Prinsip Nondiskriminasi dalam WTO dan Kebijakan Kandungan

kewajiban internasional dari host country berdasarkan prinsip-prinsip perdagangan internasional yang diatur di dalam GATTWTO. 65

C. Prinsip Nondiskriminasi dalam WTO dan Kebijakan Kandungan

Lokal Prinsip adalah asas kebenaran yang menjadi pokok dasar orang berpikir, bertindak, dan sebagainya. 66 Adapun prinsip-prinsip hukum atau asas-asas hukum merupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa melalui asas hukum ini peraturan-peratran hukum berubah sifatnya menjadi bagian dari suatu tatanan etis. 67 Tentang pengertian prinsip atau principle, Black’s Law Dictionary, memberikan pernyataan sebagai berikut. 68 “A fundamental truth or doctrine, as of law; a comprehensive rule of doctrine which furnishes a basis or drigen for others, a settled rule of actions procedure or legal determination. A truth or preposition so clear that it can not be proves or contradicted anless by a preposition which is still cleaner. That which constitutes the essence of a body or its constituents parts. That which pertains theoritical part of a science.” Dari pengertian prinsip di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip hukum adalah suatu yang sangat mendasar bagi suatu konsep hukum. Prinsip hukum dalam pengertian substansinya tidak meerupakan bagian terpisah dari kategori 65 Asmin Nasution, Op. Cit., hlm. 74. 66 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN. Balai Pusaka, 1986, hlm. 768. 67 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006 , hlm. 45. 68 Syahmin A.K., Hukum Dagang Internasional: Dalam Kerangka Studi Analitis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 36. Universitas Sumatera Utara norma-norma hukum, melainkan hanya berbeda dalam isi dan pengaruhnya. 69 Prinsip-prinsip dasar yang melandasi GATTWTO menurut Wil D. Verwey dalam Ginanjar Kartasasmita ialah prinsip non diskriminasi yang mengundang tiga bentuk perlakuan terhadap barang yang akan dijual di pasar internasional. Prinsip-prinsip itu berakar dari filsafah liberalisme barat, yang dikenal dengan “Trinita”, yaitu kebebasan freedom, persamaan equality, dan asas timbal balik reciprocity. 70 Pada dasarnya prinsip-prinsip tersebut menganggap semua pihak sama kedudukannya. Dari prinsip-prinsip tersebut tersirat prinsip persaingan bebas melalui kesempatan yang sama. Prinsip-prinsip hukum liberal tersebut menganggap semua negara sama kuat. Namun demikian muncul persoalan ketika muncul negara-negara berkembang yang baru merdeka setelah Perang Dunia Kedua. Kehadiran negara-negara berkembang mengakibatkan negara industtri maju yang kuat bersaing dengan negara berkembang yang lemah, akhirnya asas persamaan tidak lagi membawa keadilan equity, tetapi sering justru memperbesar ketidakadilan. 71 Oleh karena itu, perlulah peraturan-peraturan dasar dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam hukum WTO menjadi acuan sistem perdagangan multinasional. Dalam menghadapi era globalisasi yang tengah berjalan di segala sektor dewasa ini, Indonesia telah meratifikasi beberapa perjanjian penting yang diantaranya adalah menjadi anggota WTO. Konsekuensi penting dari kenggotaan 69 Ibid., hlm. 36. 70 Ginanjar Kartassasmita, Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan , Jakarta: Cidesindo, 1996, hlm. 100. 