BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua arus yang saling mempengaruhi atau memperkuat satu dengan yang lainnya.
Kedua arus tersebut pun semakin kuat pada masa yang akan datang, seiring dengan kemajuan teknologi serta peningkatan pendapatan perkapita dan
pertambahan jumlah penduduk dunia. Munculnya dua arus ini mengubah tatanan perekonomian dan perdagangan dunia yang akan berpengaruh sangat kuat
terhadap setiap negara termasuk negara Indonesia.
2
Pada awalnya sistem perekonomian di negara Indonesia adalah orientasi ke dalam inward looking
sebelum akhirnya berubah menjadi orientasi keluar outward looking. Transformasi ekonomi nasional terjadi dari konsentrasinya pada minyak dan
komoditi primer ke arah pengembangan sektor non-migas dan industri pengolahan.
3
Pada era Orde Lama, perekonomian di Indonesia menekankan pada pertumbuhan bangsa melalui adanya pembinaan persatuan kebangsaan dan watak
bangsa.
4
Indonesia menutup diri dari sektor-sektor asing dengan tujuan untuk melindungi industri-industri dalam negeri dari pengaruh liberalisasi negara barat.
5
2
Hubungan Internasional, http:elib.unikom.ac.idfilesdisk1604jbptunikompp-gdl- ristagemam-30183-9-unikom_r-i.pdf diakses pada tgl 3 Januari 2014 pukul 22.30 WIB .
3
H.S. Kartadjomena, GATT dan WTO: Sistem, Forum, dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan
, Jakarta, Salemba: Universitas Indonesia Press, 2002, hlm. v.
4
Ayu Ramadhani, Perkembangan Orientasi Pembangunan Ekonomi di Indonesia, http:ayurahmadhani-fisip12.web.unair.ac.idartikel_detail-78853-
Studi20Strategis20Indonesia20IPerkembangan20Orientasi20Pembangunan20Ekonom i20di20Indonesia.html diakses pada tgl 3 Januari 2014 pukul 23.22WIB.
5
Luthfiana Chandra A.M., Perkembangan Ekonomi Pembangunan di Indonesia dan Kedua Orientasinya, http:luthfiana12unairacid-fisip12.web.unair.ac.idartikel_detail-81734-SSI-
Universitas Sumatera Utara
Namun pada akhirnya sistem perekonomian di Indonesia mengalami keterpurukan yang disebabkan oleh inflasi yang sangat tinggi, defisit neraca pembayaran, dan
habisnya cadangan devisa. Untuk memperbaiki tatanan perekonomian di Indonesia, maka pada era
Orde Baru tatanan sistem perekonomian berubah menjadi orientasi keluar. Hal ini dilakukan untuk mengendalikan inflasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dengan berorientasi pada pembangunan ekonomi ke luar, maka dukungan dari berbagai pemerintah kapitalis asing dan masyarakat bisnis internasional menjadi
sumber penting pembangunan Indonesia. Pada tahun 1969, Indonesia memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima
Tahun REPELITA dalam rangka pemulihan perekonomian. Pada era Orde Baru, harga minyak bumi melonjak tinggi di pasar dunia sehingga inflasi terkendali dan
pertumbuhan ekonomi meningkat.
6
Perubahan tatanan perekonomian dan perdagangan dunia sangat berpengaruh terhadap setiap negara, terutama yang menerapkan kebijakan
perdagangan bebas atau ekonomi terbuka. Integrasi perdagangan antarnegara meningkat pesat terutama pada tahun 1970-an. Pada saat itu banyak negara mulai
menerapkan sistem ekonomi terbuka yang di sebut era keterbukaan global. Akan tetapi, tidak semua negara mengalami laju pertumbuhan perdagangan
internasional yang sama.
7
Ada negara yang pertumbuhan ekonominya semakin
Pekembangan20Ekonomi20Pembangunan20di20Indonesia20dan20Kedua20Orienta sinya.html diakses pada tgl 3 Januari 2014 pada pukul 23. 35 WIB.
