Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran rinosinusitis kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014 dengan
desain penelitian cross sectional study dan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data rekam medis pasien.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Juli 2015 hingga September 2015 yang bertempat di RSUP Haji Adam Malik Medan. Rumah sakit ini adalah milik
pemerintah dan merupakan rumah sakit tipe A. Rumah sakit ini juga berperan sebagai rumah sakit rujukan dari beberapa rumah sakit yang ada di kawasan
Sumatera.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita rinosinusitis kronik yang tercatat dalam rekam medis di RSUP Haji Adam Malik Medan pada periode
1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2014.
4.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah penderita rinosinusitis kronik yang berobat di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014. Pengambilan sampel
dilakukan secara total sampling, yaitu dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai subjek penelitian dengan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4.3.3. Kriteria Inklusi
Seluruh pasien yang didiagnosa rinosinusitis kronik mulai 1 januari 2014 sampai dengan 31 desember 2014.
Universitas Sumatera Utara
4.3.4. Kriteria eksklusi
Data rekam medis yang tidak lengkap.
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pencatatan data rekam medis pasien penderita
rinosinusitis kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014.
4.5. Pengolahan dan Analisa Data
Data yang diperoleh diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Data yang diperoleh di analisis secara statistik dengan bantuan program komputer.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medis yang berada di RSUP Haji Adam Malik Medan. Rumah sakit ini berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17
km. 12, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. RSUP Haji Adam Malik adalah rumah sakit milik pemerintah dan dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama
Pemerintah Daerah Prov. Sumatera Utara. RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No.
335MenkesSKVII1990. Sebagaimana predikat tersebut, rumah sakit ini telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang
kompeten, serta merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi provinsi Sumatera Utara, D.I. Aceh, Sumatera Barat, dan Riau.
Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan SK Menkes No. 502Menkes SKIX1991.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Jumlah kasus rinosinusitis kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014 tercatat sampel yang diambil sebanyak 105 penderita. Karakteristik
yang akan dinilai adalah berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, keluhan utama, lokasi sinus yang terkena, jenis sinus yang terlibat, faktor yang
mempengaruhi, dan jenis terapi yang diberikan. Berikut ini adalah tabel distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang akan dinilai.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Penderita Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Usia
No Usia
Frekuensi n Persentase
1. 2.
3. 4.
5. 0-15 tahun
16-30 tahun 31-45 tahun
46-60 tahun Diatas 60 tahun
11 24
40 22
8 10.5
22.9 38.1
21.0 7.6
Total 105
100 Berdasarkan tabel 5.1. didapati bahwa penderita rinosinusitis kronik yang
tertinggi terdapat pada kelompok usia 31-45 tahun yaitu sebanyak 40 orang 38,1, sedangkan yang terendah terdapat pada kelompok usia diatas 60 tahun
yaitu sebanyak 8 orang 7,6. Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Penderita Rinosinusitis Kronik Berdasarkan
Jenis Kelamin No
Jenis Kelamin Frekuensi n
Persentase 1.
