Menurut Kuswandi 1993 dalam Primianty, 2008
ada tiga dampak yang dapat ditimbulkan dari acara televisi yang ditayangkan terhadap pemirsanya,
yaitu: 1.
Dampak kognitif, yaitu kemampuan seseorang atau pemirsa untuk menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi sehingga dapat
melahirkan pengetahuan bagi pemirsa. Contohnya adalah acara kuis di televisi.
2. Dampak peniruan, yaitu pemirsa dihadapkan pada trend-trend aktual yang
ditayangkan televisi. Contohnya adalah adanya iklan kosmetik yang menampilkan model rambut terbaru dari para artis yang kemudian banyak
ditiru oleh masyarakat. 3.
Dampak perilaku, yaitu proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya yang telah ditayangkan oleh acara televisi yang kemudian diterapkan dalam
kehidupan pemirsa sehari-hari. Contohnya adalah iklan layanan masyarakat
2.1.3 Citra Perempuan dalam Iklan Kosmetik di Televisi
Citra perempuan kebanyakan dapat dilihat dalam penayangan peran perempuan dalam iklan, khususnya iklan ditelevisi. Berbagai penelitian
sebelumnya telah banyak membahas peran perempuan dalam iklan, salah satunya yaitu penelitian Tamagola 1990 dalam Primianty, 2008 yang membahas
tentang citra perempuan dalam iklan di empat majalah wanita Femina, Kartini, Sarinah, Pertiwi, yang diterbitkan antara tahun 1986-1990. Hasil penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa ada lima citra pokok tentang perempuan yang sering digambarkan dalam iklan, dimana citra ini merupakan bentuk-bentuk
stereotipe tentang perempuan yang terdapat dalam masyarakat. Citra-citra tersebut adalah citra pigura, citra pilar, citra peraduan, citra pinggan, dan citra pergaulan.
Citra yang terdapat dalam iklan kosmetik di televisi adalah citra pigura dan citra pergaulan.
Citra pigura adalah citra yang menekankan betapa pentingnya para wanita kelas menengah dan atas untuk selalu tampil memikat. Ciri kewanitaan yang
dibentuk oleh budaya, seperti memiliki rambut panjang yang hitam pekat, mempunyai alis mata yang tebal, kulit yang putih dan halus, dan pinggul dan
perut yang ramping. Iklan-iklan yang termaksud dalam katagori citra ini adalah iklan produk kecantikan, dan pelangsing tubuh. Sedangkan citra pergaulan
menekankan pada dasarnya perempuan sangat ingin diterima dalam lingkungan sosial tertentu, dan untuk bisa masuk dalam lingkunga sosial tertentu perempuan
dituntut harus “tampil anggun menawan”. Iklan yang termaksud contoh ini adalah iklan kosmetik dan perawatan tubuh.
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Citra Tubuh Wanita
Citra tubuh secara umum dibentuk dari perbandingan yang dilakukan seseorang atas fisiknya sendiri dengan standar kecantikan yang dikenal oleh
lingkungan sosial dan budayanya. Salah satu penyebabnya adalah iklan pada media massa. Iklan dalam media massa sering kali menampilkan fitur wanita
dengan tubuh yang dinilai sempurna nyaris sempurna. Wanita mempelajari adanya perbeaan fitur-fitur tersebut dengan fitur tubuhnya, sehingga terdapat
kesenjangan dan menciptakan persepsi akan penghayatan tubuhnya yang tidakkurang ideal. Konsekuensinya, wanita sulit menerima bentuk tubuhnya
Subiyantoro, 2004 Citra tubuh merupakan hal yang dipelajari. Proses pembelajaran citra
tubuh ini sering kali dibentuk lebih banyak oleh orang lain di luar individu itu sendiri, yaitu oleh keluarga dan masyarakat Faturochman, 2004. Proses belajar
dalam keluarga dan pergaulan mencerminkan apa yang akan dipelajari dan diharapkan oleh budaya.
