Tujuan Penelitian Kajian Teori

commit to user 10 4. Apakah ada hubungan positif antara persepsi siswa pada kemampuan profesional guru, kecerdasan emosi dan sikap siswa secara bersama-sama dengan hasil belajar Mata Diklat Statika Bangunan siswa kelas X Jurusan Teknik Konstruksi Kayu Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Sragen Tahun Pelajaran 20102011?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Hubungan positif antara persepsi siswa pada kemampuan profesional guru dengan hasil belajar Mata Diklat Statika Bangunan siswa kelas X Jurusan Teknik Konstruksi Kayu Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Sragen Tahun Pelajaran 20102011. 2. Hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan hasil belajar Mata Diklat Statika Bangunan siswa kelas X Jurusan Teknik Konstruksi Kayu Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Sragen Tahun Pelajaran 20102011. 3. Hubungan positif antara sikap siswa dengan hasil belajar Mata Diklat Statika Bangunan siswa kelas X Jurusan Teknik Konstruksi Kayu Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Sragen Tahun Pelajaran 20102011. 4. Hubungan positif antara persepsi siswa pada kemampuan profesional guru, kecerdasan emosi dan sikap siswa secara bersama-sama dengan hasil belajar Mata Diklat Statika Bangunan siswa kelas X Jurusan Teknik Konstruksi Kayu Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Sragen Tahun Pelajaran 20102011. commit to user 11

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoretis maupun praktis. Berikut manfaat penelitian ini: 1. Secara Teoritis a. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang masalah prestasi belajar siswa berdasarkan faktor internal. b. Memperkaya wawasan pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan dunia pendidikan terutama dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. c. Untuk mendukung teori-teori yang sudah ada sehubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. 2. Secara Praktis a. Sebagai masukan untuk pemecahan masalah yang berkaitan dengan pencapaian prestasi belajar siswa. b. Memberikan informasi tambahan kepada peneliti lain yang membahas mengenai masalah yang sejenis. commit to user 12

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Persepsi Siswa pada Kemampuan Profesional Guru

a. Pengertian

Persepsi itu merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang intergrated dalam diri individu Bimo Walgito, 2009 : 54. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Alex Sobur 2009: 446 bahwa persepsi dapat didefinisikan sebagai proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindra atau data. Berdasarkan kedua pendapat di atas maka dapat dikemukakan bahwa persepsi adalah proses dalam menerima, menilai, dan memberikan reaksi pada objek yang diterima oleh pancaindera.

b. Proses Persepsi

Persepsi sebagai kegiatan dalam diri manusia merupakan suatu proses yang terjadi sebagaimana gambar 1. Dari gambar 1 dapat dijelaskan bahwa persepsi yang terjadi pada diri seseorang akan berawal dari adanya rangsangan. Rangsangan akan menimbulkan persepsi dalam pikiran seseorang. Lebih lanjut, persepsi akan menimbulkan pengenalan yang commit to user 13 dilakukan dengan penalaran dan perasaan. Setelah adanya penalaran dan perasaan, maka akan memunculkan tanggapan. Sumber : Alex Sobur 2009 : 447 Gambar 1. Proses Persepsi 1 Lebih lanjut dikemukakan oleh Alex Sobur 2009: 447 bahwa proses persepsi, di dalamnya terdapat tiga komponen utama yaitu seleksi, interpretasi, dan tingkah laku. Ketiga komponen tersebut saling berurutan. Pada komponen pertama yaitu seleksi, terjadi setelah seseorang menerima rangsangan. Rangsangan berupa objek tertentu yang kemudian akan diseleksi. Proses seleksi tentunya dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalamannya. Setelah adanya seleksi, barulah kemudian muncul interpretasi, yaitu berupa pendapat seseorang terhadap objek yang baru saja tertangkap oleh pancainderanya. Dari interpretasi tersebut kemudian muncul persepsi yang selanjutnya akan diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai sebuah reaksi. Proses persepsi juga bersifat komplek. Apa yang terjadi di luar individu dapat saja menjadi terbalik dipersepsikan oleh individu tersebut. Hal ini karena dalam proses persepsi ada tiga komponen yang ada dalam proses persepsi. Dinyatakan oleh Alex Sobur 2009: 449 bahwa ketiga Rangsangan Persepsi Pengenalan Tanggapan Penalaran Perasaan commit to user 14 komponen yang merupakan tahapan persepsi tersebut tidak saling terpisah, namun bersifat kontinu, bercampur baur, dan bertumpang tindih satu sama lain”. Ketiganya digambarkan sebagai berikut: Gambar 2. Proses Persepsi 2 Dari gambar di atas jelas bahwa persepsi memiliki tahap-tahap yang terdiri dari 3 tahap yaitu dari adanya rangsangan dari alat indera yang berkaitan dengan sifat objek, kemudian rangsangan tersebut diatur sedemikian rupa dan selanjutnya dievaluasi dan ditafsirkan. Hasil penafsiran tersebutlah yang kemudian disebut dengan persepsi.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi yang timbul pada diri seseorang karena adanya rangsangan akan berbeda dengan persepsi yang timbul pada diri orang lain. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi. Disebutkan oleh Bimo Walgito 2008: 54 bahwa “apa yang ada dalam diri individu akan mempengaruhi dalam individu mengadakan proses persepsi, dan hal ini merupakan faktor internal. Selain faktor internal tersebut, ada faktor lain yang dapat mempengaruhi dalam proses persepsi, yaitu faktor stimulus itu sendiri dan faktor lingkungan dimana persepsi itu berlangsung, dan ini merupakan faktor eksternal”. Dari Terjadinya stimulasi alat indra Stimulasi alat indra diatur Stimulasi alat indra dievaluasi - ditafsirkan commit to user 15 pendapat tersebut dapat diketahui bahwa ada dua jenis faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dijelaskan lebih mendalam lagi oleh Alex Sobur bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi berasal dari internal dan eksternal. Dikemukakan oleh Alex Sobur 2009: 452 bahwa faktor internal yang mempengaruhi persepsi yaitu: “kebutuhan psikologis, latar belakang, pengalaman, kepribadian, sikap dan kepercayaan umum, serta penerimaan diri”. Kebutuhan psikologis dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Terkadang ada semacam fatamorgana yang mengisi pikiran seseorang sehingga nampak “kelihatan”, padahal sebenarnya tidak ada. Adanya kebutuhan psikologis tertentu menjadikan seseorang seperti melihat sesuatu dan kemudian mempersepsinya. Latar belakang juga mempengaruhi persepsi seseorang. Orang yang memiliki latar belakang tertentu, maka ia akan cenderung untuk mencari teman dari orang yang memiliki latar belakang setara, sejenis, atau yang hampir sama. Hal ini dikarenakan agar mereka dapat menyesuaikan dirinya dengan lebih baik. Dan hal ini merupakan salah satu dari fungsi persepsi. Pengalaman seseorang akan mengarahkan dirinya dalam perilakunya. Proses persepsi yang dapat mempengaruhi perilaku akan mengarahkan seseorang mencari orang-orang yang memiliki pengalaman yang sama. Dengan menemukan orang yang memiliki pengalaman sama commit to user 16 secara otomatis akan dapat mengungkapkan pikirannya dan akan diperoleh respon yang positif. Kepribadian juga mempengaruhi persepsi seseorang. Kepribadian seseorang mengarahkan pada perilaku orang tersebut untuk mencari teman atau kenalan dengan orang yang memiliki kepribadian sejenis. Mereka akan dapat bergabung dengan orang yang memiliki kepribadian sama atau hampir sama. Sikap dan kepercayaan umum juga mengarahkan seseorang untuk memperhatikan hal-hal yang sekecil apapun dari orang yang menjadi pusat perhatiannya. Adanya sikap dan kepercayaan umum tersebut, maka orang akan menilai orang lain secara lebih mendetail. Dengan demikian akan muncul persepsi tertentu pada orang lain tersebut yang berkedudukan sebagai objek persepsi. Penerimaan juga sifat penting yang mempengaruhi persepsi. Adanya penerimaan diri tersebut, maka seseorang akan mudah menerima sesuatu kenyataan. Kemudahan menerima kenyataan dapat mempengaruhi persepsi, namun lebih bersifat ke arah negatif, sehingga mengurangi kecermatan dalam mempersepsi objek tertentu.

