Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Rancangan Percobaan dan Analisa Data Steel dan Torrie 1993

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksankan pada bulan November – Desember 2007. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilaksanakan di Laboratorium Fisika-Kimia Hasil Perairan dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Penelitian utama dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tepung refined kappa karagenan, antioksidan BHT, buah kelapa, air, HCl 4M, pereaksi TBA. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain parutan kelapa, golok, mesin parut kelapa, waring blender, alat destilasi destilation apparatus, dan spektrofotometer, minolta chroma meter, heater, gelas kimia, gelas ukur, pipet, timbangan meja, viskometer Brookfield LV.

3.3. Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan konsentrasi karagenan yang tepat sebagai penambah santan kelapa. Penelitian utama dilakukan untuk menentukan kemampuan kappa-karagenan sebagai penstabil kemudian dibandingkan dengan pengawet antioksidan sintetis, santan kelapa tanpa penambahan, dan produk komersil sebagai pembanding.

3.3.1. Penelitian pendahuluan

Pertama-tama empat buah kelapa dibersihkan dari kulit dan serabut kelapa. Kemudian daging buah kelapa tersebut diparut. Sebanyak 3 kg parutan kelapa yang dihasilkan dibagi dua bagian, bagian pertama 2 kg dan bagian kedua 1 kg. Bagian yang pertama parutan kelapa langsung dilakukan pengepresan, dari sini didapatkan sampel yang pertama yang kemudian disebut santan jenis A. Bagian yang kedua, santan kelapa ditambahkan air dengan perbandingan 2:1 yang kemudian disebut sebagai santan jenis B. Sisa ampas santan jenis A ditambahkan air dengan perbandingan 2:1 kemudian dilakukan pengepresan, hasil santan kelapa ini yang kemudian disebut sebagai santan kelapa jenis C. Langkah selanjutnya adalah mencampur kombinasi karagenan yang akan digunakan sesuai takaran konsentrasi yang telah ditentukan, yaitu 0,5 , 0,75 , dan 1 tepung karagenan. Kombinasi perlakuan santan kelapa dengan penambahan konsentrasi karagenan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kombinasi jenis santan dan konsentrasi karagenan pada penelitian pendahuluan Keterangan : A = Santan kelapa jenis A. B = Santan kelapa jenis B. C = Santan kelapa Jenis C. A = Santan kelapa jenis A yang terpilih setelah dilakukan uji organoleptik B = Santan kelapa jenis B yang terpilih setelah dilakukan uji organoleptik C = Santan kelapa jenis C yang terpilih setelah dilakukan uji organoleptik Langkah selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu 70 o C, hal ini dilakukan untuk melarutkan tepung karagenan sehingga karagenan dengan santan Perlakuan santan Konsentrasi karagenan - Uji Organoleptik Percobaan terpilih A 0,5 A 0,75 1 B 0,5 B 0,75 1 C 0,5 C 0,75 1 bercampur Glicksman 1983. Setelah dipanaskan dalam waktu 1-3 menit dibiarkan sampai dingin kemudian dilakukan uji organoleptik pada parameter bau, rasa, warna, penampakan, dan homogenitasnya. Nilai terbaik pemilihan panelis pada berbagai konsentrasi karagenan pada masing-masing jenis santan kelapa akan digunakan pada penelitian utama. Diagram alir penelitian pendahuluan secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Diagram alir penelitian pendahuluan.

3.3.2. Penelitian utama

Langkah selanjutnya dilakukan komparasi dengan menambahkan karagenan sesuai dengan hasil yang didapatkan dari penelitian pendahuluan, menambahkan 200 ppt BHT Butylated hidroxytoluene, dan santan kelapa yang tidak diberikan perlakuan pada masing-masing jenis santan. Besarnya konsentrasi karagenan yang digunakan disesuaikan dengan konsentrasi terpilih pada uji organoleptik di penelitian pendahuluan pada masing- masing jenis santan. Langkah selanjutnya dilakukan pemanasan dengan suhu 70 C selama 1-3 menit. Setelah dipanaskan dibiarkan sampai dingin kemudian dilakukan uji viskositas, stabilitas, dan ketengikan bilangan TBA. Uji yang dilakukan melibatkan juga penggunaan santan komersil sebagai pembanding. Uji dilakukan dua kali yaitu uji yang dilakukan langsung setelah pendinginan dan uji yang dilakukan setelah penyimpanan pada suhu ruang. Diagram alir proses penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Diagram alir penelitian utama