2. Laki-laki
Perempuan 42
63 40.0
60.0 Total
105 100
Berdasarkan tabel 5.2. didapati bahwa penyakit rinosinusitis kronik lebih banyak diderita oleh perempuan yaitu 63 orang 60,0, sedangkan laki-laki sebanyak 42
orang 40,0
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Penderita Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Pekerjaan
No Pekerjaan
Frekuensi n Persentase
1. Ibu rumah tangga
13 12.4
2. Pesiunan
5 4.8
3. Tidak bekerja
3 2.9
4. Pelajar
15 14.3
5. Mahasiswa
3 2.9
6. Petani
16 15.2
7. Wiraswasta
29 27.6
8. PNSTNIPOLRI
15 14.3
9. Pegawai swata
3 2.9
10. Pekerja lepas
3 2.9
Total 105
100
Berdasarkan tabel 5.3. didapati bahwa penderita rinosinusitis kronik yang bekerja sebagai wiraswasta merupakan sampel terbanyak yaitu 29 orang 27,6,
sementara yang tidak bekerja, mahasiswa, pegawai swasta dan pekerja lepas masing-masing sebanyak 3 orang 2,9.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Penderita Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Keluhan Utama
No Keluhan Utama
Frekuensi n Persentase
1. Hidung tersumbat
76 72.4
2. Nyeri pipi
8 7.6
3. Sakit kepala
4 3.8
4. Epitaksis
4 3.8
5. Hidung berair
8 7.6
6. Post nasal drip
3 2.9
7. Bersin-bersin
1 1.0
8. Halitosis
1 1.0
Total 105
100 Berdasarkan tabel 5.4. didapati bahwa yang menjadi keluhan utama paling sering
penderita rinosinusitis kronik adalah hidung tersumbat yaitu sebanyak 76 orang 72,4, diikuti dengan keluhan nyeri tekan pada wajah. Keluhan utama yang
paling sedikit adalah bersin-bersin dan halitosis masing-masing sebanyak 1 orang 1,0.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Penderita Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Lokasi Sinus yang Terkena
No Sinus yang Terkena
Frekuensi n Persentase
1. Maksilaris
56 53.3
2. maksilais, etmoidalis dan frontalis
5 4.8
3. maksilaris, etmoidalis, frontalis dan
spenoidalis 10
9.5 4.
maksilaris, frontalis dan spenoidalis 1
1.0 5.
Etmoidalis 1
1.0 6.
Frontalis 1
1.0 7.
maksilaris dan etmoidalis 22
21.0 8.
maksilaris dan spenoidalis 3
2.9 9.
maksilaris dan frontalis 4
3.8 10.
etmoidalis dan spenoidalis 1
1.0 11.
etmoidalis dan frontalis 1
1.0 Total
105 100
Berdasarkan tabel 5.5. didapati bahwa pada penderita rinosinusitis kronik, sinus yang paling sering terkena adalah sinus maksilaris yaitu sebanyak 56 orang
53,3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Penderita Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Jenis Sinus yang Terlibat
No Jenis Sinus yang Terlibat
Frekuensi n Persentase
1. Singel
57 54.3
2. Multisinus
38 36.2
3. Pansinusitis
10 9.5
Total 105
100
Pada tabel 5.6. didapati bahwa pada penderita rinosinusitis kronik, jenis sinus yang terlibat paling sering adalah singel rinosinusitis yaitu sebanyak 57 orang
54,3, dan yang paling jarang terkena adalah pansinusitis yaitu sebanyak 10 orang 9,5.
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Penderita Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Faktor yang Mempengaruhi
No Faktor yang Mempengaruhi
Frekuensi n Persentase
1. Alergi
31 29.5
2. Deviasi Septum
21 20.0
3. Polip
27 25.7
4. Hipertropi Konka
18 17.1
5. Infeksi Gigi
8 7.6
Total 105
100
Berdasarkan tabel 5.7. didapati bahwa faktor yang mempengaruhi yang paling banyak adalah alergi yaitu sebanyak 31 orang 29,5, sementara itu faktor yang
paling sedikit adalah infeksi gigi sebanyak 8 orang 7,6.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Penderita Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Jenis Terapi yang Diberikan
No Jenis Terapi
Frekuensi n Persentase
1. Medikamentosa
83 79.0
2. Operasi
22 21.0
Total 105
100
Berdasarkan tabel 5.8. didapati bahwa pada penderita rinosinusitis kronik yang menjadi jenis terapi yang paling sering adalah terapi medikamentosa yaitu
sebanyak 83 orang 79,0, sedangkan tindakan operasi sebanyak 22 orang 21,0.
Universitas Sumatera Utara
5.2. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di RSUP H Adam Malik dengan menggunakan data sekunder yang didapat dari data rekam medis penderita
rinosinusitis kronik 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun 2014, diperoleh data mengenai gambaran kasus penderita yang dijabarkan sebagai berikut.
