1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem Pendidikan Nasional SISDIKNAS yang terdapat pada UU no 20 th 2003 pasal 1 ayat 14 yang berbunyi:
Pendidikan Anak Usia Dini PAUD merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Sejalan dengan sistem pendidikan nasional, maka anak usia dini merupakan periode emas the golden age yang merupakan masa anak mulai pekasensitif
untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara
individual. Periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap
perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa Direktorat PAUD, 2004:2. Perkembangan adalah suatu perubahan yang bersifat kualitatif yaitu
berfungsi tidaknya organ-organ tubuh. Perkembangan dapat juga dikatakan sebagai suatu urutan perubahan yang bersifat saling mempengaruhi antara aspek-
aspek fisik dan psikis dan merupakan satu kesatuan yang harmonis. Perkembangan anak dibagi menjadi dua bagian yaitu perkembangan
biologis dan perkembangan psikologis. Perkembangan biologis adalah perkembangan yang membahas tentang perkembangan fisik anak dari sebelum
2
lahir sampai setelah lahir. Perkembangan psikologis membahas perkembangan anak sejak masa konsepsi sampai masa kanak-kanak. Aspek-aspek perkembangan
pada anak meliputi fisik motorik, intelektualkognitif, moral, emosional, sosial, dan bahasa. Perkembangan development adalah suatu proses perubahan ke arah
kedewasaan atau pematangan yang bersifat kualitatif ditekankan pada segi fungsional akibat adanya proses pertumbuhan materiil dan hasil belajar dan
biasanya tidak dapat diukur. Contohnya pematangan sel ovum dan sperma, munculnya kemampuan berdiri dan berjalan, dan seterusnya Wynda Indah, 2013;
1. Akhmad Sudrajat Setiawan Dimas, 2012; 2 memberikan definisi bahwa: “Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis,
progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan
– perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya”.
Perkembangan adalah suatu perubahan yang berlangsung seumur hidup dan dipengaruhi beberapa faktor yang saling berinteraksi seperti biologis, kognitif,
sosio emosional dan bahasa. Bahasa adalah suatu sistem simbol untuk berkomunikasi yang meliputi
fonologi unit suara, morfologi unit arti, sintaksis tata bahasa, semantik variasi arti, dan pragmatik penggunaan, bahasa Nurbiana Dhieni, 2009, 31.
Dengan bahasa anak dapat mengkomunikasikan maksud, tujuan, pemikiran maupun perasannya pada orang lain. Owens dalam Nurbiana Dhieni 2009; 3,1
mengemukakan bahwa anak usia 4 –5 tahun memperkaya kosakatanya melalui
pengulangan. Anak mengulangi kosakata yang baru dan unik, sekalipun belum memahami artinya. Anak diperkenalkan membuat gambar dan membaca gambar
3
dengan stimulus yang terus menerus melalui bermain. Anak akan mudah dan cepat menguasai buku cerita bergambar jika anak membuat gambar sendiri. Hal
itu merupakan kemampuan dasar dalam belajar membaca. Membaca permulaan anak merupakan
keterampilan bahasa tulis yang bersifat reseptif. Kemampuan membaca termasuk kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai
keterampilan. Membaca adalah “Keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang
–lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-
keras”. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,
tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif Nurbiana Dhieni, 2009: 5.5.
Berdasarkan beberapa penelitian Nurbiana Dhieni, 2009: 3.17 bahwa Perkembangan membaca awal merupakan proses interaktif anak sebagai
peserta aktif. Adapun perkembangan membaca anak berlangsung dalam beberapa tahapan yaitu; 1 tahap fantasi magical stage, 2 tahap
pembantukan konsep diri self concept stage, 3 tahap membaca gambar bridging reading stage, 4 tahap pengenalan bacaaan take off reader
stage, 5 tahap membaca lancar independent reader stage.
Hampir sama dengan pendapat Blanton, dkk. dan Irwin Farida Rahim, 2009: 11 tujuan membaca bagi anak yaitu; 1 kesenangan, 2 menyempurnakan
membaca nyaring, 3 menggunakan strategi tertentu, 4 memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik, 5 mengaitkan informasi untuk laporan lisan
maupun tertulis, 6 mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, 7 menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks
4
dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks, 8 menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.
