PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE DI KELOMPOK B1 TK PEDAGOGIA GUGUS III KECAMATAN MANTRIJERON YOGYAKARTA.

(1)

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE DI KELOMPOK B1

TK PEDAGOGIA GUGUS III KECAMATAN MANTRIJERON YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Diyah Haryanti NIM 12111247006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

Membacakan buku untuk anak merupakan satu aktivitas terpenting untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang mereka perlukan untuk belajar

membaca. Marilyn Jager Adams

Buku apapun yang membantu seseorang anak membentuk kebiasaan membaca, menjadikan membaca kebutuhannya yang mendalam dan tiada habis, adalah buku

yang baik baginya. Maya Angelou


(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. Keluargaku yang telah mendampingi dan selalu memberikan dukungan 2. Almamater kebanggaanku Universitas Negeri Yogyakarta


(7)

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE DI KELOMPOK B1

TK PEDAGOGIA GUGUS III KECAMATAN MANTRIJERON YOGYAKARTA

Oleh Diyah Haryanti NIM 12111247006

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language pada anak kelompok B1 di TK Pedagogia Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang bersifat kolaboratif. Desain penelitian ini mengadopsi model spiral dan pendapat Kemmis dan Mc. Taggart melalui empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian tindakan kelas berjumlah 19 anak yang terdiri dari 9 anak laki-laki dan 10 anak perempuan. Objek penelitian adalah keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language. Metode pengumpulan data menggunakan observasi dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi dan dokumentasi. Teknis analisis data yang digunakan adalah analisis diskriptif kualitatif.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language mengalami peningkatan. Hal ini dapat diketahui dari meningkatnya keterampilan membaca permulaan pada hasil observasi penelitian pra siklus, siklus I dan siklus II. Pada kondisi awal anak yang berkriteria kurang mampu sebanyak 9 anak, pada kondisi siklus I mengalami peningkatan kriteria belum mampu sebanyak 10 anak, pada kondisi siklus II mengalami peningkatan kriteria mampu menjadi 15 anak. Adapun keterampilan membaca permulaan yang akan ditingkatkan adalah menyebut dan menunjuk simbol-simbol huruf, menyebut dan mengeja nama-nama benda yang mempunyai suara huruf awal sama, mengelompokkan kata-kata yang sejenis/sama, dan bercerita/membaca tentang gambar yang disediakan.

Kata kunci: keterampilan membaca permulaan, pendekatan whole language, TK Kelompok B1


(8)

(9)

(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN... ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Karakteristik Anak TK ... 9

B. Hakikat Membaca Permulaan Anak TK ... 11

1. Perkembangan Bahasa Anak TK ... 11

2. Pengertian Membaca Permulaan Anak TK ... 15

3. Tahap-tahap Perkembangan Membaca Permulaan Anak TK ... 18

4. Tujuan Membaca Permulaan Anak TK ... 19


(11)

C. Pendekatan Whole Language ... 21

1. Pengertian Pendekatan Whole Language ... 21

2. Tahapan Pendekatan Whole Language ... 22

3. Prinsip Pendekatan Whole Language ... 23

4. Komponen-komponen Pendekatan Whole Language ... 24

5. Ciri-ciri Kelas Pendekatan Whole Language ... 32

6. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Whole Language ... 34

D. Kerangka Berpikir ... 35

H. Hipotesis ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 38

B.Subjek Penelitian ... 39

C.Tempat, Waktu, Setting Penelitian ... 39

D.Desain Penelitian ... 40

E. Metode Pengumpulan Data ... 44

F. Instrumen Penelitian ... 45

G.Teknik Analisis Data ... 46

H.Kriteria Keberhasilan ... 47

I. Indikator Keberhasilan ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 48

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 48

2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 48

3. Deskripsi Hasil Penelitian ... 50

a) Deskripsi Kondisi Awal Sebelum Siklus I ... 50

b) Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus I ... 53

c) Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus II ... 75


(12)

B.Pembahasan Hasil Penelitian ... 98

C.Keterbatasan Penelitian ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104


(13)

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6

Tahun ... 17

Tabel 2. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 24

Tabel 3. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 26

Tabel 4. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 27

Tabel 5. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 28

Tabel 6. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 29

Tabel 7. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 30

Tabel 8. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 31

Tabel 9. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 31

Tabel 10. Hasil Kemampuan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Tahap Kondisi Awal ... 50

Tabel 11. Data Observasi Siklus I Pertemuan Pertama ... 59

Tabel 12. Data Observasi Siklus I Pertemuan Kedua ... 65

Tabel 13. Data Observasi Siklus I Pertemuan Ketiga ... 70

Tabel 14. Rekapitulasi Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Pada Siklus I ... 71

Tabel 15. Data Observasi Siklus II Pertemuan Pertama ... 79

Tabel 16. Data Observasi Siklus II Pertemuan Kedua ... 85

Tabel 17. Data Observasi Siklus II Pertemuan Ketiga ... 91

Tabel 18. Rekapitulasi Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Pada Siklus II ... 94

Tabel 19. Kisi-kisi Observasi Keterampilan Membaca Permulaan ... 113 Tabel 20. Penilaian Membaca Permulaan dengan Menyebut dan


(14)

Tabel 21. Penilaian Membaca Permulaan dengan Menyebut dan Mengeja Tulisan Yang disediakan pada Buku Cerita

Bergambar ... 113 Tabel 22. Penilaian Membaca Permulaan dengan Membaca dan

Mengelompokkan Kata yang disediakan pada Kartu Kata

Bergambar ... 113 Tabel 23. Penilaian Membaca Permulaan dengan Bercerita/Membaca


(15)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Alur Kerangka Pikir Meningkatkan Keterampilan Membaca

Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language di

Kelompok B ... 37

Gambar 2. Proses Peningkatan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language ... 40

Gambar 3. Diagram Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Tahap Pra Siklus ... 50

Gambar 4. Diagram Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Tahap Pra Siklus dan Siklus I .. 72

Gambar 5. Diagram Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Tahap Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II ... 95

Gambar 6. Prosentase Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Tahap Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II ... 97

Gambar 7. Papan tulis sebelum penelitian belum ada label nama-nama benda di dalam kelas ... 200

Gambar 8. Area persiapan sebelum penelitian ... 200

Gambar 9. Area main peran sebelum penelitian ... 200

Gambar 10. Area balok sebelum penelitian ... 200

Gambar 11. Area persiapan untuk kegiatan membaca yang di samping meja terdapat rak buku perpustakaan. ... 201

Gambar 12. Area persiapan untuk menggambar dengan tulisan... 201

Gambar 13. Area persiapan untuk membaca buku dengan bimbingan. .... 201

Gambar 14. Anak berdoa bersama sebelum kegiatan di mulai. ... 202

Gambar 15. Anak membaca buku cerita bergambar dengan bimbingan guru.(guided reading)... 202

Gambar 16. Anak membaca buku cerita bergambar dengan bersuara. ... 202

Gambar 17. Anak membaca buku cerita bergambar di dalam hati. ... 203

Gambar 18. Anak membaca bebas kartu kata bergambar. ... 203


(16)

Gambar 20. Anak membaca buku cerita bergambar dengan bersuara

yang disediakan guru (reading aloud). ... 204 Gambar 21. Anak menyebut dan menunjuk simbol-simbol huruf. ... 204 Gambar 22. Anak membaca buku cerita bergambar yang disediakan

guru di depan teman-teman. ... 204 Gambar 23. Anak menulis kalimat bebas pada gambar yang dibuat. ... 205 Gambar 24. Anak membaca dan mengelompokkan kata-kata yang

sejenis/sama... 205 Gambar 25. Anak menyebutkan dan mengeja nama-nama benda yang

mempunyai suara huruf awal sama. ... 205 Gambar 26. Anak membaca buku cerita bergambar bersama teman. ... 206 Gambar 27. Anak menulis bebas dengan meniru tulisan di suatu benda .. 206 Gambar 28. Anak menulis kalimat dengan bimbingan guru... 206 Gambar 29. Anak membaca buku cerita bergambar saat istirahat di area

persiapan dengan antusias. ... 207 Gambar 30. Anak menggambar dengan tulisan (journal writing). ... 207 Gambar 31. Anak menyebutkan dan mengeja nama-nama benda yang

mempunyai suara huruf awal sama ... 207 Gambar 32. Hasil karya anak menulis bebas dengan meniru tulisan di

suatu benda (independent writing) pada pra siklus ... 208 Gambar 33. Hasil karya anak menulis bebas dengan meniru tulisan di

suatu benda (independent writing) pada siklus I ... 208 Gambar 34. Hasil karya anak menulis bebas dengan meniru tulisan di

suatu benda (independent writing) pada siklus II ... 209 Gambar 35. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru

(journal writing) pada tahap pra siklus ... 209 Gambar 36. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru

(journal writing) pada siklus I ... 210 Gambar 37. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru

(journal writing) pada siklus II ... 210 Gambar 38. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru

(independent writing) pada siklus I ... 211 Gambar 39. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 106

Lampiran 2. Jadwal Penelitian ... 110

Lampiran 3. Kisi-kisi Observasi dan Rubrik ... 112

Lampiran 4. Instrumen Observasi. ... 115

Lampiran 5. Rencana Kegiatan Harian (RKH) ... 119

Lampiran 6. Hasil Keterampilan Membaca Permulaan ... 184


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yang terdapat pada UU no 20 th 2003 pasal 1 ayat 14 yang berbunyi:

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Sejalan dengan sistem pendidikan nasional, maka anak usia dini merupakan periode emas (the golden age) yang merupakan masa anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. Periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa (Direktorat PAUD, 2004:2). Perkembangan adalah suatu perubahan yang bersifat kualitatif yaitu berfungsi tidaknya organ-organ tubuh. Perkembangan dapat juga dikatakan sebagai suatu urutan perubahan yang bersifat saling mempengaruhi antara aspek-aspek fisik dan psikis dan merupakan satu kesatuan yang harmonis.

