Tujuan Silika Pemanfaatan Trass sebagai Pupuk Silika dan Pemberian Dolomit untuk Padi di Tanah Gambut dari Kumpeh, Jambi

2

1.2 Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk : Mengetahui manfaat trass sebagai pupuk Si Mengetahui pengaruh trass dan dolomit terhadap pertumbuhan vegetatif padi varietas Ciherang melalui percobaan rumah kaca serta serapan unsur Si dan Mg Mengetahui pengaruh trass dan dolomit terhadap perubahan pH tanah, kadar Si dalam gambut dan kadar Mg dapat ditukar BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah Gambut

2.1.1 Pengertian dan Pembentukan Tanah Gambut

Istilah gambut dalam bahasa Inggris, antara lain disebut peat, bog, moor, mire, atau fen. Istilah-istilah tersebut berkenaan dengan perbedaan jenis atau sifat gambut antara satu tempat dan tempat lainnya. Istilah gambut diambil dari kosa kata bahasa daerah Kalimantan Selatan suku Banjar. Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami perombakan Noor 2001. Gambut dibentuk oleh timbunan sisa tumbuhan yang berlapis-lapis sehingga mencapai ketebalan lebih dari 30 cm. Hardjowigeno 1986 menyatakan bahwa proses penimbunan bahan organik dalam pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Sementara itu, menurut Andriesse 1988 pembentukan gambut disebabkan oleh proses biokimiawi, sedangkan akumulasi bahan gambut terutama disebabkan oleh pengaruh langsung kondisi lingkungan, iklim, dan ekosistem tempat gambut tersebut terbentuk. Sejarah pembentukan gambut di Indonesia dimulai pada zaman es. Proses deposisi bahan organik sebagai bahan induk gambut diduga terjadi pada periode akhir Pleistosen sampai awal periode Holosen antara 10.000-5.000 tahun silam. Seiring dengan meningkatnya permukaan air laut diiringi dengan meningkatnya curah hujan, menyebabkan batuan mengalami pelapukan intensif dan menghasilkan endapan lempung halus di pesisir pantai. Garis pantai semakin maju ke arah laut, sehingga terbentuk tanggul-tanggul sungai, meander dan rawa-rawa yang kemudian ditumbuhi oleh tanaman rawa seperti nipah, bakau dan tumbuhan hutan rawa. Tumbuhan yang telah mati, roboh dan sebagian besar terendam dalam rawa-rawa yang jenuh air dan tidak teroksidasi Subiksa dan Wahyunto 2011.

2.1.2 Klasifikasi Tanah Gambut

Berdasarkan sistem klasifikasi Taksonomi Tanah yang dikembangkan oleh USDA, gambut termasuk ordo Histosol yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis BD dalam keadaan lembab kurang dari 0.1 gcm 3 dengan tebal lebih dari 60 cm atau lapisan organik dengan BD bulk Density lebih dari 0.1 gcm 3 dengan tebal lebih dari 40 cm Soil Survey Staff 2003. Menurut Agus dan Subiksa 2008 gambut diklasifikasikan berdasarkan tingkat kematangan, ketebalan, kesuburan, dan lingkungan pembentukannya. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi saprik yakni gambut yang sudah melapuk lanjut sehingga bahan asalnya tidak dikenali dan bila diremas kandungan seratnya kurang dari 15, hemik yakni gambut yang melapuk sebagian akan tetapi bahan asalnya masih dapat dikenali dan bila diremas kandungan bahan seratnya sekitar 15-75, serta fibrik yakni gambut yang belum melapuk bahan asal dapat diketahui dan bila diremas lebih dari 75 seratnya masih tersisa. Sementara itu, berdasarkan lingkungan pembentukannya, gambut dibedakan atas gambut ombrogen yaitu gambut yang terbentuk pada lingkungan yang hanya dipengaruhi oleh air hujan, dan gambut topogen yaitu gambut yang terbentuk di lingkungan yang mendapat pengayaan air pasang. Gambut topogen lebih kaya mineral dan lebih subur dibandingkan dengan gambut ombrogen. 4 Berdasarkan tingkat ketebalannya, tanah gambut dibedakan atas gambut dangkal 50-100 cm, gambut sedang 100-200 cm gambut dalam 200-300 cm, dan gambut sangat dalam 300 cm. Proses dan lokasi pembentukan gambut juga mempengaruhi kualitas tanah gambut. Berdasarkan kriteria tersebut gambut terbagi menjadi gambut pantai yakni gambut yang terbentuk dekat pantai laut dan mendapat pengayaan mineral dari air laut, gambut pedalaman yaitu gambut yang terbentuk di daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi hanya oleh air hujan, serta gambut transisi adalah gambut yang terbentuk di antara kedua wilayah tersebut, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut.