Pendapat di atas didukung oleh Leonhardt dalam Nurbiana Dhieni, 2009: 5.4 bahwa membaca sangat penting diberikan pada anak karena dapat
mempengaruhi kebahasaan yang lebih tinggi. Anak akan berbicara dan belajar memahami gagasan secara lebih baik, sehingga pengembangan membaca pada
anak TK dapat dilaksanakan dalam batas-batas aturan praskolastik atau pra- akademik sesuai dengan karakteristik anak. Praskolastik artinya sekolah tidak
mengajarkan kemampuan akademik kepada anak. Keterampilan membaca permulaan anak akan lebih optimal apabila pembelajaran menggunakan
pendekatan whole language. Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang
menyajikan pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak terpisah-pisah. Agus Wuryanto, 2010; 1. Para ahli whole language berkeyakinan bahwa bahasa
merupakan satu kesatuan whole yang tidak dapat dipisah-pisah Rigg dalam Agus Santosa, 2004; 1. Pembelajaran keterampilan bahasa seperti tata
bahasatulisan dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan nyata. Seperti pembelajaran tentang bunga, maka anak mengetahui bentuk bunga asli atau
gambar beserta pengucapan kata bunga dan tulisan bunga. Keunggulan dari pendekatan whole language adalah pertama pengajaran
keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau otentik. Kedua dalam
kelas whole language siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Guru sebagai
5
fasilitator dalam pembelajaran dengan menyiapkan bahan yang digunakan anak, kemudian mengamati, mencatat, menilai kegiatan anak. Ketiga pendekatan whole
language secara spesifik mengarah pada pembelajaran bahasa Indonesia. Namun dapat diterapkan dalam pembelajaran lainnya seperti pembelajaran di area main
peran Hariyanto, 2012: 9. Berdasarkan observasi pada bulan September tahun 2014
yang dilakukan di TK Pedagogia kelompok B1, banyak anak dari segi perkembangan kemampuan
nilai agama moral, sosial emosional, kognitif, motorik sudah berkembang dengan baik, namun dalam perkembangan bahasa yaitu keterampilan membaca ada 17
anak yang terlihat cukup terampil. Keterampilan membaca dimulai dari adanya minat untuk membaca. 17 anak tersebut tidak memiliki minat untuk membaca.
Hal ini terlihat dalam kegiatan membaca buku di area persiapan, anak masih sedikit yang berminat. Anak belum aktif saat bermain kartu kata dan kegiatan
tanya jawab. Nilai agama moral anak sudah baik seperti berdoa sebelum melakukan sesuatu dengan tertib. Sosial emosional anak berkembang dengan baik
saat antri mencuci tangan, bergantian memainkan mainan, mengikuti kesepakatan kelas yang dibuat dan lainnya. Namun beberapa anak masih belum aktif
berkomunikasi dengan teman. Anak ada yang terkadang melihat teman bermain. Anak akan bermain bersama setelah diajak teman lainnya. Kognitif anak akan
berkembang baik jika anak aktif saat tanya jawab. Contohnya 3 anak aktif dalam kegiatan tanya jawab maka anak mampu menyelesaikan tugas sendiri secara cepat
dan benar. Motorik anak sudah berkembang dengan baik. Anak mampu menempel dan menggunting dengan baik. Pembelajaran di kelompok B1 sebagian besar
6
menggunakan LKA serta menggunakan pendekatan decoding. Decoding adalah
proses menerjemahkan kata-kata tertulis menjadi sebuah kata yang diucapkan cracking the code. Seorang anak yang telah mengembangkan keterampilan
membaca permulaan melalui pendekatan decoding mulai mendapatkan kelancaran ketika membaca tanpa membutuhkan usaha. Ketika lancar atau fasih, membaca
menjadi otomatis dan terdiri dari pengenalan kata ketimbang terdengar keluar dan menggabungkan suku kata yang diperlukan untuk memecahkan kode kata-kata
Learning Disability Association of America, 1998: 1. Pendekatan decoding ini kurang efektif jika berupa kalimat, karena akan
membutuhkan waktu yang lama untuk menyebutkan huruf satu demi satu dirangkai menjadi kata kemudian kalimat. Kegiatan pembelajaran di kelompok
B1 TK Pedagogia belum menggunakan pendekatan whole language dalam mengembangkan keterampilan membaca permulaan. Untuk memaksimalkan
perkembangan bahasa permulaan di TK Pedagogia kelompok B1 menggunakan pendekatan whole language. Dengan demikian peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian tindakan kelas agar dapat meningkatkan keterampilan membaca dengan pendekatan whole language. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian dengan
judul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Di Kelompok B1 TK Pedagogia Gugus III
Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta ”.
B. Identifikasi Masalah