Perkembangan anak dibagi menjadi dua bagian yaitu perkembangan biologis dan perkembangan psikologis. Perkembangan biologis adalah perkembangan yang membahas tentang perkembangan fisik anak dari sebelum


(19)

lahir sampai setelah lahir. Perkembangan psikologis membahas perkembangan anak sejak masa konsepsi sampai masa kanak-kanak. Aspek-aspek perkembangan pada anak meliputi fisik motorik, intelektual/kognitif, moral, emosional, sosial, dan bahasa. Perkembangan (development) adalah suatu proses perubahan ke arah kedewasaan atau pematangan yang bersifat kualitatif (ditekankan pada segi fungsional) akibat adanya proses pertumbuhan materiil dan hasil belajar dan biasanya tidak dapat diukur. Contohnya pematangan sel ovum dan sperma, munculnya kemampuan berdiri dan berjalan, dan seterusnya (Wynda Indah, 2013; 1). Akhmad Sudrajat (Setiawan Dimas, 2012; 2) memberikan definisi bahwa:

“Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan– perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya”.

Perkembangan adalah suatu perubahan yang berlangsung seumur hidup dan dipengaruhi beberapa faktor yang saling berinteraksi seperti biologis, kognitif, sosio emosional dan bahasa.

Bahasa adalah suatu sistem simbol untuk berkomunikasi yang meliputi fonologi (unit suara), morfologi (unit arti), sintaksis (tata bahasa), semantik (variasi arti), dan pragmatik (penggunaan), bahasa (Nurbiana Dhieni, 2009, 31). Dengan bahasa anak dapat mengkomunikasikan maksud, tujuan, pemikiran maupun perasannya pada orang lain. Owens dalam Nurbiana Dhieni (2009; 3,1) mengemukakan bahwa anak usia 4–5 tahun memperkaya kosakatanya melalui pengulangan. Anak mengulangi kosakata yang baru dan unik, sekalipun belum memahami artinya. Anak diperkenalkan membuat gambar dan membaca gambar


(20)

dengan stimulus yang terus menerus melalui bermain. Anak akan mudah dan cepat menguasai buku cerita bergambar jika anak membuat gambar sendiri. Hal itu merupakan kemampuan dasar dalam belajar membaca. Membaca permulaan anak merupakan keterampilan bahasa tulis yang bersifat reseptif. Kemampuan membaca termasuk kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai keterampilan. Membaca adalah “Keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang–lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras”. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Nurbiana Dhieni, 2009: 5.5).

Berdasarkan beberapa penelitian (Nurbiana Dhieni, 2009: 3.17) bahwa Perkembangan membaca awal merupakan proses interaktif anak sebagai peserta aktif. Adapun perkembangan membaca anak berlangsung dalam beberapa tahapan yaitu; 1) tahap fantasi (magical stage), 2) tahap pembantukan konsep diri (self concept stage), 3) tahap membaca gambar (bridging reading stage), 4) tahap pengenalan bacaaan (take off reader stage), 5) tahap membaca lancar (independent reader stage).

Hampir sama dengan pendapat Blanton, dkk. dan Irwin (Farida Rahim, 2009: 11) tujuan membaca bagi anak yaitu; 1) kesenangan, 2) menyempurnakan membaca nyaring, 3) menggunakan strategi tertentu, 4) memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik, 5) mengaitkan informasi untuk laporan lisan maupun tertulis, 6) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, 7) menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks


(21)

dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks, 8) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.

Pendapat di atas didukung oleh Leonhardt (dalam Nurbiana Dhieni, 2009: 5.4) bahwa membaca sangat penting diberikan pada anak karena dapat mempengaruhi kebahasaan yang lebih tinggi. Anak akan berbicara dan belajar memahami gagasan secara lebih baik, sehingga pengembangan membaca pada anak TK dapat dilaksanakan dalam batas-batas aturan praskolastik atau pra-akademik sesuai dengan karakteristik anak. Praskolastik artinya sekolah tidak mengajarkan kemampuan akademik kepada anak. Keterampilan membaca permulaan anak akan lebih optimal apabila pembelajaran menggunakan pendekatan whole language.

Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang menyajikan pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak terpisah-pisah. (Agus Wuryanto, 2010; 1). Para ahli whole language berkeyakinan bahwa bahasa merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah-pisah (Rigg dalam Agus Santosa, 2004; 1). Pembelajaran keterampilan bahasa seperti tata bahasa/tulisan dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan nyata. Seperti pembelajaran tentang bunga, maka anak mengetahui bentuk bunga asli atau gambar beserta pengucapan kata bunga dan tulisan bunga.

Keunggulan dari pendekatan whole language adalah pertama pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau otentik. Kedua dalam kelas whole language siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Guru sebagai


(22)

fasilitator dalam pembelajaran dengan menyiapkan bahan yang digunakan anak, kemudian mengamati, mencatat, menilai kegiatan anak. Ketiga pendekatan whole language secara spesifik mengarah pada pembelajaran bahasa Indonesia. Namun dapat diterapkan dalam pembelajaran lainnya seperti pembelajaran di area main peran (Hariyanto, 2012: 9).

Berdasarkan observasi pada bulan September tahun 2014yang dilakukan di TK Pedagogia kelompok B1, banyak anak dari segi perkembangan kemampuan nilai agama moral, sosial emosional, kognitif, motorik sudah berkembang dengan baik, namun dalam perkembangan bahasa yaitu keterampilan membaca ada 17 anak yang terlihat cukup terampil. Keterampilan membaca dimulai dari adanya minat untuk membaca. 17 anak tersebut tidak memiliki minat untuk membaca. Hal ini terlihat dalam kegiatan membaca buku di area persiapan, anak masih sedikit yang berminat. Anak belum aktif saat bermain kartu kata dan kegiatan tanya jawab. Nilai agama moral anak sudah baik seperti berdoa sebelum melakukan sesuatu dengan tertib. Sosial emosional anak berkembang dengan baik saat antri mencuci tangan, bergantian memainkan mainan, mengikuti kesepakatan kelas yang dibuat dan lainnya. Namun beberapa anak masih belum aktif berkomunikasi dengan teman. Anak ada yang terkadang melihat teman bermain. Anak akan bermain bersama setelah diajak teman lainnya. Kognitif anak akan berkembang baik jika anak aktif saat tanya jawab. Contohnya 3 anak aktif dalam kegiatan tanya jawab maka anak mampu menyelesaikan tugas sendiri secara cepat dan benar. Motorik anak sudah berkembang dengan baik. Anak mampu menempel dan menggunting dengan baik. Pembelajaran di kelompok B1 sebagian besar


(23)

menggunakan LKA serta menggunakan pendekatan decoding. Decoding adalah proses menerjemahkan kata-kata tertulis menjadi sebuah kata yang diucapkan cracking the code. Seorang anak yang telah mengembangkan keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan decoding mulai mendapatkan kelancaran ketika membaca tanpa membutuhkan usaha. Ketika lancar atau fasih, membaca menjadi otomatis dan terdiri dari pengenalan kata ketimbang terdengar keluar dan menggabungkan suku kata yang diperlukan untuk memecahkan kode kata-kata (Learning Disability Association of America, 1998: 1).

Pendekatan decoding ini kurang efektif jika berupa kalimat, karena akan membutuhkan waktu yang lama untuk menyebutkan huruf satu demi satu dirangkai menjadi kata kemudian kalimat. Kegiatan pembelajaran di kelompok B1 TK Pedagogia belum menggunakan pendekatan whole language dalam mengembangkan keterampilan membaca permulaan. Untuk memaksimalkan perkembangan bahasa permulaan di TK Pedagogia kelompok B1 menggunakan pendekatan whole language. Dengan demikian peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas agar dapat meningkatkan keterampilan membaca dengan pendekatan whole language. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Di Kelompok B1 TK Pedagogia Gugus III Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta ”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:


(24)

1. Banyak anak yang kurang terampil dalam membaca permulaan di kelompok B1 TK Pedagogia.

2. Kurangnya ketertarikan dalam kegiatan membaca di kelompok B1 TK Pedagogia.

3. Sebagian besar anak belum aktif dalam mengikuti kegiatan tanya jawab di kelompok B1 TK Pedagogia.

4. Masih banyak anak yang belum mampu berkomunikasi dengan baik antara sesama teman saat bermain di kelompok B1 TK Pedagogia.

5. Belum optimalnya penyajian kegiatan pembelajaran keterampilan membaca permulaan anak yang terarah, terstruktur dan secara utuh di kelompok B1 TK Pedagogia Yogyakarta.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah pada penelitian ini sebatas pada identifikasi masalah nomer satu yaitu sebagian besar keterampilan membaca permulaan anak di TK Pedagogia kelompok B1 masih kurang.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan indentifikasi masalah di atas, maka diperoleh rumusan masalah adalah: Bagaimana meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language di kelompok B1 di TK Pedagogia Gugus III Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta.