3.3.3. Prosedur analisis 1 Uji organoleptik Rahayu 1998

Sampel sebanyak 80 ml dimasukkan ke dalam tabung 100 ml transparan kemudian sampel diberi label dari a-j, pelabelan dilakukan secara acak pada perlakuan sampel. Kemudian sampel diletakkan di atas meja tes organoleptik. Sebanyak dua puluh panelis semiterlatih akan menilai secara subyektif sampel yang ada. Panelis secara bergiliran akan menilai bau, rasa, warna, penampakan dan homogenitas dari sampel yang ada. Uji subyektif skala hedonik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis dalam 7 skala kesukaan 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka. Parameter yang diuji pada penelitian pendahuluan adalah santan dengan konsentrasi karagenan 0,5 , 0,75 , dan 1 pada ketiga jenis santan kelapa. 2 Viskositas Marine Colloids 1984 Sampel yang diuji disiapkan dan ditempatkan pada sebuah wadah silender berdiameter ± 4 cm dan tinggi ± 10 cm. Setelah itu dilakukan pemilihan spindel sesuai dengan kebutuhan sampel yang diuji, yaitu spindel 4. Spindel terpilih dipasang pada alat dan santan mulai diukur dengan menyalakan alat pada kecepatan 6 rpm. Pembacaan skala dilakukan setelah jarum berputar 6x. Baru setelah itu didapatkan nilai viskositas dari santan yang diuji dari pembacaan nilai yang tertera pada viskometer brookfield. 3 Stabilitas Sutter 1981 Analisis stabilitas santan diukur dengan menggunakan metode yang dilakukan oleh Sutter Obrin 1996. Prinsip analisis stabilitas adalah mengukur persentase suspensi pada santan. Sampel sebanyak 80 ml dimasukkan pada tabung silinder transparan 100 ml. Botol yang sudah dimasukkan sampel dibiarkan pada tempat terbuka, kemudian diamati pemisahan zatnya antara lipida dan air. Diukur tinggi awal larutan santan sebelum memisah, nilai ini digunakan sebagai nilai tinggi larutan secara keseluruhan. Kemudian diukur bagian zat yang terpisah dengan menggunakan mistar. Pengukuran dilakukan pada tinggi awal larutan santan dan zat yang berbentuk emulsi. Pengukuran dilakukan terus menerus setiap 15 menit sampai santan kelapa rusak tidak bisa digunakan yaitu selama 48 jam. Hasil yang diperoleh dari pengukuran tinggi awal dan tinggi pada pengamatan dibandingkan kemudian dibuat persentasenya. Persentase diukur dengan mengukur tinggi bagian emulsi dengan tinggi santan secara keseluruhan pada pengamatan waktu tertentu. Setelah pengukuran selama 48 jam selesai maka diperoleh nilai tinggi perpindahan emulsi pada waktu tertentu setiap 15 menit. Besarnya stabilitas dinyatakan dalam persen dengan menggunakan rumus di bawah ini. 4 Derajat putih Anonim 2001 Sampel disiapkan dan diletakkan pada cawan petri sebanyak 100 ml secara merata. Masing-masing sampel tersebut dianalisa derajat putihnya menggunakan alat Minolta Chroma Meter. Kalibrasi alat dilakukan dengan menembakkan sensor ke white calibration white. Sensor kromameter ditembakkan pada sampel yang diujikan yaitu santan kelapa dengan tiga perlakuan. Kemudian dari sensor tersebut akan tercetak nilainya yaitu L, a, dan b. Hasil nilai L, a, dan b tersebut dikonversikan menjadi nilai derajat putih dengan rumus : Whiteness = 100 – [100-L 2 + a 2 + b 2 ] 0.5 Nilai L menyatakan lightness sample, semakin tinggi nilai L maka sampel semakin terang. Semakin tinggi nilai a maka warna sampel semakin merah, sedangkan jika nilai a semakin rendah maka warna sampel semakin hijau. Semakin tinggi nilai b maka warna sampel semakin kuning, sedangkan jika nilai b semakin rendah maka warna sampel semakin biru. 5 Ketengikan Rancidity Tarladgis et al. 1960 Salah satu uji untuk menentukan ketengikan suatu bahan adalah TBA Thiobarbituric Acid. Metode Tarladgis et al. 1960 merupakan salah satu uji untuk menentukan ketengikan rancidity dari lemak. Prinsip kerjanya 2-thiobarbituric acid bereaksi dengan malonaldehid membentuk warna merah, intensitas warna merah yang terbentuk dapat diukur pada spektrofotometer. Malonaldehid merupakan hasil oksidasi lipida Apriyantono et al. 1989. Sampel santan kelapa yang sudah dimodifikasi pada berbagai perlakuan diambil sebanyak 100 ml kemudian dimasukkan ke dalam Warring blender. Sampel dipindahkan secara kuantitatif kedalam labu destilasi 1000 ml. Sebanyak 1,5 ml HCl 4N 1 bagian HCl pekat dalam dua bagian air ditambahkan sampai pH menjadi 1,5. Batu didih dan bahan pencecah buih antifoam ditambahkan sedikit dan selanjutnya labu destilasi dipasangkan pada alat destilasi. Destilasi dijalankan dengan pemanasan setinggi mungkin sehingga diperoleh destilat sebanyak 50 ml selama pemanasan 10 menit. Destilat yang diperoleh diaduk, disaring dan dipindahkan sebanyak 5 ml kedalam labu Erlemeyer 50 ml yang memiliki penutup kemudian ditambahkan 5 ml reagen TBA. Reagen TBA terdiri dari larutan 0,02 M Thiobarbituric acid dalam 90 asam asetat glasial. Larutan diaduk dan dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih selanjutnya didinginkan. Absorbsi dibaca dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Larutan blanko dibuat dengan menggunakan prosedur yang sama tanpa penambahan sampel.

