dan ASI pada bayi mereka. Menurut hasil penelitian tersebut selama 4 minggu pertama pasca-kelahiran, kelompok ibu yang memberikan kombinasi susu formula
mengalami penurunan berat badan lebih banyak pada saat melahirkan dibandingkan kelompok ibu yang memberikan ASI Eksklusif. Namun demikian, setelah 8-12
minggu pasca kelahiran, kecenderungan ini menjadi terbalik. Kecenderungan penurunan berat badan ini merupakan bukti yang nyata kendati kalori yang
dikonsumsi lebih besar dan tingkat aktivitas para ibu yang memberikan ASI Eksklusif lebih rendah, dibandingkan dengan kelompok para ibu yang memberikan susu
formula. Keberanian para ibu untuk memberikan ASI Eksklusif pada bayi mereka adalah satu cara untuk membantu wanita-wanita ini menghindari kelebihan berat
badan atau mengalami kegemukan.
d. Mengurangi kemungkinan menderita kanker
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menyusui akan mengurangi kemungkinan terjadinya kanker payudara dan penyakit indung telur. Jika semua
wanita dapat melanjutkan menyusui sampai 2 tahun atau lebih, diduga angka kejadian kanker payudara akan berkurang sampai sekitar 25 , dan resiko terkena kanker
indung telur berkurang 20-25.
e. Lebih
ekonomismurah
Dengan memberikan ASI berarti menghemat pengeluaran untuk membeli susu formula, perlengkapan menyusui, dan persiapan pembuatan minum susu formula.
Selain itu, pemberian ASI juga menghemat pengeluaran untuk berobat bayi, misalnya biaya jasa dokter, biaya pembelian obat-obatan, bahkan mungkin biaya perawatan di
rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
f. Tidak
merepotkan dan hemat waktu
ASI dapat segera diberikan pada bayi tanpa harus menyiapkan atau memasak air, juga tanpa harus mencuci botol, dan tanpa menunggu agar susu tidak terlalu
panas. Pemberian susu botol akan lebih merepotkan terutama pada malam hari. Apalagi kalau persediaan susu habis pada malam hari maka kita harus repot
mencarinya.
g. Portabel
dan praktis
Mudah dibawa kemana-mana portable sehingga saat bepergian tidak perlu membawa berbagai alat atau perlengkapan untuk minum susu formula dan tidak
perlu membawa alat listrik untuk memasak atau menghangatkan susu. Air susu ibu dapat diberikan di mana saja dan kapan saja dalam keadaan siap makanminum, serta
dalam suhu yang selalu tepat Roesli, 2007.
2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif
Ibu mempunyai peran penting dalam menentukan kelangsungan pemberian ASI secara eksklusif. Akibat kurang informasi, banyak ibu menganggap susu formula
sama baiknya bahkan lebih baik daripada ASI. Hal ini menyebabkan ibu lebih cepat memberikan susu formula jika merasa ASInya kurang atau terbentur kendala
menyusui. Untuk dapat melaksanakan program ASI eksklusif ibu perlu menguasai informasi tentang keuntungan pemberian ASI, kerugian pemberian susu formula,
pentingnya rawat gabung, cara menyusui yang baik dan benar, dan siapa yang harus dihubungi jika terdapat keluhan menyusui.
Hambatan utama tercapainya ASI eksklusif adalah kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang ASI eksklusif kepada Ibu. Kehilangan pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
tentang menyusui berarti kehilangan akan kepercayaan diri seorang ibu untuk dapat memberikan perawatan terbaik pada bayinya dan seorang bayi akan kehilangan
sumber makanan yang penting baginya. Pengetahuan yang kurang tentang ASI eksklusif terlihat dari pemanfaatan susu formula secara dini di perkotaan dan
pemberian pisang atau nasi lembut sebagai tambahan ASI di pedesaan Roesli, 2007. Hasil penelitian Amiruddin 2006 terhadap 86 orang ibu yang mempunyai
bayi 6-11 bulan dikelurahan Pa’ Baeng – Baeng Makasar tahun 2006 yaitu untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 6-
11 bulan. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara promosi susu formula dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 6-11 bulan.