(25)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language di kelompok B1 di TK Pedagogia Gugus III Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta secara optimal.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diperoleh dari penelitian meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language adalah :

1. Bagi anak

Meningkatkan keterampilan membaca permulaan anak kelompok B1 di TK Pedagogia.

2. Bagi guru

a. Menambah pengetahuan tentang meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language sehingga dapat menerapkan sebagai bekal di masa mendatang.

b. Memberikan cara atau alternatif dalam meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language.

3. Bagi sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran disekolah dan menghasilkan output anak yang lebih baik.


(26)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Karakteristik Anak TK

Karakteristik anak prasekolah secara umum adalah; suka meniru, ingin mencoba, spontan, jujur, riang, suka bermain, ingin tahu (suka bertanya), banyak bergerak, suka menunjukkan Akunya, unik, dan lain-lain (Soegeng Santoso, 2002, 53). Anak usia dini adalah seorang individu yang unik dan memiliki karakteristik dan potensi yang harus dikembangkan. Pada usia ini anak selalu aktif, suka meniru, dan memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap apa yang dilihat. Pada masa ini anak harus distimulasi untuk mengembangkan inisiatif, seperti kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Jika anak tidak mendapat hambatan dari lingkungannya, maka anak akan mampu mengembangkan keterampilan, dan hal-hal yang produktif dalam bidang yang disenanginya. Menurut Cucu Eliyawati (2005: 2) karakteristik anak usia prasekolah sebagai berikut:

1) anak bersifat unik, 2) anak mengekspresikan perilakunya secara spontan, 3) anak bersifat aktif dan enerjik, 4) anak bersifat egosentris, 5) anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal, 6) anak kaya dengan fantasi, 7) anak merupakan usia belajar yang potensial.

Setiap anak memiliki sifat yang unik. Anak memiliki bawaan dari orang tuanya serta minat atau kemampuan dan latar belakang berbeda sehingga tercipta keanekaragaman, bakat dan minat anak sesuai kemampuan dan keunikan yang dimiliki masing-masing. Anak juga mampu mengekspresikan perilakunya secara spontan. Perilaku spontan yang dilakukan anak biasanya terjadi saat anak diajak


(27)

bercerita. Anak akan berbicara secara spontan tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Apa yang muncul tiba-tiba akan membuat anak aktif dan mengutarakan sesuatu secara spontan. Hal demikian juga terlihat ketika anak sedang bermain bebas dan berkreasi. Perilaku yang ditampilkan anak umumnya relatif asli dan tidak ditutup-tutupi sehingga merefleksikan apa yang ada di dalam perasaan dan pikirannya.

Setiap anak usia dini mempunyai karakteristik aktif dan energik. Anak pada umumnya senang melakukan berbagai aktivitas terutama akan terlihat ketika anak sedang melakukan kegiatan yang menantang dan baru. Adanya kegiatan permainan yang dapat menstimulus anak akan aktif dan energik (anak sehat), sehingga tujuan kegiatan akan tercapai karena anak merasa senang dan tertarik dengan kegiatan yang diajarkan karena keaktifan anak tersebut bisa dijadikan sebagai alat ukur keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran. Anak usia dini masih sangat bersifat egosentris. Egosentris ini dimaksudkan adalah dimana anak cenderung melihat dan memahami segala sesuatu dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Ini terlihat ketika di awal masuk sekolah. Anak belum terbiasa dalam berbagi dengan teman baru, bermain bersama dengan teman yang baru, saling menghargai dan bersosialisasi dengan lingkungan yang baru juga. Sifat egosentris ini akan hilang apabila anak dibiasakan untuk bersikap sosial. Adanya stimulus yang tepat dari lingkungan terdekat anak terutama kedua orang tuanya, akan mengurangi sikap egosentris dan mulai merasa saling membutuhkan dengan temannya.

Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal. Rasa ingin tahu anak yang sangat besar ini akan terlihat ketika guru mempunyai


(28)

media pembelajaran yang baru bagi anak. Anak akan lebih memperhatikan dengan serius apabila media guru yang digunakan tersebut merupakan hal yang baru dan menarik baginya. Keantusiasan anak tersebut akan terlihat dengan banyak bertanya. Anak kaya dengan fantasi dalam berfikir. Misalnya dalam kegiatan membaca buku cerita, menggambar dan bercerita. Anak akan merasa senang ketika mendengarkan cerita dari orang lain, tetapi anak akan lebih merasakan senang ketika ceritanya didengarkan oleh orang lain, walaupun terkadang cerita tersebut bersifat hal-hal yang aneh dan di luar aktivitas kesehariannya.

Anak merupakan usia belajar yang potensial. Usia anak usia dini merupakan masa emas dimana anak banyak menyerap, mengingat, dan mempelajari sesuatu dengan sangat baik. Di masa ini anak memiliki potensi yang sangat besar untuk menyerap apa yang diperoleh dan mempelajari hal-hal yang baru dari lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu stimulus yang baik yang diberikan oleh orang tua maupun orang lain yang berada disekitarnya akan dapat menjadikan anak tersebut cerdas.

Dari uraian diatas dapat di simpulkan karakteristik anak usia dini adalah anak bersifat unik, aktif, enerjik, egosentrik, rasa ingin tahu yang kuat, antusias dalam banyak hal, kaya dengan fantasi, serta anak mengekpresikan perilakunya secara spontan dan merupakan usia belajar yang potensial.

B. Hakikat Membaca Permulaan Anak TK 1. Perkembangan Bahasa Anak TK

Bahasa anak adalah suatu simbol lisan yang digunakan anak. Simbol tersebut digunakan anak untuk berkomunikasi dengan orang lain yang mengacu


(29)

pada bahasa tertentu, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, Bahasa Inggris. Badudu (Nurbiana Dhieni, 2009: 1.11) menyatakan bahwa bahasa adalah alat penghubung atau komunikasi antara anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menyatakan pikiran, perasaan, dan keinginannya. Bahasa anak berkembang dari yang paling sederhana menuju ke yang rumit.

Perkembangan bahasa anak dapat diartikan sebagai kemunculan komunikasi verbal dalam kehidupan anak. Pemerolehan bahasa merupakan suatu proses psikologis yang terjadi pada masa kanak-kanak untuk mendapatkan keterampilan berbahasa secara alamiah, fungsional, dan tidak ada target dari luar dalam proses ini. Sebaliknya, pembelajaran bahasa bersifat formal, bertarget, dan orientasi struktur (Tadkiroatun Musfiroh, 2011:3). Bromley (Nurbiana Dhieni, 2009: 3.4) menyatakan bahwa komponen kebahasaan tidak berubah meskipun perbedaan kecepatan bahasa anak yang meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatis. Fonologi merupakan bagian terkecil dari sistem bunyi.

Sistem perkembangan fonologi berkaitan dengan adanya pertumbuhan dan produksi sistem bunyi dalam bahasa, seperti halnya bunyi-bunyian atau celotehan yang diucapkan pada bayi untuk mengungkapkan sesuatu yang ingin disampaikannya. Namun anak belum mampu mengungkapkan melalui kata dengan jelas hanya sebuah ucapan “a”. Kemampuan fonem berkembang menjadi merangkai bunyi terkecil yang bermakna pada saat diucapkan atau didengar. Misalnya anak mampu mengkombinasikan fonem huruf vokal dan konsonan, contoh: da-da. Kemampuan anak meningkat pada perkembangan morfologi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan makna bahasa yang dihasilkan. Bagian dari


(30)

makna dan kalimat bahasa adalah sintaksis, seperti ketika anak memiliki kemampuan mengucapkan kata pada kata “maem ti”, kemungkinan memiliki arti “makan, saya ingin makan roti”.

Sintaksis juga berkaitan dengan keteraturan bahasa dan fungsi kata yang didalamnya terdapat aturan bahasa. Keteraturan sutu bahasa dilihat dari susunan kata yang menujukkan adanya subjek, predikat, objek dan keterangan. Sehingga dalam pengucapan kata dapat terstruktur menjadi kalimat yang sempurna. Kemampuan sintaksis anak dimulai sejak usia menjelang 6 tahun, hingga kemampuan sintaksis lebih kompleks pada anak usia 6 tahun. Perkembangan sintasksis anak ditandai penggunaan kata tanya sampai struktur sintaksis yang lebih kompleks. Sedangkan pragmatik adalah kemampuan untuk melibatkan diri dalam percakapan yang sesuai dengan maksud dan keinginan.