71 Muhammad Sood, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012, hlm. 40. Universitas Sumatera Utara suatu orgaanisasi dunia, seperti WTO yang diratifikaasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994 pada tanggal 2 November 1994 mewajibkan Indonesia berhati-hati dalam memberlakukan peraturan ekonomi. Ratifikasi yang dilakukan Pemerintah Indonesia atas Agreement Establishing the World Trade Organization dilihat dari segi hukum merupakan suatu langkah yang tidak dapat dicegah sebab sebagai negara yang berkembang dengan posisi lemah dalam peraturan dagang internasional, Indonesia harus meletakkan tumpuan pada suatu forum multilateral, yakni WTO sebagai wujud suatu kekuasaan internasional di bidang perdagangan antarnegara, yang diharapkan menegakkan rule of law dalam masyarakat global. 72 Adapun prinsip-prinsip hukum dari perdagangan multilateral yang diatur didalam GATTWTO, meliputi prinsip non-diskriminasi the principle of non- discriminatory , prinsip resiprositas reciprocity, prinsip penghapusan hambatan kuantitatif, prinsip perdagangan adil fairness principle, dan prinsip tarif mengikat tariff binding principle. 73 Berikut akan diuraikan mengenai prinsip non-diskriminasi. Prinsip non-diskriminasi adalah salah satu prinsip utama WTO, artinya merupakan prinsip-prinsip yang menjadi landasan seluruh kebijakan dan tata aturan perdagangan dalam sistem WTO. Prinsip non-diskriminasi berarti prinsip yang menolak kebijakan atau tindakan yang diskriminatif. 74 Terdapat dua prinsip non diskriminasi dalam hukum organisasi perdagangan dunia WTOGATT yaitu 72 Asmin Nasution,Op.cit., hlm. 48. 73 Muhammad Sood, Op. Cit., hlm. 41. 74 Rusli Pandika, Sanksi Dagang Unilateral: Di Bawah Sistem Hukum WTO, Bandung: PT. Alumni, 2010, hlm. 131. Universitas Sumatera Utara kewajiban The Most Favoured Nation MFN Treatment dan kewajiban The National Treatment. 1. Prinsip Most Favoured Nation MFN Pada tahun 1978, International Law Commission ILC mengajukan UN General Assembly suatu Draft Articles Most Favoured Nation Clause. Dalam Article 5 draft itu dirumuskan pengertian Most Favored Nation Treatment sebagai berikut: 75 “MFN Treatment adalah suatu perlakuan yang diberikan oleh granting State kepada beneficiary State, atau kepada orang atau barang dalam suatu hubungan tertentu dengan Negara tersebut, tidak lebih kurang nyaman dari perlakuan yang diberikan oleh granting State kepada suatu negara ketiga atau orang atau barang dalam suatu hubungan yang serupa dengan negara pihak ketiga tersebut.” Prinsip ini juga diatur didalam Article 1 section 1 GATT 1947, yang berjudul General Favoured Nation Treatment, merupakan prinsip non- diskriminasi terhadap produk sesama negara-negara anggota WTO. Article 1 section 1 GATT 1947 mengharuskan MFN atas semua konsesi tarif yang telah diperjanjikan oleh para pesertanya dengan menentukan bahwa: 76 “With respect to customs duties and charges of any kind imposed on or in connection with importation or exportation or imposed on the international transfer of payments for imports or exports, and with respect to the method of levying such duties and charges, and with respect to all rules and formalities in connection with importation and exportation, and with respect to all matters referred to in paragraphs 2 and 4 of Article III, any advantage, favour, privilege or immunity granted by any contracting party to 75 Ibid., hlm. 132. 76 The General Agreement on Tariffs And Trade, http:webcache.googleusercontent.comsearch?q=cache:XYVkHpxx9GcJ:www.wto.orgenglishd ocs_elegal_egatt47_e.doc+cd=1hl=enct=clnk diakses pada tanggal 3 February 2014 pukul 23.38. Universitas Sumatera Utara any product originating in or destined for any other country shall be accorded immediately and unconditionally to the like product originating in or destined for the territories of all other contracting parties.” Dalam sistem GATT DAN WTO, prinsip Most Favoured Nation merupakan salah satu tonggak sistem tersebut karena prinsip ini memainkan peran sentral dalam memastikan sistem perdagangan yang bersifat multilateral yang dibangun dalam GATT. Prinsip Most Favoured Nation mengharuskan setiap anggota WTO tidak mendiskriminasikan anggota WTO yang satu dengan anggota-anggota WTO lainnya. 