Tertib Hukum Negara Indonesia Rechtsordnung

BAB III KEDUDUKAN PASAL 504 DAN PASAL 505 KUHP DALAM

KAITANNYA DENGAN PASAL 34 UNDANG-UNDANG DASAR 1945

A. Tertib Hukum Negara Indonesia Rechtsordnung

Mengenai tata urutan Peraturan Perundang-undangan diatur dalam UU No. 10 Tahun 2004 dan sekaligus merupakan koreksi terhadap pengaturan hierarki peraturan perundang-undangan yang selama ini pernah berlaku yaitu TAP MPR No. XX Tahun 1966 dan TAP MPR No. III Tahun 2000. Untuk lebih jelasnya Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan tersebut adalah : 109 1. TAP MPRS No. XX Tahun 1966 Tentang Tata Urutan Peraturan Perundangan RI: 1. UUD RI 1945 2. TAP MPR 3. UUPerpu 4. Peraturan Pemerintah 5. Keputusan Presiden 6. Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya, seperti : - Peraturan Menteri - Instruksi Menteri - dan lain-lainnya 2. TAP MPR No. III Tahun 2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan: 1. UUD RI 1945 2. TAP MPR RI 3. UU 4. Perpu 5. Peraturan Pemerintah 109 Dikutip dari Bewa Ragawino, Sistem Peraturan Perundang-Undangan Negara Republik Indonesia, Hasil Penelitian di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Padjadjaran, Bandung, Agustus Tahun 2005, hlm.14 Universitas Sumatera Utara 6. Keputusan Presiden 7. Peraturan Daerah 3. Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan: 1. UUD RI 1945 2. UUPerpu 3. Peraturan Pemerintah 4. Peraturan Presiden 5. Peraturan Daerah: a. Perda Provinsi dibuat DPRD Provinsi dengan Gubernur b. Perda KabupatenKota dibuat oleh DPRD KabupatenKota bersama BupatiWalikota c. Peraturan Desa Peraturan yang setingkat dibuat oleh BPD atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya. 4. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan: 1. UUD RI 1945 2. TAP MPR RI 3. UUPerpu 4. Peraturan Pemerintah 5. Keputusan Presiden 6. Peraturan Daerah Provinsi 7. Peraturan Daerah KabupatenKota Ajaran tentang tata urutan peraturan perundang-undangan tersebut mengandung beberapa prinsip berikut : 110 1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat dijadikan landasan atau dasar hukum bagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah atau berada dibawahnya. 2. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber atau memiliki dasar hukum dari peraturan perundang-undangan yang tingkat lebih tinggi. 3. Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. 4. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut, diganti atau diubah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau paling tidak dengan yang sederajat. 110 Ibid, hlm. 16 Universitas Sumatera Utara 5. Peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur materi yang sama, peraturan yang terbaru harus diberlakukan walaupun tidak dengan secara tegas dinyatakan bahwa peraturan yang lama itu dicabut. Selain itu, peraturan yang mengatur materi yang lebih khusus harus diutamakan dari peraturan perundang-undangan yang lebih umum. Konsekuensi penting dari prinsip-prinsip di atas adalah harus diadakannya mekanisme yang menjaga dan menjamin agar prinsip tersebut tidak disimpangkan atau dilanggar. Mekanismenya yaitu ada sistem pengujian secara yudisial atas setiap peraturan perundang-undangan, kebijakan, maupun tindakan pemerintah lainnya terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya atau tingkat tertinggi yaitu UUD. Tanpa konsekuensi tersebut, tata urutan tidak akan berarti. Hal ini dapat menyebabkan peraturan perundang-undangan yang tingkatnya lebih rendah dapat tetap berlaku walaupun bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi. 111 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia sebagai jantung dan jiwa negara. Undang-Undang Dasar suatu negara menberi tahu kita tentang apa maksud menbentuk negara, bagaimana cita-citanya dengan bernegara, apa yang ingin dilakukannya, serta asas-asas kehidupan yang terdapat didalamnya. Dengan Undang- Undang Dasar, suatu negara sebagai sebagai komunitas memiliki tujuan yang jelas dan akan memandu menuju apa yang dicita-citakan. 