Bromly (Nurbiana Dhieni, 2009: 1.19) menyebutkan empat macam bentuk bahasa yaitu, menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Sifat bahasa dibagi menjadi dua yaitu reseptif (dimengerti dan diterima) dan ekspresif (dinyatakan). Contoh bahasa reseptif adalah mendengarkan dan membaca suatu informasi. Sedangkan bahasa ekspresif adalah berbicara dan menuliskan informasi untuk dikomunikasikan kepada orang lain. Kegiatan belajar secara umum di kembangkan melalui keterampilan pemahaman dan penyusunan suatu bahasa. Anak menggunakan bahasa akan berpengaruh pada perkembangan sosial emosional, fisik dan kognitif. Keberhasilan anak dalam berbagai area, seperti ilmu pengetahuan alam, main peran dan matematika tergantung pada kemampuan anak untuk memahami dan menyusun bahasa. Thaiss (Nurbiana Dhieni, 2009: 1.20)


(31)

mengemukakan bahwa anak dapat memahami dan mengingat sesuatu informasi jika mereka mendapat kesempatan untuk membicarakannya, menuliskannya, menggambarkannya, dan memanipulasikannya. Anak belajar membaca dan menyimak jika mereka mendapat kesempatan untuk mengekspresikannya untuk diri mereka sendiri maupun ditunjukkan kepada orang lain.

Komponen kebahasaan anak berkembang dengan cara bertahap. Tahapan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada di sekitar anak. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak (Fahim Mustafa, 2005: 7), antara lain: faktor pengalaman, fakor lingkungan dan faktor emosi. Faktor pengalaman terdapat pada fase anak prasekolah sangat membutuhkan berbagai pengalaman dalam menguasai bahasa untuk mengungkapkan kebutuhan sehari-hari. Anak membutuhkan pengetahuan-pengetahuan baru yang dapat membantu berpikir dan membaca. Maka dalam keseharian anak, hendaknya orang dewasa melibatkan anak dalam aktivitas sederhana pada kehidupan sehari-hari anak agar anak memperoleh pengalaman yang dapat menunjang kemampuan bahasa anak. Faktor lingkungan memiliki peran penting dalam perkembangan bahasa anak. Pertamakali anak memperoleh bahasa adalah lingkungan keluarga. Lingkungan yang dapat mengajak anak komunikasi aktif, maka kemampuan bahasa akan cepat berkembang. Faktor emosi merupakan salah satu faktor terpenting dalam perkembangan anak. Anak membutuhkan kasih sayang dalam perkembangannya. Anak mampu mengungkapkan perasannya merupakan salah satu faktor emosi. Anak mampu berbicara dengan jelas dan tepat pada fase awal. Hal ini terwujud pada kehidupan anak yang berada di keluarga yang tenang dan jauh dari


(32)

kekhawatiran. Anak yang berbicara secara tepat karena terlatih mengucapkan kata dengan benar dan kepedulian orang sekitar yang membantu mengembangkan kemampuan bahasa anak.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan perkembangan bahasa anak sangat mempengaruhi perkembangan anak usia dini. Bahasa dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa terdiri dari empat macam bentuk bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat bentuk bahasa tadi saling berkaitan satu sama lain. Sedangkan sifat bahasa dibagi menjadi dua yaitu reseptif dan ekspresif. Bahasa anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor pengalaman, lingkungan dan emosi. Perkembangan bahasa anak akan berkembang pesat sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi anak.

2. Pengertian Membaca Permulaan Anak TK B

Membaca merupakan keterampilan bahasa tulis yang bersifat reseptif. Kemampuan membaca termasuk kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai keterampilan. Kridalaksana dalam mengemukakan bahwa membaca adalah “Keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang–lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras”. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Nurbiana Dhieni, 2009: 5,5).

Membaca merupakan interpretasi yang bermakna dari simbol verbal yang tertulis/tercetak (Nurbiana Dhieni, 1970, 3). Farida Rahim (2009: 2) berpendapat


(33)

bahwa membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan akan tetapi melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berpikir membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis dan pemahaman kreatif. Proses linguistik membaca merupakan skemata membangun makna, sedangkan fonologis, semantik, dan fitur sintaksis membantunya mengkomunikasikan dan menginterpretasikan pesan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan, pembetulan suatu strategi, memonitor pemahamannya, dan menilai hasilnya atau evaluasi.

Membaca permulaan bagi anak adalah tahap awal anak belajar mengenal huruf atau simbol bunyi dan menyuarakannya, sebagai dasar anak dalam pembelajaran membaca berikutnya (Suhartono, 2005: 191-192).

Menurut Steinberg (Ahmad Susanto, 2011: 83) membaca permulaan adalah membaca yang diajarkan secara terprogram kepada anak prasekolah. Program ini merupakan kegiatan setiap hari pada perkataan-perkataan utuh, bermakna dalam konteks pribadi anak-anak dan bahan-bahan yang diberikan melalui permainan dan kegiatan yang menarik sebagai perantaran pembelajaran. Sedangkan menurut Spondek dan Saracho dalam Samsu Somadaya (2011:7) bahwa membaca awal pada anak prasekolah adalah sebuah proses memperoleh makna dari barang cetak. Belajar membaca dapat melalui kehidupan sehari-hari yang dilalui anak, seperti


(34)

mengenal tulisan pada nama-nama barang yang digunakan. Misalnya: bungkus makanan, minuman, sabun, shampo dan sebagainya.

Kemampuan bahasa pada anak TK kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun) yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58 Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;

Tabel 1. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup

Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator

IV. Bahasa - Keaksaraan

- Menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal.

- Menyebut dan menunjuk simbol-simbol huruf. -Menyebutkan kelompok gambar

yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama

- Menyebutkan dan mengeja nama-nama benda yang memiliki suara huruf awal sama.

- Mengungkapkan Bahasa

- Berkomunikasi secara lisan, memiliki perdendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung.

- Membaca dan

mengelompokkan kata-kata yang sejenis atau sama. - Bercerita/membaca tentang

gambar yang disediakan. Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, kemampuan membaca permulaan dapat dilakukan dengan kegiatan menyebut dan menunjuk simbol-simbol huruf, menyebutkan nama-nama benda yang memiliki suara huruf awal sama, mengelompokkan kata-kata yang sejenis atau sama, dan bercerita tentang gambar yang disediakan.

Berdasarkan teori membaca permulaan dapat disimpulkan membaca permulaan merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan serta mengenal kata-kata dan gambar melalui kegiatan setiap hari dengan perkataan utuh, bermakna dan bahan yang diberikan menarik. Dalam penelitian ini membaca permulaan adalah kemampuan anak untuk dapat menyebut dan menunjuk 20 huruf, mengeja tulisan yang memiliki suara huruf awal sama pada 4


(35)

kata bergambar, membaca dan mengelompokkan 4 kata/tulisan dan bercerita/membaca 4 gambar yang disediakan.

3. Tahap-tahap Perkembangan Membaca Permulaan Anak TK B

Berdasarkan beberapa penelitian (Goodman dkk, dalam Nurbiana Dhieni, 2009: 3.17) bahwa perkembangan membaca awal merupakan proses interaktif anak sebagai peserta aktif. Adapun perkembangan membaca anak berlangsung dalam beberapa tahapan yaitu: a) tahap fantasi (magical stage). Pada tahap ini, anak mempunyai minat membaca dengan cara membolak-balikan buku, melihat sambil menunjukkan gambar yang terdapat pada buku. b) tahap pembantukan konsep diri (self concept stage). Pada tahap ini anak memandang dirinya sebagai pembaca yang terlibat dalam membaca, anak terlihat membaca walaupun hanya berpura-pura sambil menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan tulisannya. c) tahap membaca gambar (bridging reading stage). Pada tahap ini anak mulai memahami isi pesan dalam sebuah gambar menggunakan bahasa anak sendiri. Kata-kata yang diungkapkan berhubungan dengan dirinya dan menggunakan kata yang pernah ditemui sebelumnya. d) tahap pengenalan bacaaan (take off reader stage). Kemampuan anak pada tahap ini telah meggunakan tiga system isyarat yaitu graphoponik, semantik dan sintaksis. Anak tertarik pada bacaan sederhana, membaca tanda-tanda di lingkungan sekitarnya, serta membaca tanda lainnya. e) tahap membaca lancar (independent reader stage). Anak pada tahap ini sudah mamapu membaca tulisan pada sebuah buku dengan baik.


(36)

Tahap perkembangan membaca permulaan terdiri dari 5 bagian yaitu tahap fantasi, pembentukan konsep diri, membaca gambar, pengenalan bacaan, dan membaca lancar.

4. Tujuan Membaca Permulaan Anak TK B

Tujuan membaca sangat bermacam-macam sesuai dengan situasi dan kondisi pembaca. Bromley (Nurbiana Dhieni, 2009: 1.21) menyebutkan lima macam fungsi bahasa sebagai berikut; a) bahasa dapat menjelaskan suatu keinginan dan kebutuhan individu, b) bahasa dapat mengubah dan mengontrol perilaku, c) bahasa membantu perkembangan kognitif, d) bahasa membantu mempererat interaksi dengan orang lain, e) bahasa mengekpresikan keunikan individu.

Menurut Nurbiana Dhieni (2009: 5.8) secara umum tujuan membaca dapat dibedakan sebagai berikut; a) mendapatkan informasi yang mencakup informasi tentang fakta dan kejadian sehari-hari sampai informasi tingkat tinggi tentang teori-teori serta penemuan dan temuan ilmiah canggih, b) meningkatkan citra diri sehingga memberikan nilai positif terhadap diri pembaca, c) melepaskan diri dari kenyataan, misalnya pada saat jenuh, sedih, bahkan putus asa, d) mendapatkan kesenangan atau hiburan bagi pembaca, e) sekedar mengisi waktu senggang, f) mencari nilai-nilai keindahan atau pengalaman estetis dan nilai-nilai kehidupan lainnya, g) membaca untuk belajar bagi anak-anak.

