Ketika  tes  sakarin  menunjukkan  waktu  yang  mamanjang  atau  jika  dicuigai terdapat  abnormalitas  dari  silia,  lakukan  pemeriksaan  silia  secara  langsung
dengan  mengambil  sampel  menggunakan  cuuped  spatula  Rhinoprobe  dan amati  aktivitas  silia  di  bawah  mikroskop  dengan  sel  fotometrik.  Normalnya 12-
15 Hz pada konka inferior. c.
Mikroskop Elektron Jika  waktu  pembersihan  mukosiliar  dan  frekuensi  kecepatan  silia  abnormal,
sampel  diambil  dengan  spatula  atau  dengan  biopsi  langsung  untuk  diperiksa dengan  mikroskop  elektron  untuk  mendiagnosa kondisi-kondisi  seperti  primary
ciliary dyskinesia PCD. d.
Pengukuran Nitric Oxide Kadar  nitric  oxide  yang  terdapat  pada  udara  ekspirasi  hidung  dan  paru-paru
dapat  membantu  untuk  menentukan  fungsi  normal  mukosiliar.  Jika  terjadi inflamasi, maka akan terjadi peningkatan kadar nitric oxide Ballenger, 2003.
2.4. Polusi Udara
2.4.1.  Kandungan dalam Polusi Udara
Pencemaran  udara  adalah  adanya  bahan  polutan  di  atmosfer  yang  dalam konsentrasi  tertentu  akan  mengganggu  keseimbangan  dinamik  atmosfer  dan
mempunyai efek pada manusia dan lingkungannya Mukono, 2005. Penyebab  pencemaran  lingkungan  di  atmosfer  biasanya  berasal  dari
sumber kendaraan bermotor dan atau industri. Bahan pencemar yang dikeluarkan antara  lain  adalah  gas  NO2,  SO2,  SO3,  ozon,  CO,  HC,  dan  partikel  debu.  Gas
NO2, SO2, HC dan CO dapat dihasilkan dari proses pembakaran oleh mesin yang menggunakan bahan bakar yang berasal dari bahan fosil Mukono, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan  buletin  WHO  yang  dikutip  Holzworth    Cormick  1976, penentuan pencemar atau tidaknya udara suatu daerah berdasarkan parameter sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Parameter Pencemaran Udara No.
Parameter Udara bersih
Udara tercemar 1.
Bahan partikel 0,01-0,02 mgm
3
0,07- 0,7 mgm
3
2. SO
2
0,003-0,02 ppm 0,02- 2 ppm
3. CO
1 ppm 5- 200 ppm
4. NO
2
0,003- 0,02 ppm 0,02
– 0,1 ppm
5.
CO
2
310- 330 ppm 350
– 700 ppm
6. Hidrokarbon
1 ppm 1
– 20 ppm
Sumber : Buletin WHO dalam Mukono, 2005
2.4.2 Nilai Ambang Batas Polutan di Udara
Nilai  ambang  batas  adalah  kadar  tertinggi  suatu  zat  dalam  udara  yang diperkenankan,  sehingga  manusia  dan  makhluk  lainnya  tidak  mengalami
gangguan penyakit atau menderita karena zat tersebut Agusnar, 2008. Dalam  Peraturan  Pemerintah  Republik  Indonesia  Nomor  41  tahun  1999
tentang  pengendalian  pencemaran  udara  dijelaskan  mengenai  pengertian  baku mutu udara ambien, yaitu ukuran batas atau kadar zat, energi danatau komponen
yang  ada  atau  yang  seharusnya  ada  danatau  unsur  pencemar  yang  ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Baku mutu kadar debu dalam udara ambien
yang tercantum di dalam PP RI No. 41 tahun 1999 tersebut untuk PM10 Partikel 10 μm adalah 150 μgm
3
.
2.4.3 Dampak Polusi Udara Terhadap Hidung
Ketika  udara  masuk  ke  dalam  rongga  hidung,  udara  akan  disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama mukosa
inspirasi  yang  terdiri  dari  epitel  toraks  bertingkat,  bersilia  dan  bersel  goblet. Materi-materi  yang  terkandung  dalam  polutan  dapat  menyebabkan  perubahan
suasana  rongga  hidung  menjadi  asam  dalam  upaya  proteksi  terhadap  sumber-
Universitas Sumatera Utara
sumber  infeksi.  Perubahan  kadar  pH  menjadi  lebih  asam  ini  akan  mengganggu kerja dari silia-silia hidung, sebab frekuensi denyut silia bekerja optimal pada pH
normal, yaitu 7-9 Waguespack,1995. Selain  itu,  polutan-polutan  dalam  polusi  udara  dapat  merubah  komposisi
dari  sekret  hidung  sehingga  menyebabkan  kerusakan  epitel  dan  silia.  Kerusakan ini  akan  memperpanjang  waktu  transpor  mukosilia.  Hal  ini  akan  menyebabkan
gangguan  sistem  mukosiliar  dan  mengakibatkan  polutan  yang  tertangkap  oleh palut  lendir  akan  menembus  mukosa  hidung  dan  terjadilah  obstruksi.  Dari  sini
akan  muncul  keluhan-keluhan  pernafasan  lainnya  seperti  batuk,  sesak  napas, rhinitis  sehingga  menurunnkan  kualitas  hidup.  Jika  hal  ini  terjadi  terus  menerus
dalam  jangka  waktu  tertentu  akan  menyebabkan  rhinosinusitis  kronis  atau sinusitis kronik Mukono, 2008.
2.5. Kualitas Hidup