Berdasarkan tabel 5.1 dijelaskan bahwa penderita rinosinusitis kronik yang paling banyak berada pada rentang usia 31-45 tahun yaitu sebanyak 40 orang
38,1. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Multazar 2011 di RSUP. Haji Adam Malik Medan bahwa proporsi tertinggi penderita
rinosinusitis adalah kelompok usia 20-50 tahun. Menurut Fokkens 2012 dalam penelitiannya menyatakan bahwa
prevalensi rinosinusitis kronik meningkat seiring pertambahan usia, sementara itu setelah usia 60 tahun, prevalensi menurun menjadi 4,7. Desrosiers 2011 dalam
penelitiannya menyatakan angka kejadian rinosinusitis kronik meningkat pada usia ≥12 tahun dan bertambah banyak dengan pertambahan usia. Halawi 2013
menyebutkan bahwa rinosinusitis kronik biasa terjadi pada usia 18-64 tahun. Dari data di atas diketahui bahwa kejadian rinosinusitis kronik lebih
banyak mengenai kelompok usia dewasa. Hal ini mungkin dikarenakan usia dewasa lebih aktif beraktivitas di luar rumah sehingga lebih sering terpapar
alergen atau polutan, juga seiring dengan perubahan gaya hidup dan pola makan Multazar, 2011.
Berdasarkan tabel 5.2. dijelaskan bahwa penyakit rinosinusitis kronik lebih sering diderita oleh perempuan dengan jumlah 63 orang 60,0,
berbanding dengan laki-laki 42 orang 40,0. Hasil ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, bahwa perempuan lebih banyak mengalami
rinosinusitis kronik daripada laki-laki. Penelitian yang dilakukan Multazar 2011 menyatakan proporsi penderita
rinosinusitis kronik lebih banyak dijumpai pada jenis kelamin perempuan sebanyak 57,09, sedangkan laki-laki 42,9.
Secara umum penderita perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki kemungkinan karena perempuan lebih peduli dengan keluhan sakit sehingga
Universitas Sumatera Utara
perempuan lebih banyak dan lebih cepat berobat ke rumah sakit. Sementara itu menurut Fokkens 2012, terdapat efek hormonal pada perempuan dari estrogen,
progesteron, dan placental growth hormon pada mukosa nasal dan pembuluh darah yang mungkin berpengaruh terhadap terjadinya rinosinusitis kronik. Oleh
sebab itu, penderita rinosinusitis pada penelitian ini lebih banyak berjenis kelamin perempuan.
Berdasarkan tabel 5.3. pekerjaan yang paling banyak terdapat pada penderita rinosinusitis kronik yaitu pekerjaan sebagai wiraswasta yang berjumlah
29 orang 27,6. Menurut Pujiwati 2006 dalam Multazar 2011, yang melakukan penelitian terhadap 80 orang pekerja, didapatkan yang menderita
rinosinusitis kronik akibat kerja sebanyak 35 orang 43,8. Tingginya angka kejadian rinosinusitis kronik yang ditemukan pada
wiraswasta mungkin disebabkan oleh seringnya terpapar oleh alergen atau polutan yang berpotensi menyebabkan rinosinusitis kronik. Apabila terus-menerus
terpapar oleh lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok yang lama akan menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia
Mangunkusumo, 2011. Berdasarkan tabel 5.4. keluhan paling berat sehingga menyebabkan
penderita rinosinusitis kronik memeriksakan diri ke dokter adalah keluhan hidung tersumbat sebanyak sebanyak 76 orang 72,4.
Menurut Multazar 2011, pada penelitiannya terdapat proporsi keluhan hidung tersumbat sebanyak 78,6. Penelitian Adani 2013 di RSUP H. Adam
Malik Medan yang menyatakan bahwa keluhan utama terbanyak adalah hidung tersumbat dengan penderita 89 orang 74,2.
Penelitian case series oleh Frisdiana 2010 di RS. Santa Elisabeth Medan pada tahun 2006-2010 juga didapati bahwa keluhan utama yang paling banyak
ditemukan adalah hidung tersumbat yaitu 63,7. Gejala yang paling sering terdapat pada penderita rinosinusitis kronik adalah sumbatan hidung Bachert,
2014. Patofisiologi terjadinya rinosinusitis dimulai dengan reaksi inflamasi yang
menyebabkan edema pada organ sinus. Edema tersebut akan menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
penyumbatan pada hidung dan kompleks osteo meatal tertutup sehingga aliran mukus menjadi terhambat. Hal tersebut akan menyebabkan mukus terakumulasi.