112 Konstitusi adalah dokumen yang dihidupkan oleh keadilan. Konstitusi adalah sarana, bukan keadilan itu sendiri. Kehendak politik yang menciptakan konstitusi 111 Ibid, hlm. 17 112 Satjipto Rahardjo, Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya, Op. Cit, hlm. 81 Universitas Sumatera Utara harus diperhatikan karena kehendak politik adalah penciptaan sebuah tertib sosial berkeadilan. Kekuasaan terikat pada kehendak politik itu, bukan pasal-pasal mati konstitusi. 113 Undang-Undang Dasar sangat penting bagi penyelenggaraan hukum suatu negara. Oleh karena itu pada saat tertentu hukum perlu melihat panduan yang diberikan oleh undang-undang dasarnya. Hal tersebut terjadi, misalnya, pada saat hukum mengalami kebuntuan dan tidak tahu kemana harus melangkah. Pada saat itulah kita akan mencari dan menemukan asas-asas besar yang tersimpan dalam Undang-Undang Dasar. 114 Didalam negara Republik Indonesia ini terdapat banyak sekali peraturan hukum atau perundang-undangan, yang berbeda-beda pula tinggi dan rendahnya atau hierarkinya. Peraturan hukum yang jumlahnya amat banyak tersebut secara bersama- sama merupakan apa yang dinamakan suatu tertib hukum atau legal order atau rechtsordnung, apabila memenuhi empat syarat tersebut: 115 a. Adanya kesatuan subjek penguasa yang mengadakan peraturan hukum b. Adanya kesatuan asas kerohanian yang meliputi dan mendasari seluruh peraturan hukum tersebut c. Adanya kesatuan daerah dimana keseluruhan hukum tersebut berlaku 113 Donny Gahral Adian, Hukum Tanpa Detak Keadilan, Harian Kompas Tgl. 23 Nopember 2009 114 Ibid, hlm. 82 115 Sunarjo Wreksosuhardjo, Ilmu Pancasila Yuridis Kenegaraan dan Ilmu Filsafat Pancasila, Yogyakarta: Andi Offset, 2005, hlm. 19 Universitas Sumatera Utara d. Adanya kesatuan waktu dalam mana peraturan-peraturan hukum tersebut berlaku. Untuk memeriksa apakah empat unsur tersebut dipenuhi oleh seluruh peraturan hukum di Indonesia, marilah kita baca pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam alineanya yang keempat. Disana terdapat empat hal yang menunjukkan bahwa empat syarat bagi adanya suatu tertib hukum terpenuhi. Dengan adanya suatu pemerintah negara Indonesia, maka ada kesatuan subjek penguasa, dengan adanya pancasila maka ada kesatuan asas kerohanian, dengan disebutkannya seluruh tumpah darah Indonesia maka ada kesatuan daerah, dengan disebutkannya “disusunlah kemerdekaan Indonesia” dalam bentuk negara maka timbullah suatu masa baru yang terpisah dari waktu yang lampau dan merupakan jangka waktu yang berlangsung lama. Peraturan-peraturan hukum yang ada didalam negara Republik Indonesia mulai saat berdirinya negara Republik Indonesia merupakan suatu tertib hukum. Undang-Undang Dasar merupakan sumber hukum dari semua peraturan hukum yang dibawahnya itu tidaklah merupakan peraturan hukum yang tertinggi. 116 Jika dihubungkan dengan ketentuan hukum pidana pasal 504 dan 505 maka apabila bertentangan dengan Undang-Undang Dasar maka peraturan tersebut tidak mengikat dan berdaya guna. 116 Ibid, hlm. 20 Universitas Sumatera Utara Pada prinsipnya mekanisme dan dasar dari setiap sistem pemerintahan diatur dalam Undang-Undang Dasar. Bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggapnya sebagai suatu organisasi kekuasaan, maka Undang- Undang Dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau sekumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan tersebut dibagi antara badan legislatif, eksekutif dan badan yudikatif. Juga sebagai pengontrol terhadap norma-norma hukum positif yang lebih rendah dalam hierarki tertib hukum Indonesia 117 Dalam menghadapi antinomi hukum konflik antar norma hukum, maka berlakulah asas-asas penyelesaian konflik asas preferensi, yaitu: 118 1. Lex posteriori derogat legi priori, yaitu peraturan perundang-undangan yang ada kemudian mengalahkan peraturan perundangan-undangan yang ada terlebih dahulu. 