d. Guru

Guru sebagai profesi telah diakui oleh National Education Association tahun 1948. Guru sebagai jabatan profesi dirumuskan bahwa jabatan profesi merupakan jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual, commit to user 17 menekuni suatu batang tubuh ilmu tertentu, didahului dengan persiapan profesional yang lama, memerlukan pelatihan jabatan yang kontinyu, menjanjikan karier bagi anggota secara permanen, mengikuti standar baku mutu tersendiri, lebih mementingkan layanan kepada masyarakat dibanding dengan mencari keuntungan pribadi, dan memiliki organisasi profesional yang kuat dan dapat melakukan kontrol teradap anggota yang melakukan penyimpangan Syaiful Sagala, 2009: 8. Dari pendapat tersebut jelas bahwa guru merupakan salah satu profesi yang telah diakui dunia karena memiliki alasan-alasan yang kuat sebagai sebuah profesi, terutama dari segi intelektual. Sebagai profesi dalam bidang pendidikan, guru memiliki beberapa permasalahan dalam bidang pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Anwar dan Sagala 2006: 123 yaitu: 1 profesionalisme profesi keguruan, otoritas profesional guru, kebebasan akademik, dan tanggung jawab moral dan pertanggungjawaban jabatan”. Dari segi profesionalisme profesi keguruan bahwa pada dasarnya pengajaran merupakan bagian profesi yang memiliki ilmu maupun teoritikal, keterampilan, dan mengharapkan ideologi profesional tersendiri. Olah karena itu seseorang yang bekerja di lembaga pendidikan dengan tugas mengajar, jika dilihat dari teori dan praktek tentang suatu pengetahuan, maka guru juga merupakan sebuah profesi. Pada otoritas profesional guru, disiplin profesi guru memiliki hubungan dengan anak didik. Para guru melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan dengan menggunakan metode yang bervariasi dalam commit to user 18 mendidik siswa. Pendidik yang profesional akan memberikan bantuan sampai tuntas. Karena itu, guru yang profesional tidak hanya terkonsentrasi pada materi pelajaran, tetapi mereka juga memperhatikan situasi-situasi tertentu. Kebebasan akademik adalah suatu kebebasan yang memberi kebebasan berkreasi dalam suatu forum dalam lingkup kebenaran. Dalam hal ini, guru memiliki tanggung jawab keilmuan. Guru bekerja bukan atas tekanan kebutuhan belajar siswa, tetapi atas tuntutan profesional. Karena itu alasan apapun yang dikemukakan guru karena meninggalkan tugas mengajar adalah suatu hal yang melanggar etika profesi, kecuali alasan yang bersifat kemanusiaan. Selain itu, tanggung jawab moral maupun pertanggungjawaban jabatan merupakan salah satu hal yang menunjukkan bahwa guru merupakan jabatan profesional. Guru harus memiliki tanggung jawab secara moral terhadap anak didiknya. Selain itu guru juga harus mempertanggung jawabkan jabatannya atau dengan kata lain adalah mempertanggung jawabkan tugas-tugasnya secara profesional. Guru sebagai sebuah profesi, maka jabatan guru memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Meskipun demikian, masih saja ada guru-guru di sekolah yang bukan berasal dari pendidikan guru. Hal ini tentunya perlu memperoleh perhatian yang serius jika ingin pendidikan bertambah maju. Jabatan profesional seorang guru menuntut berbagai kemampuan sebagaimana dikemukakan oleh Hamzah B. Uno 2008: 16 commit to user 19 yaitu: 1 Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi, 2 Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berpikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, 3 Guru harus dapat membuat urutan dalam pemberian pelajaran dan penyesuaiannya dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik, 4 Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik, agar peserta didik menjadi mudah dalam memahami pelajaran yang diterimanya, 5 sesuai dengan prinsip repetisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang sehingga tanggapan peserta didik menjadi jelas, 6 guru wajib memperhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaran dan atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari, 7 guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamatimeneliti, dan menyimpulkan pengetahuan yang didapatnya, 8 guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik dalam kelas maupun di luar kelas, 9 guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut. Selain kemampuan-kemampuan sebagaimana di atas, guru juga memiliki kompetensi profesional. Menurut Hamzah B. Uno 2009: 18 commit to user 20 “kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru ada tiga yaitu kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional”. Kompetensi pribadi berkaitan dengan kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk Tuhan. Sebagai guru, ia wajib memiliki pengetahuan yang akan disampaikan kepada anak didiknya secara benar dan penuh tanggung jawab. Karena itu, guru harus memiliki pengetahuan penunjang tentang kondisi sosiologis, psikologis, dan pedagogis dari para peserta didik yang dihadapinya. Kompetensi pribadi seorang guru antara lain yaitu pengetahuan tentang materi pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya, pengetahuan tentang perkembangan peserta didik, dan kemampuan untuk memperlakukan mereka secara individual.