77 Apabila suatu negara hendak memberikan kemudahan atau fasilitas perdangangan internasional kepada negara kedua, maka kemudahan serupa harus pula diberikan kepada negara ketiga, keempat, dan seterusnya. Kebaikan dari prinsip ini adalah bahwa ia secara umum memberlakukan lagi seluruh peserta perjanjian keuntungan-keuntungan yang diberikan oleh salah satu dari mereka kepada negara ketiga. Prinsip ini diberlakukan tanpa memandang struktur sosial politik ekonomi negara peserrta. 78 Umumnya perjanjian Bilateral Investment Treaty BIT memuat aturan dasar prrinsip Most Favoured Nations. 79 Pengecalian terhadap prinsip Most Favoured Nations sebagaimana diatur dalam GATT 1947, yaitu tidak berlaku: 80 a. Dalam hubungan ekonomi antara negara-negara anggota Free Trade AreaCustoms Union dengan negara-negara yang bukan anggota, misalnya negara AFTA Indonesia dengan India. 77 Rusli Pandika, Loc.Cit., hlm. 132. 78 Syahmin A.K., Op. Cit., hal 38 79 Huala Adolf, Loc. Cit, hlm. 169. 80 Muhammad Sood, Op. Cit., hlm. 42. Universitas Sumatera Utara b. Dalam hubungan dagang antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang melalui GSP Generalized System of Preferences. 2. Prinsip National Treatment Hakikat prinsip National Treatment dalam konteks WTO adalah kewajiban bagi setiap negara anggota untuk tidak menempatkan barang, jasa, atau orang dari anggota WTO lain dalam suatu competitive disadvantage dibandingkan barang, jasa, atau warga negaranya sendiri. 81 Prinsip ini terdapat pada 3 tiga WTO Agreements yang utama yaitu Article III, khususnya Article III4 GATT, Article XVII GATS,dan Article 3 TRIPS Agreement. Disamping itu, prinsip ini dimasukkan ke dalam berbagai perjanjian yang menjadi bagian dari Annex IA WTO Agreement , antara lain di dalam Agreement on Technical Barriers to Trade dan Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures, juga di dalam Agreement on Government Procurement . 82 Prinsip National Treatment memberikan persamaan perlakuan di dalam suatu negara, baik terhadap orang asing maupun terhadap warga negara sendiri. Prinsip ini melarang perbedaan perlakuan antara barang asing dan barang domestik yang berarti bahwa pada saat suatu barang impor telah masuk ke pasaran dalam negeri suatu anggota, dan setelah melalui daerah pabean serta membayar biaya masuk, maka barang impor tersebut harus diperlakukan secara tidak lebih buruk daripada hasil dalam negeri. 83 Suatu anggota WTO harus memberikan perlakuan yang sama bagi pemasok jasa dari setiap anggota lain seperti yang diberikan kepada pemasok jasa nasional dari anggota yang bersangkutan. Dengan kata lain, tidak boleh ada perlakuan 81 Rusli Pandika, Op.Cit., hlm. 136. 82 Ibid., hlm. 136. 83 Asmin Nasution, Op. Cit., hlm. 49. Universitas Sumatera Utara diskriminatif antara jasa-jasa dan pemasok-pemasok jasa nasional dan asing. 84 Negara-negara anggota memiliki kewajiban untuk tidak memperlakukan produk- produk impor secara berbeda dengan kebijakan terhadap produk-produk yang sama buatan dalam negeri. Ruang lingkup berlakunya prinsip ini juga berlaku terhadap semua diskriminasi yang muncul dari tindakan-tindakan perpajakan dan pungutan-pungutan lainnya. Prinsip ini berlaku pula terhadap perundang- undangan, pengaturan dan persyaratan-persyaratan hukum yang dapat mempengaruhi penjualan, pembelian, pengangkutan, distribusi atau penggunaan produk-produk di pasar dalam, negeri. Prinsip ini juga memberikan perlindungan terhadap proteksionisme sebagai akibat upaya-upaya atau kebijakan administratif atau legislatif. 