6
Sejarah Masuknya Perdagangan Bebas di Indonesia Pada Era Orde Baru, http:blog- sphere.blogspot.com201210sejarah-masuknya-perdagangan-bebas-di.html diakses pada tgl 3
Januari 2014 pukul 23.45 WIB.
7
Hubungan Internasional, Op. cit., hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
meningkat tetapi ada pula negara yang perekonomiaannya semakin menurun. Dengan semakin meningkatnya perdagangan bebas, dunia pun semakin
terpolarisasi antara negara-negara maju dengan negara berkembang. Oleh karenanya pada tanggal 23 Oktober 1947, sebanyak 23 negara anggota delegasi
komite persiapan pada dewan ekonomi dan sosial PBB ECOSOCEconomic and Social Council
bersepakat untuk membentuk suatu perjanjian perdagangan dunia yaitu General Agreement on Tariffs and Trade GATT. GATT merupakan
perjanjian multilateral yang tujuan utamanya adalah untuk membebaskan perdagangan dunia dari berbagai faktor yang mungkin menghambatnya, serta
menempatkannya pada suatu landasan yang kokoh, sehingga dapat menumbuhkan dan mengembangkan perekonomian serta kesejahteraan bangsa-bangsa di dunia.
8
Terlepas dari keberhasilan di bidang perdagangan dan penetapan tarif impor, GATT dipandang memiliki beberapa kekurangan sehingga mengurangi
efektivitas sebagai sebuah mekanisme yang dimaksudkan untuk memperlancar perdagangan internasional. Oleh karena itu, beberapa negara anggota
mengusulkan reformasi mendasar penggantian GATT dengan sebuah mekanisme baru yang lebih mengikat dan memiliki status hukum yang lebih jelas. Pada bulan
Desember 1991, para perunding di Putaran Uruguay menyusun sebuah rancangan tentatif untuk menggantikan GATT yang dikenal dengan sebutan MTO
Multilateral Trade Organization dan rancangan itu lebih dimatangkan lagi dengan istilah baru yakni WTO World Trade Organization pada bulan
8
Edy Suandi Hamid dan M.B Hendrie Anto, Ekonomi Indonesia: Memasuki Millenium III
, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2000, hlm. 97.
Universitas Sumatera Utara
Desember 1993.
9
WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan jumlah anggota mencapai lebih dari 117 negara termasuk negara Indonesia.
Dengan adanya perubahan dari GATT menuju WTO, maka terdapat pula nilai dan prinsip yang berubah. Jika pada GATT lebih memfokuskan pada barang, maka
dalam WTO produk jasa juga diperhatikan yang meliputi penanaman modal atau investasi. Kesepakatan tentang aturan-aturan investasi yang berkaitan dengan
perdagangan diatur secara khusus di dalam ketentuan Trade Related Investment Measures TRIMs. Kesepakatan ini dimaksudkan untuk memacu perkembangan
dan liberalisasi yang progresif dalam perdagangan dunia serta memudahkan arus penanaman modal antarnegara.
10
TRIMs melarang pengaturan-pengaturan penanaman modal asing yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip GATT 1994.
Oleh karenanya negara anggota tidak dapat menerapkan ketentuan-ketentuan investasi yang berkaitan dengan perdagangan yang bertentangan dengan Pasal III
GATT tentang national treatment dan ketentuan pada Bab XI tentang prohibition of quantitative restriction.
11
Masuknya Indonesia sebagai negara anggota WTO berdasarkan Undang- Undang Nomor 7 tahun 1994 membawa konsekuensi hukum berupa kewajiban
untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan kesepakatan-kesepakatan WTO yang telah diratifikasi dan menjamin bahwa
9
Sejarah Pembentukan WTO, http:globalonlinebook1.blogspot.com201306sejarah- pembentukan-wto.html diakses pada tgl 4 Januari 2014 pukul 23.35WIB.
10
Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Malang: Bayumedia Publishing, 2003, hlm. 35.
11
Ibid., hlm. 35.
Universitas Sumatera Utara
peraturan perundang-undangan nasional yang telah disesuaikan tersebut dapat dilaksanakan.