e. Persepsi siswa pada guru

Berdasarkan pengertian persepsi dan guru di atas, maka dapat dirumuskan pengertian persepsi siswa pada guru. Persepsi merupakan proses memberikan tanggapan pada sebuah objek. Salah satu yang dapat menjadi objek perhatian seseorang adalah guru. Guru dalam hal ini adalah tenaga profesional yang memberikan pembelajaran kepada siswa. Dalam proses pembelajaran, guru akan dipersepsi oleh siswa dengan persepsi yang berbeda-beda pula pada setiap siswa. Dari pengertian persepsi dan guru, maka persepsi siswa pada guru dapat dinyatakan sebagai proses persepsi yang dilakukan oleh siswa terhadap guru. Persepsi siswa pada guru dapat dilakukan sebagaimana proses persepsi pada umumnya. Bagi siswa, guru merupakan obyek yang commit to user 21 memberikan rangsangan kepada siswa. Karena memberikan rangsangan, maka guru akan dipersepsi oleh siswa sedemikian rupa sehingga akan menimbulkan tingkah laku. Untuk dapat mengetahui persepsi siswa pada guru, maka dapat dilihat dari proses persepsi yang meliputi menerima rangsangan, menyeleksi rangsangan, pengorganisasian, penafsiran, pengecekan, dan reaksi. Persepsi siswa pada guru yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah persepsi pada kemampuan guru dalam mengajar. Jadi yang menjadi perhatian utama dalam persepsi ini adalah kemampuan guru dalam mengajar.

2. Kecerdasan Emosi

a. Pengertian Istilah “kecerdasan emosi” sebagaimana dikemukakan oleh Aunurahman 2009: 85 bahwa pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovely dari Harvard University dan Johan Mayer dari University of New Hampsshie. Istilah tersebut ditujukan untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting untuk keberhasilan individu. Menurut Hamzah B. Uno 2006: 68 mengemukakan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan commit to user 22 berpikir, berempati, dan berdoa. Sedangkan menurut Agus Nggermanto 2008: 98 mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Dari beberapa pendapat di atas dapatlah dikatakan bahwa kecerdasan emosi menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Kecerdasan emosi tidak hanya menyangkut dengan masalah internal atau individu saja, akan tetapi juga menyangkut dengan masalah eksternal atau orang lain. Jadi, kecerdasan emosi merupakan kemampuan mengelola emosi yang terkait dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. b. Ciri-ciri kecerdasan emosi Kecerdasan emosi dapat terlihat dari perilaku yang dilakukan oleh individu yang bersangkutan. Dalam menghadapi situasi tertentu, kecerdasan emosi seseorang akan muncul sehingga kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah tersebutlah yang menunjukkan kecerdasan emosinya. Mengutip pendapat Goleman, Aunurrahman 2009: 89 mengemukakan beberapa ciri kecerdasan emosi yang terdapat pada diri seseorang berupa: commit to user 23 1 Kemampuan memotivasi diri sendiri 2 Ketahanan menghadapi frustasi 3 Kemampuan mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, dan 4 Kemampuan menjaga suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdo’a. Kemampuan-kemampuan yang disebutkan tersebut sangat memberikan pengaruh pada diri seseorang untuk mampu mengatasi berbagai masalah dalam kehidupannya. Kemampuan dalam menghadapi masalah tersebut tentunya juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengetahuan, kemampuan berpikir, dan tentunya juga memahami hak-hak dan kewajiban sendiri serta hak dan kewajiban orang lain yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi. Ciri-ciri emosi juga dikemukakan oleh Syamsu Yusuf LN 2001: 116 yang mengemukakan bahwa emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut: a. lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya seperti pengamatan dan berpikir. b. bersifat fluktuatif tidak tetap, dan c. banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera. Dengan adanya ciri-ciri tersebut, maka emosi yang terjadi pada individu terutama yang berkaitan dengan individu anak dan orang dewasa berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh kemampuan berpikir dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani kehidupan di dunia. commit to user 24 c. Emosi dan Kegunaannya Emosi menurut Syamsu Yusuf LN 2001: 114 mengutip dari pendapat English and English adalah “A complex feeling state accompained by characteristic motor and glandular activies ”, yaitu suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakterisik kegiatan kelenjar dan motoris. Selanjutnya, Alex Sobur 2009: 399 mengutip pendapat William James mengemukakan bahwa “emosi adalah kecenderungan untuk memiliki perasaan yang khas bila berhadapan dengan objek tertentu dalam lingkungannya”. Berdasarkan pendapat tersebut maka emosi merupakan situasi internal dalam individu ketika sedang menghadapi suatu objek tertentu yang menjadi perhatiannya. Selanjutnya, mengenai kegunaan atau fungsi emosi menurut Goleman dan Hammen dalam Alex Sobur 2009: 400 disebutkan ada empat fungsi emosi. Pertama emosi adalah pembangkit energi. Kedua, emosi adalah pembawa emosi kita. Ketiga, emosi bukan saja pembawa informasi dalam komunikasi intrapersonal, tetapi juga pembawa pesan dalam komunikasi interpersonal. Keempat, emosi juga merupakan sumber informasi tentang keberhasilan kita. Dengan mengetahui empat fungsi emosi tersebut, maka emosi jelas tidak hanya berkaitan dengan diri sendiri, akan tetapi berkaitan juga dengan situasi eksternal. d. Komponen Kecerdasan Emosi Menurut Goleman dalam Agus Nggermanto 2009: 100 mengemukakan terdapat lima dimensi atau komponen kecerdasan emosi commit to user 25 EQ yaitu: 1. Kesadaran diri, 2. Pengaturan diri, 3 Motivasi, 4. Emphati, dan 5. Keterampilan sosial. Sedangkan menurut Salovey dalam Hamzah B Uno 2001: 73-75 disebutkan ada lima wilayah utama sebagai aspek kecerdasan emosi yang meliputi: mengenali diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Dari kedua pendapat tersebut bahwa kecerdasan emosi terdiri dari lima komponen atau aspek. Kelima aspek tersebut secara singkat dijelaskan sebagai berikut : 1 Mengenali emosi diri Mengenali emosi diri merupakan kesadaran diri tentang perasaan atau batinnya sendiri. Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosi, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer Goleman, 2002 : 64 kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi. 2 Pengelolaan diri commit to user 26 Mengandung arti bagaimana seseorang mengelola diri dan perasaan-perasaan yang dialaminya, atau dengan kata lain adalah mengelola emosi. Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita Goleman, 2002 : 77-78. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan. 3 Kemampuan untuk memotivasi diri Kemampuan ini berguna untuk mencapai tujuan jangka panjang, mengatasi setiap kesulitan yang dialami bahkan untuk melegakan kegagalan yang terjadi. Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri. 4 Empati Empati ini dibangun dari kesadaran diri dan dengan memposisikan diri senada, serasa dengan emosi orang lain akan commit to user 27 membantu anda membaca dan memahami perasaan orang lain tersebut. Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut empati. Menurut Goleman 2002 :57 kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain. Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang- orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuiakan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka Goleman, 2002 : 136. Nowicki, ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus menerus merasa frustasi Goleman, 2002 : 172. Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain. 5 Ketrampilan sosial Merupakan ketrampilan yang dapat dipelajari seseorang semenjak kecil mengenai pola-pola berhubungan dengan orang lain. commit to user 28 Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi Goleman, 2002 : 59. Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi Goleman, 2002 :59. Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian siswa berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya.

