29 fx
i
; β. Pada kedua kasus tersebut, hasil produksi petani berada di bawah fungsi
produksi fx
i
2.3. Konsep Kemitraan
; β.
Berdasarkan Undang-Undang UU No. 9 tahun 1995 kemitraan usaha adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar
yang disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan,
saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Selanjutnya Suwandi 1995 menyatakan bahwa kemitraan usaha agribisnis adalah hubungan bisnis usaha
pertanian yang melibatkan satu atau sekelompok orang atau badan hukum dengan satu atau kelompok orang atau badan hukum dimana masing-masing pihak
memperoleh penghasilan dari usaha bisnis yang sama atau saling berkaitan dengan tujuan menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan
yang dilandasi rasa saling menguntungkan, memerlukan, dan saling melaksanakan etika bisnis. Dengan demikian tujuan kemitraan agribisnis adalah peningkatan
nilai tambah ekonomis yang merupakan sumber pertumbuhan ekonomi maupun sosial yang merupakan alat pemerataan kesempatan kerja dan peluang usaha
Daryanto dan Saptana, 2009. Menurut Sinaga 1987 lahirnya konsep kemitraan di Indonesia didasarkan
atas dua alasan yaitu : pertama, adanya perbedaaan atas penguasaan sumberdaya antara masyarakat industri di perkotaan dengan masyarakat pertanian di pedesaan.
Orang kota memiliki modal dan pengetahuan, namun kurang dalam sumberdaya lahan dan tenaga kerja, sedangkan di sisi lain orang desa dikategorikan
mempunyai lahan dan tenaga kerja namun kurang modal dan kemampuan. Kedua,
30 adanya perbedaan sifat hubungan biaya persatuan output dengan skala usaha pada
masing-masing subsistem dari sistem agribisnis. Di dalam subsistem usahatani, skala kecil lebih efisien atau sama efisiennya dengan skala usaha besar, karena
sifat hubungan biaya persatuan output dengan skala usaha bersifat tetap constant cost to scale
. Dalam subsistem pengolahan, pemasaran, dan pengadaan saprodi, skala usaha besar lebih efisien dibandingkan dengan skala kecil, karena sifat
hubungan biaya per satuan output dengan skala usaha bersifat menurun decreasing cost to scale. Dari uraian tersebut memberikan gambaran pentingnya
memadukan pertumbuhan yang tinggi pada subsistem non pertanian penanganan pasca panen, pengolahan, dan pemasaran dan pemerataan kesempatan kerja dan
berusaha pada kegiatan budidaya pertanian. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 tahun 1997 tentang
kemitraan, secara prinsip kemitraan usaha tetap diarahkan dapat berlangsung atas dasar norma-norma ekonomi yang berlaku dalam keterkaitan usaha yang saling
memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemudian ditindaklanjuti melalui SK Mentan No. 940KptsOT. 210101997 tentang
pedoman usaha kemitraan pertanian, dikatakan bahwa tujuan kemitraan adalah meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas
sumberdaya petani mitra, peningkatan skala usaha, serta dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang
mandiri. Dalam SK Mentan tersebut juga dikemukakan tentang pola-pola kemitraan usaha yang dapat dilaksanakan, antara lain pola inti-plasma, sub-
kontrak, dagang umum, keagenan, atau bentuk-bentuk lain seperti Kerjasama Operasional Agribisnis KOA.
31
2.4. Penelitian Terdahulu