Hampir sama denga pendapat Blanton, dkk. dan Irwin (Farida Rahim, 2009: 11) tujuan membaca bagi anak yaitu; a) kesenangan, b) menyempurnakan membaca nyaring, c) menggunakan strategi tertentu, d) memperbaharui


(37)

pengetahuannya tentang suatu topik, e) mengaitkan informasi untuk laporan lisan maupun tertulis, f) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, g) menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks, h) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca permulaan adalah anak dapat berkomunikasi dengan orang lain dan mendapatkan informasi tentang apa yang di berikan oleh guru, orang tua, buku dan sebagainya.

5. Manfaat Membaca Permulaan Anak TK B

Manfaat membaca pada umumnya adalah seseorang akan memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang akan semakin meningkatkan kecerdasan sehingga anak lebih mampu menjawab tantangan hidup pada masa-masa mendatang (Farida Rahim, 2009: 1). Sedangkan Steinberg (Nurbiana Dhieni, 2009: 5.3) mengemukakan bahwa terdapat empat keuntungan mengajar anak membaca dini dilihat dari segi proses belajar mengajar yaitu; a) memenuhi rasa ingin tahu anak, b) situasi akrab dan informal di rumah dan di sekolah merupakan faktor yang kondusif untuk belajar membaca, c) dapat mempelajari sesuatu dengan mudah dan cepat karena anak mudah terkesan dan dapat diatur, d) memberikan rasa terkesan dari hal yang diperolehnya.

Pendapat di atas didukung oleh Leonhardt (Nurbiana Dhieni, 2009: 5.4) bahwa membaca sangat penting diberikan pada anak karena dapat mempengaruhi kebahasaan yang lebih tinggi. Mereka akan berbicara dan belajar memahami gagasan secara lebih baik. Sehingga pengembangan membaca pada anak TK dapat


(38)

dilaksanakan selama dalam batas-batas aturan praskolastik dan sesuai dengan karakteristik anak.

Manfaat membaca permulaan dirangkum dari beberapa para ahli adalah membaca dapat menambah wawasan dan meningkatkan kebahasaan.

C. Pendekatan Whole language

1. Pengertian Pendekatan Whole language

Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang menyajikan pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak terpisah-pisah ( Agus Santosa, 2004; 1). Para ahli whole language berkeyakinan bahwa bahasa merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah-pisah (Rigg dalam Agus Santosa, 2004; 1). Oleh karena itu pembelajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti bunyi huruf, bentuk huruf, kosa kata, dan pola kalimat disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi yang nyata.

Anak usia dini (0-6 tahun) perlunya pendidikan yang didalamnya terdapat stimulasi bahasa tulis, yang merupakan upaya untuk membantu anak usia dini agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya (Duhn & Kontos, 1977). Stimulasi dilakukan secara tepat dan aman melalui pendekatan whole languange yang berkaitan dengan bahasa, kurikulum, pembelajaran, pengajaran, dan komunitas. Whole languange adalah satu pendekatan pengajaran bahasa yang menyajikan pengajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah–pisah. Goodman (Tadkiroatun Musfiroh, 2009: 18) menuliskan beberapa ide utama whole language dalam bukunya adalah ; a) literasi berkembang dari utuh ke bagian secara fungsional, bermakna, relevan, dengan penggunaan bahasa, b)


(39)

pembaca mengkonstruk makna selama membaca, menggambarkan latar belakang pembelajaran dan pengalaman mereka, c) pembaca memprediksi, menyeleksi, mengkonfirmasi, dan mengoreksi sendiri begitu mereka memaknai tulisan, d) tiga sistem bahasa berinterakssi dalam bahasa tulis : grafofonemik (bunyi dan bentuk huruf), sintaksis (pola kalimat), dan semantik (makna). Ketiganya bekerja bersama dan tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran, e) pemahaman makna selalu menjadi tujuan semua pembaca.

Kesimpulan yang diperoleh dari penjelasan di atas yaitu pendekatan whole laguange adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang menyajikan pembelajaran secara utuh antara bunyi huruf, bentuk huruf, kosa kata, dan pola kalimat dalam situasi yang nyata dan bermakna.

2. Tahapan Pendekatan Whole language

Tahapan membaca dalam pendekatan whole language adalah; a) membaca adalah dengan melihat tulisan dan memprediksi artinya, b) memastikan arti tulisan yang diprediksi sebelumnya sehingga diperoleh keputusan untuk melanjutkan bacaan berikutnya meskipun terdapat kemungkinan kesalahan dalam memprediksi, c) mengintegrasikan informasi baru dengan pengalaman sebelumnya (Nurbiana Dhieni, 2009: 3.17).

Berkaitan dengan pendapat ahli Raines dan Canad (Nurbiana Dhieni, 2009: 3.17) bahwa proses membaca bukanlah kegiatan menterjemahkan kata demi kata untuk memahami arti yang terdapat dalam bacaan. Namun kegiatan membaca merupakan suatu proses mengkonstruksi arti dimana terdapat interaksi antara tulisan dengan yang dibaca anak dengan pengalaman yang pernah diperoleh anak.


(40)

3. Prinsip Pendekatan Whole language

Pendekatan whole language didasari oleh paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa anak membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran aktifnya dalam belajar secara utuh (whole) dan terpadu (integrated) (Santosa, 2004: 2.3). Anak termotivasi untuk belajar jika anak mengetahui apa yang dipelajarinya itu diperlukan oleh anak tersebut. Guru berkewajiban untuk menyediakan lingkungan yang menunjang untuk siswa agar dapat belajar dengan baik. Fungsi guru dalam kelas whole language berubah dari desminator informasi menjadi fasilitator (Lamme & Hysmith dalam Agus Wuryanto, 1993: 1). Eisele dalam Hariyanto (2012: 3) menyatakan bahwa :

Prinsip-prinsip pendekatan whole language sebagai berikut: a) anak tumbuh dan belajar lebih siap ketika anak secara aktif untuk belajar sendiri. b) strategi dan kemahiran mereka pada proses kompleks seperti membaca dan menulis perlu difasilitasi dengan baik oleh guru serta didukung secara psikologi. c) untuk membangun munculnya kemampuan membaca dan menulis, anak perlu mencoba untuk meniru strategi orang tua atau guru. d) pengajaran dengan whole language didasarkan pada pengamatan bahwa banyak yang dipelajari pada diri anak, sehingga guru perlu memberikan kesempatan dan mendorong ke dalam proses belajar. e) pembelajaran dengan whole language merangsang anak untuk belajar secara mandiri. Tugas guru memberikan bimbingan kepada anak. f) guru dan anak bersama-sama belajar dan mengambil resiko serta mengambil keputusan berbersama-sama dalam belajar. g) guru mengenalkan interaksi sosial dengan anak, berdiskusi, berbagi ide, bekerja sama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam belajar. h) guru memberikan materi kepada siswa berupa tes agar mampu membedakan kemampuan mana yang belum optimal serta mendorong siswa untuk menemukan dan mengkritik kelemahan sendiri. i) penilaian disatukan dengan pembelajaran. j) guru membangun dan mengembangkan jenis tingkah laku serta sikap yang diperlukan dalam kemajuan belajar anak.

Dari uraian di atas peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa pendekatan whole language merupakan sebuah pendekatan di mana terdapat 10 prinsip


(41)

berbahasa yang saling berhubungan disaat pembelajaran berlangsung sehingga dapat mencapai tujuan secara optimal.

4. Komponen-komponen Pendekatan Whole language

Teuku Alamsyah dalam Hariyanto (2012:3) menjelaskan bahwa ada delapan komponen whole language, yaitu: (a) reading aloud, (b) journal writing, (c) sustained silent reading, (d) shared reading, (e) guided writing, (f) guided reading, (g) independent reading, dan (h) independent writing. Berikut ini penjelasan masing-masing komponen :

a. Reading Aloud (membaca bersuara)

Reading aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru untuk anak muridnya. Guru dapat membacakan buku cerita dengan suara nyaring dan intonasi yang Mampu sehingga anak dapat mendengarkan dan menikmati ceritanya. Kegiatan ini dapat memberikan contoh membaca yang Mampu serta memberikan motivasi kepada anak. Selain itu membaca bersuara dapat meningkatkan keterampilan menyimak, membaca pemahaman, memperkaya kosakata dan menumbuhkan minat baca pada anak.

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun) yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58 Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;

Tabel 2. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun

Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator

IV.Bahasa

- Menerima Bahasa

- Mengulang kalimat yang lebih kompleks.

- Mengulang kalimat yang telah di dengar dengan bersuara.


(42)

Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam mengulang kalimat yang lebih kompleks dengan mengulang kalimat yang telah di dengar. Dalam penelitian ini membaca bersuara adalah kemampuan anak mengulang cerita/kalimat yang di dengar dengan suara lantang dan lancar.

b. Jurnal Writing (menulis jurnal)

Journal writing atau menulis jurnal merupakan sarana yang aman bagi anak untuk mengungkapkan perasaannya, menceritakan kejadian di sekitanya, mengutarakan hasil belajarnya, dan menggunakan bahasa dalam bentuk tulisan. Dalam kelas rendah mengungkapkan perasaan dengan cara menggambar disertai dengan menulis. Manfaat menulis jurnal yaitu meningkatkan kemampuan menulis, membaca, menumbuhkan keberanian menghadapi resiko, sarana bereksplorasi, membuat refleksi, menulis pengalaman/perasaan pribadi, meningkatkan kemampuan berfikir, meningkatkan kesadaran dalam peraturan menulis, alat evaluasi dan menjadi dokumen tertulis. Uraian di atas mengimplikasikan besarnya pengaruh dan manfaat menulis jurnal jika diterapkan di dalam kelas. Kemampuan bahasa berkaitan dengan kemampuan fisik terutama fisik motorik halus.