2. Lex specialis derogat legi generali, peraturan perundang-undangan yang khusus mengalahkan peraturan perundang-undangan yang umum. 3. Lex superior derogat legi inferiori, yaitu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengalahkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dibawahnya. Pada saat menerapkan asas-asas tersebut, ditemukan beberapa masalah, yaitu: 119 1. Adakah hukum positif yang mengatur tentang hal itu; 2. Adakah ketentuan hukum positif yang justeru melemahkan asas-asas tersebut; 117 Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, 2004, hlm. 178-179 118 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 90 119 Ibid, hlm. 90 Universitas Sumatera Utara 3. Apakah suatu aturan hukum itu batal demi hukum apabila peraturan tersebut diterapkan. Berdasarkan uraian diketahui bahwa dalam indentifikasi aturan hukum sering kali dijumpai keadaan aturan hukum, yaitu kekosongan hukum leemten in het recht, konflik antar hukum antinomi hukum, dan norma yang kabur vage normen atau norma tidak jelas. Seperti penerapan aturan hukum mengenai gelandangan dan pengemis dalan hukum pidana dengan penghukuman sebagai solusi dalam pencegahan dan penanggulangan kejahatan, serta pengaturan gelandangan dan pengemis dalam tataran Undang-Undang Dasar 1945 yang secara hukum dinyatakan dilindungi dan diayomi sebagai bentuk perlindungan negara terhadap masyarakatnya. Mengenai hierarkhi perundang-undangan Adolf Merkel murid dari Hans Kelsen dalam teorinya Stufenbau des Recht, mengatakan bahwa ajaran ini mengutamakan adanya hierarkhi perundang-undangan yang harus ditaati, dimana suatu ketentuan hukum tertentu bersumber pada ketentuan hukum yang lainnya yang pada ujungnya bersumber seluruhnya pada suatu grundnorm atau norma dasar yang hipotetis. 120 Melihat penerapan hukum di Indonesia, aliran positivisme cukup banyak mempengaruhi sistem hukum, baik yang telah ada sebelumnya maupun produk hukum yang lahir di era reformasi. Salah satu pengaruh dari ajaran Kelsen yang 120 Deni Bram, Tinjauan Teori Hukum Kehadiran Mahkamah Konstitusi Di Indonesia Dalam Jurnal Themis Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Vol. 2 No. 1 Oktober 2007, hlm. 90 Universitas Sumatera Utara terlihat dalam sistem hukum di Indonesia yaitu dengan dikenalnya suatu tata urutan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 yang tampilan luarnya merujuk pada stufenbau theory, norma-norma ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 letaknya diatas undang-undang, sedangkan peraturan pelaksanaan untuk undang-undang harus sesuai dengan undang-undang yang dimaksud. 121 Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 ayat 1 menegaskan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Pasal 34 ayat 1 tersebut yang selanjutnya diikuti dengan 2 dan 3 ayat, yang merupakan pasal yang mengatur kesejahteraan sosial. Pasal tersebut juga bermakna kewajiban negara yang dijalankan oleh pemerintah untuk melakukan usaha yang maksimal guna mensejahterahkan masyarakatnya sebagai suatu tanggung jawab negara terhadap warga negara. 122 Pengertian ‘tanggung jawab’ yang dipakai Magnis Suseno berbicara tentang tanggung jawab positif positive responsibility, padahal yang tidak kalah penting, adalah juga tanggung jawab negatif negative responsibility dari negara. Secara sederhana, tanggungjawab positif mengharuskan kita melakukan sesuatu yang baik bagi orang lain, sementara tanggung jawab negatif mengharuskan kita tidak 121 Ibid, hlm. 91 122 Demikian juga halnya didalam prinsip persamaan didepan hukum dan hak untuk dibela oleh advokat acces to legal counsel merupakan hak asasi manusia yang perlu dijamin untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat di bidang hukum, bagi mereka yang disangka dan didakwa melakukan tindak pidana wajib diberi perlindungan hukum yang sewajarnya. Lihat Riza Nizarli dalam Jurnal Suloh Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Bantuan Hukum Bagi Orang Yang Tidak Mampu Dalam Perkara Pidana, Vol. II. 1 April 2004, hlm. 1 Universitas Sumatera Utara melakukan sesuatu yang buruk atau membahayakan orang lain. Dengan melakukan tanggung jawab positif, negara berarti memang melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, misalnya, memberikan bantuan atau pertolongan, untuk rakyat yang miskin. 