3.5. Rancangan Percobaan dan Analisa Data Steel dan Torrie 1993

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap RAL faktor tunggal dengan dua kali pengulangan pada faktor konsentrasi tepung karagenan yang terdiri dari tiga level, yaitu 0,5 , 0,75 , dan 1 . Model rancangannya adalah : Keterangan : Y ij = Nilai pengamatan faktor konsentrasi tepung karagenan level ke-i pada suatu percobaan individu ke-j σ = Nilai rata-rata pengamatan A i = Pengaruh faktor besarnya konsentrasi tepung karagenan pada level ke-i i = 0,5, 0,5, 1 ε ij = Sisaan galat perlakuan ke-i ulangan ke-j Y ij = σ + A i + ε ij Hipotesis yang digunakan adalah : H : Faktor konsentrasi tepung karagenan tidak signifikan H 1 : Faktor konsentrasi tepung karagenan signifikan Data hasil uji organoleptik diuji statistik nonparametrik Kruskall-Wallis dengan menggunakan software SPSS for Windows. Uji Kruskall-Wallis ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan dan ranking. Apabila hasil analisa menunjukkan adanya pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang diukurdianalisis. Menurut Steel dan Torrie 1991 langkah-langkah perhitungan statistik Kruskall Wallis dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 1 Merumuskan H dan H 1 2 Perankingan 3 Membuat tabel ranking 4 Menghitung jumlah Tt-1t+1 5 Menghitung faktor koreksi atau pembagi 6 Menghitung H 7 Menghitung H’ 8 Melihat X 2 tabel dengan α : 0,05 db v = k-1 Jika X 2 hitung X 2 tabel = tolak H = uji lanjut Multiple Comparison Jika X 2 hitung X 2 tabel = gagal tolak H Keterangan : T = t-1t+1 n i = banyaknya pengamatan dalam perlakuan Pembagi 1 T n 1 n 1 n H’ = ∑ 3n+1 H’ = R = jumlah ranking dalam perlakuan ke-i t = banyaknya pengamatan seri dalam kelompok H’ = H terkoreksi Hasil yang berbeda nyata diuji dengan uji lanjut Multiple Comparison dengan rumus sebagai berikut : Keterangan : R = Rata-rata ranking dalam perlakuan ke-i R = Rata-rata ranking dalam perlakuan ke-j N = Banyaknya data K = Banyaknya perlakuan n = Jumlah data perlakuan ke-i n = Jumlah data perlakuan ke-j R R Z + , , - .

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Fisiko-Kimia Karagenan Murni

Karagenan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil penelitian Maryana 2008 dan berwarna putih kekuningan. Tabel 5 menunjukkan karakteristik karagenan murni yang dihasilkan. Tabel 5. Hasil karakterisasi karagenan Parameter Standar mutu Karagenan murni Kappaphycus alvarezii Derajat putih - 38,89 ± 0,04 Kekuatan gel gcm 2 Min. 1200 490 ± 17,68 Viskositas cPs Min. 50 180,50 ± 0,71 Kadar sulfat 15-40 15,16 ± 018 Keterangan : Anonim 2008 : FAO 1992 Warna kecoklatan pada karagenan bisa disebabkan masih adanya selulosa, pigmen fikoeritin dan fikosianin. Selain sebagai komponen yang tidak larut air, selulosa juga menyebabkan karagenan menjadi keruh Imeson 2000. Bila kadar selulosa pada karagenan rendah, maka mutu karagenan yang dihasilkan makin baik. Kekuatan gel sebesar 490 gcm 2 menunjukkan bahwa karagenan yang digunakan dibawah standar, yaitu 1200 gcm 2 . Kappa karagenan menghasilkan gel yang kompak tapi rapuh dan stabilitasnya pada thawing rendah. Adanya selulosa pada produk akhir dapat mengakibatkan gel yang terbentuk makin rapuh Imeson 2000. Penggunaan NaOH pada proses ekstraksi berhubungan erat dengan kemampuan karagenan membentuk gel, karena Na + membantu pembentukan jaringan tiga dimensi yang merupakan dasar dari pembentukan gel pada karagenan Nussinovitch 1997. Nilai viskositas 180,5 cP dari karagenan murni yang dihasilkan berada dalam kisaran FAO. Secara logaritmik, bila konsentrasi karagenan meningkat maka viskositasnya makin tinggi Uju 2005. Karagenan bersifat thermo- reversible, jadi bila dilakukan pemanasan dalam waktu yang lama atau suhu