Hubungan Gaya Hidup dengan Orientasi Tubuh Wanita Bekerja

ditentukan oleh pihak yang terkait. Salah satu syarat-nya dengan berpenampilan menarik, memiliki tinggi badan dan berat badan tertentu atau menurut Wolf 2002 disebut sebagai PBQ Professional Beauty Qualification kualifikasi kecantikan profesional. PBQ biasanya digunakan sebagai syarat memasuki lingkungan kerja ataupun promosi kenaikan jabatan. Kecantikan seorang perempuan menjadi kualifikasi yang bonafide untuk mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu wanita di perkotaan lebih memperdulikan penampilan fisik dibandingkan wanita di pedesaan.

8.1.4 Hubungan Gaya Hidup dengan Orientasi Tubuh Wanita Bekerja

Berdasarkan hasil uji Korelasi Rank Spearman diperoleh nilai +0,608 artinya antara gaya hidup dengan orientasi tubuh wanita bekerja memiliki hubungan yang positif nyata, semakin tinggi gaya hidup seseorang maka semakin tinggi orientasi tubuh pada wanita yang bekerja. Hasil yang diperoleh, wanita yang memiliki citra tubuh negatif terbanyak ada ditingkat wanita yang bergaya hidup tinggi 66,66. Sehingga dapat disimpulkan bedasarkan hasil uji Rank Spearman menyimpulkan semakin tinggi gaya hidup wanita, maka akan semakin tinggi orientasi tubuhnya. Tabel 18. Sebaran Responden Menurut Gaya Hidup dan Citra Tubuh Wanita Bekerja di Kota Bogor Tahun 2009 Karakteristik gaya hidup Citra tubuh orang Total orang Persen Positif + Persen Negatif - Persen Gaya hidup rendah 2 50 2 50 4 6.66 Gaya hidup sedang 18 38.29 29 61.70 47 78.33 Gaya hidup tinggi 3 33.33 6 66.66 9 15 Total 23 - 37 - 60 100 Budaya patriarki turut mendorong wanita untuk mengedepankan pentingnya penampilan fisik. Kebanggaan para laki-laki di masyarakat terletak kepada kesuksesan dan kemapanan finansialnya, kebanggaan seorang laki-laki meningkat ketika laki-laki itu mempunyai pasangan kencan yang menarik. Hal ini semakin menunjukan keberhasilan laki-laki itu dalam ajang interaksi sosial karena pasangan yang menarik dapat meninggikan harga dirinya di mata masyarakat. Maka tidak mengherankan para perempuan rela melakukan apapun untuk mendapatkan kecantikan itu sendiri, tidak peduli dengan berapa banyak rupiah yang mereka keluarkan untuk membeli produk kecantikan, perawatan di salon, olahraga untuk mengencangkan kulit, sampai ke dokter kosmetik agar terwujudnya tubuh ideal yang ada dibenak mereka. Menurut Dymond 1949 dalam Melliana 2005 wanita rata-rata lebih akurat dalam menilai orang lain daripada laki-laki, karena itu wanita lebih peduli terhadap gangguan fisik, suatu saat keadaan ini bisa menjadikan stress yang dapat menyebabkan gangguan yang parah. Konsekuensi lain yang ditimbulkan wanita terhadap tubuhnya adalah mereka lebih sering menggunakan pakaian sebagai alat untuk mengekspresikan diri dan menunjukan perasaan mereka. Perhatian pada pakaian, pernak-pernik perhiasan, tubuh, kosmetik dan parfum, tetap didominasi oleh perempuan, sehingga itu menjadi stereotype yabg kuat sebagai kepedulian akan feminitasnya. Perbedaan antara gaya hidup dipedesaan dan perkotaan dapat dilihat dari berapa rupiah yang mereka keluarkan untuk membeli produk kecantikan, perawatan di salon, olahraga, sampai perawatan khusus dari dokter kosmetik. Sebagian besar wanita bekerja di perkotaan lebih banyak mengeluarkan uangnya untuk membeli produk kosmetik yang lebih mahal baik dari perawatan wajah sampai seluruh tubuh, perawatan kesalon rutin tiap bulannya, olahraga secara rutin tiap minggunya dengan menggunjungi pusat kebugaran seperti fitness, aerobic, body language, dan tarian-tarian bertempo cepat seperti tari salsa, serta