktu usahatani tembakau selalu menghasilkan produktivitas yang lebih rendah daripada rata-rata produktivitas tembakau di
daerah lain di Jawa Timur 1.75 TonHa. Berdasarkan data yang diperoleh dari responden, rata-rata produktivitas usahatani di dataran rendah sebesar 0.43
74 TonHa, sedangkan didataran tinggi dapat menghasilkan produktivitas yang lebih
besar yaitu rata-rata 0.79 TonHa. Dari enam sistem usahatani yang dilakukan oleh petani, usahatani di Pegunungan dengan pola kemitraan memberikan tingkat
produktivitas yang paling tinggi yaitu 0.861 TonHa dan usahatani di sawah dengan pola swadaya menghasilkan produktivitas yang paling rendah yaitu 0.33
TonHa. Keadaan ini menjadi gambaran bahwa usahatani dengan pola kemitraan masih jauh lebih baik dibandingkan dengan pola swadaya. Ini dapat disebabkan
karena dengan adanya kemitraan petani dapat melakukan teknik budidaya yang lebih baik, ada jaminan ketersediaan input, dan ada pendampingan dari pabrik
rokok yang menjadi mitra petani. Kegiatan usahatani tembakau dengan pola swadaya yang terdapat di area
sawah menggunakan beberapa input diantaranya : lahan yang luas penguasaanya bervariasi, bibit dengan varietas yang berbeda-beda seperti Cangkreng, manila,
Bukabuh dan Bojonegoro. Sedangkan pupuk yang digunakan meliputi : pupuk urea, pupuk ZA, pupuk kandang, dan pestisida. Dalam usahatani ini, rata-rata
petani tidak melaksanakan teknik budidaya sesuai dengan anjuran yang ada. Rata- rata penggunaan input pada petani tembakau dengan berbagai pola usahatani
dijelaskan dalam Tabel 10. Kegiatan usahatani tembakau dengan pola kemitraan yang dilakukan
dengan Pabrik rokok Sampoerna, di daerah pegunungan rata-rata memiliki produktivitas yang tertinggi dibandingkan dengan pola lainnya. Dalam kegiatan
ini digunakan beberapa input diantaranya : lahan yang luas penguasaanya berkisar antara 0.5 sampai dengan 1 hektar, bibit dengan varietas Cangkreng 95,
Sedangkan pupuk yang digunakan meliputi : pupuk ZK dan pupuk NPK, selain itu
75 juga digunakan pestisida dan fungisida. Beberapa kelebihan yang diperoleh petani
dengan pola kemitraan antara lain : petani mendapatkan pembinaan yang intensif mulai dari pembibitan sampai dengan pasca panen dari penyuluh yang ditugaskan
oleh pabrik, petani mendapatkan pinjaman modal tanpa bunga dan sarana produksi saprodi, kualitas tembakau yang dihasilkan sesuai dengan yang
diharapkan oleh pihak pabrik, dan terdapat jaminan pemasaran dengan harga yang tinggi.
Tabel 10. Rata-Rata Penggunaan Berbagai Macam Input dalam Usahatani Tembakau pada Berbagai Agroekosistem dan Sistem Swadaya di
Kabupaten Pamekasan Tahun 2009
PU LL
BB TK
Urea ZK
ZA TSP NPK
PK PD
FD
Ha btng
HKSP Kg
Kg Kg Kg Kg
Kg Lt
Lt
TS 0.41
1600 96.335
0 81.5 28.2 10
372
SS 0.91
1504 151.075 87.12 71
375 1
PS
1.72 2332 156.475 157.9
26 26
342 6.74 TK 0.61
7126 140.095 69.54 56.3 0 60.3
288
SK 1.59 30700 359.494 157.5
172 154
690
PK 0.61 16084 216.285 0 20.8
75.6 0 0.66
0.6
Keterangan : PU
: Pola Usahatani TS
: Tegal Swadaya SS
: Sawah Swadaya PS
: Pegunungan Swadaya TK
: Tegal Kemitraan SK
: Sawah Kemitraan PK
: Pegunungan Kemitraan LL
: Luas Lahan BB
: Bibit TK
: Tenaga Kerja Tingkat produktivitas, ragam dan simpangan baku pada masing-masing
agroekosistem dengan sistem usahatani kemitraan dan swadaya ditunjukkan dalam Tabel 11. Berbeda dengan kemitraan yang terdapat di area pegunungan,
kemitraan didataran rendah sawah dan tegalan dilakukan dengan pabrik rokok Gudang Garam. Jika dilihat dari tingkat produktivitas yang dihasilkan, petani
PK : Pupuk Kandang
PD : Pestisida
FD : Fungisida
LL : Luas Lahan
BB : Bibit
TK : Tenaga Kerja
PK : Pupuk Kandang
PD : Pestisida
FD : Fungisida
76 yang tergabung dalam kemitraan ini memiliki produktivitas yang lebih rendah
daripada kemitraan yang terdapat di daerah pegunungan. Hal ini disebabkan karena kegiatan pembinaan pada petani tidak dilakukan secara intensif
penyuluhan dilakukan hanya tiga kali mulai dari pembibitan sampai dengan pasca panen dan seringkali petani menerima harga yang lebih rendah
dibandingkan dengan harga di tingkat tengkulak. Ini merupakan permainan dari para tengkulak, dimana pada saat terdapat program kemitraan mereka akan
menawar tembakau dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang ditetapkan oleh pabrik, tetapi pada saat petani tidak lagi bermitra dengan
pabrik rokok, para tengkulak membeli tembakau dengan harga yang rendah. Tabel 11. Rata-Rata Produktivitas Tembakau, Ragam, dan Simpangan Baku pada
Agroekosistem Pegunungan, Tegalan dan Sawah dengan Sistem Usahatani Kemitraan dan Swadaya di Kabupaten Pamekasan Tahun
2009
Agroekosistem dan Lokasi
Rata-Rata Produktivitas
kgha Ragam
Simpangan Baku
Pegunungan Kemitraan 861.22
8 543.78 92.43
Pegunungan Swadaya 206.14
7 298.72 85.73
Tegalan Kemitraan 367.42
9 934.17 99.67
Tegalan Swadaya 180.37
17 792.12 133.38
Sawah Kemitraan 772.98
12 339.66 108.84
Sawah Swadaya 289.57
8 281.80 91.00
Nilai ragam produksi tembakau pada masing-masing agroekosistem sangat besar, hal ini menunjukkan bahwa risiko usahatani tembakau di Kabupaten
Pamekasan cukup besar. Usahatani tembakau pada agroekosistem tegalan yang menggunakan sistem swadaya memiliki risiko yang tertinggi. Ini disebabkan
karena usahatani tembakau tidak dijalankan secara intensif dalam artian banyak sekali teknik budidaya rekomendasi yang tidak dilakukan, sebagian besar waktu
77 petani tersita untuk melakukan kegiatan off farm, dan banyak petani yang tidak
bergabung dalam kelompok tani.
5.3. Pola Tanam dan Diversifikasi Usahatani pada Kondisi Aktual