3. Sikap Siswa

a. Pengertian Sikap Sikap merupakan istilah yang menunjuk pada status mental seseorang, dalam bahasa inggris disebut atitude. Pengertian tentang sikap salah satunya dikemukakan oleh Abu Ahmadi 2002: 164 bahwa sikap commit to user 29 adalah kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten. Travers 2004: 344 mendefinisikan sikap yaitu “an attitude as a relativeley permanent way of feeling thinking and behaving toward something or samebody ”, yaitu sikap sebagai suatu perasaan yang relatif tetap tentang berpikir dan untuk mendapatkan sesuatu atau seseorang. Dari kedua pendapat tersebut menunjukkan bahwa sikap merupakan sesuatu yang konsisten atau permanen dalam diri seseorang. Gerungan 2004: 160 menyatakan bahwa “pengertian attitude dapat diterjemahkan dengan sikap terhadap objek tertentu yang merupakan sikap pandangan atau perasaan tetapi sikap tersebut disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan objek itu; jadi attitude sikap dapat diterjemahkan dengan tepat sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap sesuatu hal, tidak ada sikap tanpa objek”. Dari pendapat tersebut menunjukkan bahwa sikap muncul karena adanya objek tertentu. Sikap terwujud dalam bentuk suatu tindakan karena adanya stimulus dari objek yang menjadi perhatian seseorang. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Tanwey Gerson 2004: 80 bahwa “sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap suatu objek”. Pengertian ini juga terkait dengan pengertian di atas bahwa sikap muncul karena adanya suatu objek yang menjadi pusat perhatiannya. Objek tersebut mempengaruhi perilaku individu baik yang bersifat positif maupun commit to user 30 negatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Abu Ahmadi 2002: 164 bahwa “sikap adalah suatu betuk evaluasi atau reaksi perasaan, sikap seorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak favourable maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak unfavourable pada objek tersebut”. Demikian pula dikemukakan oleh Edwards dalam Saifuddin Azwar 2005:5 bahwa sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan tanggapan seseorang terhadap suatu objek yang muncul dalam tindakan- tindakan tertentu dimana tindakan tersebut dapat bersifat positif mendukung ataupun negatif tidak mendukung. b. Ciri-ciri Sikap Ciri-ciri sikap menurut Abu Ahmadi 2002: 178 yaitu: “sikap dapat dipelajari, memiliki kestabilan, personal-societal significance, berisi kognisi dan afeksi, dan approach – avoidance directionality”. Sedangkan menurut Gerungan 2004: 163 menyebutkan ciri-ciri sikap yaitu: “sikap tidak dibawa orang sejak ia dilahirkan, tetapi dibentuk atau dipelajari sepanjang orang itu dalam hubungannya dengan objek, sikap dapat berubah-ubah, sikap tidak berdiri sendiri, objek sikap dapat berupa satu hal tertentu tetapi merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut, sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan”. Sesuai dengan pendapat-pendapat di atas, sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir. Seorang manusia pada waktu dilahirkan belum commit to user 31 memiliki sikap tertentu terhadap suatu objek. Karena tidak dibawa sejak lahir, maka sikap akan terbentuk mengikuti perkembangan individu yang bersangkutan. Dengan demikian, karena sikap dapat dibentuk, maka sikap dapat dipelajari dan tentunya juga dapat berubah. Meskipun demikian, sikap memiliki kecenderungan yang agak tetap. Hal ini sesuai dengan pendapat Kimbal Young 1957: 77 bahwa: “an attitude is essentially a form of anticipatory response, a beginning of action which is nor necessary completed. This readniness to react moreover, implies some kind of stimulating situation, either specific or general. Also, attitudes tend to have stability and persistence”. Sikap memiliki kecenderungan stabil meskipun dapat mengalami perubahan. Sikap dapat dibentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek tertentu. Berhubung dengan hal tersebut, akan terlihat pentingnya faktor pengalaman dalam rangka pembentukan sikap. Sikap seseorang akan selalu berhubungan dengan suatu objek. Tanpa adanya objek tertentu, maka seseorang tidak akan memiliki sikap. Karena itulah maka sikap akan terbentuk karena adanya objek tertentu. Demikian pula sikap dapat dipelajari dengan menggunakan suatu objek melalui proses persepsi terhadap objek tersebut. Hubungan yang positif atau negatif antara seseorang dengan objek yang menjadi pusat perhatiannya akan menentukan atau menimbulkan sikap tertentu pula yaitu berupa sikap positif atau negatif pada objek tersebut. commit to user 32 Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun beberapa objek. Jika sikap tertuju pada satu objek, maka seseorang akan memberikan salah satu alternatif penilaian, yaitu positif atau negatif. Namun ketika seseorang menghadapi beberapa objek, maka akan muncul berbagai persepsi dari masing-masing objek. Karena itu juga akan menimbulkan berbagai sikap terhadap objek-objek tersebut. Adanya berbagai sikap terhadap berbagai objek, maka seseorang akan dapat memilih atau menentukan objek mana yang dapat menguntungkan dirinya dan objek yang dapat merugikan. Dari sinilah, maka seseorang dapat melakukan seleksi terhadap banyak objek yang sedang dihadapinya. Sikap yang sudah terbentuk dan telah menjadi nilai dalam kehidupan seseorang, secara relatif sikap itu akan lama bertahan pada dirinya. Jika demikian, maka sikap tersebut akan sulit berubah dan kalaupun dapat berubah akan memakan waktu yang relatif lama pula. Sebaliknya, sikap yang terbentuk sesaat dan belum mendalam pada diri seseorang, maka sikap tersebut secara relatif tidak tahan lama dan sikap tersebut akan mudah untuk diubah. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi. Hal ini berarti bahwa sikap terhadap suatu objek akan selalu diikuti oleh perasaan tertentu yang dapat menimbulkan rasa senang atau tidak senang terhadap objek tersebut. Karena itulah maka perasaan tersebut akan menimbulkan motivasi atau daya dorong tertentu untuk berperilaku tertentu pula terhadap objek tersebut. Jika suatu objek menimbulkan perasaan senang, commit to user 33 maka akan muncul motivasi atau dorongan untuk mendekat atau memiliki objek tersebut. Sebaliknya jika objek tersebut menimbulkan rasa tidak senang, maka akan dapat memunculkan motivasi atau dorongan untuk menjauhi objek tersebut. Berdasarkan ciri-ciri sikap tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa sikap dapat dipelajari. Sesuatu yang dapat dipelajari berarti dapat digunakan untuk mempengaruhi seseorang. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa sikap dapat dibentukkan kepada individu. Dalam dunia pendidikan, sikap dapat dibentukkan kepada peserta didik sehingga dalam waktu tertentu siswa akan memiliki sikap terhadap sesuatu sebagaimana yang telah dikondisikan oleh pihak-pihak tertentu guru. c. Komponen Sikap Pengertian-pengertian sikap sebagaimana dikemukakan oleh para penulis menunjukkan adanya komponen-komponen dalam sikap. Komponen-komponen tersebut saling berinteraksi sehingga akan membentuk sikap pada diri seseorang. Mengenai komponen sikap, Franzoi 1997 menjelaskan ada tiga komponen sikap, yaitu: “1 Komponen kognisi yang merupakan representasi dari sesuatu yang dipercayai oleh individu, 2 komponen afeksi berkaitan dengan aspek emosional, dan 3 komponen konasi berhubungan dengan aspek kecenderungan untuk bertindak”. Pendapat dari para penulis lain antara lain adalah Mann yang menyebutkan komponen sikap terdiri dari : “1 komponen kognitif, 2 commit to user 34 komponen afektif, dan 3 komponen perilaku” dalam Hadi Suyono, 2008: 98. Menurut pendapat tersebut, komponen kognitif berisi tentang persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki oleh individu mengenai sesuatu. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Komponen tersebut biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap. Selain itu aspek sikap yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang akan mengubah sikap individu. Komponen perilaku merupakan tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara tertentu. Pada komponen perilaku inilah sikap akan dapat dilihat oleh orang lain yang menunjukkan sejauh mana sikap seseorang terhadap objek tertentu. Senada dengan pendapat di atas, Eagly Chaiken 1993 mengungkapkan bahwa sikap merupakan predisposisi untuk menentukan perilaku yang terdiri dari kognitif, afektif, dan konatif yang kemudian tiga komponen tersebut disebut dengan the tripartite model of atttitudes. Aspek kognitif merupakan aspek yang dinyatakan dalam seluruh kognisi yang dimiliki oleh individu mengenai objek sikap yang terdiri dari fakta, informasi, dan keyakinan tentang objek. Jumlah isi kognisi berasal dari berbagai objek sikap sehingga mengandung makna yang kompleks. Afektif merupakan komponen yang berupa perasaan atau emosi terhadap objek sikap. Komponen afektif merupakan emosi yang lebih sederhana daripada kognitif. Afektif berhubungan dengan nilai positif atau negatif, commit to user 35 rasa suka atau tidak suka. Afektif ini merupakan komponen yang mewarnai kognisi, memilih informasi, mengevaluasi informasi, dan mendorong untuk melakukan sesuatu. Bimo Walgito 2003 juga mengungkapkan hal yang sama tentang komponen-komponen sikap. Beliau juga menyatakan bahwa ada tiga komponen sikap, yaitu komponen kognisi atau komponen perseptual, komponen afektif atau komponen emosional, dan komponen konatif atau komponen perilaku. Komponen kognisi atau komponen perseptual berkaitan dengan persepsi seseorang. Komponen ini merupakan komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan. Komponen afektif atau komponen emosional adalah komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Perasaan senang berkaitan dengan hal positif, sedang perasaan tidak senang berkaitan dengan hal negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap yang positif atau negatif maupun rasa suka atau tidak suka. Sedangkan komponen konatif atau komponen perilaku, yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap yang merupakan indikator besar atau kecilnya kecenderungan individu untuk bertindak terhadap objek sikap. d. Fungsi Sikap Ada empat fungsi sikap, yaitu a. fungsi pengetahuan, b. fungsi penyesuaian diri, c. fungsi manfaat, dan d. fungsi pengekspresian nilai. commit to user 36 Dengan fungsi-fungsi tersebut, maka sikap dapat dipergunakan untuk kepentingan tertentu. Terkait dengan bidang pendidikan, pembentukan sikap dapat ditujukan kepada siswa agar siswa memiliki sikap-sikap positif yang diharapkan dalam kegiatan pembelajaran, misalnya membentuk sikap nasionalisme, membentuk sikap terhadap profesi tertentu, atau sikap-sikap lain yang positif. Fungsi sikap yang lain dikemukakan oleh Abu Ahmadi 2002: 197 bahwa fungsi sikap dapat dikelompokkan menjadi 4, yaitu: a. sebagai alat untuk menyesuaikan diri, b. sebagai pengukur tingkah laku, c. sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman, dan d. sebagai pernyataan kepribadian”. Pendapat tersebut senada dengan pendapat sebelumnya, bahwa sikap dapat berfungsi untuk berbagai hal yang terkait dengan tingkah laku individu. Fungsi sikap dari segi instrumental atau penyesuaian atau manfaat adalah berkaitan dengan sarana-tujuan. Sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Orang yang memandang sampai sejauh mana objek yang menjadi pusat perhatiannya dapat digunakan sebagai sarana atau alat dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Jika objek sikap dipersepsikan oleh seseorang bahwa objek tersebut dapat memberikan keuntungan pada dirinya, maka orang tersebut akan bersikap positif terhadap objek. Demikian sebaliknya bila suatu objek dipersepsikan dapat menimbulkan kerugian pada dirinya, maka orang tersebut akan memiliki sikap negatif. Karena itulah, maka sikap memiliki fungsi untuk mencapai tujuan. Setiap commit to user 37 individu akan memiliki tujuan yang berbeda meskipun objek yang sedang diperhatikan sama, karena masing-masing orang juga memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Sikap juga dipergunakan oleh individu atau seseorang untuk mempertahankan egonya. Sikap ini akan berfungsi ketika seseorang merasa terancam akan eksistensinya atau egonya. Karena adanya perasaan terancam tersebut, maka sikap akan berperan atau berfungsi untuk mempertahankan dirinya. Untuk mempertahankan egonya tersebut, maka seseorang akan mengambil suatu sikap tertentu. Misalnya saja jika pendapatnya tidak diakui, maka seseorang akan mengambil sikap untuk keluar dari kelompok tertentu. Sikap juga berfungsi untuk mengekspresikan nilai. Sikap pada diri seseorang dapat digunakan untuk mengekspresikan nilai yang ada pada dirinya. Dengan mengekspresikan dirinya, seseorang akan memperoleh kepuasan dan menunjukkan siapa dirinya kepada lingkungannya. Dengan mengambil sikap tertentu, maka seseorang dapat menunjukkan bagaimana nilai-nilai yang ada dalam dirinya. Demikian juga dari sisi luar, orang lain akan dapat memberikan penilaian pada seseorang dengan melihat sikap yang diambilnya. Sikap juga memiliki fungsi pengetahuan. Seseorang memiliki motivasi untuk mengerti melalui pengalaman-pengalamannya. Aktivitas tersebut merupakan aktivitas untuk memperoleh pengetahuan. Unsur- unsur dari pengalaman yang kurang konsisten dengan pengetahuannya commit to user 38 akan disusun kembali agar konsisten. Hal ini berarti seseorang memiliki sikap tertentu yang menunjukkan pengetahuan orang tersebut terhadap suatu objek. e. Karakteristik Sikap Sikap merupakan respon yang bersifat evaluatif. Hasil evaluasi tersebut dapat bersifat positif ataupun negatif. Hal ini menunjukkan bahwa dalam