123 Perlindungan sosial dan hukum terhadap pengemis dan gelandangan sudah pada tahap mengkhawatirkan, karena kriminalitas baru dapat timbul dari kesewenang-wenangan pemerintah dalam menerapkan kebijakan mengenai kesejahteraan masyarakat. Tugas hukum adalah untuk mencapai kepastian hukum demi adanya ketertiban dan keadilan di dalam masyarakat. Kepastian hukum mengharuskan diciptakannya peraturan-peraturan umum atau kaedah-kaedah yang berlaku umum. Agar supaya tercipta suasana yang aman dan tenteram di dalam masyarakat, maka peraturan-peraturan termaksud harus ditegakkan serta dilaksanakan dengan tegas. Sehingga, hukum itupun dipandang sebagai suatu bagian dari realitas sosial yang bertalian erat sekali dengan faktor-faktor sosial lainnya. Hukum di satu sisi adalah merupakan hasil dari interaksi berbagai kekuatan sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya dan sebagai bagian dari realitas sosial yang juga dapat menimbulkan pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. 124 Penegakan hukum pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan ketertiban, kepastian hukum serta rasa keadilan dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa 123 Agus Wahyudi, Moralitas, Keadilan dan Peran Negara: Masalah Pengalihan Subsidi, Majalah Flamma, Institute For Research And Empowerment ire, Yogyakarta, Edisi 23, Volume 10, April 2005 124 Jurnal.unhalu.ac.id.download Fenomena PenegakanSupremasi Hukum Pada Pemilihan Umum Pasca Penetapan Calon legislatif tahun 2009m.satria, Diakses Tgl. 18 Oktober 2010 Universitas Sumatera Utara mendapatkan pengayoman dan perlindungan akan hak-haknya. Selain itu juga, penegakan hukum bertujuan pula untuk mengamankan pembangunan dan hasil- hasilnya. Penerapan dan penegakan hukum dilakukan dengan menata dan menyempurnakan kembali fungsi dan peranan organisasi lembaga hukum, profesi serta badan peradilan, membina sikap perilaku, kemampuan dan keterampilan aparatur negara terutama para penegak dan pelaksana hukum, maka penegakan hukum merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaedah-kaedah atau pandangan-pandangan menilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan social engineering, memelihara dan mempertahankan social control kedamaian pergaulan hidup. Sehingga dengan demikian, sistem penegakan hukum yang baik adalah menyangkut penyerasian antara nilai-nilai dengan kaedah- kaedah, serta dengan perilaku nyata dari manusia. Dalam teori hukum dibedakan tiga macam hal berlakunya hukum, yakni: Pertama, Hal berlakunya secara yuridis. Ada tiga pendapat yang menyatakan bahwa hukum itu mempunyai kelakuan yuridis, antara lain: Pertama, Hans Kelsen menyatakan bahwa apabila penentuannya berdasarkan pada kaedah yang lebih tinggi tingkatannya. Kedua, W. Zevenbergen menyatakan, bahwa suatu kaedah hukum mempunyai kelakukan yuridis, jikalau kaedah tersebut berbentuk menurut cara yang telah ditetapkan. Ketiga, Logemann, maka kaedah hukum mengikat, apabila menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dan akibatnya, Kedua, Hal berlakunya hukum secara sosiologi dilihat dari efektifitas hukum. Dalam hal Universitas Sumatera Utara berlakunya hukum secara sosiologis dapat dilihat dari dua teori yang ada, yaitu: Pertama, teori kekuasaan, bahwa hukum berlaku secara sosiologis apabila dipaksakan berlakunya oleh penguasa. Kedua, Teori pengakuan, yang mengatakan bahwa kemandirian atau pendirian, dimana hukum didasarkan pada penerimaan atau pengakuan oleh mereka kepada siapa hukum tadi tertuju, Ketiga, Hal berlakunya hukum secara filosofis. Artinya, bahwa hukum itu harus sesuai dengan cita-cita hukum, sebagai nilai positif yang tertinggi. 