2.1.3 Kesuburan Tanah Gambut

Secara alamiah tanah gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tumbuhan. Namun demikian, asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara Agus dan Subiksa 2008. Kesuburan alami tanah gambut sangat beragam tergantung pada ketebalan lapisan gambut, tingkat dekomposisi, komposisi tanaman penyusun gambut, serta tanah mineral yang berada di bawah lapisan tanah gambut. Kesuburan tanah gambut diklasifikasikan pada tingkat oligotropik yaitu tingkat kesuburan rendah, mesotropik yaitu tingkat kesuburan sedang, dan eutropik yaitu tingkat kesuburan tinggi. Di bawah ini dijelaskan karakteristik dari masing-masing tingkat kesuburan tanah. Tabel 1. Kriteria Tingkat Kesuburan Tanah Gambut Tingkat Kesuburan Kandungan Hara bobot kering N K 2 O P 2 O 5 CaO Abu Eutropik 2.50 0.10 0.25 4.00 10.00 Mesotropik 2.00 0.10 0.20 1.00 5.00 Oligotropik 0.80 0.03 0.05 0.25 2.00 Sumber: Fleischer dalam Driessen dan Soepraptohardjo 1974 Gambut di Indonesia umumnya dikategorikan pada tingkat kesuburan oligotropik, yaitu gambut dengan tingkat kesuburan yang rendah. Kesuburan gambut oligotropik tersebut dijumpai pada gambut ombrogen, yaitu gambut pedalaman dengan ketebalan gambut yang tebal dan miskin unsur hara Barchia 2006. Secara umum pH tanah gambut Indonesia berkisar dari 3-5 dan menurun dengan meningkatnya ketebalan. pH tanah gambut pantai cenderung lebih tinggi dibandingkan pH tanah gambut pedalaman. 2.1.4 Potensi Lahan Gambut untuk Pertanian Dilihat dari sifat fisik dan kimianya, lahan gambut berpotensi untuk kegiatan pertanian. Secara fisik, tanah gambut memiliki kadar air 100-1.300 5 sehingga mampu menyangga air lebih banyak. Sementara itu, secara kimia tanah gambut memiliki tingkat kemasaman yang tinggi dengan kisaran pH 3-5, kandungan unsur mikro dan basa-basa rendah, namun KTK tinggi. Lahan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan disarankan pada gambut tipis dengan ketebalan kurang dari 100 cm dengan pertimbangan gambut tipis memiliki tingkat kesuburan relatif lebih tinggi dan memiliki resiko lingkungan lebih rendah dibandingkan gambut tebal Agus dan Subiksa 2008. Tanah gambut dengan ketebalan 1.4 - 2 meter tergolong sesuai marjinal kelas kesesuaian S3 untuk berbagai jenis tanaman pangan. Faktor pembatas utama adalah kondisi media perakaran dan unsur hara yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman. Tanaman pangan yang mampu beradaptasi antara lain padi, jagung, kedelai, ubikayu, kacang panjang dan berbagai jenis sayuran lainnya Agus dan Subiksa 2008.

2.1.5 Kedala Utama Pemanfaatan Lahan Gambut

Pemanfaatan lahan gambut untuk kegiatan pertanian, akan dihadapkan pada beberapa kendala. Menurut Hardjowigeno 1986, terdapat beberapa tantangan yang harus dipecahkan agar pengembangan lahan gambut untuk pertanian berhasil dengan baik. Tantangan-tantangan tersebut antara lain adalah : Keragaman sifat tanah gambut : sifat tanah gambut sangat beragam mulai dari sangat subur sampai sangat miskin. Keberhasilan pengembangan lahan gambut di suatu tempat bukan jaminan bahwa di tempat lain juga akan berhasil. Penurunan permukaan gambut : tanah gambut keadaan alami menahan air sangat banyak, akan tetapi setelah didrainase sedikit demi sedikit akan melepaskan air yang ditahannya sehingga terjadi penyusutan gambut yang dikenal dengan istilah subsidence Kering tidak balik irreversible: kering yang berlebihan akibat pembuatan saluran drainase yang terlalu dalam dapat mengakibatkan tanah gambut kering tidak balik, sehingga kemampuan gambut menyerap air lambat dan rendah. Sifat kimia tanah yang kurang baik : tanah gambut memiliki reaksi tanah yang sangat masam, kejenuhan basa rendah, kapasitas tukar kation sangat tinggi, serta hara makro dan mikro rendah. 2.1.6 Usaha-Usaha Perbaikan Tanah Gambut Menurut Soepardi 1983, faktor-faktor penting yang menentukan dalam usaha- usaha perbaikan tanah gambut yaitu : 1. Pengaturan tata air : drainase tanah gambut diatur dengan penurunan dan pengendalian arus air untuk jangka waktu relatif lama sehingga memungkinkan aearasi pada daerah akar selama musim pertanaman 2. Pemadatan : gambut memadat setelah drainase selama beberapa tahun pertama dan saat itu penanaman dilakukan 6 3. Pengelolaan sifat fisik gambur : gambut bersifat porus, sehingga perlu dilakukan pengelolaan sifat fisik dengan penambahan bahan tanah mineral yang megandung debu dan liat 4. Perbaikan sifat kimia tanah : gambut memiliki sifat kahat unsur hara baik makro maupun mikro sehingga perlu dilakukan penambahan hara pada tanah gambut menyeluruh baik makro maupun mikro

2.2 Silika

Silika merupakan elemen kedua yang melimpah keberadaannya di dalam kerak bumi yaitu sekitar 28 . Sebagian silika terdapat dalam tanah berkisar antara 23 dan 35 dari bobot tanah, kecuali tanah berpasir bisa mengandung sampai 40. Tanah-tanah di daerah tropika yang sudah melapuk lanjut hanya mengandung silika sekitar 9, hal tersebut dikarenakan terjadinya pencucian silika yang tinggi. Sumber silika terbesar dalam tanah berasal dari mineral Si primer dan sekunder, pada umumnya dalam bentuk kuarsa SiO 2 , kandungannya mencapai 95 dalam fraksi pasir dan debu Havlin, Beaton, Tisdale, Nelson 2005. Silika terdapat dalam 6 mineral yaitu kuarsa, tridimit, kristobalit, koesit, stishovite, dan opal. Tiga mineral pertama dan mineral opal merupakan mineral utama paling banyak dalam tanah berdasarkan persentase jumlah dan volumenya Tisdale, Nelson, Beaton 1985. Menurut Yoshida 1981 peningkatan serapan silika pada padi bermanfaat untuk melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit, dapat memelihara daun tetap tegak, mengurangi kehilangan air akibat tranpirasi, meningkatkan toleransi tanaman terhadap berkurangnya tekanan osmotik potensial pada perakaran medium, meningkatkan kekuatan oksidasi akar padi dan menurunkan kelebihan serapan besi dan mangan. Dalam larutan tanah pada kondisi pH normal, silika terdapat dalam bentuk H 4 SiO 4 atau [SiOH 4 ]. Di atas pH 8.5 silika dijumpai dalam bentuk ion H 3 SiO 4 - yang secara signifikan menyumbang total silika dalam larutan tanah. Konsentrasi H 4 SiO 4 dikenal sebagai asam monosilika yang ketersediaannya dalam larutan tanah sebagian besar dikontrol oleh pH dan tergantung reaksi jerapannya. Kelarutan silika dalam air tidak dipengaruhi oleh pH pada selang 2-9. Akan tetapi, aplikasi yang dilakukan petani Amerika menyatakan bahwa konsentrasi silika menurun dari 33 ppm menjadi 11 ppm karena kenaikan pH dari 5.4 menjadi 7.2. Peneliti lain juga melaporkan bahwa kenaikan silika minimum pada pH 8-9 Tisdale et al., 1985. Faktor yang mempengaruhi kadar silika dan perubahannya dalam tanah dan tanaman yaitu jumlahnya dalam tanah yang dipengaruhi oksidasi Fe dan Al, penyerapan oleh tanaman, penggenangan, penambahan pupuk Si, dan jenis tanaman. Peningkatan jumlah oksidasi Fe dan Al akan menurunkan penambahan silika dalam larutan dan serapan oleh tanaman. Pada jaringan padi kandungan Si umumnya sebesar 4.6-7 Tisdale et al., 1985. Kelarutan mineral Si dalam tanah berbeda-beda dan dipengaruhi oleh temperatur, pH, ukuran partikel, susunan kimia, dan keberadaan lapisan yang 7 memisahkannya. Pergerakan Si juga dipengaruhi oleh faktor tanah seperti bahan organik, kelembaban, potensial redoks dan seskuioksida Dress, Wilding, Smeck, Senkayi 1989.

2.3 Trass