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun) yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58 Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;


(43)

Tabel 3. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun

Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator

IV. Bahasa

- Mengungkapkan Bahasa

- Memilih lebih banyak kata-kata untuk mengekspresikan ide pada orang lain.

- Mau mengungkapkan pendapatnya melalui membuat gambar sesuai gagasan.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam memilih lebih banyak kata-kata untuk mengekspresikan ide pada orang lain dengan mau mengungkapkan pendapatnya melalui membuat gambar sesuai gagasannya. Dalam penelitian ini menulis jurnal adalah kemampuan anak mengungkapkan 4 gagasan melalui membuat gambar dan tulisan.

c. SSR (Sustained Silent Reading)

Sustained Silent Reading (SSR). SSR adalah kegiatan membaca dalam hati yang dilakukan oleh anak. Dalam kegiatan ini anak diberi kesempatan untuk memilih sendiri buku atau materi yang akan dibacanya. Oleh karena itu, guru dapat menyediakan buku bacaan sesuai dengan usia anak dan buku menarik

Guru dapat memberikan contoh sikap membaca dalam hati yang baik sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan membaca dalam hati untuk waktu yang kurang lama. Pesan yang ingin disampaikan kepada anak melalui kegiatan ini adalah sebagai berikut; 1) membaca adalah kegiatan penting yang menyenangkan, 2) membaca dapat dilakukan oleh siapapun, 3) membaca berarti berkomunikasi dengan pengarang buku tersebut, 4) anak dapat membaca dan berkonsentrasi pada bacaannya dalam waktu yang kurang lama, 5) guru percaya bahwa anak memahami apa yang mereka baca, 6) anak dapat berbagi pengetahuan yang menarik dari materi yang dibacanya setelah kegiatan SSR berakhir.


(44)

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun) yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58 Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;

Tabel 4. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun

Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator

IV. Bahasa

- Mengungkapkan Bahasa.

- Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca.

- Bercerita tentang gambar yang disediakan atau dibuat sendiri.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca dengan bercerita tentang gambar yang disediakan atau dibuat sendiri. Dalam penelitian ini membaca di dalam hati adalah kemampuan anak berkomunikasi melalui 4 simbol gambar dan tulisan dalam kegiatan membaca di dalam hati. d. Shared Reading (membaca bersama)

Shared reading ini adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan anak, di mana setiap orang mempunyai buku yang sedang dibacanya. Kegiatan ini dapat dilakukan di semua kelas. Ada beberapa cara melakukan kegiatan membaca bersama antara guru dan anak adalah; 1) guru membaca dan anak mengikutinya (untuk kelas rendah), 2) guru membaca dan anak menyimak sambil melihat bacaan yang tertera pada buku, 3) anak membaca bergiliran.

Kegiatan membaca bersama antara guru dan anak mempunyai maksud yaitu; 1) sambil melihat tulisan, anak berkesempatan untuk memperhatikan guru membaca sebagai model, 2) memberikan kesempatan untuk memperlihatkan


(45)

ketrampilan membacanya, 3) anak yang masih kurang terampil dalam membaca mendapat contoh membaca yang benar.

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun) yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58 Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;

Tabel 5. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun

Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator

IV. Bahasa - Keaksaraan.

- Memahamai hubungan antara bunyi dan bentuk huruf.

- Membaca buku cerita bergambar yang memilih kalimat sederhana dengan menunjuk beberapa kata yang dikenal. Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf dengan membaca buku cerita bergambar yang memiliki kalimat sederhana dengan menunjuk beberapa kata yang dikenal. Dalam penelitian ini membaca bersama adalah kemampuan anak membaca buku cerita bergambar bersama dengan menunjuk 4 kata.

e. Guided Reading (membaca terbimbing)

Guided reading tidak seperti pada shared reading, guru lebih berperan sebagai model dalammembaca. Membaca terbimbing guru menjadi pengamatdan fasilitator. Manfaat nya anak mendapatkan pemahaman dengan apa yang dibaca. Kegiatan membaca terbimbing semua anak membaca dan mendiskusikan isi bacaan. Guru memberikan pertanyaan kepada anak diharapkan anak mampu menjawab.


(46)

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun) yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58 Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;

Tabel 6. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun

Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator

IV. Bahasa - Keaksaraan.

- Memahamai hubungan antara bunyi dan bentuk huruf.

- Membaca gambar yang memiliki kalimat S+P+O+K secara sederhana.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf dengan membaca gambar yang memiliki kalimat S+P+O+K secara sederhana. Dalam penelitian ini membaca terbimbing adalah kemampuan anak membaca gambar yang memiliki kalimat S+P+O+K dengan mandiri.

f. Guided Writing (menulis terbimbing)

Guided writing atau menulis terbimbing. Seperti dalam membaca terbimbing, dalam menulis terbimbing peran guru adalah sebagai fasilitator, yaitu membantu anak menemukan hal yang ingin ditulisnya dengan jelas, sistematis, dan menarik. Guru bertindak sebagai pendorong bukan pengatur, sebagai pemberi saran bukan pemberi petunjuk. Kegiatan menulis anak dapat memilih topik, membuat draf, memperbaiki, dan mengedit tulisan.

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun) yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58 Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;


(47)

Tabel 7. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun

Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator

IV.Bahasa - Keaksaraan

- Menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal.

- Menyebutkan coretan (tulisan huruf) tentang cerita/gambar yang dibuatnya

Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal dengan meniru menyebutkan coretan (tulisan huruf) tentang cerita/gambar yang dibuatnya. Dalam penelitian ini menulis terbimbing adalah kemampuan anak membuat 4 coretan/tulisan yang dibuatnya sendiri.

g. Independent Reading (membaca bebas)

Independent reading atau membaca bebas adalah kegiatan membaca yang memberikan kesempatan kepada anak untuk menentukan sendiri materi yang ingin dibacanya. Membaca bebas merupakan bagian integral dari whole language. Kegiatan membaca bebas anak bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga peran guru berubah dari seorang pemrakarsa, model, dan pemberi tuntunan menjadi seorang pengamat, fasilitator, dan pemberi respon.

Menurut penelitian yang dilakukan Anderson, dkk dalam Hariyanto (2012:20) membaca bebas yang diberikan secara rutin walaupun hanya 10 menit sehari dapat meningkatkan kemampuan membaca para anak. Jika menerapkan independent reading, Guru sebaiknya menyiapkan bacaan yang diperlukan untuk anak muridnya. Bacaan tersebut dapat berupa fiksi atau nonfiksi. Inti dari independent reading adalah membantu anak meningkatkan pemahamannya, mengembangkan kosakata, melancarkan membaca, dan secara keseluruhan memfasilitasi membaca.


(48)

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun) yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58 Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;

Tabel 8. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun

Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator

IV. Bahasa - Keaksaraan

- Memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf.

- Menceritakan isi buku walaupun tidak sama tulisan dengan apa yang diungkapkannya. Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf dengan menceritakan isi buku walaupun tidak sama tulisan dengan apa yang diungkapkannya. Dalam penelitian ini membaca bebas adalah kemampuan anak membaca secara bebas 4 gambar.

h. Independent writing (menulis bebas)

Independent writing atau menulis bebas bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam menulis. Dalam menulis bebas anak mempunyai kesempatan untuk menulis tanpa ada interfensi dari guru. Anak bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses menulis.

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun) yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58 Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;

Tabel 9. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun

Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator

IV. Bahasa

- Kengungkapkan Bahasa

- Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (S+P+O+K)

- Membuat kalimat sederhana.


(49)

Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (S+P+O+K) dengan membuat kalimat sederhana. Dalam penelitian ini menulis bebas adalah kemampuan anak menulis kalimat bebas secara sederhana dalam struktur lengkap (S+P+O+K).

Dari uraian di atas dapat disimpulan bahwa komponen whole language ada delapan, dari kedelapan komponen tersebut di dalam pembelajaran saling berhubungan dan saling mendukung. Dalam penelitian ini pendekatan whole language yang diterapkan pada keseluruhan aspek/variabel dalam 8 komponen pendekatan whole language yaitu meliputi (1) reading aloud, (2) journal writing, (3) sustained silent reading, (4) shared reading, (5) guided writing, (6) guided reading, (7) independent reading, dan (8) independent writing.