Faktor-Faktor lainnya yang mempengaruhi citra tubuh perempuan adalah : 1.
Penilaian atau komentar orang lain. Reaksi atau pandangan dari orang lain yang memiliki arti bagi individu
significant other misalnya orang tua, teman, orang terkasih, dan lain-
lain, akan mempengaruhi citra tubuh
yang dimiliki
individu tersebut. Misalnya, pandangan dari kekasihnya terhadap wanita yang
cantik yaitu wanita berkulit putih, akan mempengaruhi persepsi
wanita tersebut bahwa cantik itu identik dengan berkulit putih. 2.
Perbandingan dengan orang lain. Citra tubuh yang terbentuk sangat tergantung pada bagaimana cara
individu membandingkan dirinya dengan orang lain, biasanya pada
orang yang hampir serupa dengan dirinya. Misalnya, individu yang sering membandingkan
dirinya dengan sahabatnya
sendiri yang lebih menarik penampilannya secara
terus-menerus akan
mengalami suatu kondisi, di mana ia akan menganggap dirinya tidak memiliki daya tarik fisik.
3. Peran seseorang identifikasi terhadap orang lain.
Setiap orang mengalami peran yang berbeda-beda. Di dalam peran tersebut, individu diharapkan akan bertindak sesuai dengan tuntutan dari
perannya masing-masing. Misalnya seseorang wanita yang berprofesi sebagai model lebih memperhatikan penampilannya dibandingkan dengan
seseorang wanita yang berprofesi sebagai seorang ibu rumah tangga. 4.
Identifikasi terhadap orang lain. Individu yang mengagumi satu tokoh yang diangganya ideal sering kali
menirunya seperti cara berdandan, cara berpakainan, potongan rambut, dan lain-lain. Dengan begitu, ia merasa telah memiliki beberapa ciri dari tokoh
yang dikaguminya. Selain faktor-faktor di atas, faktor lainnya yang turut mempengaruhi citra
tubuh perempuan adalah : stigmatisasi, pelecehan rasial dan seksual, nilai-nilai sosial yang berlaku, perubahan fisik dalam tubuh wanita selama masa pubertas,
kehamilan, dan menopause, sosialisasi, cara individu merasakan dirinya, kekerasan verbal, fisikal, atau penyiksaan seksual, dan kondisi aktual tubuh
seperti penyakit atau kecacatan. Kebanyakan petunjuk mengenai bagaimana penampilan kita yang
sempurna atau ideal berasal dari media, orang tua, dan teman-teman sepergaulan. Citra tubuh merupakan proses pembelajaran dalam proses kehidupan individu
tersebut. Proses sosialisasi yang dimulai sejak usia dini, bahwa bentuk standar
tubuh langsing adalah yang diharapkan lingkungan, akan membuat anak sejak dini mengalami ketidakpuasan apabila tubuhnya tidak sesuai dengan yang diharapkan
lingkungan, terutama orang tua. Orang tua terpengaruh oleh berbagai iklan yang mengagung-agungkan standar kecantikan ideal seorang wanita yang langsing,
putih, berpostur tinggi, dan sebagainya, sehingga para orang tua khawatir kalau tubuh anak perempuannya berkembang tidak seperti model yang mereka lihat
pada iklan di media massa. Penelitian yang dilakukan oleh Subiyantoro 2004 dengan tema “Remaja
Putri Melek Media” yang dilakukan dengan mewawancarai 100 remaja perempuan berusia 14-18 tahun dalam jenjang pendidikan formal mereka adalah
pelajar SMP maupun SMU di 5 wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Barat menunjukan bahwa remaja perempuan
pada dasarnya ingin menjadi diri sendiri, mempunyai sikap atau pilihan sendiri dalam menentukan gayanya, tetapi sikap atau kepribadian ini sering terbelah
ketika pesona dari media yang begitu gencar. Remaja perempuan dilematis dalam melihat diri sendiri
2.1.5 Pengaruh Iklan Televisi terhadap Citra Tubuh Wanita Pekerja