85 Dengan demikian bahwa prinsip national treatment ini menghindari diterapkannya peraturan-peraturan yang menerapkan perlakuan diskriminatif yang ditujukan sebagai alat untuk memberikan proteksi terhadap produk-produk buatan dalam negeri. Tindakan yang demikian ini menyebabkan terganggunya kondisi persaingan antara barang-barang buatan dalam negeri dengan barang impor dan mengarah kepada pengurangan terhadap kesejahteraan ekonomi. Dengan persaingan yang adil antara produk impor dan produk dalam negeri, maka terjadi perbaikan kinerja pada produksi dalam negeri untuk lebih efisien sehingga dapat bersaing dengan produk impor. sedangkan bagi konsumen hal ini akan lebih menguntungkan karena memungkinkan konsumen memperoleh barang yang lebih 84 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, Bandung: Books Terrace and Library, 2007, hlm. 43. 85 Kesepakatan Perdagangan Yang Terkait Dengan Persyaratan Penanaman Modal, Loc. cit, hlm. 12-13. Universitas Sumatera Utara baik dan harga yang lebih wajar. Dalam perspektif lain disebutkan bahwa justru tindakan yang demikian dapat menyebabkan kurangnya minat investor untuk menanamkan modalnya, karena berkurangnya keleluasaan investor untuk mengambil keputusan bisnis yang lebih bebas. 86 Klausul National Treatment sering ditemukan dalam berbagai perjanjian termasuk dalam GATT dan perjanjian-perjanjian persahabatan, perdagangan, dan navigasi. 87 Penerapan prinsip ini acapkali dilakukan dengan menerapkan prinsip resiprositas dalam hubungan ekonomi internasional. Praktik-praktik seperti ini telah lama dilakukan. Misalnya, larangan pembatasan-pembatasan impor kuantitatif yang ditandatangani antara Prancis dan Belanda pada tahun 1968; antara Prancis dan Spanyol pada tahun 1654; antara Swedia dan Belanda pada tahun 1679; dan antara Prancis dan Inggris pada tahun 1713. 88 Menurut Herman Mosler dalam Taryana Sunandar, bahwa unsur-unsur penting yang terkandung dalam Prinsip National Treatment adalah sebagai berikut: 89 a. Adanya kepentingan lebih dari satu negara; b. Kepentingan tersebut terletak di wilayah yurisdiksi suatu negara; c. Negara tuan rumah harus memberikan perlakuan yang sama baik terhadap kepentingan sendiri maupun kepentingan negara lain yang berada di wilayahnya; dan 86 Ibid 87 Huala Adolf, Op. Cit., hlm. 38. 88 Ibid., hlm. 39. 89 Taryana Sunandar, “Penulisan Karya Ilmiah tentang Perkembangan Hukum Perdagangan Internasional dari GATT 1947 sampai terbentuknya WTO World Trade Organizartion”, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman , 1996, hlm. 24. Universitas Sumatera Utara d. Perlakuan tersebut tidak boleh menimbulkan keuntungan bagi negara tuan rumah sendiri dan merugikan kepentingan negara lain. Penerapan prinsip National Treatment merupakan pencerminan dari pembatasan kedaulatan suatu negara. Hal ini kerapkali diperjanjikan dalam rangka mewujudkan suatu kompromi antara kepentingan nasional dan kepentingan internasional yang sering bertentangan. Menurut Taryana Sunandar, tujuan daripada penerapan prinsip ini adalah untuk menciptakan harmonisasi dalam perdagangan internasional agar tidak terjadi perlakuan yang diskriminatif antara produk domestik dan produk impor, artinya kedua produk tersebut harus mendapatkan perlakuan yang sama. 90

D. Agreement on Trade Related Investment Measures TRIMS