sikap terkandung adanya preferensi atau rasa suka- tidak suka terhadap sesuatu objek sikap. Berkaitan dengan hal tersebut, sikap dapat dipahami tidak hanya pada seberapa suka atau tidak sukanya perasaan seseorang, namun sikap dapat dipahami dari dimensi-dimensi yang lain. Sax dalam Saifudin Azwar 2008: 87 mengemukakan bahwa sikap memiliki beberapa karakteristik atau dimensi, yaitu arah, intensitas, keluasan, konsistensi, dan spontanitas. Untuk lebih memahami tentang karakteristik sikap tersebut, maka akan diuraikan tentang masing-masing dimensi atau karakteristik sikap. Sikap memiliki arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan, yaitu apakah seseorang setuju atau tidak setuju dengan suatu objek, apakah seseorang memihak atau tidak memihak pada sesuatu atau seseorang. Seorang yang memiliki memihak atau setuju dengan suatu objek atau seseorang, berarti orang tersebut memiliki sikap positif pada objek atau orang tersebut. demikian pula sebaliknya, jika seorang tidak setuju dengan suatu objek, berarti ia memiliki sikap negatif atau menolaknya. commit to user 39 Sikap memiliki intensitas. Karakteristik ini menunjukkan kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang memiliki sikap dalam kategori sama, misalnya sama-sama positif, namun intensitas dari masing-masing orang tentunya tidak sama persis. Jadi, sikap dua orang yang sama-sama suka terhadap suatu objek, namun tingkat kesukaannya tentu berbeda. Sikap memiliki keluasan, maksudnya bahwa kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek dapat mengenai aspek yang sedikit dan spesifik atau sebaliknya dapat mencakup banyak aspek. Dua orang yang memiliki sikap yang sama pada suatu objek, misalnya sama-sama setuju dengan objek tersebut, kesetujuannya antara satu orang dengan lainnya berbeda. Satu orang mungkin setuju atas semua aspek yang ada pada objek tersebut, sedangkan orang lainnya mungkin hanya setuju pada satu atau beberapa aspek saja. Sikap memiliki konsistensi. Maksudnya bahwa kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responnya terhadap objek sikap yang dimaksudkan. Konsistensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu. Sikap yang konsisten merupakan sikap yang sudah teruji dalam waktu yang relatif panjang. Jika seseorang memiliki sikap yang positif pada suatu objek dalam waktu yang lama, maka sikap tersebut baru sikap yang konsisten. Sedangkan bila sikap selalu berubah dalam commit to user 40 waktu yang relatif pendek, maka sikap seseorang tersebut dinamakan sikap inkonsisten. Sikap juga merupakan spontanitas. Spontanitas dalam sikap menyangkut sejauh mana kesiapan individu menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan terlebih dahulu. Dengan kata lain bahwa tanpa diminta atau didesak pun, seseorang akan menyatakannya secara spontan. f. Pengukuran Sikap Mengukur sikap merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena menyangkut masalah psikologi. Objek psikologi tidak mudah untuk diamati karena memang tidak nampak yang dapat diamati secara langsung. Akan tetapi, mempelajari psikologi dilakukan dengan mengamati manifestasi dari kehidupan psikis, demikian pula dalam mempelajari sikap. Untuk melakukan pengukuran, harus ada alat ukurnya dan ada objek yang diukur. Namun tidak hanya kedua faktor itu saja, masih banyak faktor yang perlu diperhatikan ketika melakukan pengukuran. Apalagi jika mengukur sikap sebagai manifestasi dari kondisi psikologi seseorang. Menurut Bimo Walgito 2003: 152 mengutip pendapat Sutrisno Hadi menyatakan bahwa variasi pengukuran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: “a keadaan objek yang diukur, b situasi commit to user 41 pengukuran, c alat ukur yang digunakan, d penyelenggaraan pengukuran, dan e pembacaan atau penilaian hasil pengukuran”. Pengukuran sikap harus memperhatikan faktor keadaan objek yang diukur. Pengukuran sudah semestinya dapat mengungkap apa yang ingin diungkap atau ingin diukur. Hal ini terkait dengan ketepatan alat ukur. Dalam bidang psikologi, tidak ada alat ukur yang benar-benar sempurna mengungkap atau mengukur secara murni tentang objek yang diukur. Karena itulah, maka pengukuran gejala psikologi seperti sikap akan dipengaruhi oleh keadaan objek yang diukur. Situasi pengukuran juga akan mempengaruhi hasil pengukuran. Pengukuran sesuatu dalam situasi yang berbeda dapat menimbulkan hasil pengukuran yang berbeda pula. Misalnya saja mengukur motivasi belajar pada anak SD dan SMA akan menghasilkan informasi yang berbeda. Perbedaan situasi sekelompok objek akan menjadikan hasil pengukuran juga berbeda. Karena itulah, situasi pengukuran perlu diperhatikan ketika ingin mengungkap informasi atau mengukur gejala psikologis manusia seperti sikap. Alat ukur sangat penting untuk menghasilkan informasi sebagaimana yang diinginkan. Alat ukur yang tidak seragam akan menghasilkan informasi yang tidak seragam pula. Dalam bidang psikologi, alat ukur yang digunakan disesuaikan dengan situasi dan kondisi objek. Karena itu, alat ukur dibuat sesuai dengan keadaan objek penelitian commit to user 42 dengan berdasarkan pada teori-teori yang ada. Alat ukur yang dibuat juga diuji terlebih dahulu agar dapat dipercaya sebagai alat ukur yang benar. Penyelenggaraan pengukuran juga mempengaruhi hasil pengukuran. Penyelenggaraan yang kurang baik dapat menyebabkan hasil pengukuran kurang sempurna. Penyelenggaraan pengukuran terkait dengan pelaku, baik dalam melaksanakan administrasi pengukuran maupun penguasaan alat ukur. Karena itu, penyelenggara pengukuran harus seseorang yang sudah menguasai bagaimana cara melakukan pengukuran dan menggunakan alat ukur dengan benar. Pembacaan dan atau penilaian hasil pengukuran memerlukan kemampuan tersendiri, baik kemampuan fisik maupun kemampuan psikis. Secara fisik, mereka yang membaca atau memberikan penilaian hasil studi harus dalam kondisi prima. Kelelahan dapat menyebabkan pembacaan atau penilaian hasil pengukuran menjadi tidak tepat. Demikian pula secara psikhis, kondisi pengukur harus benar-benar memiliki kemampuan untuk membaca ataupun menilai hasil pengukuran. Selain kondisi-kondisi atau faktor-faktor di atas, pengukuran sikap hendaknya juga mengacu pada lima karakteristik sikap sebagaimana di atas. Pengukuran sikap dengan mengacu kelima karakteristik tersebut cukup sulit. Namun demikian, beberapa ahli telah berusaha untuk mengungkap sikap dalam berbagai cara. Beberapa cara pengukuran sikap sebagaimana dikemukakan oleh Saifudin Azwar 2008: 90 antara lain dengan observasi perilaku, penanyaan langsung, pengungkapan langsung, commit to user 43 dengan skala sikap, dan pengukuran terselubung. Dengan adanya berbagai cara tersebut, maka untuk dapat mengungkap sikap seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara yang dikombinasikan agar dapat diketahui sikap yang sebenarnya.

4. Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar Banyak pengertian tentang belajar yang dikemukakan oleh para ahli di bidang pendidikan. Salah satu pendapat dikemukakan oleh Gagne dalam Syaiful Sagala 2008: 13 bahwa belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Ngalim Purwanto 2002: 85, mengemukakan bahwa “Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dimana perubahan yang terjadi relatif mantap serta menyangkut aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis”. Berdasarkan definisi tentang belajar tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku baik berupa pengetahuan, keterampilan atau sikap karena adanya interaksi dengan lingkungannya. b. Ciri-Ciri Belajar Abu Ahmadi 2002: 121-123 menyebutkan ciri-ciri proses belajar adalah : commit to user 44 1 Perubahan yang terjadi secara sadar 2 Perubahan dalam belajar bersifat fungsional 3 Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif 4 Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara 5 Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah 6 Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Ini berarti bahwa individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan dalam dirinya. Ia akan menyadari bahwa pengetahuan yang ada dalam dirinya bertambah dan perubahan-perubahan yang terjadi tersebut timbul karena adanya suatu usaha yang dilakukan oleh individu tersebut. c. Prinsip-Prinsip Belajar Dalam proses belajar harus ada prinsip-prinsip belajar yang dipakai. Syaiful Bachri Djamarah 2002: 20-22 mengemukakan prinsip-prinsip belajar dapat disusun sebagai berikut: 1 Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar a Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional. b Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional. c Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif. commit to user 45 d Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya. 2 Sesuai hakikat belajar a Belajar itu proses kontinyu maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya. b Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi, dan discovery. c Belajar adalah proses kontinguitas hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan respon yang diharapkan. 3 Sesuai materi bahan yang harus dipelajari a Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya. b Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya. 4 Syarat keberhasilan belajar a Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang. b Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian keterampilan sikap itu mendalam pada siswa. commit to user 46 d. Hasil Belajar Hasil atau prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie yang dalam kamus bahasa Indonesia berarti hasil usaha. W.S. Winkel 1991: 39 memberikan pengertian “Prestasi belajar adalah bukti keberhasilan yang dapat dicapai dalam suatu proses yang berlangsung dalam interaksi subjek dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai-nilai yang akan disimpan atau dilaksanakan menuju kemajuan”. Singgih D. Gunarso 1992: 57 menyatakan bahwa “Prestasi belajar adalah suatu hasil maksimum yang dapat dicapai oleh seseorang setelah melakukan usaha belajar”. Sedangkan Sutrantinah Tirtonegoro 2001: 43 menyatakan bahwa “Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang telah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu”. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa di dalam proses belajar yang berupa penguasaan pengetahuan dan keterampilan terhadap materi tertentu. e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar yang diperoleh siswa menunjukkan berhasil tidaknya dalam mencapai tujuan instruksional yaitu perubahan tingkah laku dalam pengetahuan kognitif, nilai sikap afektif, dan keterampilan commit to user 47 psikomotorik. Prestasi belajar merupakan hasil dari proses kegiatan belajar yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Suharsimi Arikunto 1990: 21 menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar: Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu yang bersumber dari dalam diri manusia yang belajar yang disebut faktor internal, dan faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar yang disebut sebagai faktor eksternal. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu faktor biologis dan faktor psikologis. Yang dapat dikategorikan sebagai faktor biologis antara lain usia, kematangan, dan kesehatan, sedangkan yang dapat dikategorikan sebagai faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua juga, yaitu faktor manusia human dan faktor nonmanusia seperti alam benda, hewan dan lingkungan fisik. M. Ngalim Purwanto 1990: 102 juga menjelaskan hal-hal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yaitu: Faktor-faktor itu dapat dibedakan menjadi dua golongan: 1 Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual 2 Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial. Yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain: faktor kematangan pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain faktor keluarga keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial. Muhibbin Syah 1995: 139 berpendapat tentang ”faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, terbagi menjadi tiga, yaitu faktor commit to user 48 internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar”. Faktor internal dibagi menjadi dua, yaitu faktor psikologis dan faktor fisiologis. Faktor fisiologis antara lain kondisi umum jasmani yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, kondisi mata dan telinga. Sedangkan yang termasuk faktor psikologis antara lain intelegensi, sikap, minat, bakat, dan motivasi. Faktor eksternal siswa dibagi dua, yaitu lingkugan sosial dan lingkungan nonsosial. Lingkungan sosial antara lain keluarga, guru dan staf, masyarakat, serta teman. Sedangkan yang termasuk lingkungan nonsosial antara lain rumah, sekolah, peralatan, dan alam. Faktor pendekatan belajar siswa dibagi tiga, yaitu pendekatan tinggi, pendekatan sedang, dan pendekatan rendah. Nana Syaodih Sukmadinata 2003: 162 mengatakan bahwa ”keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber pada dirinya atau di luar dirinya atau lingkungannya”. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam individu menyangkut aspek jasmaniah dan rohaniah dari individu. Aspek jasmaniah mencakup kondisi fisik dan kesehatan jasmani dari individu. Kondisi fisik menyangkut kelengkapan dan kesehatan panca indera. Aspek psikis atau rohaniah menyangkut kondisi kesehatan psikis, kemampuan intelektual, sosial, psikomotor serta kondisi afektif dan konatif dari individu. Faktor- faktor yang bersumber dari luar diri siswa menyangkut faktor fisik commit to user 49 maupun sosial-psikologis yang berada pada lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor internal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa untuk belajar adalah: Usia, Kematangan pertumbuhan, Kesehatan, Minat, Motivasi, Suasana hati, Kelelahan, Emosi, Kebutuhan, Penyesuaian diri, Sifat karakteristik siswa, Kecerdasan inteligensi, Bakat, Kemampuan awal, Sikap, Latihan, Kebiasaan belajar, Kesiapan, Kondisi umum fisik, dan Kondisi panca indera