5. Ciri-ciri Kelas Pendekatan Whole language

Teuku Alamsyah dalam Hariyanto (2012:8) mendeskripsikan ada tujuh ciri yang menandakan kelas whole language.

a) Pertama, kelas yang menerapkan whole language penuh dengan barang cetakan. Salah satu sudut kelas diubah menjadi perpustakan yang dilengkapi berbagai jenis buku (tidak hanya buku teks), majalah, koran, kamus, buku pentunjuk dan berbagai barang cetak lainnya. Semua ini disusun dengan rapi berdasarkan pengarang atau jenisnya sehingga memudahkan siswa memilih. b) Kedua, dalam kelas whole language anak belajar melalui model atau contoh. Guru dan anak bersama-sama melakukan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Over head projector (OHP) dan transparasi digunakan untuk


(50)

memperagakan proses menulis. Siswa mendengarkan cerita melalui tape recorder untuk mendapatkan contoh membaca yang benar.

c) Ketiga, dalam kelas whole language anak bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya. Agar anak dapat belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya, di kelas disediakan buku dan materi yang menunjang. d) Keempat, kelas whole language anak berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran. Peran guru di kelas whole language hanya sebagai fasilitator dan anak mengambil alih beberapa tanggung jawab yang biasanya dilakukan oleh guru. Anak membuat kumpulan kata word bank, menjaga kebersihan dan kerapian kelas. e) Kelima, kelas whole language anak terlibat secara aktif dalam pembelajaran bermakna. Anak secara aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang membantu mengembangkan rasa tanggung jawab dan tidak tergantung. Anak terlibat dalam kegiatan kelompok kecil atau kegiatan individual.

f) Keenam, kelas whole language anak berani mengambil risiko dan bebas bereksperimen. Guru di kelas whole language menyediakan kegiatan belajar dalam berbagai kemampuan sehingga semua anak dapat berhasil. Hasil tulisan anak dipajang tanpa ada tanda koreksi. Contoh hasil kerja setiap anak terpampang di seputar ruang kelas. Siswa diberikan motivasi untuk melakukan yang terbaik. Namun, guru tidak mengharapkan kesempurnaan namun respon atau jawaban yang diberikan siswa dapat diterima. g) Ketujuh, kelas whole language mendapat balikan (feed back) positif baik dari guru maupun temannya. Ciri kelas whole language adalah pemberian feed back dengan segera. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya diri. Anak berperan aktif dalam pembelajaran. Guru


(51)

sebagai fasilitator, guru berkeliling kelas mengamati dan mencatat kegiatan anak. Dalam hal ini guru menilai anak secara informal.

6. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Whole language a. Kelebihan dari Pendekatan Whole language

Beberapa kelebihan dari pendekatan whole language; pertama, pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau otentik (Puji Santoso dalam Hariyanto, 2012: 8). Kedua, dalam kelas whole language siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Guru sebagai fasilitator dalam menyediakan bahan yang digunakan anak kemudian guru berkeliling kelas mengamati dan mencatat kegiatan siswa. Dalam hal ini guru menilai siswa secara informal (Teuku Alamsyah dalam Hariyanto, 2012: 8). Ketiga, pendekatan whole language secara spesifik mengarah pada pembelajaran bahasa Indonesia. Namun, dapat digunakan dalam pembelajaran yang lainnyua karena pada dasarnya setiap mata pelajaran memiliki keterkaitan dan saling melengkapi (Teuku Alamsyah dalam Hariyanto, 2012: 8).

b. Kekurangan dari Pendekatan Whole language

Kekurangan dari pendekatan whole language adalah perubahan kelas whole language memerlukan waktu yang cukup lama karena perubahan harus dilakukan dengan hati-hati dan perlahan agar menghasilkan kelas whole language yang diinginkan (Anderson dalam Hariyanto, 2012: 8). Kedua, dalam penerapan whole language guru harus memahami dulu komponen-komponen whole language agar


(52)

pembelajaran dapat dilakukan secara maksimal (Puji Santoso dalam Hariyanto, 2012: 8).

D. Kerangka Berpikir

Bahasa dapat digunakan untuk berkomunikasi, memperoleh informasi, serta mendapatkan pengetahuan dalam berbagai hal. Keterampilan bahasa dibagi menjadi 4 bagian yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keterampilan membaca permulaan merupakan keterampilan bahasa tulis yang bersifat reseptif di usia dini. Keterampilan membaca permulaan sangatlah penting di stimulasikan kepada anak-anak agar anak dapat berkomunikasi aktif dan mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak.

Kenyataan di lapangan berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti di TK Pedagogia kelompok B1 adalah kegiatan membaca pada anak menggunakan buku bacaan yang banyak kalimat, terdapat anak yang belum dapat melafalkan huruf dan mengucapkan rangkaian huruf pada kata dan belum disertai gambar yang menarik serta banyak anak yang pasif, sehingga keterampilan membaca belum optimal dan kebermaknaan membaca belum di peroleh anak. Hal tersebut menjadi faktor penghambat dalam keterampilan membaca permulaan.

Berdasarkan permaasalahan di atas, maka perlu ditingkatkan keterampilan membaca anak melalui pendekatan whole language sesuai dengan karakteristik anak usia dini. Salah satu media pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan membaca permulaan adalah buku cerita bergambar. Kelas juga dipersiapkan untuk penerapan pendekatan whole language. Misalnya dengan mempersiapkan barang cetakan, buku dengan berbagai jenis isi (gambar, gambar


(53)

dengan tulisan, gambar dengan kalimat) dan materi sesuai dengan tema pembelajaran. Dalam pembelajaran guru menggunakan pendekatan whole language yang terdiri dari 8 komponen yaitu : (a) reading aloud (membaca bersuara), (b) journal writing (menulis jurnal), (c) sustained silent reading (membaca di dalam hati), (d) shared reading (membaca bersama), (e) guided writing (membaca terbimbing), (f) guided reading (menulis terbimbing), (g) independent reading (membaca bebas), dan (h) independent writing (menulis bebas). Dengan pendekatan whole language keterampilan membaca permulaan anak dan aspek perkembangan anak yang lain di TK Pedagogia dapat ditingkatkan secara optimal.

Para ahli berpendapat bahwa pendekatan whole language dapat mengembangkan keterampilan membaca permulaan anak, maka peneliti ingin membuktikan kebenaran tersebut dengan membaca buku cerita bergambar dan mempersiapkan kelas whole language. Disini peneliti mengungkapkan pendekatan whole language serta membaca buku cerita bergambar dapat meningkatkan keterampilan membaca permulaan pada anak TK kelompok B1. Peneliti juga mengungkapkan apakah ada antara pengaruhnya pendekatan whole language membaca buku cerita bergambar dengan keterampilan membaca permulaan TK kelompok B1 dan aspek perkembangan anak yang lain. Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas maka dirumuskan sebagai berikut:


(54)

Gambar 1. Alur kerangka pikir meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language di TK kelompok B1.

E. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah “Keterampilan membaca permulaan dapat ditingkatkan melalui pendekatan whole language di TK kelompok B1 Pedagogia Yogyakarta”.

Keterampilan membaca permulaan dapat ditingkatkan melalui pendekatan whole language. Keterampilan membaca permulaan merupakan kemampuan dasar yang dimiliki anak untuk

memperoleh pengetahuan dan berkomunikasi.

Perlu peningkatan keterampilan membaca permulaan di TK kelompok B1 karena keterampilan membaca permulaan masih kurang. Anak belum mampu menyebut dan menunjuk simbol-simbol huruf, menyebut dan mengeja nama-nama benda yang mempunyai

suara huruf awal sama, mengelompokkan kata-kata yang sejenis/sama, dan bercerita/membaca tentang gambar yang disediakan.

Keterampilan membaca permulaan dilalukan melalui empat indikator yaitu menyebut dan menunjuk simbol-simbol, menyebut dan mengeja nama-nama benda yang mempunyai suara

huruf awal sama, mengelompokkan kata-kata yang sejenis/sama, dan bercerita/membaca tentang gambar yang disediakan.

Keterampilan membaca permulaan pada anak TK kelompok B1 dapat meningkat melalui pendekatan whole language.


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian yang digunakan untuk memperbaiki pembelajaran di kelas. Istilah dalam bahasa Inggris adalah Classroom Action Research (CAR). McNiff dalam Suharsimi Arikunto, dkk (2008:102) mengemukaan PTK sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh pendidik sendiri terhadap kurikulum, pengembangan sekolah, meningkatkan prestasi belajar, pengembangan keahlian mengajar, dan sebagainya. Peneliti dapat secara reflektif menganalisis, mensintesis terhadap apa yang telah dilakukan di kelas. Sehingga pendidik dapat memperbaiki praktik-praktik pembelajaran sehingga menjadi lebih efektif.

PTK merupakan salah satu cara yang strategis bagi pendidik untuk meningkatkan dan memperbaiki layanan pendidikan dalam konteks pembelajaran di kelas. McNiff menegaskan bahwa dasar utama bagi dilaksanakannya penelitian tindakan kelas adalah untuk perbaikan (Suharsimi Arikunto, dkk, 2008:106). Adapun tujuan PTK menurut Suyanto dkk dalam (Kasihani Kasbolah, 1999: 32) adalah:

1. Meningkatkan kualitas praktik pembelajaran disekolah, 2. Meningkatkan relevansi pendidikan,

3. Meningkatkan mutu hasil pendidikan, dan 4. Meningkatkan efisiensi pengelolaan pendidikan.


(56)

Penelitian yang dilakukan peniliti merupakan jenis penelitian tindakan kelas yang bertujuan meningkatkan pembelajaran pada anak dalam kelas terhadap keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language.

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah TK Pedagogia kelompok B1 usia 5-6 tahun yang berjumlah 19 anak yang terdiri dari sembilan anak laki-laki dan sepuluh anak perempuan di TK Pedagogia yang beralamat di Jalan Bantul No.60 Yogyakarta. Sedangkan objek yang akan diteliti adalah peningkatan keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language.