Berdasarkan hasil penelitian Simbolon 2004 yang meneliti hubungan perilaku ibu menyusui terhadap pemberian ASI di wilayah kerja puskesmas Teluk
Nibung Tanjung Balai pada 100 orang ibu yang pernah menyusui dan mempunyai balita usia 2-4 tahun. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan dengan pemberian ASI Eksklusif. Sebagaimana kita ketahui perilaku sangat memengaruhi seseorang dalam
bertingkah-laku. Menurut Laurence W.Green dalam Notoatmodjo 2007, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu : 1. faktor predisposisi predisposing factors,
yaitu : faktor pencetus timbulnya perilaku seperti : umur, pengetahuan, pengalaman, pendidikan, sikap, kepercayaan, keyakinan, paritas, dan lain sebagainya. 2. faktor
pendukung enabling factors yaitu : faktor yang mendukung timbulnya perilaku seperti lingkungan fisik, dana dan sumber-sumber yang ada di masyarakat misalnya :
banyaknya produsen dan iklan susu formula, rumah sakit atau klinik bersalin yang
Universitas Sumatera Utara
menyediakan susu formula. 3. Faktor pendorong reinforcing factors yaitu : faktor- faktor yang memperkuat atau mendorong seseorang untuk berperilaku yang berasal
dari orang lain misalnya : peraturan dan kebijakan pemerintah, promosi susu formula, petugas kesehatan secara tidak langsung mempromosikan bahkan menjual
susu formula, tindakan oleh petugas kesehatan untuk memisahkan ibu dari bayinya setelah ibu melahirkan bayi setelah beberapa jam kelahirannya, maupun dari pihak
keluarga. Pada masyarakat tertentu, perilaku ibu terhadap pemberian ASI eksklusif
tidak terlepas dari pandangan budaya yang telah diwariskan turun temurun dan juga dianggap sudah merupakan kebiasaan dari masyarakat bersangkutan. Upaya untuk
meningkatkan perilaku ibu yang mempunyai bayi khususnya ASI eksklusif masih kurang. Pemberian makanan secara dini sehingga menggagalkan terlaksananya
ASI eksklusif pada bayi yang seharusnya sampai usia enam bulan sejak lahir Depkes RI, 2004.
Pelaksanaan ASI eksklusif dapat terlaksana dengan baik tentu saja karena adanya pengetahuan, keterampilan, kemauan dan kesadaran seorang Ibu. Namun
selain pemberdayaan seorang ibu juga sangat diperlukan adanya dukungan suami, keluarga, lingkungan tempat bekerja dan masyarakat Dinkes Prop.SU, 2005.
Selain itu tingkat pendidikan ibu memengaruhi pengetahuan ibu tentang manfaat ASI bagi bayinya. Kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil
kemajuan teknologi pembuatan makanan bayi seperti pembuatan tepung makanan bayi yang siap saji, susu buatan bayi mendorong ibu untuk mengganti ASI dengan
makanan olahan lain. Banyaknya iklan dari produksi makanan bayi menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
ibu menganggap bahwa makanan tersebut lebih baik daripada ASI. Status ibu sering keluar rumah baik karena bekerja maupun karena tugas-tugas lainnya, maka susu
sapi adalah satu-satunya jalan keluar dalam pemberian makanan bagi bayi yang ditinggalkan di rumah. Adanya anggapan bahwa dengan memberikan susu botol
kepada bayi sebagai salah satu simbol kehidupan dengan tingkat sosial yang lebih tinggi, terdidik dan mengikuti perkembangan zaman Siregar, 2004.