12
Ketika negara-negara maju lebih cenderung mengekspor produk mereka ke pasar yang belum dieksplorasi, negara-negara berkembang mencoba untuk
menggunakan potensi pasar mereka untuk menarik investasi asing secara langsung. Berbeda dengan ekspor, investasi asing secara langsung oleh
perusahaan multinasional dapat meningkatkan lapangan kerja dan meningkatkan transfer teknologi di negara berkembang. Oleh karena itu, hampir semua negara
khususnya negara berkembang berusaha untuk meningkatkan kapabilitas negaranya yaitu dengan cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya.
Negara-negara berkembang umumnya akan mengenakan persyaratan-persyaratan khusus agar modal asing tersebut memberikan keuntungan maksimal bagi
pertumbuhan ekonominya.
13
Salah satu persyaratan khusus tersebut adalah dengan menetapkan persyaratan penggunaan kandungan lokal local content requirements.
Persyaratan penggunaan kandungan lokal ini mengharuskan investor membeli atau menggunakan produk-produk buatan dalam negeri dalam jumlah atau
presentase tertentu atau keharusan bagi investor untuk menggunakan sumber- sumber dalam negeri lainnya dalam hal pengadaan barang-barang impor.
14
12
Asmin Nasution, Transparansi Dalam Penanaman Modal, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008, hlm. 14.
13
An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal
, Bandung: PT Alumni, 2011, hlm. 137.
14
Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal: Studi Kesiapan Indonesia Dalam Perjanjian Investasi Multilateral
Medan: Universitas Sumatera Utara,2008, hlm. 74.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia termasuk salah satu negara yang menerapkan persyaratan penggunaan kandungan lokal. Sejak tahun 1993, persyaratan penggunaan kandungan lokal
telah diterapkan pada sektor usaha otomotif di Indonesia.
15
Namun karena Indonesia merupakan negara anggota WTO yang terikat dengan ketentuan
TRIMs, maka Indonesia memiliki kewajiban untuk menghapuskan persyaratan tersebut secara bertahap sampai dengan tahun 2000.
16
Dewasa ini, persyaratan penggunanan kandungan lokal masih menjadi perdebatan antara negara maju dengan negara berkembang. Hal ini dikarenakan
negara maju menganggap persyaratan penggunaan kandungan lokal bertentangan dengan prinsip national treatment. Prinsip ini menyatakan bahwa negara tuan
rumah harus memperlakukan dengan sama terhadap penanaman modal dari mitra dagangnya seperti halnya terhadap penanaman modal yang dilakukan oleh warga
negara dan perusahaan-perusahaannya. Di lain pihak, negara-negara berkembang berupaya untuk membatasi ruang lingkup aturan dasar perlakuan nasional ini.
17
Oleh karena itu, umumnya negara-negara berkembang berusaha untuk menerapkan suatu kebijakan tertentu untuk membatasi ruang lingkup asing.
Dengan menerapkan persyaratan penggunaan kandungan lokal di Indonesia akan memberikan keuntungan yang maksimal terhadap pembangunan ekonominya.
Dalam hal ini, penanaman modal asing akan digunakan sebaik-baiknya untuk membangun atau untuk memenuhi rencana pembangunan atau rencana
15
Ibid., hlm. 129.
16
Ibid., hlm. 130.
17
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, tahun 2005, hlm. 168.
Universitas Sumatera Utara
perekonomian negaranya.
18
Salah satu contoh persyaratan penggunaan kandungan lokal diterapkan di Indonesia yaitu pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas
bumi. Persyaratan penggunaan kandungan lokal pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencapai lebih dari 50 yang sebelumnya hanya sekitar 35.
19
Persyaratan penggunaan kandungan lokal pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dituangkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 15 tahun 2013. Dengan adanya persyaratan penggunaan kandungan lokal ini diharapkan agar kemampuan nasional dapat berdaya saing di tingkat nasional,
regional, maupun internasional. Oleh karenanya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah memerintahkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi SK Migas agar persoalan penyerapan peralatan lokal penunjang industri hulu migas dapat dipakai oleh Kontraktor
Kontrak Kerja Sama KKKS.
20
Hal ini dilakukan dengan maksud meningkatkan ekonomi dalam negeri baik dari bidang barang maupun bidang jasa.
B. Rumusan Masalah