B. Penelitian yang Relevan

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Kemampuan Belajar Bahasa Arab Siswa terhadap Minat Belajar Bahasa Arab di Madrasah Tsanawiyyah As-Salafiyyah Sawangan

0 4 68

Pengaruh persepsi siswa mengenai keterampilan mengajar guru terhadap hasil belajar IPS siswa di SMP Muhammadiyah 1 Cileungsi

0 11 0

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG PROFESIONALISME GURU DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR MATA DIKLAT AKUNTANSI

0 5 107

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA DENGAN HASIL BELAJAR GAMBAR TEKNIK SISWA KELAS X SMK-1 YAPIM MEDAN.

0 3 20

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KECERDASAN EMOSI DENGAN PENERIMAAN DIRI BAGI SISWA KELAS X Hubungan Antara Konsep Diri Dan Kecerdasan Emosi Dengan Penerimaan Diri Pada Siswa Smk.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN MENERAPKAN ILMU STATIKA DAN TEGANGAN (MIST) PADA SISWA KELAS X KOMPETENSI KEAHLIAN TEKNIK GAMBAR BANGUNAN (TGB) SMK NEGERI 1 LUBUK PAKA

0 1 40

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG PROFESIONALISME GURU DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR MATA HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG PROFESIONALISME GURU DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR MATA DIKLAT AKUNTANSI SISWA JURUSAN AKU

0 0 18

PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG PROFESIONALISME GURU DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR MATA DIKLAT AKUNTANSI SISWA JURUSAN AKUNTANSI SMK BATIK 2 SURAKARTA TAHUN DIKLAT 2010/2011.

0 2 15

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA KELAS ATAS SDN 2 BANJARKERTA.

0 5 157

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG PROFESIONALISME GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA

0 0 153