Alasan psikologis bahwa ibu takut dengan menyusui bayinya bentuk payudara dan tubuhnya akan berubah dan menjadi tidak cantik lagi. Disamping Kurangnya
informasi dan koordinasi antara petugas kesehatan kepada ibu bersalin agar menganjurkan setiap ibu menyusui bayi mereka, serta praktek yang keliru dengan
memberikan botol kepada bayi yang baru lahir. Selain itu sering juga ditemui ibu menyusui bayinya karena terpaksa baik karena terjadinya bendungan ASI yang
mengakibatkan ibu merasa sakit sewaktu bayinya menyusu, luka pada puting susu yang sering menyebabkan rasa nyeri, kelainan pada puting susu dan adanya
penyakit tertentu seperti Tuberkulosa Depkes RI, 2007. Berbagai mitos tentang ASI yang berkaitan dengan bentuk tubuh ibu bahwa
menyusui dikhawatirkan akan membuat tubuh ibu sukar kembali ke bentuk aslinya dan takut ditinggal suami. Padahal timbunan lemak yang terjadi selama masa
kehamilan akan lebih mudah menghilang karena digunakan dalam proses menyusui. Makin sering menyusui makin banyak produksi ASI yang dihasilkan sehingga
kebutuhan bayi akan ASI dapat tercukupi. Hendaknya semua perempuan sadar bahwa payudara yang dimilikinya adalah karunia tuhan agar bisa menyusukan bayi Roesli,
2007.
Universitas Sumatera Utara
Memburuknya gizi pada anak dapat juga terjadi akibat ketidaktahuan ibu mengenai cara-cara pemberian ASI kepada anaknya. Hal lain dapat juga disebabkan
oleh kurangnya pemenuhan nutrisi selama ibu hamil yang berakibat melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah BBLR. Faktor lain yang berpengaruh adalah
paritas ibu. Pada penelitian yang dilakukan oleh Zaenab R. dan Joeharno tentang beberapa faktor resiko kejadian BBLR di rumah sakit Al-Fatah pada bulan Januari-
Desember 2006 di Ambon. Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio OR = 2,438 sehingga dapat dikatakan bahwa paritas ibu merupakan faktor resiko terhadap
kejadian BBLR. Pada penelitian tersebut juga diuraikan bahwa status gizi ibu seperti anemia pada ibu hamil akan berpengaruh terhadap berat badan bayi lahir rendah
59,2. Hal ini nantinya berpengaruh terhadap proses atau cara persalinan ibu. Usia ibu pada waktu hamil juga berpengaruh terhadap terjadinya bayi berat badan lahir
rendah. Faktor lain yang berpengaruh terhadap pemberian ASI adalah sikap ibu .
Sikap attitude menurut Sarwono 2003 adalah kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku atau merespons sesuatu baik terhadap rangsangan positif
maupun rangsangan negatif dari suatu objek rangsangan. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan faktor predisposisi bagi
seseorang untuk berperilaku. Green, 1980. Struktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang yaitu :
komponen kognitif cognitive, komponen afektif affective dan komponen konatif conative. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh
individu pemilik sikap mengenai apa yang berlaku atau yang benar bagi objek sikap.
Universitas Sumatera Utara
Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Komponen konatif merupakan aspek
kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang. Interaksi antara ketiga komponen adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila
dihadapkan dengan suatu objek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan arah sikap yang seragam. Apabila salah satu diantara ketiga komponen
sikap tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga
konsistensi itu tercapai kembali Azwar, 2007. Berdasarkan penelitian Syarifah 2000 terhadap 97 orang ibu yang
mempunyai bayi usia 4 – 6 bulan di puskesmas Gandus Kecamatan Hilir Barat II Palembang yang meneliti faktor determinan terhadap pola pemberian ASI ditemukan
4 variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan pola pemberian ASI yaitu : pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan dan dorongan keluarga. Hasil
analisis multivariat menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara keempat variabel tersebut dengan pemberian ASI.
Menurut Suhendro yang dikutip oleh Septa 2005 terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pemberian ASI, antara lain:
a. Pengetahuan Ibu