merekapun cenderung memiliki dokter kosmetika tersendiri untuk perawatan muka, tubuh sampai operasi kecantikan. “…Saya biasanya datang ke salon 4-5 kali sebulannya, yah buat creambath, luluran, spa,. Alasannya yah biar makin cantik aja, masa kalah sama anak saya yang masih muda…”Ibu Yeni, Menteng “…Biasanya saya ke dokter sebulan sekali lah, biasanya sih untuk facial, tapi kadang juga buat masker vitamin C, dan lain-lain,.alasan saya ke dokter ya mbak? Hmmm..kecantikan kan perlu di jaga mbak..”Ibu Aulia, Menteng Lain halnya dengan wanita bekerja di pedesaan, dengan penghasilan di bawah standar Upah Minimum Regional wilayah bogor yaitu Rp.900.000,- mereka cenderung hanya membeli produk kecantikan yang terjangkau, tidak kesalon, olahraga hanya jalan pagi, dan tidak seorangpun dari wanita bekerja pedesaan mengunjungi dokter kosmetika. Ketika ditanya bagaimana cara mereka agar tetap cantik merekapun menjawab seperti kutipan dibawah ini: “…Kalau untuk menjaga kecantikan, ibu biasanya minum jamu tradisional neng..yah, alasannya biar tetep langsing..saya mah ga pernah ke salon, kalaupun mau potong rambut teh mendingan minta tolong sama tetangga…Ibu Imas, Cihideung Udik Walaupun secara wilayah wanita bekerja perkotaan dan pedesaan berbeda, tetapi merekapun memiliki cara tersendiri untuk menjaga kecantikan, hal ini karena wanita hidup dan bersosialisasi dalam masyarakat, mereka tidak dapat mengacuhkan begitu saja penilaian terhadap dirinya, khususnya menyangkut bentuk tubuh mereka. Bentuk fisik adalah hal yang pertama kali dinilai dari seseorang perempuan ketika ia melakukan interaksi sosial. Masyarakat tidak akan menilai seorang perempuan dari kecerdasan intelektualnya atau kelebihan lain di balik bentuk fisiknya terlebih dulu. Budaya kesan pertama first impression culture di masyarakat kita menunjukan bahwa lingkungan sering kali menilai seseorang berdasarkan kriteria luar, seperti penampilan fisik. Tampilan yang baik sering diasosiasikan dengan status yang lebih tinggi, kesempatan yang lebih luas untuk dapat menarik pasangan, dan kualitas positif lainnya. Orang cenderung menilai orang gemuk sebagai orang yang malas dan suka memanjakan diri sendiri, sedangkan orang langsing dinilai sebagai orang yang teratur dan disiplin Brehm, 1999 Penekanan penilaian penampilan fisik perempuan terletak pada proporsional fisik, yaitu pada ukuran dan bentuk tubuh. Melalui tubuh fisik ini pula seseorang tampil dihadapan orang lain, dan sebagian besar perempuan menginginkan penampilan cantik dan menarik, sesuai dengan standard yang berlaku di lingkungan masing-masing. Maka diluar standar kecantikan, kegemukan dapat berakibat pada konsekuensi negatif, seperti penolakan sosial dan self-esteem yang rendah. harga diri mereka tersiksa karena diberi label sebagai perempuan yang “gagal”, baik oleh penilaian diri mereka sendiri maupun oleh budaya yang menuntut kelangsingan dan kemudaan para perempuan. Akibatnya, sebagian perempuan menghabiskan uang yang tidak sedikit demi memperbaiki penampilan fisik di klinik perawatan wajah dan tubuh. Usaha-usaha perbaikan dan perawatan fisik yang dilakukan oleh perempuan tidaklah semata-mata hanya demi keindahan fisik itu sendiri agar ia terlihat cantik dan menarik. Usaha itu juga merupakan bentuk terapi agar dapat lebih mencintai diri sendiri jika ia mendapatkan bentuk fisik yang bagus, sehingga seorang perempuanyang berpenampilan lebih baik juga mulai merasakan hal yang lebih baik mengenai dirinya sendiri looking good feeling good.

8.1.5 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Orientasi Tubuh Wanita Bekerja