C. Tempat, Waktu, Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di TK Pedagogia kelompok B1 Yogyakarta yang berada di Kampus 3 UPP II di Jalan Bantul No.60 Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan April-Juli 2015 tahun pelajaran 2014-2015.

D. Desain Penelitian

Penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan peneliti memilih model penelitian yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1988). Model PTK yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart adalah menggunakan sistem spiral refleksi diri yang di mulai dengan rencana, tindakan, pelaksanaan, refleksi, perencanaan kembali merupakan dasar untuk suatu ancang-ancang pemecahan permasalahan (dalam Kasihani Kasbolah, 1999: 113). Penjabaran pelaksanaan


(57)

penelitian meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language dalam memahami ini mengadopsi model spiral dari Kemmis dan Mc Taggart dalam Sukardi (2004: 214) yang diaplikasikasan pada penelitian meningkatan keterampilan membaca permulaan di lapangan sebagai berikut:

Keterangan : Siklus I :

1. Perencanaan (plan)

2. Tindakan dan Pengamatan (act dan observe) 3. Refleksi (reflect)

Siklus II :

1. Perencanaan (plan)

2. Tindakan dan Pengamatan (act dan observe) 3. Refleksi (reflect)

Gambar 2. Kemmis and McTaggart’s (2000) Action Research Spiral


(58)

Penjelasan setiap langkah penelitian tindakan kelas model Kemmis dan Mc Taggart (Kashiani Kasbolah, 1999: 71-75) adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan

Perencanaan tindakan dalam PTK disusun untuk menguji secara empirik dari ketepatan hipotesis yang berarti suatu tindakan dilakukan agar terjadi perubahan ke arah yang diharapkan. Kegiatan ini untuk mengetahui tingkat efektivitas tindakan yang akan dilakukan. Sehingga tindakan yang dilakukan akan terjadi perubahan sesuai tujuan yang diharapkan.

Langkah-langkah pelaksanaan penelitian hendaknya direncanakan secara rinci karena dijadikan pegangan atau pedoman tindakan. Di samping mengidentifikasi aspek-aspek dan hasil proses pembelajaran, selain itu juga mengidentifikasi faktor pendukung maupun faktor penghambat pelaksanaan tindakan. Sehingga proses pelaksanaan tindakan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan harapan.

Pelaksanaan perencanaan pada penelitian ini meliputi kegiatan mengkoordinasikan dan pengamatan tentang pembelajaran yang akan dilaksanakan ketika penelitian meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language yang dilakukan oleh peneliti dan guru kelas TK kelompok B1. Setelah peneliti dan guru kelas menentukan tema pembelajaran, kemudian merumuskannya kedalam Rencana Kegiatan Harian (RKH). Peneliti menyiapakan instrumen pengamatan berupa hasil keterampilan membaca permulaan.


(59)

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan dilakukan kolaboratif yaitu peneliti non-guru sebagai peneliti bukan sebagai pelaku utama dan guru yang menjalankan fungsi ganda sebagai pengajar dan peneliti, sehingga peneliti non guru dan guru harus dapat bekerjasama sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan penelitian. Peneliti terlibat langsung dalam kegiatan selama proses pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan penelitian yang akan dilaksanakan yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

3. Pengamatan

Pengamatan adalah pengumpulan data atau informasi tentang proses berupa perubahan kinerja pembelajaran. Pengamatan dilakukan selama kegiatan berlangsung dengan menggunakan lembar observasi selama pembelajaran berlangsung. Pada pelakasanaan penelitian, peneliti mengamati keterampilan membaca buku cerita bergambar. Pengamatan dicatat sesuai unsur whole languge. Untuk mendukung catatan kemampuan anak, maka peneliti melakukan pendokumentasian berupa foto.

4. Refleksi

Kegiatan refleksi merupakan kegiatan analisis-sintesis, interpretasi dan eksplanasi (penjelasan) terhadap semua informasi yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian. Informasi yang terkumpul perlu diurai, dicari kaitan antara yang satu dengan yang lain. Refleksi merupakan bagian yang penting dalam memahami dan memberikan makna terhadap proses dan hasil (perubahan) yang terjadi sebagai


(60)

akibat adanya tindakan (intervensi) yang dilakukan. Kegiatan refleksi bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan peneliti dalam penelitian tindakan kelas.

Setelah peneliti melakukan pengamatan dan memperoleh data pengamatan, maka peneliti bersama guru melakukan refleksi untuk mengetahui kesulitan yang dialami atau dihadapi anak, sehingga didapatkan kesimpulan untuk melakukan tindak lanjut.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah menggunakan observasi dan dokumentasi. Pendapat tentang metode pengumpulan data ini juga di kemukaan oleh Rochiati Wiraatmadja (2006: 107) yaitu observasi partisipasi lengkap yang artinya dalam melakukan pengumpulan data, peneliti terlibat sepenuhnya dalam pembelajaran yang dilakukan sumber data.

1. Observasi

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan observasi. Lembar observasi ini merupakan suatu catatan perkembangan yang dilakukan oleh setiap anak berupa checklist dengan deskriptif keterampilan membaca permulaan dan tindakan whole language yang dicapai anak. Observasi dapat disebut dengan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap anak dengan dibantu oleh teman sejawat dengan cara melakukan pengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan saat pelaksanaan pembelajaran di kelas.


(61)

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan pengumpulan data yang dilakukan melaui gambar (foto) dan catatan. Sugiyono (2011: 240) menjelaskan bahwa dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang sebagai pelengkap penggunaan metode penelitian yang digunakan. Peneliti dalam melakukan penelitian mendokumentasikan berupa foto kegiatan pembelajaran dan hasil karya anak. F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas sehingga dapat melaksanakan dengan mudah dan hasil yang optimal oleh peneliti dalam pengumpulan data dapat sistematis dan mudah diolah (Suharsimi Arikunto, 2006: 160). Dalam penelitian ini menggunakan instrumen observasi yang dirancang peneliti untuk mengetahui keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language. Adapun kriteria membaca permulaan yang diamati adalah sebagai berikut: menyebut dan menunjuk simbol-simbol huruf, menyebutkan dan mengeja nama-nama benda yang mempunyai suara huruf awal sama, membaca dan mengelompokkan kata-kata yang sejenis/sama, serta mampu bercerita/membaca gambar yang disediakan. Kriteria pendekatan whole language yang diamati adalah sebagai berikut: membaca sambil bersuara (reading alound); menggambar dengan tulisan (journal writing) membaca di dalam hati (sustained silent reading); membaca bersama (shared reading); membaca terbimbing (guided reading), menulis terbimbing (guided writing); membaca bebas (independent reading); menulis bebas (independent writing).


(62)

Adapun instrumen dan rubrik yang digunakan dalam penelitian ini ada di dalam lampiran. (lampiran 3 hal 113)

G. Teknik Analisis Data

Data yang di dapat dari penelitian terlebih dahulu dianalisis untuk pembuatan laporan hasil penelitian dengan tujuan data yang diperoleh dapat digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang ada. Analisis data yang dilakukan untuk mengolah dan menginterpretasi data untuk memperoleh informasi yang bermakna dan jelas sesuai dengan tujuan penelitian dalam Wina Sanjaya (2010: 106-107). Dengan adanya analisis data maka dapat diketahui berapa besar peningkatan kualitas pembelajaran. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Wina Sanjaya (2010: 106) mengatakan bahwa analisis data kualitatif digunakan untuk menentukan peningkatan proses belajar khususnya berbagai tindakan yang dilakukan guru sedangkan analisis data kuantitatif digunakan untuk menentukan peningkatan hasil belajar anak sebagai pengaruh dari setiap tindakan yang dilakukan guru. Data yang akan dianalisis adalah data dari lembar observasi keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language.

Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti menggunakan teknik deskriptif kualitatif, dimana pengertiannya menurut Suharsimi Arikunto (2010: 269) menjelaskan bahwa analisis data deskriptif kualitatif yaitu sebagai berikut:


(1)

Gambar 26. Anak membaca buku cerita bergambar bersama teman (shared reading).

Gambar 27. Anak menulis bebas dengan meniru tulisan di suatu benda (guided writing).


(2)

Gambar 29. Anak membaca buku cerita bergambar saat istirahat di area persiapan dengan antusias.

Gambar 30. Anak menggambar dengan tulisan (journal writing).

Gambar 31. Anak menyebutkan dan mengeja nama-nama benda yang mempunyai suara huruf awal sama.


(3)

Gambar 32. Hasil karya anak menulis bebas dengan meniru tulisan di suatu benda (independent writing) pada pra siklus.

Gambar 33. Hasil karya anak menulis bebas dengan meniru tulisan di suatu benda (independent writing) pada siklus I.


(4)

Gambar 34. Hasil karya anak menulis bebas dengan meniru tulisan di suatu benda (independent writing) pada siklus II.

Gambar 35. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru (journal writing) pada tahap pra siklus.


(5)

Gambar 36. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru (journal writing) pada siklus I.

Gambar 37. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru (independent writing) pada siklus II


(6)

Gambar 38. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru (independent writing) pada siklus I.

Gambar 39. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru (independent writing) siklus II.