xvii karyawan dalam menjalankan pekerjaan, dan menyelesaikan pekerjaan tidak tepat
pada waktunya.
Tabel 1.1 Absensi Pegawai Badan Kepegawaian Pendidikan dan
Pelatihan Kabupaten Gayo Lues Tahun 2007 Sampai dengan Tahun 2010
Keterangan Izin Orang
Sakit Orang
Tanpa Keterangan
Orang Cuti
Orang
2007 19 10 14 4
2008 22 12 16 6
2009 25 14 19 8
2010 23 17 23 9
Sumber : Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Gayo Data diolah
Berdasarkan pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pada Badan Kepegawaian Kabupaten Gayo Luwes Medan tahun 2007 jumlah karyawan izin sebesar 19
orang, sakit sebesar 10 orang, tanpa keterangan 14 orang, dan cuti sebesar 4 orang. Jika kita lihat dari sisi tanpa keterangan setiap tahunnya mengalami
kenaikan, akan tetapi sanksi yang diberikan oleh lembaga terkadang belum dapat membuat para pegawai jera untuk tidak melakukan hal yang sama, sanksi yang
diberikan oleh lembaga pemerintah ini yakni surat peringatan. Dengan alasan
inilah penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Budaya Kerja Pegawai Pada Badan Kepegawaian
Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Gayo Lues” .
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah Gaya kepemimpinan yang terdiri dari otoriter,
Universitas Sumatera Utara
xviii demokratis, dan bebas berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap budaya
kerja pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Gayo
Lues?”. 1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah “Untuk mengetahui dan menganalisis Apakah Gaya kepemimpinan yang terdiri dari otoriter, demokratis, dan bebas
terhadap budaya kerja pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan
Kabupaten Gayo Lues”.. 1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : a
Tujuan penelitian ini memberi masukan bagi Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Gayo Lues dalam hal gaya
kepemimpinan dan budaya kerja. b
Untuk menambah wawasan peneliti dan masyarakat umumm ataupun bagi perusahaan yang menaruh minat terhadap permasalahan perusahaan
mengenai gaya kepemimpinan dan budaya kerja. c
Sebagai referensi yang dapat memberikan perbandingan dalam melakukan penerlitian mengenai gaya kepemimpinan dan budaya kerja.
Universitas Sumatera Utara
xix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Beberepa pengertian pemimpin menurut para ahli adalah sebagai berikut: Pemimpin adalah merupakan inisiator, motivator, stimulator, dinamisator, dan
innovator dalam organisasi Kartono, 2006:10. Pemimpin seseorang yang karena
kecakapan pribadinya atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinannya untuk mengarahkan upaya bersama kearah
pencapaian sasaran – sasaran tertentu Winardi, 2002:2. Menurut Terry dan Frankin dalam Yuli, 2005:166 menyatakan bahwa pemimpin dengan hubungan
dimana seseorang pemimpin mempengaruhi orang untuk mau bekerjasama melaksanakan tugas-tugas yang saling berkaitan guna mencapai tujuan yang
diinginkan organisasi atau kelompok. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat didefenisikan kepemimpinan dari
sudut pandang perspektif sebagai konsep manajemen dapat dirumuskan antara lain, kepemimpinan menurut Kartono 2006:10 merupakan kekuatan
aspirasional, kekuatan semangat, kekuatan moral yang kreatif, yang mampu mempengaruhi para anggota untuk mengubah sikap, sehingga mereka menjadi
conform dengan keinginan pemimpin. Menurut Robbin 2002:163
Universitas Sumatera Utara
xx Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi suatu kelompok kearah
pencapaian tujuan. Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dalam menentukan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,
mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya Rivai, 2003:2. Berdasarkan
defenisi yang sudah dijelaskan sebelumnya maka dapat
diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan aktivitas seseorang untuk mempengaruhi individu, kelompok, dan organisasi sebagai satu kesatuan sehingga
kepemimpinan diberi makna sebagai kemampuan mempengaruhi semua anggota kelompok dan organisasi agar bersedia melakukan kegiatan atau bekerja untuk
mencapai tujuan kelompok dan organisasi.
2.1.2 Pentingnya Kepemimpinan Dalam Organisasi atau Perusahaan
Pemimpin merupakan faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu organisasi. Pengarahan terhadap pekerjaan yang dilakukan pemimpin dalam
mencapai tujuan organisasi perusahaan maupun lembaga-lembaga harus diberikan oleh pemimpin sehingga kepemimpinan tersebut dapat menjadi efektif. Menurut
Robbin 2003:40 pemimpin menetapkan arah dengan mengembangkan suatu visi terhadap masa depan kemudian mereka menyatukan orang dengan
mengkomunikasikan visi ini dan mengilhami mereka untuk mengatasi rintangan. Keadaan ini menggambarkan bahwa kepemimpinan sangat diperlukan, jika suatu
organisasi atau perusahaan memiliki perbedaan dengan yang lain dapat dilihat dari sejauh mana pemimpinnya dapat bekerja secara efektif.
Universitas Sumatera Utara
xxi Menurut Kartono 2006:69 pemimpin yang efisien itu mampu
menghadapi setiap permasalahan dengan sikap lebih terbuka, dan dengan itikad baik yang besar dari pada seorang pemimpin kerdil serta non efisien yang selalu
dipenuhi oleh ide-ide sempit ide fixed.
2.1.3 Gaya Kepemimpinan
Menurut Tjiptono 2006:161 gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Sementara itu,
pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku kata-kata dan tindakantindakan dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh
orang lain Hersey, 2004:29. Menurut Nawawi 2003:15 gaya kepemimpina adalah perilaku atau cara
yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya. Beberapa Gaya
Kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut : a.
Gaya Kepemimpinan Demokratis. Kepemimpinan Demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan
bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung
jawab internal pada diri sendiri dan kerjasama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada person atau individu
pemimpin, akan tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Universitas Sumatera Utara
xxii b.
Gaya Kepemimpinan Otoriter Gaya Otoriter ini menghimpun sejumlah perilaku atau gaya kepemimpinan
yang bersifat terpusat pada pemimpin sentralistik sebagai satu-satunya penentu, penguasa, dan pengendali anggota organisasi dan kegiatannya
dalam usaha mencapai tujuan organisasi. c.
Gaya Kepemimpinan Bebas Laissez Faire Pada gaya kepemimpinan bebas laissez faire ini sang pemimpin praktis
tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan
kelompoknya, semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan sendiri
Menurut Siagian 2007:12 menyatakan bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya dikategorikan menjadi 5 lima tipe yakni :
1 Gaya Kepemimpinan Otokratik.
Pengambilan keputusan seorang manajer yang otokratik akan bertindak sendiri dan memberitahukan bawahannya bahwa ia telah mengambil
keputusan tertentu dan para bawahan itu hanya berperan sebagai pelaksana karena tidak dilibatkan sama sekali dalam proses pengambilan keputusan.
Memelihara hubungan dengan para bawahannya, manajer yang otokratik biasanya dengan menggunakan pendekatan formal berdasarkan kedudukan
dan statusnya dalam organisasi dan kurang mempertimbangkan apakah kepemimpinannya dapat diterima dan diakui oleh para bawahan atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
xxiii Seorang pemimpin yang otokratik biasanya memandang dan
memperlakukan para bawahannya sebagai orang-orang yang tingkat kedewasa atau kematangannya lebih rendah dari tingkat kedewasaan atau
kematangan pimpinan yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam interaksi yang terjadi tidak mustahil bahwa ia akan menonjolkan gaya memerintah
dan bukan gaya mengajak. 2
Gaya Kepemimpinan Paternalistik Pemimpin paternalistik menunjukkan kecenderungan-kecenderungan
bertindak sebagai berikut : Pengambilan keputusan, kecenderungannya menggunakan cara mengambil
keputusan sendiri dan kemudian berusaha menjual keputusan itu kepada para bawahannya. Dengan menjual keputusan itu diharapkan bahwa para
bawahan akan mau menjalankan meskipun tidak dilibatkan didalam proses pengambilan keputusan.
3 Gaya Kepemimpinan Kharismatik.
Teori kepemimpinan belum dapat menjelaskan mengapa seseorang dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik, sedangkan yang lain tidak.
Artinya, belum dapat dijelaskan secara ilmiah faktor-faktor apa saja yang menjadi seseorang memiliki kharisma tertentu.
4 Gaya Kepemimpinan Laissez-faire.
Karakteristik yang paling nampak dari seseorang pemimpin laissez-faire terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin organisasi. Dalam hal
Universitas Sumatera Utara
xxiv pengambilan keputusan, misalnya, seorang pemimpin laissez-faire akan
mendelagisakan tugas-tugasnya kepada bawahannya, dengan pengarahan yang minimal atau bahkan sama sekali tanpa pengarahan sama sekali.
5 Gaya Kepemimpinan Demokratik.
Pengambilan keputusan pemimpin demokratik pada tindakannya mengikutsertakan para bawahannya dalam seluruh pengambilan
keputusan. Seorang pemimpin demokratik akan memilih model dan teknik pengambilan keputusan tertentu yang memungkinkan para bawahan ikut
serta dalam pengambilan keputusan. Menurut Kismono 2001:220 gaya kepemimpinan terbagi atas 3 tiga yakni:
a. Gaya Kepemimpinan Otoriter.
Pemimpin memusatkan kekuasaan dan keputusan-keputusan pada di pemimpin sendiri. Pemimpin memegang wewenang sepenuhnya dan
memikul tanggung jawab sendiri. b.
Gaya Kepemimpinan Demokratis. Pemimpin mendelegasikan wewenangnya secara luas. Pembuatan
pengambilan keputusan selalu dirundingkan dengan para bawahan, sehingga pemimpin dan bawahan bekerja dalam satu tim.
c. Gaya Kepemimpinan Bebas.
Pemimpin hanya berpartisipasi minimum, para bawahannya menentukan sendiri tujuan yang akan di capai dan menyelesaikan sendiri masalahnya.
Universitas Sumatera Utara
xxv
2.2 Budaya Kerja 2.2.1 Pengertian Budaya Kerja
Budaya berasal dari bahasa sansekerta “budhayah” sebagai bentuk jamak dari kata dasar “budhi” yang artinya akal atau segala sesuatu yang diberikan
dengan akal pikiran, nilai-nilai dan sikap mental. Slocom dalam West 2000:128 mendefinisikan budaya sebagai asumsi-asumsi dan pola-pola makna yang
mendasar, yang dianggap sudah selayaknya dianut dan dimanifestasikan oleh pihak yang berpartisipasi dalam organisasi.
Budaya adalah seperangkat nilai, yaitu norma-norma yang mengarahkan kepada keyakinan Wisnu, 2005:244. Wibowo 2005:347 mengatakan bahwa
budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima sebagai suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi. Jadi pada dasarnya budaya
perusahaan mempunyai pengertian sebagai peraturan yang ada di dalam perusahaan yang akan menjadi pegangan dari Sumber Daya Manusia SDM-nya
dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berprilaku di dalam organisasi tersebut Atmosoeprapto 2000:71.
Tujuan fundamental budaya adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya, agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu
hubungan sifat peran sebagai pelanggan dan pemasok dalam berkomunikasi dengan orang lain, secara efektif dan afisien serta menggembirakan, Triguno
2004:6.
Universitas Sumatera Utara
xxvi Budaya kerja sudah lama dikenal oleh manusia, namun belum disadari
bahwa suatu keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat istiadat, agama,
norma dan kaidah yang menjadi keyakinan pada diri pelaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya atau mengingat
hal ini dikaitkan dengan mutu kerja, maka dinamakan budaya kerja Triguno 2004:1.
2.2.2 Fungsi dan Manfaat Budaya Kerja
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku Sumber Daya Manusia yang ada agar dapat meningkatkan produktifitas kerja
untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan dating. Manfaat dari penerapan budaya kerja yang baik:
a. Menjamin hasil kerja dengan kualitas yang terbaik.
b. Membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaan, kebersamaan dan
kekeluargaan. c.
Lebih mudah untuk menemukan kesalahan dan cepat untuk memperbaikinya.
Universitas Sumatera Utara
xxvii d.
Cepat menyesuaikan diri dengan dunia luar. e.
Mengurangi laporan berupa data dan informasi yang salah. f. Meningkatnya
kepuasan di dalam bekerja. g.
Membuat pergaulan menjadi lebih akrab. h.
Meningkatnya tingkat kedisiplinan di dalam bekerja. i.
Mengurangi pengawasan secara fungsional. j.
Mengurangi tingkat absensi dan pemborosan.
2.2.3 Terbentuknya Budaya Kerja
Menurut Ndraha 2003:76 pembentukan budaya kerja terjadi tatkala anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah yang menyangkut
perubahan-perubahan eksternal, maupun masalah internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi.
Terbentuknya budaya tidak dalam sekejab, tidak bisa dikarbit. Pembentukan budaya memerlukan waktu bertahun bahkan puluhan dan ratusan
tahun. Pembentukan budaya diawali oleh para pendiri founder melalui tahapan demikian:
1. Seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan sebuah organisasi. 2. Ia menggali dan mengarahkan sumber-sumber, baik orang yang sepaham dan
setujuan dengan dia SDM, biaya teknologi, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
xxviii 3. Mereka meletakkan dasar organisasi, berupa susunan organisasi dan tatakerja.
2.3 Penelitian Terdahulu
Qamariah 2005 melakukan penelitian dengan judul “Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai pada asisten administrasi kesekretarian
daerah Provinsi Sumatera Utara”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
pegawai yaitu gaya demokratis, nilai R-squre menunjukkan sebesar 24,8. Gaya kepemimpinan ternyata mempunyai pengaruh walaupun kecil terhadap kinerja
pegawai. Smat 2004 melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Gaya
Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja karyawan dikantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara BKN”. Hasil penelitian bahwa menyatakan bahwa secara
simultan serempak gaya kepemimpinan demokratis, otoriter, laissez faire berpengaruh positif terhadap motivasi kerja karyawannya, ini berarti seorang
pemimpin harus dapat memadukan ketiga gaya kepemimpinan tersebut untuk memotivasi karyawannya. Secara parsial menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan yang memberikan tanggung jawab internal dan kerjasama yang baik dengan bawahan demokratis mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan motivasi karyawan. Maisardana 2006 melakukan penelitian dengan judul meneliti pengaruh
gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai pada PT. Bank Sumut Cabang Stabat. Hasil penelitian menunjukkan secara serempak disimpulkan
Universitas Sumatera Utara
xxix bahwa variabel gaya kepemimpinan Demokratis dan gaya Otoriter berpengaruh
signifikan terhadap motivasi kerja pada PT. Bank Sumut Cabang Stabat, variabel gaya kepemimpinan Laissez Faire tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi
kerja pada PT. Bank Sumut Cabang Stabat. Secara parsial diantara variabel bebas yang diteliti ternyata variabel gaya kepemimpinan otoriter merupakan paling
dominan.
2.4 Kerangka Konseptual