125 Melihat kenyataan bahwa hukum merupakan produk politik dan isinya lebih banyak ditentukan oleh pemegang kekuasaan politik yang terbesar, maka sangat mungkin produk hukum itu lebih merupakan formalisasi dari kehendak pemegang kekuasaan politik yang inkonsistensi dengan hukum dasarnya. Oleh sebab itu perlu adanya hak uji judicial review materi terhadap aturan gelandangan dan pengemis dalam KUHP dan Undang-Undang Dasar 1945. Judicial review ini akan mengawal setiap produk peraturan perundang- undangan agar konsisten dengan peraturan yang lebih tinggi dan pada tingkatannya paling tinggi sesuai dengan nilai-nilai Pancasila baik sebagai cita hukum maupun sebagai staatsfundamentalnorm. Prinsip yang penting judicial review ini diperlukan untuk menjamin konsistensi peraturan perundang-undangan dengan peraturan dasarnya atau untuk membangun tertib hukum sesuai dengan tuntutan Pancasila sebagai dasar, ideologi, cita hukum dan staatsfundamentalnorm. 126 125 M. Satria, Ibid 126 Mahfud MD, Op. Cit, hlm. 60-61 Universitas Sumatera Utara Jika politik hukum diartikan sebagai arahan atau kebijakan hukum legal policy yang harus dijadikan pedoman untuk membangun atau menegakkan sistem hukum yang di inginkan. Maka judicial review dapat dipandang sebagai salah satu instrumen untuk menjamin ketepatan arah atau sebagai pengawal ketepatan isi dalam pembuatan hukum. Judicial review adalah pengujian isi peraturan perundang- undangan oleh lembaga yudisial yang dapat member pengertian spesifik ke dalam judicial review dan constitutional review. Judicial review secara umum adalah pengujian oleh lembaga yudisial atas peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi di sini mencakup kompetensi Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, sedangkan constitutional review adalah pengujian oleh lembaga yudisial khusus untuk konsistensi UU terhadap UUD disini yang dimaksud adalah khusus kompetensi Mahkamah Konstitusi yang merupakan bagian dari judicial review dalam arti umum. Dalam keinginan untuk membangun dan menegakkan sistem hukum tertentu, setiap langkah pembentukan hukum dalam semua hierarkinya peraturan perundang- undangan harus sesuai dengan desain tujuan negara yang kemudian melahirkan sistem hukum itu. Dasar-dasar dari sistem hukum tersebut biasanya diletakkan di dalam UUD atau konstitusi. Jika ada isi peraturan perundang-undangan yang salah atau menyimpang dari UUD, maka harus ada cara untuk membenarkannya, dan salah satu cara untuk membenarkannya adalah setiap produk hukum harus sesuai dengan sistem hukum yang hendak di bangun adalah judicial review, yakni pengujian oleh lembaga yudisial atas suatu peraturan perundang-undangan: apakah ia sejalan atau Universitas Sumatera Utara tidak dengan peraturan perundang-undangan yang secara hierarki lebih tinggi. Dan lembaga yudisial berhak mengatakan bahwa suatu peraturan perundang-undangan batal atau dibatalkan karena isinya bertentangan dengan peraturan yang lebih tingi. Di sinilah letak judicial review dalam politik hukum nasional. 127 Untuk menggagas bagaimana Indonesia berhukum, maka haruslah berangkat dari perspektif kolektif dalam struktur sistem peradilan sehingga membentuk konstruksi sebagai suatu kesatuan yang searah kepada sasaran tertentu. Sasaran tertentu itu tidak melenceng yang secara eksplisit disebutkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa dalam membentuk pemerintahan negara Indonesia adalah yang bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dimana nilai-nilai tersebut sudah mengristal bagi seluruh bangsa Indonesia dan tidak boleh sedikit pun menyimpang dari nilai-nilai tersebut dalam menjalankan hukum di Indonesia. 128 Asas keadilan sosial dalam Pancasila harus dijadikan dasar kehidupan manusia dalam hubungan sosial, maka keadilan sosial social justice mendapat tempat sebagai asas atau dasar, atau prinsip dalam kehidupan sosial atau kehidupan bersama antar warga masyarakat berkembang nilai keadilan yang dimasyarakatkan. 129 Jadi tertib hukum Indonesia bersumberkan pada Pancasila yang 127 Mahfud MD, Op. Cit, hlm. 122-123 128 Sabian Utsman, Menuju Penegakan Hukum Responsif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm.7-8 129 M. Solly Lubis, Sistem Nasional, Bandung: Mandar Maju, 2002, hlm. 21 Universitas Sumatera Utara dirumuskan dalam UUD 1945, sehingga dalam pelaksanaannya hukum harus dijadikan sebagai fondasi penegakan hukum.

B. Harmonisasi Hukum