Jika memungkinkan akan tumbuh bakteri patogen di sinus yang mengalami penyumbatan, maka akan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri tersebut
Mangunkusumo, 2011. Dengan demikian, edema yang menyebabkan tertutupnya kompleks osteo meatal sebagai awal timbulnya sinusitis akan
memberikan gejala hidung tersumbat. Berdasarkan tabel 5.5. sinus yang paling sering terkena pada penderita
rinosinusitis kronik adalah sinus maksilaris yaitu sebanyak 56 orang 53,3. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Dalimunthe 2010 yang menyatakan
bahwa rinosinusitis maksilaris merupakan yang terbanyak yang diderita yaitu sebanyak 62 orang 64,6. Bubun 2009, yang menyatakan bahwa lokasi sinus
yang terbanyak ditemukan yaitu di sinus maksila kanan maupun kiri, diikuti secara berturut-turut sinus etmoid anterior dan posterior, sinus frontalis, dan
paling sedikit sinus sfenoid. Sinus maksila merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, karena
merupakan sinus paranasal yang terbesar dan letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, dan juga drainase
harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior, jika terjadi pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah
ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis Soetjipto, 2011.
Berdasarkan tabel 5.6. jenis sinus yang terlibat paling sering adalah singel rinosinusitis yaitu sebanyak 57 orang 54,3. Hal ini sejalan dengan penelitian
Multazar 2011, dalam penelitian beliau dinyatakan bahwa yang paling banyak terlibat berdasarkan foto polos sinus paranasal adalah singel rinosinusitis sebesar
87,8 dan paling rendah adalah pansinusitis sebesar 0,4. Penelitian Frisdiana 2010 menyatakan bahwa proporsi penderita
rinosinusitis kronik berdasarkan sinus yang terlibat tertinggi adalah singel rinosinusitis 52,0 dan terendah pansinusitis 8,8.
Universitas Sumatera Utara
Tingginya proporsi singel rinosinusitis dapat dikaitkan dengan tingginya proporsi sinusitis maksilaris. Dari 170 penderita rinosinusitis kronik tahun 2014 di
RSUP H. Adam Malik, ada 95 orang 55,9 yang lokasi rinosinusitis pada sinus maksila.
Bedasarkan tabel 5.7. dijelaskan bahwa dari penelitian ini didapatkan alergi menjadi faktor yang banyak dialami penderita rinosinusitis kronik yaitu
sebanyak 31 orang 29,5. Hasil ini sesuai dengan penelitian Green 2014 yang menyatakan prevalensi alergi sebanyak 84 pada penderita rinosinusitis kronik.
Penelitian Adani 2013 di RSUP H. Adam Malik Medan yang menyatakan alergi menjadi faktor yang banyak dialami penderita rinosinusitis kronik yaitu sebanyak
35 orang 29,2. Alergi juga dapat merupakan predisposisi infeksi karena terjadi edema
mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak dapat menyumbat ostium sinus dan mengganggu drainase, menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang
selanjutnya menghancurkan epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang Hilger, 2013.
Berdasarkan tabel 5.8. terapi yang paling sering diberikan adalah terapi medikamentosa sebanyak 83 orang 79,0, sesuai dengan penelitian Multazar
2011, proporsi penatalaksanaan pada penderita rinosinusitis kronik yang terbanyak adalah dengan medikamentosa sebanyak 77,36.
Tingginya proporsi penatalaksanaan dengan medikamentosa mungkin karena tatalaksana dengan medikamentosa selama 2 minggu sudah menunjukkan
respon yang baik pada pasien. Sementara tindakan dengan operasi harus memerlukan indikasi yang sesuai yaitu jika tidak ada respon perbaikan dari pasien
selama 2 minggu atau jika sudah ada tanda obstruksi ostium yang tidak dapat ditangani dengan hanya menggunakan obat saja.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan