Pengaruh label halal terhadap keputusan menggunakan produk kosmetik: studi pada Mahasiswa prodi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syari’ah (SE. Sy)
Oleh:
Jessi Kemala Astuti NIM. 106046101644
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
(2)
PENGARUH LABEL HALAL TERHADAP KEPUTUSAN MENGGUNAKAN PRODUK KOSMETIK: Studi Pada Mahasiswi Prodi Muamalat Fakultas
Syariah Dan Hukum UIN Jakarta Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E. Sy)
Oleh:
Jessi Kemala Astuti NIM. 106046101644
Di Bawah Bimbingan
Djaka Badranaya,ME. NIP. 197705302007011008
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
(3)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 15 Desember 2010
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan cahaya ilmu-Nya, shalawat
dan salam semoga selalu tercurah ke hadirat Rasul pembawa cahaya, Muhammad
SAW. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Label
Halal Terhadap Keputusan Menggunakan Produk Kosmetik” maka penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Bapak Mu’min Rauf, selaku Ketua dan Sekretaris
Program Studi Muamalat.
3. Bapak Djaka Badranaya, ME., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
waktu dan pemikirannya di tengah-tengah kesibukan beliau untuk membimbing
dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh dosen serta segenap Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Pihak mahasiswi prodi muamalat yang telah banyak membantu penulis dalam
memperoleh data dan informasi yang penulis butuhkan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
6. Kedua orang tua, Ayahanda (Alm) Asrul Hamdani dan Ibu Hj. Romlah S.Ag,
(5)
cahaya inspirasi dalam melewati setiap langkah kehidupanku. Inilah buah
pendidikan yang diberikan keduanya, semoga menjadi amal baik untuk dunia dan
akhirat. Tak lupa keluarga Kakek, Nenek, Bibi, Faiz dan semuanya yang selalu
mendoakan penulis dalam pembuatan skripsi ini, berkat kalianlah penulis
termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
7. Seseorang yang selalu membantu, memberikan motivasi, semangat, tenaga,
perhatian,dengan penuh kesabaran Anwar Hadi, terima kasih banyak.
8. Sahabat-sahabatku Nova Augusta, Faradina Anggraini Putri, Nadiatul Millah,
Lina Yama, Aulia Nurpratiwi, Herda Maulida dan Nilna Chazima Dina, yang
telah memberikan dukungan, membantu dan semangat kepada penulis, terima
kasih semuanya. Teman-teman mahasiswa Perbankan Syariah Angkatan 2006,
khususnya keluarga besar PS C, Mumu buat semua buku-bukunya yang sangat
membantu dan teman-temanku yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
9. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelesaian skripsi ini
dan tidak dapat disebutkan satu persatu atas semua masukan dan bantuannya
kepada penulis. Semoga diberkahi dan semoga kiranya skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semuanya.
Jakarta, 15 Desember 2010
(6)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN ...iv
KATA PENGANTAR... v
DAFTAR ISI ...vii
DAFTAR TABEL ...ix
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Kerangka Teori ... 7
E. Hubungan Variabel ... 8
F. Hipotesis ... 8
G. Review Studi Terdahulu... 9
H. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II ... 14
METODE PENELITIAN ... 14
A. Jenis Penelitian ... 14
B. Pendekatan dan Metode Penelitian. ... 14
C. Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel ... 14
1. Populasi ... 14
2. Sampel... 15
3. Teknik Pengambilan Sampel ... 15
D. Data Dan Teknik Pengumpulan Data ... 17
1. Sumber data ... 17
2. Teknik Pengumpulan Data ... 17
3. Teknik Uji Instrumen Penelitian ... 19
(7)
1. Pengujian Asumsi Klasik ... 22
2. Pengujian Hipotesis ... 22
3. Uji koefisien determinasi ... 23
BAB III ... 26
TINJAUAN TEORITIS ... 26
A. Konsep Halal ... 26
1. Pengertian Halal ... 26
2. Kriteria Halal Menurut Islam ... 28
3. Sistem dan Pedoman Produksi Halal ... 32
B. Label Halal ... 33
1. Pengertian Label Halal ... 33
2. Proses Labelisasi Halal ... 36
3. Label Halal Melindungi Konsumen Muslim... 41
4. Brand Image ... 43
C. Keputusan Membeli Produk ... 45
1. Pengertian Keputusan Membeli Produk ... 45
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Keputusan Membeli ... 47
3. Tahap-tahap Proses Membeli Konsumen ... 50
4. Model Perilaku Pembelian ... 54
5. Peran individu dalam keputusan pembelian ... 55
BAB IV ... 56
ANALISA HASIL PENELITIAN ... 56
A. Gambaran Umum Responden ... 56
1. Responden Berdasarkan usia ... 56
2. Responden Berdasarkan Konsentrasi ... 56
3. Responden Berdasarkan Semester ... 57
(8)
B. Statistik Deskriptif ... 59
1. Label Halal ... 59
2. Keputusan Menggunakan Produk Kosmetik ... 66
C. Teknik Analisis Data ... 71
1. Uji Normalitas ... 71
D. Uji Hipotesis ... 72
E. Analisa Hasil Perhitungan ... 78
BAB V ... 82
PENUTUP ... 82
A. Kesimpulan. ... 82
B. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 85
LAMPIRAN ... 88
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Skor Skala Label Halal ... 18
Table 2.2 Skor Skala Keputusan Menggunakan Produk Kosmetik ... 19
Tabel 2.3 Kaidah Reliabilitas Guilford ... 19
Tabel 2.3 Kaidah Reliabilitas Guilford ... 21
Tabel 3.1 Model lima tahap proses pembelian ... 50
Tabel 3.2 Perilaku Pembelian Konsumen ... 54
Tabel 4.1 Responden Berdasarkan usia ... 56
Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Konsentrasi ... 56
Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Semester ... 57
Tabel 4.4 Responden Berdasarkan yang Menggunakan Kosmetik ... 57 Tabel 4.5 Responden Berdasarkan yang Mengetahui Kosmetik Berlabel Halal 58
(9)
Tabel 4.6 Responden Berdasarkan Tentang Apakah Kosmetik Berlabel Halal
Penting ... 58
Tabel 4.7 Mengetahui labelisasi halal produk kosmetik ... 59
Tabel 4.8 Mengetahui produk kosmetik yang berlabel halal ... 59
Tabel 4.9 Produk yang berlabel halal diproses sesuai dengan syariat ... 60
Tabel 4.10 Label halal mencerminkan produk kosmetik yang bebas dari kandungan bahan haram... 60
Tabel 4.11 Produk kosmetik yang berlabel halal dijamin kualitasnya ... 61
Tabel 4.12 Percaya dengan kehalalan produk kosmetik yang berlabel halal ... 62
Tabel 4.13 Label halal menjamin kehalalan produk kosmetik ... 62
Tabel 4.14 Label halal dapat menjadi jaminan dalam menggunakan produk kosmetik ... 63
Tabel 4.15 Label halal dapat menjadi motivasi untuk menggunakan produk kosmetik ... 63
Tabel 4.16 Lebih aman menggunakan produk kosmetik berlabel halal ... 64
Tabel 4.17 Label halal dalam kosmetik sangat penting ... 65
Tabel 4.18 Label halal memberi kepuasan dalam menggunakan kosmetik ... 65
Tabel 4.18 Seharusnya semua produk kosmetik memiliki label halal ... 66
Tabel 4.19.Label halal menjadi petimbangan utama dalam membeli produk kosmetik ... 66
Tabel 4.20 Lebih memilih produk kosmetik berlabel halal dibanding yang tidak berlabel halal ... 67
Tabel 4.21 Membeli produk kosmetik yang berlabel halal sesuai dengan kebutuhan ... 67
Tabel 4.22 Lebih memilih produk kosmetik yang berlabel halal walaupun harganya mahal ... 68
(10)
Tabel 4.23 Informasi kehalalan produk sangat mempengaruhi pembelian ... 69
Tabel 4.24 Menggunakan produk kosmetik yang berlabel halal ... 69
Tabel 4.25 Label halal hal yang paling penting ketika membeli produk kosmetik ... 70
Tabel 4.27 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 71
Tabel 4.28 Korelasi ... 72
Tabel 4.29 Model Summary ... 73
Tabel 4. 30 Pedoman untuk Menginterpretasikan Koefisien Korelasi ... 74
Tabel 4.31 ANOVAb ... 74
(11)
A. Latar Belakang Masalah
Kehalalan merupakan masalah yang paling petama berhubungan dengan
manusia. Masalah tersebut telah ada semenjak manusia belum diturunkan ke bumi
dan merupakan pelajaran pertama yang diterima dari Tuhan ketika Allah
menentukan kaidah tentang kehalalan, dipertimbangkan pula kemampuan
manusia dalam bersabar terhadap segala sesuatu, maka dari itu Allah tidak
menentukan tentang kehalalan pada udara, akan tetapi untuk makanan dan
minuman serta hal-hal yang dikonsumsi selain makanan dan minuman (seperti
halnya; kosmetika, obat-obatan dan lain-lain) ditentukan tentang kehalalannya.1
Komunitas Muslimdi seluruh duniatelah membentuk segmen pasar yangpotensial dikarenakan pola khusus merekadalam mengkonsumsi
suatuproduk.Pola konsumsi ini diatur dalam ajaran Islam yang yang disebut
dengan Syariat.2Dalam ajaran Syariat,tidak diperkenankan bagi kaum Muslim untuk mengkonsumsi produk-produk tertentu karena substansiyang dikandungnya
atau proses yang menyertainya tidak sesuai denganajaran Syariat
1
.Imam Al-Ghazali, Benang Tipis antara Halal dan Haram, alih bahasa oleh Ahmad Shiddiqi, (Surabaya: Putra Pelajar, 2003), h. 12.
2
Rustam Effendi/.../sertifikasi-halal-juga-untungkan-produsen/ artikel diakses pada tanggal 7 Juli 2010 dari http://gagasanhukum.wordpress.com..
(12)
tersebut.3Denganadanya aturan yang tegas ini maka para pemasar memiliki rintangan dan kesempatan untuk mengincar pasar khusus kaum Muslimin.
Dalam pandanganProf.KH.Ibrahim Hoesein,bahwa halal haram bukanlah
persoalan sederhana yang dapat diabaikan,melainkan masalah yang amat penting
dan mendapat perhatian dari ajaranagama secara umum.Karena masalah ini tidak
hanya menyangkut hubungan antar sesama manusia, tetapi juga hubungan manusia
dengan Tuhan.4
Ajaran tegas Islam untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh Allah
SWT dan melaksanakan apa saja yang diperintahkanmembuat konsumen Muslim
bukanlah konsumen yang Permissive (serba membolehkan) dalam pola
konsumsinya.Mereka dibatasi oleh ke-Halalan dan ke-Haraman yang dimuat
dalam nash Al-Qur’an dan Al-Hadits yang menjadi panduan utama bagi mereka.5
Pemahaman yang semakin baik tentang agama makin membuat
konsumen Muslim menjadi semakin selektif dalam pemilihan produk yang
dikonsumsi.6 Khusus di Indonesia, konsumen Muslim dilindungi oleh lembaga yang secara khusus bertugas untuk mengaudit produk-produk yang dikonsumsi
oleh konsumen Muslim di Indonesia. Lembaga ini adalah Lembaga Pengawasan
3
Departemen Agama RI. Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Halal MUI (Jakarta: 2003), h. 2.
4
.Thobieb Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian Rohani, (Jakarta: PT. Almawardi Prima, 2003), h. 7.
5
Departemen Agama RI, Sistem Dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Halal MUI, h. 8
6
Anton Apriyantono Nurbowo. “Aku Ingin Yang Halal” Artikel ini diakses pada tanggal 7 Juli 2010 dari www.unisba.ac.id.
(13)
dan Peredaran Obat dan Makanan-Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI).
Lembaga ini mengawasi produk yang beredar di masyarakat dengan cara
memberikan sertifikat halal sehingga produk yang telah memiliki sertifikat halal
tersebut dapat memberi label halal pada produknya. Artinya produk tersebut secara
proses dan kandungannya telah lulus diperiksa dan terbebas dari unsur-unsur yang
dilarang oleh ajaran agama Islam, atau produk tersebut telah menjadi kategori
produk halal dan tidak mengandung unsur haram dan dapat dikonsumsi secara
aman oleh konsumen Muslim.7
Dengan adanya label halal ini konsumen Muslim dapat memastikan
produk mana saja yang boleh mereka konsumsi, yaitu produk yang memiliki dan
mencantumkan label halal pada kemasannya. Labelisasi halal yang secara prinsip
adalah label yang menginformasikan kepada pengguna produk yang berlabel
tersebut, bahwa produknya benar-benar halal dan bahan-bahan yang
dikandungnya tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan secara syariah
sehingga produk tersebut boleh dikonsumsi.8 Dengan demikian produk-produk yang tidak mencantukam label halal pada kemasannya dianggap belum mendapat
persetujuan lembaga berwenang (LPPOM-MUI) untuk diklasifikasikan ke dalam
daftar produk halal atau dianggap masih diragukan kehalalannya. Ketidakadaan
7
Retno Sulistyowati “Labelisasi Halal” artikel ini diakses pada tanggal 10 Juli 2010 dari
http://www.esqmagazine.com.
8
Departemen Agama RI. Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal (Jakarta, 2003) h. 277.
(14)
label halal itu akan membuat konsumen Muslim berhati-hati dalam memutuskan
untuk mengkonsumsi atau tidak produk-produk tanpa label halal tersebut.
Peraturan tentang label yang dikeluarkan Dirjen POM (Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan) Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
mewajibkan para produsen produk makanan untuk mencantumkan label tambahan
yang memuat informasi tentang kandungan (ingredient) dari produk makanan
tersebut.9 Dengan begitu konsumen dapat memperoleh sedikit informasi yang dapat membantu mereka untuk menentukan sendiri kehalalan suatu produk.
Kepuasan konsumen merupakan tingkat kepuasan seseorang setelah
membandingkan antara kinerja yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.
Upaya mempertahankan konsumen dengan satu produk atau jasa, dapat dilakukan
dengan cara meningkatkan daya tarik produk itu sendiri. Salah satunya dengan
desain dan model yang lebih menarik atau dengan memberikan pelayanan yang
lebih baik. Faktor lain yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
adalah citra (merek) perusahaan. Perusahaan akan selalu memberikan yang
terbaik bagi pelanggannya dan akan melakukan penyempurnaan terhadap produk
atau jasa yang dihasilkan, sehingga citra perusahaan akan lebih dimata
konsumennya.
9
(15)
Dengan demikian konsumen Muslim akan dihadapkan pada
produk-produk halal yang diwakili dengan label halal yang ada pada kemasannya dan
produk yang tidak memiliki label halal pada kemasannya sehingga diragukan
kehalalan produk tersebut. Maka keputusan untuk membeli produk-produk yang
berlabel halal atau tidak akan ada sepenuhnya di tangan konsumen sendiri.
Kosmetik adalah produk yang digunakan konsumen untuk menunjang
penampilan fisik agar terlihat lebih menarik. Akan tetapi, apakah konsumen yang
menggunakan kosmetik itu melihat kosmetik dari kandungan bahan-bahan yang
halal dan mempunyai label halal, atau label halal kosmetik itu tidak menjadi tolak
ukur konsumen dalam menggunakan kosmetik. Oleh karena itu, penulis tertarik
untuk meneliti mengenai respon Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Jakarta terhadap label halal. Penulis memberikan judul pada penelitian ini yaitu:
“Pengaruh Label Halal Terhadap Keputusan Menggunakan Produk Kosmetik: Studi Pada Mahasiswi Prodi Muamalat Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Jakarta”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk menghindari melebarnya pembahasan, penulis merasa perlu untuk
memberikan batasan dan rumusan masalah yaitu:
1. Persepsi mahasiswi Prodi muamalat terhadap label halal produk kosmetik.
(16)
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka untuk mempermudah
pembahasan, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi mahasiswi Prodi Muamalat terhadap label halal produk
kosmetik?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara label halal terhadap keputusan
menggunakan produk kosmetik?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Untuk mengetahui persepsi mahasiswi Prodi Muamalat terhadap label
halal produk kosmetik.
b. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara label halal terhadap
keputusan menggunakan produk kosmetik.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, adalah:
1. Bagi akademisi yaitu upaya untuk menambah khazanah pengetahuan di
bidang ekonomi Islam, terutama yang berkaitan dengan label halal dan
keputusan membeli kosmetik
2. Bagi penulis yaitu untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
(17)
3. Bagi praktisi yaitu mengetahuai batasan-batasan pengkonsumsian yang
benar dan halal serta untuk menambah keyakinan bagi para konsumen
dalam mengkonsumsi sesuatu.
Adapun teknik penulisan dan penyusunan skripsi ini berpedoman pada
buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang disusun oleh tim
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
D. Kerangka Teori
Halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam KEPMENAG RI
No 518 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal adalah
tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat
Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat Islam.10
Label Halal adalah label yang diberikan pada produk-produk yang telah
memenuhi kriteria halal menurut agama Islam. Label halal yang ada pada kemasan
produk yang beredar di Indonesia adalah sebuah logo yang tersusun dari
huruf-huruf Arab yang membentuk kata halal dalam sebuah lingkaran.11
Pengertian keputusan membeli yaitu proses penggabungan yang
mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku
alternatif, dan memilih salah satu diantaranya.
10
www.lpommui.or.id.
11
(18)
E. Hubungan Variabel
Berdasarkan dari kerangka teori di atas, maka alur penelitian iini adalah
sebagai berikut:
X Y
Rincian variabel di atas adalah:
1. Variabel Independen (X): Label Halal
2. Variabel dependen (Y): Keputusan Menggunakan produk kosmetik.
Dimana:
1. Variabel independen atau variabel X diartikan sebagai variabel yang
mempengaruhi secara positif maupun negatif terhadap variabel terkait.
2. Variabel dependen atau variabel Y diartikan sebagai variabel yang
dipengaruhi oleh variabel independen.
F. Hipotesis
Hipotesis tidak lain adalah jawaban sementara yang digunakan penulis
dalam penelitian yang sebenarnya masih harus diuji kembali. Hipotesa bisa saja
salah, hipotesa ini akan diuji oleh peneliti sehingga akan didapat suatu
kesimpulan apakah hipotesa tersebut dapat diterima atau ditolak. Penelitian ini
akan menguji dan membuktikan kebenaran hipotesis tersebut sebagai berikut:
Ho : Tidak ada pengaruh antara label halal terhadap keputusan menggunakan
kosmetik
Keputusan menggunakan produk Label Halal
(19)
H1 : Ada pengaruh antara label halal terhadap keputusan menggunakan
kosmetik.
G. Review Studi Terdahulu
Sebelumnya ada beberapa penelitian skripsi yang dapat dijadikan rujukan
untuk penelitian skripsi ini. Pertama, skripsi yang disusun oleh Siti Rohmah yang berjudul “Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam: Analisis Terhadap Sertifikasi Halal MUI (Studi Kasus pada Produk Papa Ron’s Pizza)”. Dalam penelitian tersebut Siti Rohmah membahas upaya perlindungan konsumen
Muslim melalui sertifikasi halal dan pengaruh sertifikasi halal terhadap penjualan
produk dan pemenuhan preferensi di kalangan konsumen Papa Ron’s Pizza.
Dalam penelitian tersebut berkesimpulan bahwa sertifikasi halal MUI pada
produk Papa Ron’s Pizza dapat memberikan perlindungan bagi konsumen Papa
Ron’s Pizza untuk tetap mengkonsumsi produk yang halal. Metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif, analisis dan eksplanatif dengan
jenis data perpaduan antara data kualitatif dan kuantitatif. Dengan menggunakan
analisis regresi linier berganda dan menggunakan sampel sebanyak 40 responden.
Kedua, skripsi yang disusun oleh Masruchin yang berjudul “Mekanisme Standarisasi Halal Haram Produk Vetsin (Studi Fatwa MUI tahun 2000, Tentang MSG Yang Menggunakan bactosoytone)”. Dalam skripsi Masruchin berkesimpulan bahwa Standarisasi MUI dalam metapkan produk halal dan haram
(20)
keputusan komisi fatwa majelis ulama Indonesiadalam rapat komisi bersama
LPPOM MUI. Kemudian penetapan dan pembentukan fatwa tentang produk
vetsin PT. Ajinimoto yang menggunakan bactosoytone dimulai dari laporan
badan audit komisi fatwa MUI untuk melakukan audit sesuai dengan pedoman
untuk memperoleh sertifikat halal MUI yang hasil auditnya dilaporkan dalam
rapat komisi fatwa MUI untuk ditetapkan status hukumnya.
Ketiga, skripsi yang disusun oleh Catur Nopianto yang berjudul
“Penerapan Fatwa MUI Dalam Melahirkan Produk Halal (Studi Kasus Mc Donald)”. Dalam skripi tesebut Catur Nopianto membahas tentang penerapan fatwa MUI dalam melahirkan produk halal pada produk Mc Donald. Dalam
penelitian tersebut berkesimpulan bahwa labelisasi halal pada produk Mc Donald
merupakan salah satu upaya untuk menerapkan fatwa MUI dalam melahirkan
produk halal. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif
analisis dengan jenis data kualitatif.
Berdasarkan pemaparan studi terdahulu di atas, skripsi ini memiliki
perbedaan dengan tulisan-tulisan terdahulu. Pada skripsi ini, penulis hanya fokus
membahas PengaruhLabel Halal Terhadap Keputusan Menggunakan Produk Kosmetik: Studi Pada Mahasiswi Prodi Muamalat Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Jakarta.
(21)
H. Sistematika Penulisan
Dalam membahas skripsi ini penulis membagi ke dalam lima bab. Pada
tiap-tiap bab terdapat sub-sub bab. Maka dari itu, dalam penulisan skripsi ini, penulis
menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan terkait latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, kerangka teori, hubungan variabel,
hipotesis, review studi terdahulu, dan sistematika penulisan.
BAB II METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini terdiri dari jenis penelitian, pendekatan dan metode
penelitian, sampel dan teknik pengambilan sampel yaitu
populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, data dan
teknik pengambilan data yaitu sumber data, teknik
pengumpulan data dan teknik uji instrument penelitian, teknik
analisa data yaitu pengujian asumsi klasik, pengujian hipotesis
(22)
BAB III TINJAUAN TEORITIS
Bab ini terdiri dari konsep halal yaitu pengertian halal, kriteria
halal menurut Islam, sistem produksi dan pedoman produksi
halal, pengertian labelisasi halal, proses labelisasi halal,label
halal melindungi konsumen muslim, dan Brand Image. Serta
teori keputusan membeli produk yaitu pengertian keputusan
membeli produk, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumen dalam membeli produk, tahap-tahap proses
pembelian konsumen, model perilaku pembelian konsumen dan
peran individu dalam keputusan pembelian.
BAB IV ANALISA HASIL PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan dan menguraikan
gambaran umum responden, statistik deskriptif, teknik analisis
data dan uji hipotesis, dan analisa hasil perhitungan.
BAB V PENUTUP
(23)
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk pada penelitian eksplanasi, yaitu menjelaskan
tentang suatu kegiatan atau gejala yang terjadi dengan menghubungkan pola-pola
yang berbeda namun memiliki keterkaitan. Berdasarkan tujuannya penelitian ini
termasuk penelitian eksploratif yaitu bertujuan untuk melihat pola, gagasan atau
merumuskan hipotesis, penelitian eksploratif juga dilakukan untuk lebih memahami
karakteristik dari suatu masalah. 12
B. Pendekatan dan Metode Penelitian.
Menurut pendekatannya, penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif, yaitu
suatu pendekatan penelitian yang bersifat objektif, mencakup penelitian dan analisis
data kuantitatif serta menggunakan metode pengujian statistik.13
C. Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki
karekteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti.14
12
Asep Hermawan, Pedoman Praktis Metodologi Penelitian Bisnis, (Jakarta: LPFE Trisakti, 2003), h. 2.
13
Ibid, h. .3
14
(24)
Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswi Prodi Muamalat Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjumlah 364 orang.15
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti yang
dimaksudkan untuk mengeneralisasikan kesimpulan yang diperoleh dalam
penelitian.16
Dalam penelitian ini sampel diambil dari sebagian populasi yang telah
ditentukan, yaitu sebagian Mahasiswi Prodi Muamalat Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang masih aktif dari semester tiga
sampai semester tujuh selama penelitian ini berlangsung.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sistem non probability sampling, yaitu mengambil sampel yang tidak memberi
peluang atau kesempatan bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel. Metode non probability sampling yang digunakan adalah
purposive sampling atau disebut juga judgemental sampling yaitu teknik
pengambilan sampel yang dapat dilakukan dengan menentukan kriteria-kriteria
khusus terhadap sampel berdasarkan tujuan penelitian.17 Untuk menentukan
15
Data ini diperoleh dari Prodi Muammalat pada tanggal 12 Oktober 2010.
16
Hoetomo M.A, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h. 435.
17
Bambang Presetyo dan Lina Miftahul Jannah. Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. (Jakarta: Rajawali Pers, 2005) h. 134.
(25)
banyaknya sampel dari suatu populasi, peneliti menggunakan rumus Slovin
sebagai berikut:18
n N
N (e)2 + 1
= 364
364 (0,1)2 + 1
= 78,44 orang responden dan digenapkan menjadi 80 orang responden.
Di mana:
n: ukuran sampel
N: ukuran populasi
e: kesalahan yang diterima 10% (0.1)
Berdasarkan perhitungan diatas, sampel yang diambil adalah 78
responden, semakin banyak sampel yang diambil, semakin kecil kemungkinan
terjadi kesalahan penelitiatau menurut Guilard (1987; 127) semakin besar sampel
(n), maka hasilnya semakin akurat, oleh karena itu jumlah sampel yang akan
diteliti sebanyak 80 responden. Karena jumlah itu sudah dianggap mewakili dan
melebihi syarat minimum jumlah sampel (n=78).
18
(26)
D. Data Dan Teknik Pengumpulan Data
1. Sumber data
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden
melalui kuesioner di lokasi penelitian atau objek penelitian. Yaitu, data yang
didapat langsung dari mahasiswi Prodi Muamalat.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur
kepustakaan seperti buku-buku, artikel, serta sumber lainnya yang berkaitan
dengan materi penulisan ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
instrumen yang disusun berbentuk kuesioner yang diisi oleh para responden.
Kuesioner diberikan kepada konsumen (Mahasiswi Prodi Muamalat FSH UIN
Jakarta). Kemudian dianalisa dengan berpedoman pada sumber tertulis yang
didapat dari perpustakaan sebagai langkah konfirmasi mengenai data yang
diperoleh dari penelitian lapangan. Alat pengumpul data yang penulis gunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan skala label halal dan skala keputusan
menggunakan produk kosmetik.
a. Skala label halal
Skala ini tersusun dari tiga belas (13) butir pernyataan-pernyataan
yang terdiri dari tiga indikator. Adapun indikator yang digunakan adalah:
(27)
Skala label halal ini menggunakan alat tes Skala Likert dengan variasi
jawaban sebanyak empat (4) pilihan yaitu; sangat tidak setuju, tidak setuju,
setuju dan sangat setuju. Pada penelitian ini peneliti hanya menggunakan
empat pilihan jawaban dengan meniadakan kategori jawaban di tengah atau
netral, karena dapat menimbulkan kecenderungan subjek untuk menjawab di
tengah terutama bagi subjek yang ragu-ragu atas arah jawabannya dan
mendorong subjek untuk memutuskan sendiri apakah positif atau negatif
(Sevilla, 1993). Adapun skor untuk masing-masing pilihan adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.1Skor Skala Label Halal
Pilihan STS TS S SS
Fav 1 2 3 4
b. Skala Keputusan Menggunakan Produk Kosmetik
Skala ini tersusun dari Sembilan (9) butir pernyataan-pernyataan yang
terdiri dari lima indikator. Peneliti menggunakan indikator dari tahap-tahap
proses pembelian konsumen, yaitu: pengenalan masalah, pencarian informasi,
evaluasi alternatif, keputusan membeli dan perilaku pasca membeli.
Skala keputusan menggunakan produk kosmetik ini menggunakan alat
tes Skala Likert dengan variasi jawaban sebanyak empat (4) pilihan yaitu;
sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju dan sangat setuju. Pada penelitian ini
(28)
kategori jawaban di tengah atau netral, karena dapat menimbulkan
kecenderungan subjek untuk menjawab di tengah terutama bagi subjek yang
ragu-ragu atas arah jawabannya dan mendorong subjek untuk memutuskan
sendiri apakah positif atau negatif (Sevilla, 1993). Adapun skor untuk
masing-masing pilihan adalah sebagai berikut:
Table 2.2Skor Skala Keputusan Menggunakan Produk Kosmetik
Pilihan STS TS S SS
Fav 1 2 3 4
3. Teknik Uji Instrumen Penelitian
Sebelum instrumen penelitian digunakan untuk memperoleh data-data
penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba agar diperoleh instrumen yang valid
dan reliabel. Salah satu ciri instrumen yang baik adalah apabila instrumen itu
dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur secara valid.
Uji reliabilitas bertujuan untuk melihat konsistensi alat ukur yang akan
digunakan yakni apakah alat ukur tersebut akurat, stabil dan konsisten. Teknik
yang digunakan untuk menguji reliabilitas adalah Alpha Cronbach. Standarisasi
reliabiltas ini didasarkan pada kaidah reliabilitas Guilford.
Tabel 2.3Kaidah Reliabilitas Guilford
Koefisien Kriteria < 0.2 Tidak Reliabel 0.2 – 0.39 Kurang Reliabel 0.4 – 0.69 Cukup Reliabel 0.7 – 0.89 Reliabel
(29)
a. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai rhitung dengan
rtabel, dengan menggunakan jumlah responden sebanyak 80, maka nilai rtabel
dapat diperoleh melalui df(degree of freedom)= n - k, k merupakan jumlah
butir pertanyaan dalam suatu variabel. Untuk variabel label halal df= 80 – 13
= 67, maka rtabel= 0.236. sedangkan untuk variabel keputusan menggunakan
produk df= 80 – 9= 71, maka rtabel= 0.230. Butir pernyataan dianggap valid
jika rhitung lebih besar dari rtabel.
1). Variabel label halal
Tabel 24.Hasil Pengujian Validitas Label Halal Item
Corrected Item – Total Correlaion Kriteria Valid
X1 .423 Valid
X2 .489 Valid
X3 .500 Valid
X4 .606 Valid
X5 .644 Valid
X6 .706 Valid
X7 .637 Valid
X8 .670 Valid
X9 .450 Valid
X10 .631 Valid
X11 .544 Valid
X12 .611 Valid
X13 .498 Valid
2). Variabel Keputusan Menggunakan Produk Kosmetik
Tabel 2.5 Hasil Pengujian Validitas Keputusan Menggunakan Produk Kosmetik Item Corrected Item – Total Correlaion Kriteria Valid
Y1 .755 Valid
Y2 .735 Valid
Y3 .572 Valid
Y4 .180 Tidak Valid
Y5 .339 Valid
Y6 .432 Valid
Y7 .554 Valid
Y8 .513 Valid
(30)
b. Uji Reliabilitas
Teknik yang digunakan untuk menguji reliabilitas adalah Alpha Cronbach. Adapun reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan reliabel jika memiliki nilai Alpha Cronbach lebih besar dari 0.7, standarisasi reliabilitas ini didasarkan pada kaidah reliabilitas Guilford. Hasil pengujian reliabilitas dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 2.3Kaidah Reliabilitas Guilford
Koefisien Kriteria < 0.2 Tidak Reliabel 0.2 – 0.39 Kurang Reliabel 0.4 – 0.69 Cukup Reliabel 0.7 – 0.89 Reliabel
> 0.9 Sangat Reliabel
1). Variabel label halal
Reliability Statistics
Cronbach’s Alpha N of Items
0.883 13
Output hasil pengujian reliabilitas, dilakukan dengan melihat
nilai Alpha Cronbach’s. jika nilai alpha lebih besar dari 0.7 maka
suatu 0.883> 0.7 sehingga dapat disimpulkan untuk instrumen
pengukuran label halal adalah reliabel.
2). Variabel Keputusan Pembelian Konsumen Reliability Statistics
Cronbach’s Alpha N of Items
0.820 9
Output hasil pengujian reliabilitas, dilakukan dengan melihat
(31)
suatu konstruk dikatakan cukup reliabel. Dari hasil output didapat nilai
alpha 0.820 > 0.7 sehingga dapat disimpulkan untuk instrumen
pengukuran keputusan pembelian konsumen adalah cukup reliabel.
E. Teknik Analisa Data
1. Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Sebelum dilakukan analisis untuk pengujian hipotesis, terlebih dahulu
akan dilakukan uji asumsi, melalui uji normalitas. Uji Normalitas adalah
pengujian tentang kenormalan data. Penggunaan uji normalitas dalam
penelitian ini karena asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data
tersebut terdistribusi normal. Maksud data terdistribusi normal adalah bahwa
data akan mengikuti bentuk distribusi normal dan data memusat pada nilai
rata dan median.
2. Pengujian Hipotesis
a. Analisa regresi sederhana
Analisis regresi sederhana akan dilakukan bila jumlah variabel terdiri
dari dua variabel saja, yaitu variabel label halal (X) dan variabel keputusan
menggunakan produk kosmetik (Y) yang dirumuskan sebagai berikut:19 Y = + b X
Dimana:
19
(32)
Y:variabel terikat (keputusan menggunakan produk kosmetik)
X: variabel bebas (label halal)
: konstanta b: koefisien regresi
3. Uji koefisien determinasi
Setelah dilakukan analisa regresi sederhana, selanjutnya dilakukan
pengujian untuk melihat goodness of fit dari model, dengan uji koefisien
determinasi.
Uji koefisien determinasi ditujukan untuk melihat seberapa besar
variabel independen (label halal) dapat menjelaskan variabel dependen
(keputusan menggunakan produk kosmetik) dalam bentuk persentase. Untuk
mengetahui nilai koefisien determinasi maka dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:20
Kd = r2 x 100% Keterangan:
Kd : koefisien determinasi
r : koefisien korelasi
Kd = 0, berarti pengaruh variabel X terhadap variabel Y lemah.
Kd = 1, berarti pengaruh variabel X terhadap Y kuat.
20
(33)
4. Uji F hitung
Uji F ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh label halal terhadap keputusan menggunakan produk kosmetik.
Dengan rumus:21
F hitung = R2 / k (1 – R2) / (n – k – 1)
keterangan:
R2: koefisien korelasi yang ditemukan
k : jumlah variabel bebas
n : jumlah sampel
F : F hitung yang selanjutnya diuji dengan F tabel
Apabila Fhitung > F tabel maka H0ditolak dan H1diterima, artinya
variabel independen berpengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
Jika sig F > 0,05 maka H0diterima dan H1ditolak, artinya tidak
terdapat pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen.
Jika sig F < 0,05 maka H0 ditolak dan H1diterima, artinya ada
pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen.
21
(34)
5. Uji t
Metode pengujian ini digunakan karena menggunakan regresi
sederhana yaitu hanya terdiri dari satu variabel independen saja (label halal).
Dengan rumus:22
t = r
keterangan:
r : koefisien korelasi
n : jumlah anggota sampel
Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat signifikansi variabel
bebas. Jika H0 ditolak, maka variabel bebas berpengaruh terhadap variabel
tidak bebasnya. Sebaliknya, jika H0 diterima berarti variabel bebas tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
22
(35)
A. Konsep Halal
Dalam persoalan halal, Kehalalan produk yang akan dikonsumsi
merupakan persoalan besar dan penting yang paling pertama berhubungan dengan
manusia, sehingga apa yang dikonsumsi itu benar-benar halal atau tercampur
dengan barang haram. Masalah tersebut telah ada semenjak manusia belum
diturunkan ke bumi dan merupakan pelajaran pertama yang diterima dari Tuhan
ketika Allah menentukan kaidah tentang kehalalan, dipertimbangkan pula
kemampuan manusia dalam bersabar terhadap segala sesuatu, maka dari itu Allah
tidak menentukan tentang kehalalan pada udara, akan tetapi untuk makanan dan
minuman serta hal-hal yang dikonsumsi selain makanan dan minuman (seperti
halnya; kosmetika, obat-obatan dan lain-lain) ditentukan tentang kehalalannya.23
1. Pengertian Halal
Halal adalah sesuatu yang dibolehkan menurut ajaran Islam.24 Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah dimuka bumi ini pada asalnya adalah halal
dan mubah. Tidak ada satupun yang haram, kecuali ada nash yang sah dan
23
Imam Al-Ghazali, Benang Tipis antara Halal dan Haram, alih bahasa oleh Ahmad Shiddiq, (Surabaya: Putra Pelajar, 2002), h. 12.
24
Departemen Agama RI, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal, (Jakarta, 2003), h. 5.
(36)
tegas dari syari’ (yang membuat hukum itu sendiri), yaitu Allah dan
rasul-Nyayang mengharamkannya. Kalau tidak ada nash yang sah misalnya karena
ada sebagian hadits lemah atau tidak ada nash yang tegas (Sharih) yang
menunjukkan haram, maka hal tersebut tetap sebagaimana asalnya yaitu
mubah. Seperti ayat Al-Quran dibawah ini: QS. Al-Baqarah: 29
“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu, dan Dia berkehendak (menuju) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 29)25
Halal adalah segala sesuatu yang boleh dikerjakan atau digunakan.
Dengan pengertian bahwa orang yang melakukannya tidak mendapat sanksi
dari Allah SWT.
Pengertian Halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam
KEPMENAG RI No 518 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penetapan
Pangan Halal adalah: tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang
untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan
syariat Islam.26
Dalam buku Ensiklopedia Islam Indonesia disebutkan bahwa halal
artinya tidak dilarang, dan diizinkan melakukan atau memanfaatkannya. Halal
25
Imam Al-Ghazali, Benang Tipis antara Halal dan Haram, h. 12.
26
(37)
itu dapat diketahui apabila ada suatu dalil yang menghalalkannya secara tegas
dalam al-Qur’an dan apabila tidak ada satu dalil pun yang mengharamkannya
atau melarangnya.27
2. Kriteria Halal Menurut Islam
Menentukan halal atau tidaknya suatu urusan adalah suatu yang paling
asasi dalam hukum Islam. Dalam Al-Quran ditegaskan dalam QS. Yunus:
59.28
“Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal. Katakanlah: Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentangnya) atau kamu mengada-ngada saja terhadap Allah.” (QS. Yunus: 59)
Menurut pandangan ulama fikih, dalil diatas merupakan pengetahuan
yang bersifat keyakinan bahwa Allah lah satu-satunya zat yang paling berhak
memutuskan halal haramnya sesuatu. Secara teologis, pengharaman dan
penghalalan sesuatu diluar otoritas yang dipunyai Allah adalah perbuatan
yang bisa dikategorikan syirik. Barangsiapa melakukannya maka dia telah
melewati batas dan melampaui hak ketuhanan dalam perbuatan syariah untuk
makhluk, dan barangsiapa rela atas ilmu tersebut dan mengikuti jejaknya,
27
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia, (Jakarta:Djambatan, 2002), h. 346.
28
Thobieb Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian Rohani, h. 87.
(38)
maka ia telah menjadikan persekutuan kepada Allah dan masuk kategori
syirik.
Imam Syafi’i dalam kitabnya “Al-Um” meriwayatkan, bahwa Qadli
Abu Yusuf, murid Abu Hurairah pernah mengatakan: “Saya jumpai guru kami
dari para ahli ilmu, bahwa mereka tidak suka berfatwa, sehingga mengatakan:
ini halal dan ini haram, kecuali menurut apa yang terdapat didalam Al-Quran
dengan tegas tanpa memerlukan tafsiran. Selanjutnya Imam Syafi’i berkata:
“Sebagian kawan-kawanku pernah menceritakan dari Ibrahim an-Nakha’i
salah seorang ahli fiqih golongan tabi’in dari kufah, dia pernah menceritakan
tentang kawan-kawannya, bahwa mereka bila berfatwa tentang sesuatu untuk
melarang sesuatu, mereka berkata: “Ini makruh, dan ini tidak apa-apa. Adapun
apabila kita yang mengatakan: ini adalah halal dan ini haram, maka betapa
besarnya persoalan ini. Demikian apa yang diriwayatkan oleh Abu Yusuf dari
“Salafus Saleh” yang kemudian dipindahkan dan diakui juga oleh Imam
Syafi’i. Hal ini sama dengan yang diriwayatkan oleh Ibnu Mufilih dari Ibnu
Taimiyah: “Bahwa ulama-ulama salaf dulu tidak mau mengatakan haram,
kecuali setelah diketahuinya dengan pasti.29
Al-Quran dengan tegas mencela perbuatan orang-orang Ahli Kitab
(Yahudi dan Nasrani) yang memberikan otoritas untuk menghalalkan dan
29
(39)
mengharamkan kepada para pendeta dan rahib-rahib. Allah SWT berfirman
dalam QS: At-Taubah: 3130
“Mereka menjadikan pendeta-pendeta dan rahib-rahibnya sebagai Tuhan-tuhan di samping Allah dan (begitu juga) Al-Masih bin Maryam. Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Tuhan yang satu, tidak ada Tuhan selain Dia. Maha suci Dia dari apa yang mereka sekutukan. (QS: At-Taubah: 31)
Dari ayat-ayat di atas, para ahli fikih berpendapat bahwa Allah sajalah
yang memiliki otoritas untuk menghalalkan dan mengharamkan, baik melalui
kitab suci-Nya atau lisan Rasul-Nya. Tugas mereka tidak lebih dari
menjelaskan hukum Allah dalam hal-hal yang dihalalkan atau diharamkan
tersebut.Sebagian rahmat Allah kepada umat manusia adalah bahwa dia tidak
membiarkan mereka dalam kebimbangan tentang hukum halal dan haram.
Sebaliknya, dia menjelaskan yang halal dan menguraikan yang haram
sedemikian rrincinya.
Namun demikian, jika pernyataan halal terhadap sesuatu tidak
dijelaskan hukumnya dalam Al-Quran dan As-Sunnah, atau secara teknis
30
Thobieb Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian Rohani, h.89.
(40)
praktis (modifikasi dan proses teknologinya) tidak diatur, maka hal ini masuk
dalam wilayah ijtihadiyah, dan persoalan ijtihadiyah (kawasan dzanniyah)
adalah urusan ahli hukum fikih (fuqaha), dalam hal ini adalah mujtahid yang
berbakat. Hal ini dapat dikembangkan melalui serangkaian praktik pemberian
keputusan fikih dan melakukan kajian fikih terhadap berbagai pendapat yang
berkembang. Maka dari itu, para ahli fikih mempunyai kriteria-kriteria halal
dan haramnya sesuatu, khususnya dalam hal makanan dan
minuman.31Makanan dan minuman yang halal adalah:32
a. Bukan terdiri atau mengandung bagian atau benda dari binatang yang
dilarang oleh ajaran Islam untuk memakannya atau yang tidak disembelih
menurut ajaran Islam.
b. Tidak mengandung sesuatu yang dihukumi sebagai najis dan atau haram
menurut ajaran Islam.
c. Dalam proses pembuatan, menyimpan dan menghidangkan tidak
bersentuhan atau berdekatan dengan makanan yang tidak memenuhi
persyaratan atau benda yang dihukumkan sebagai najis menurut ajaran
Islam.
31
Ibid, h. 93.
32
Departemen Agama RI, Pedoman Pangan Halal bagi Konsumen, Importir dan Konsumen di Indonesia, (Jakarta, Tim Penerbit Buku Pedoman Pangan Halal, 2001), h.4.
(41)
3. Sistem dan Pedoman Produksi Halal
Prinsip etika dalam produksi yang wajib dilaksanakan oleh setiap
muslim, baik individu maupun kelompok, adalah berpegang pada semua yang
dihalalkan Allah dan tidak melampaui batas. Benar bahwa daerah halal itu
luas, tetapi mayoritas jiwa manusia yang ambisius merasa kurang puas dengan
hal yang halal. Maka akan banyak kita temukan jiwa manusia yang tergiur
kepada sesuatu yang haram dengan melanggar hukum-hukum Allah.33
Produk halal adalah produk pangan, obat, kosmetika, dan produk lain
yang tidak mengandung unsur atau barang haram tau dilarang untuk
dikonsumsi, digunakan, atau dipakai umat Islam baik yanmg menyangkut
bahan baku, baqhan tambahan, bahan bantu, dan bahan penolong lainnya
termasuk bahan produksi yang diolah melalui proses rekayasa genetika dan
iradiasi yang pengolahannya dilakukan sesuai dengan syariat Islam.
Pemeriksaan produk halal adalah pemeriksaan tentang keadaan dan
cara bereproduksi pangan, obat, kosmetika, dan produk lain secara halal yang
meliputi penyembelihan hewan, asal usul bahan baku, bahan tambahan,
banhan bantu, dan bahan penolong serta proses produksi, personalia, peralatan
produksi, sistem jaminan halal, dan hal lain-lain yang berhubungan langsung
maupun tidak langsung dengan kegiatan produksi halal.34
33
Rustam Effendi, Produksi dalam Islam, (Yogkarta: Magistra Insania Press, 2003), h. 7.
34
Thobieb Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian Rohani, h. 131.
(42)
Pemeriksaan Sarana Produksi
Tim auditor halal melakukan pemeriksaan terhadap:
a. Fasilitas fisik berupa bangunan, tata ruang, tempat produksi, dan
lingkungan produksi.
b. Fasilitas peralatan produksi, penyimpanan, penyiapan, pengangkutan, dan
pengawasan.
c. Cara berproduksi, meliputi penyiapan dan penyembelihan hewan potong,
pemilihan bahan baku, bahan tambahan, bahan bantu, dan bahan
penolong, serta pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan.35
B. Label Halal
1. Pengertian Label Halal
Islam adalah sebuah agama yang menjadi ideologis, sistem dan aturan
hidup, kerangka berpikir, pedoman terhadap konsep dan pengembangan
integritas diri, menjadi tolak ukur keabsahan suatu tindakan, serta sumber
inspirasi bagi sebagian besar teori peradaban. Sebagai ideologi, Islam
memiliki aturan yang lengkap dan menyeluruh, serta komprehensif dalam
mengatur setiap aspek utama kehidupan manusia.36
35
Departemen Agama RI, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal (Jakarta, 2003), h. 148.
36
(43)
Pemberian label berkaitan erat dengan pengemasan. Label merupakan
bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi mengenai produk
dan penjual. Stanton membagi label ke dalam 3 (tiga) klasifikasi yaitu:37 a. Brand Label, yaitu merek yang diberikan pada produk atau dicantumkan
pada kemasan.
b. Descriptive Label, yaitu label yang memberikan informasi objektif
mengenai penggunaan, konstruksi/pembuatan, perawatan/perhatian, dan
kinerja produk, serta karakteristik-karakteristik lainnya yang berhubungan
dengan produk.
c. Grade Label, yaitu label yang mengindentifikasikan penilaian kualitas
produk (product’s judged quality) dengan suatu huruf, angka, atau kata.
Misal buah-buahan dalam kaleng diberi label kualitas A, B dan C.
Pengertian Halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam
KEPMENAG RI No 518 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penetapan
Pangan Halal adalah tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang
untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan
syariat Islam.38
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, label didefinisikan sebagai
sepotong kertas (kain, logam, kayu dan sebagainya) yang ditempelkan pada
37
Retno Sulistyowati “Labelisasi Halal” artikel ini diakses pada tanggal 10 Juli 2010 dari
http://www.esqmagazine.com..
38
(44)
barang dan menjelaskan tentang nama barang, nama pemilik, tujuan, alamat
dan sebagainya.39
Label halal yang secara prinsip adalah label yang menginformasikan
kepada pengguna produk yang berlabel tersebut, bahwa produknya
benar-benar halal dan nutrisi-nutrisi yang dikandungnya tidak mengandung
unsur-unsur yang diharamkan secara syariah sehingga produk tersebut boleh
dikonsumsi.40Label halal yang ada pada kemasan produk yang beredar di Indonesia adalah sebuah logo yang tersusun dari huruf-huruf Arab yang
membentuk kata halal dalam sebuah lingkaran.41
Untuk memperoleh label halal dari MUI, produsen harus melalui
proses sertifikasi halal terlebih dahulu. Sertifikasi halal adalah suatu proses
pemeriksaan secara rinci terhadap kehalalan produk, yang selanjutnya
diputuskan kehalalannya dalam bentuk Fatwa MUI.42
Sertifikasi halal secara definisi dijelaskan dalam panduan untuk
memperoleh sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI yaitu, fatwa
tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat
39
Hoetomo M.A, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h. 301.
40
Ahmad Haris, “Halal di kemasan Belum Tentu Halal Dimakan”. artikel ini diakses pada tanggal 13 Juli dari http://www.harisahmad.com.
41
Ibid.
42
(45)
Islam. Sertifikat halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan izin
pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi terkait.43
Dengan demikian label halal adalah label yang diberikan pada
produk-produk yang telah memenuhi kriteria halal menurut agama Islam.
Perusahaan-perusahaan yang telah mencantumkan produknya dengan label halal
merupakan perusahaan yang telah melakukan prosesi halal pada produknya.
Mengacu pada klasifikasi label yang diberikan oleh Stanton, maka
label halal masuk dalam klasifikasi Descriptive Label yaitu label yang
menginformasikan tentang:44
1. Konstruksi atau pembuatan produk yang sesuai dengan standard halal;
2. Ingredient atau bahan baku produk yang sesuai dengan standard halal dan;
3. Efek yang ditimbulkan (other characteristic) produk yang sesuai dengan
standard halal.
2. Proses Labelisasi Halal
Sebelum mencantumkan label halal pada suatu produk, produsen harus
mengajukan sertifikat halal bagi produknya. Dalam mengajukan sertifikat
halal, produsen terlebih dahulu disyaratkan mempersiapkan Sistem Jaminan
Halal seperti diuraikan di bawah ini:45
43
Ibid., h. 1.
44
Retno Sulistyowati “Labelisasi Halal” artikel ini dari http://www.esqmagazine.com.
45
(46)
Sistem jaminan halal adalah sistem yang mencakup organisasi,
tanggung jawab, prosedur, kegiatan, kemampuan dan sumber daya yang
bertujuan untuk menjamin bahwa proses produksi yang dilakukan dapat
menghasilkan produk halal.46
a. Sistem Jaminan Halal (Halal Assurance System) harus didokumentasikan
secara jelas dan rinci serta merupakan bagian dari kebijakan manajemen
perusahaan.
b. Dalam pelaksanaannya, Sistem Jaminan Halal ini diuraikan dalam bentuk
Panduan Halal (Halal Manual) yang memberikan uraian sistem
manajemen halal yang dijalankan produsen, serta berfungsi sebagai
rujukan tetap dalam melaksanakan dan memelihara kehalalan produk
tersebut.
c. Produsen menjabarkan Panduan Halal secara teknis dalam bentuk
Prosedur Baku Pelaksanaan (Standard Operating Procedure) untuk
mengawasi setiap proses yang kritis agar kehalalan produknya tetap
terjamin.
d. Baik Panduan Halal maupun Prosedur Baku Pelaksanaan yang disiapkan
harus disosialisasikan dan diuji coba di lingkungan produsen, sehingga
seluruh jajaran manajemen dari tingkat direksi sampai karyawan
memahami betul bagaimana memproduksi produk halal dan baik.
46
(47)
e. Sistem Jaminan Halal dan pelaksanaannya dimonitor dan dievaluasi
melalui sistem audit halal internal yang ditetapkan oleh perusahaan.
f. Koordinasi pelaksanaan Sistem Jaminan Halal dilakukan oleh Tim
Auditor Halal Internal yang mewakili seluruh bagian yang terkait dengan
produksi halal yang ditetapkan oleh perusahaan. Koordinator Tim Auditor
Halal Internal harus beragama Islam.
g. Penjelasan rinci tentang Sistem Jaminan Halal dapat merujuk kepada
Buku Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Halal, yang dikeluarkan oleh
LPPOM MUI.
Setelah persyaratan Sistem Jaminan Halal yang produsen ajukan telah
disetujui, maka produsen dapat menjalankan Prosedur Sertifikasi Halal
Sertifikat halal adalah bukti sah tertulis yang menyatakan kehalalan suatu
produksi yang dikukuhkan oleh menteri agama.47Dengan prosedur::48
a. Setiap produsen mendaftarkan seluruh produknya yang diproduksi dalam
satu lokasi dan mendaftarkan seluruh pabrik pada lokasi yang berbeda
yang menghasilkan produk dengan merek yang sama.
b. Setiap produsen yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal bagi
produknya, harus mengisi formulir yang telah disediakan. Formulir
tersebut berisi informasi tentang data perusahaan, jenis dan nama produk
serta bahan-bahan yang digunakan dengan melampirkan:
47
Departemen Agama RI, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal, h. 132.
48
(48)
1). Spesifikasi dan Sertifikat halal bahan baku, bahan tambahan dan bahan
penolong serta bagan alur proses.
2). Sertifikat Halal atau Surat Keterangan Halal dari MUI Daerah (produk
lokal) atau Sertifikat Halal dari Lembaga Islam yang telah diakui oleh
MUI (produk impor) untuk bahan yang berasal dari hewan dan
turunannya.
3). Sistem jaminan halal yang diuraikan dalam panduan halal beserta
prosedur baku pelaksanaannya.
c. Tim Auditor LPPOM MUI melakukan pemeriksaan/audit ke lokasi
produsen setelah formulir beserta lampiran-lampirannya dikembalikan ke
LPPOM MUI dan diperiksa kelengkapannya. Hasil pemeriksaan/audit dan
hasil laboratorium dievaluasi dalam Rapat Tenaga Ahli LPPOM MUI.
Jika telah memenuhi persyaratan, maka dibuat laporan hasil audit untuk
diajukan kepada Sidang Komisi Fatwa MUI untuk diputuskan status
kehalalannya.
1). Sidang Komisi Fatwa MUI dapat menolak laporan hasil audit jika
dianggap belum memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan.
Sertifikat Halal dikeluarkan oleh MUI setelah ditetapkan status
(49)
2). Perusahaan yang produknya telah mendapat Sertifikat halal, harus
mengangkat Auditor Halal Internal sebagai bagian dari Sistem Jaminan
Halal. Jika kemudian ada perubahan dalam penggunaan bahan baku,
bahan tambahan atau bahan penolong pada proses produksinya, Auditor
Halal Internal diwajibkan segera melaporkan untuk mendapat
“ketidakberatan penggunaannya”. Bila ada perusahaan yang terkait
dengan produk halal hasil dikonsultasikan dengan LPPOM MUI oleh
Auditor Halal Internal.
Tim Auditor LPPOM MUI akan melakukan pemeriksaan/audit ke
lokasi produsen untuk memastikan apakah seluruh bahan yang digunakan
dalam proses pembuatan produk memenuhi syarat yang sesuai syariah. Tata
cara pemeriksaan (audit) nya adalah sebagai berikut:49
a. Surat resmi akan dikirim oleh LPPOM MUI ke perusahaan yang akan
diperiksa, yang memuat jadwal audit pemeriksaan dan persyaratan
administrasi lainnya.
b. LPPOM MUI menerbitkan surat perintah pemeriksaan yang berisi:
1). Nama ketua tim dan anggota tim.
2). Penetapan hari dan tanggal pemeriksaan.
49
(50)
c. Pada waktu yang telah ditentukan Tim Auditor yang telah dilengkapi
dengan surat tugas dan identitas diri, akan mengadakan pemeriksaan
(auditing) ke perusahaan yang mengajukan permohonan sertifikat halal.
Selama pemeriksaan berlangsung, produsen diminta bantuannya untuk
memberikan informasi yang jujur dan jelas.
d. Pemeriksaan (audit) produk halal mencakup:
1). Manajemen produsen dalam menjamin kehalalan produk.
2). Observasi lapangan dan Pengambilan contoh hanya untuk bahan yang
dicurigai mengandung babi atau turunannya, yang mengandung
alkohol dan yang dianggap perlu.
3. Label Halal Melindungi Konsumen Muslim
Sebagai konsumen yang memiliki peringkat mayoritas, umat Islam
harus melindungi bahan pangannya dari pencemaran bahan-bahan haram, baik
bahan utama maupun bahan adifit dalam proses pengolahannya. Karena
bagaimanapun masalah haram lebih terfokus pada hubungan langsung
manusia dengan Tuhannya, yang tidak boleh ditutupi hanya untuk
kepentingan praktis, misalnya, kepentingan ekonomi, bisnis, politik, stabilitas
dan lain-lain yang belum jelas kecenderungannya.
Sertifikat yang menyatakan kehalalan suatu produk makanan atau
minuman oleh LPPOM-MUI hanya mencakup sebatas perlindungan pada
(51)
makanan akan difatwakan oleh MUI (LPPOM dengan Komisi fatwa), ketika
realitas barangnya yang meliputi tempat penyimpanan, tempat penjualan,
pengolahan, tempat pengolahan, dan tempat transportasi terdapat kejelasan
ada tidaknya pencampuran dengan unsur haram atau najis, serta kalau berupa
hewan, dilihat benar tidaknya dalam proses penyembelihannya.
Persoalan ini mendapat sorotan yang cukup tajam dalam doktrin
agama. Dan juga hal ini cukup kompleks dan rumit menyangkut amal
perbuatan manusia (produsen) dan berkaitan langsung dengan Tuhan.
Sehingga hal-hal detail yang berkaitan dengan cara perolehan harta atau
makanan merupakan tanggung jawab moral dengan Tuhan secara langsung.
Kemudian ketika suatu produk yang sudah dinyatakan halal oleh MUI
(berlabel halal), tapi dalam kenyataannya ditemukan adanya unsur campuran
barang haram atau najis, maka dalam kasus seperti ini, MUI sudah
mengantisipasi dengan mengadakan kebijaksanaan bahwa MUI suatu saat
akan mengadakan pemeriksaan secara mendadak dan acak melalui uji
laboratorium pada barang yang dinyatakan halal. Jika kemudian ditemukan
adanya unsur atau bercampur dengan barang haram atau najis dalam barang
yang bersangkutan, maka MUI akan mengumumkan langsung atas keharaman
barang tersebut melalui JURNAL HALAL LPPOM MUI atau media massa
lain (cetak atau elektronika), walaupun masa berlaku sertifikat halalnya belum
(52)
produsen akan selalu menjaga kehalalan produk selama masa sertifikat halal
berlaku.50
4. Brand Image
Brand(merek) adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, capa atau kemasan) untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual tertentu, serta membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan para pesaing.51
Image(citra) adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaannya, dimana persepsi merupakan suatu gambaran yang terbentuk dari proses membangun kesan yang dapat memberiakan anggapan atau reaksi yang berbeda-beda pada diri seseorang atau mesyarakat tertentu.52
Brand Image atau citra merek adalah sekumpulan asosiasi merek yang
terbentuk dan melekat dibenak konsumen. Konsumen yang terbiasa
menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand
image. Bila merek dari suatu produk atau jasa telah memiliki kesan baik, ini
menandakan bahwa merek tersebut telah berhasil membangun citranya dalam
konsumen dalam keberadaanya dalam pemikiran konsumen.53
50
Thobieb Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian Rohani, h. 154.
51
A.B. Susantodan Himawan wijanarko, Power Branding: Membangun Merek Unggul dan Organisasi Pendukungnya, (Jakarta: PT. Mizan Publika,2004), h. 6.
52
Philip Kotler dan AB. Susanto , Manajemen Pemasaran di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2001), h. 388.
53
(53)
Semakin berkualitasnya suatu produk atau jasa semakin baik juga citra
produk atau jasa tersebut tertanam dalam benak konsumen sehingga
konsumen akan terus melakukan pembelian produk atau jasa yang
sama.konsumen membeli produk atau jasa tidak hanya sekedar atribut tampak
atau nyata saja melainkan pada dasarnya konsumen membayar sesuatu yang
dapat memenuhi dan memuaskan keinginannya, baik itu yang berwujud
maupun yang tidak berwujud. Untuk itu perusahaan harus mampu
mempertahankan brand image (citra merek) dengan terus meningkatkan
kualitas produk atau jasanya sehingga konsumen tidak beralih pada produk
lain. Cita merek yang baik ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu
produk atau jasa dimata pelanggan. 54
Brand (merek) adalah suatu simbol yang dapat menyampaikan hingga
enam tingkat pengertian sebagai berikut:55
a. Atribut, merek mengingatkan atribut-atribut tertentu.
b. Manfaat, atribut-atribut yang harus diterjemahkan menjadi manfaat
fungsional.
c. Nilai, merek tersebut juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsennya.
d. Budaya, merek tersebut juga mungkin melambangkan budaya tertentu.
e. Kepribadian, merek tersebut dapat mencerminkan kepribadian tertentu.
54
Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak, Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas Dan Perilaku Merek, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama), 2004, h. 96.
55
Jackie Ambadar, Miranty Abiding dan Yanti Isa, Mengelola Merek, (Jakarta: YBKM, 2007), h. 5.
(54)
f. Pemakai, merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli dan
menggunakan produk tersebut.
Merek menjadi sangat penting saat ini karena faktor:
a. Emosi konsumen terkadang naik turun. Merek mampu membuat janji
emosi menjadi konsisten dan stabil.
b. Merek dapat menembus setiap pagar budaya dan pasar.
c. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen.
Menurut Philip Kotlet Image (citra) yang efektif melakukan tiga hal:56 a. Memantapkan karakter produk dan susulan nilai.
b. Menyampaikan karakter itu dengan cara yang berbeda sehingga tidak
dikacaukan oleh karakter pesaing.
c. Memberikan kekuatan emosional yang lebih sekedar citra mental. Agar
berfungsi citra itu harus disampaikan melalui setiap sarana komunikasi
yang tersedia dalam kontak merek.
C. Keputusan Membeli Produk
1. Pengertian Keputusan Membeli Produk
Robbins menyatakan bahwa pengambilan keputusan terjadi sebagai
suatu reaksi terhadap suatu masalah (problem). Masalah ini diartikan sebagai
suatu penyimpangan antara keadaan saat ini dengan keadaan yang diinginkan
56
(55)
oleh individu sehingga menuntut individu tersebut ke arah tindakan alternatif
dalam mengambil keputusan membeli.57
Keputusan membeli juga harus dapat dibedakan dengan maksud
membeli yang dilakukan oleh konsumen. Maksud membeli akan dipengaruhi
oleh sikap orang lain dan faktor-faktor situasional yang tidak terduga yang
mungkin dapat mengubah maksud membeli tersebut, baik itu jadi membeli
atau tidak jadi membeli, sedangkan di dalam keputusan membeli yang
dilakukan konsumen sudah jelas, dalam arti, konsumen sudah memutuskan
untuk jadi membeli, menangguhkan atau bahkan batal membeli.58
Akan tetapi inti dari pengambilan keputusan konsumen (consumer
decision making) adalah proses penggabungan yang mengkombinasikan
pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan
memilih salah satu diantaranya.
Dari pendapat dan pengertian tentang keputusan membeli di atas,
maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu sebagai suatu proses yang terdiri dari
pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif pembelian dan
hasil pembelian yang dilakukan individu dalam upaya memenuhi kebutuhan
atau keinginannya atas suatu produk/jasa dengan melakukan pemilihan
57
M. Taufiq Amir, Dinamika Pemasaran: Jelajahi dan Rasakan, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2005, h. 47.
58
Husein Umar, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), h.245.
(56)
alternatif yang tersedia dan proses ini berlaku untuk pembelian ulangan atau
kelanjutan.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam
Keputusan Membeli59
a. Faktor Budaya
Faktor budaya mempunyai pengaruh yang paling luas dan paling
dalam terhadap perilaku konsumen. Produsen harus memahami peran
yang dimainkan oleh kultur dan kelas sosial pembeli. Sub kultur terdiri
dari kebangsaan, agama, ras dan daerah geografis. Kelas adalah
pembagian masalah yang relatif homogen dan permanen, yang tersusun
secara hirarkis dan anggotanya menganut nilai-nilai, minat dan perilaku
yang serupa.
Untuk itulah produsen yang kreatif hendaknya selalu mencoba
menempatkan pergeseran budaya dalam rangka menyesuaikan atau
bahkan menghayalkan produk/jasa baru yang diinginkan oleh para
konsumen.
b. Faktor Sosial
Faktor sosial terdiri dari adanya faktor kelompok kecil, keluarga,
peran dan status sosial konsumen. Hal ini dikarenakan perilaku seseorang
dapat dipengaruhi oleh kelompok-kelompok, baik itu kelompok
59
Philip Kottler dan Gary Amstrong, Dasar-dasar Pemasaran, (Jakarta: Intermedia, 1992), h.239.
(57)
keanggotaan yakni yang memiliki pengaruh langsung pada perilaku
seseorang dan orang itu termasuk di dalamnya, kelompok referensi/acuan
yaitu yang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung pada sikap
atau perilaku seseorang, dan kelompok aspirasional yaitu kelompok yang
ingin dimasuki oleh seseorang.
c. Faktor Pribadi
Merupakan pengaruh dari karakteristik pribadi pembeli seperti:
usia dan tahap daur hidup, kepribadian dan konsep dari pembeli.
Kebutuhan seseorang akan barang dan jasa tentu saja akan berubah
menyesuaikan dengan usia dan tahapan daur hidupnya. Masa-masa
pergantian dari bayi, balita, remaja, dewasa dan tua akan menentukan
perilaku pembelian seseorang akan suatu produk/jasa.
d. Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang berpengaruh antara lain: motivasi, persepsi,
pembelajaran, sikap dan integrasi.
Motivasi (Motivation) merupakan suatu dorongan yang ada dalam
diri manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal motivasi, terdapat
urutan kepentingan yang dibutuhkan seseorang yaitu: kebutuhan
psikologis, keamanan, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri. Seseorang
akan berusaha memuaskan kebutuhan yang paling penting, setelah itu baru
(58)
Persepsi (Perception) adalah sebuah proses yang dengan proses itu
orang-orang memilih, mengorganisasi dan menginterpretasi informasi
untuk membentuk gambaran dunia yang penuh arti. Persepsi merupakan
hasil pemaknaan seseorang terhadap stimulus atau kejadian yang
diterimanya berdasarkan informasi dan pengalamannya terhadap
rangsangan tersebut.
Pembelajaran (Learning) merupakan proses yang menjelaskan
perubahan-perubahan dalam perilaku individual yang muncul dari
pengalaman. Pembelajaran terjadi melalui dorongan, rangsangan,
petunjuk, tanggapan dan penguatan kembali yang saling mempengaruhi.
Pembelajan dilakukan seseorang setelah membeli produk tersebut dengan
melihat apakah produk tersebut memiliki kegunaan dan akan dijadikan
sebagai referensi.
Sikap menggambarkan tentang suatu evaluasi, perasaan dan
kecenderungan seseorang yang secara relatif konsisten terhadap suatu
objek atau gagasan, karena sikap yang dimiliki seseorang tentang sesuatu.
Produsen hendaknya memperhatikan kepercayaan akan meningkatkan
citra produk/jasa dan orang-orang cenderung bertindak sesuai dengan
(59)
Integrasi (Integration), merupakan kesatuan antara sikap dan
tindakan. Integrasi merupakan respon atas sikap yang diambil. Perasaan
suka akan mendorong seseorang untuk membeli dan perasaan tidak suka
akan membulatkan tekad seseorang untuk tidak membeli produk
tersebut.60
3. Tahap-tahap Proses Membeli Konsumen61
Ada lima tahap yang dilalui konsumen dalam proses pembelian, yaitu
pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan
pembelian dan perilaku pasca pembelian.
Tabel 3.1Model lima tahap prosespembelian
a. Pengenalan Masalah
Proses dimulai pada saat pembeli menyadari adanya masalah atau
kebutuhan pembelian. Pembeli merasakan adanya perbedaan antara
keadaan yang nyata dan keadaan yang diinginkan. Kebutuhan ini
disebabkan oleh adanya rangsangan internal maupun eksternal dari
pengalaman sebelumnya. Orang yang telah belajar bagaimana mengatasi
dorongan ini dan dimotivasi ke arah produk yang diketahuinya akan
memuaskan dorongan ini. Konsumen akan membeli suatu produk sebagai
60
Ibid,, h. 240.
61
Bilson Simamora, Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan Profitabel, (Jakarta: PT Gramedia Utama, 2001), h. 94.
Pengenalan Masalah
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Membeli
Perilaku Pasca Membeli
(60)
solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan
masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk yang
akan dibeli.62
b. Pencarian Informasi
Seorang konsumen yang terdorong kebutuhannya mungkin
mencari atau mungkin juga tidak mencari informasi lebih lanjut. Jika
dorongan konsumen kuat dan produk/jasa itu ada di dekatnya, mungkin
konsumen akan langsung membelinya. Jika tidak, maka kebutuhan
konsumen ini hanya akan menjadi ingatan saja.
Pencarian informasi digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu
pencarian informasi karena perhatian yang meningkat, yang ditandai
dengan pencarian informasi yang sedang-sedang saja dan pencarian
informasi dari segala sumber. Proses pencarian informasi dapat berasal
dari dalam memori (internal) dan dari bertanya kepada orang lain
(eksternal).
c. Evaluasi Alternatif
Setelah konsumen mendapat berbagai macam informasi,
konsumen akan mengevaluasi alternative apa yang tepat untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapinya.
62
Duncan, Tom. 2005. Principles of Advertising & IMC, Second Edition. (McGraw-Hill, Inc.), Bab 5.
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quranul Karim
Al-Asyhar, Thobieb, 2003,
Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani
dan Kesucian Rohani,
Jakarta: PT. Almawardi Prima.
Al-Ghazali, Imam, 2002,
Benang Tipis Antara Halal Dan Haram,
Surabaya:
Putra Pelajar.
Ambadar, Jackie, Miranty Abiding dan Yanti Isa, 2007,
Mengelola Merek
,
Jakarta: YBKM.
Amir, M. Taufiq, 2005,
Dinamika Pemasaran Jelajahi dan Rasakan
, Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada.
Departemen Agama Republik Indonesia. 2003,
Dalil dan Pertimbangan
Penetapan Produk Halal
, Jakarta.
________. 2003,
Panduan Auditor Halal
, Jakarta.
________. 2003,
Panduan Sertifikasi Halal
, Jakarta
________. 2003,
Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal,
Jakarta.
________. 2003,
Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Halal MUI
,
Jakarta.
(2)
Durianto, Darmadi, Sugiarto, Tony Sitinjak
,
2004
, Strategi Menaklukan Pasar
Melalui Riset Ekuitas Dan Perilaku Merek
, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Effendi, Rustam, 2003,
Produksi Dalam Islam,
Yogyakarta: Megustra Insania
Press.
________.
“Sertifikasi Halal Juga Untungkan Produsen”
, artikel ini di akses
pada tanggal dari
http://gagasanhukum.wordpress.com
.
Haris, Ahmad, “
Halal di kemasan Belum Tentu Halal Dimakan”
. artikel ini
diakses pada tanggal 13 Juli dari http://www.harisahmad.com
Hawwa, Said, 1993
, Al-Islam
, Jakarta: Al-Islahi Press.
Hermawan, Asep, 2003,
Pedoman Praktis Metodologi Penelitian Bisnis
,
Jakarta: LPFE Trisakti.
Hoetomo M.A, 2005,
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
, Surabaya: Mitra
Pelajar.
Kottler, Phillip dan Gary Armstrong, 1992,
Dasar-Dasar Pemasaran
, Jakarta:
Intermedia.
________ dan AB. Susanto, 2001,
Manajemen Pemasaran di Indonesia
,
Jakarta: Salemba Empat.
Nurbowo, Anton Apriyantono, “
Aku Ingin Yang Halal”
Artikel ini diakses
pada tanggal 7 Juli 2010 dari
www.unisba.ac.id
.
(3)
Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah.2005,
Metode Penelitian
Kuantitatif Teori dan Aplikasi
. Jakarta: Rajawali Pers.
Sevilla, Consello. Et All, 1993,
Pengantar Model Penelitian
, Jakarta: UI
Press.
Simamora, Bilson, 2001,
Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan
Profitable
, Jakarta: PT. Gramedia Utama.
Stanton, William. J, 1995, Fundamental of Marketing, Toronto Canada: MC
G Hill Book Compani.
Sugiyono, 2009,
Statistika Untuk Penelitian
, Bandung: Alfabeta.
Susanto, A.B, dan Himawan wijanarko, 2004,
Power Branding: Membangun
Merek Unggul dan Organisasi Pendukungnya
, (Jakarta: PT. Mizan
Publika).
Supranto, J, 2001,
Teori Statistik dan Aplikasi
, Jakarta: Erlangga.
Sulistyowati, Retno, “
Labelisasi Halal”
artikel ini diakses pada tanggal 10
Juli 2010 dari
http://www.esqmagazine.com
.
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, 2002,
Ensiklopedi Islam Indonesia
.
Jakarta: Djambata.
Umar, Husein, 2000,
Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen
, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
www.asiamarketresearch.com/glossari/brandimage.html
.
(4)
LAMPIRAN
Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Label Halal
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.883 13
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
VAR00001 36.3000 26.542 .423 .881
VAR00002 36.3375 26.480 .489 .878
VAR00003 36.2750 25.518 .500 .878
VAR00004 36.1125 25.114 .606 .873
VAR00005 36.3250 24.450 .644 .870
VAR00006 36.4125 24.448 .706 .867
VAR00007 36.3500 24.889 .637 .871
VAR00008 36.4375 24.553 .670 .869
VAR00009 36.5125 25.823 .450 .881
VAR00010 36.1500 25.699 .631 .872
VAR00011 36.1125 25.494 .544 .876
VAR00012 36.3625 25.399 .611 .873
VAR00013 36.2125 25.410 .498 .879
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
39.3250 29.488 5.43028 13
Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Keputusan Menggunakan Kosmetik
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.820 9
Item-Total Statistics Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
VAR00001 23.1625 10.467 .755 .774
VAR00002 23.0375 10.163 .735 .774
VAR00003 23.0875 11.575 .572 .798
(5)
VAR00006 22.9875 11.633 .432 .813
VAR00007 23.2250 11.063 .554 .798
VAR00008 23.0375 11.302 .513 .803
VAR00009 23.0000 10.608 .657 .785
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
26.0250 13.949 3.73480 9
Regression
Variables Entered/Removed
bModel Variables Entered Variables Removed Method
1 labelhalala . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: kepmembeli
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .686a .471 .464 2.61758
a. Predictors: (Constant), labelhalal
ANOVA
bModel Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 475.117 1 475.117 69.343 .000a
Residual 534.433 78 6.852
Total 1009.550 79
a. Predictors: (Constant), labelhalal b. Dependent Variable: kep.menggunakan
(6)
Coefficients
aModel
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 5.815 2.153 2.701 .008
labelhalal .452 .054 .686 8.327 .000
a. Dependent Variable: kep.menggunakan