43
mengalami kenaikan sebesar 3,96 persen. Hal ini terjadi karena biasanya Subsektor Pertambangan dan Penggalian membutuhkan tenagakerja dengan
tingkat pendidikan dan ketrampilan yang tinggi. Peningkatan yang terjadi di Kalimantan Timur selama periode tahun 2003-
2010 pada Sektor Jasa-jasa lebih tinggi bila dibandingkan peningkatan Sektor Industri. Oleh Squire 1981 lebih lanjut dikatakan bahwa kecilnya proporsi
angkatan kerja di Sektor Industri seringkali diperkirakan sebagai suatu kegagalan di dalam proses pembangunan ekonomi. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa
Sektor Pertanian dan Sektor Jasa-jasa pada umumnya mempunyai produktivitas yang rendah. Dalam keadaan jumlah pengangguran yang meningkat dengan
disertai produktivitas tenagakerja yang rendah karena keterbatasan pendidikan dan ketrampilan, maka tenagakerja yang berlebih tidak akan tertampung dalam
sektor modern Sektor Industri. Sektor informal pada Sektor Jasa-jasa menjadi pilihan utama dalam penyerapan tenagakerja karena tidak terlalu mementingkan
pendidikan dan ketrampilan selain kemudahannya untuk keluar masuk pada sektor informal.
4.4.3. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Kesempatan Kerja
Gambaran penyerapan tenagakerja antar sektor yang terjadi selama periode tahun 2003-2010 akan lebih jelas terlihat menggunakan koefisien kesempatan
kerja atau elastisitas kesempatan kerja. Koefisien kesempatan kerja ini merupakan
44
rasio antara persentase perubahan kesempatan kerja dengan persentase perubahan output PDRB.
Koefisien elastisitas penyerapan tenagakerja bisa bernilai positif maupun negatif. Jika bernilai positif, maka terjadi hubungan yang sebanding yaitu
kenaikan dari pertumbuhan nilai produk nyata akan diikuti oleh kenaikan dalam penyerapan tenagakerja. Namun, juga bisa terjadi sebaliknya yaitu penurunan nilai
produk nyata yang diikuti oleh penurunan dalam penyerapan tenagakerja. Sedangkan bila bernilai negatif, maka terjadi hubungan yang terbalik antara
pertumbuhan nilai produk nyata dan pertumbuhan kesempatan kerja. Yaitu, kenaikan nilai produk nyata justru diikuti oleh penurunan dalam penyerapan
tenagakerja, bisa juga sebaliknya penurunan nilai produk nyata akan diikuti oleh kenaikan dalam penyerapan tenagakerja.
Tabel 8. Koefisien penyerapan tenagakerja menurut lapangan pekerjaan utama
Lapangan pekerjaan utama 2003-
2004 2004-
2005 2005-
2006 2006-
2007 2007-
2008 2008-
2009 2009-
2010 1
2 3
4 5
6 7
8
Pertanian -9,71
5,85 3,04
-5,44 8,12
-0,12 0,02
Agriculture -9,71
5,85 3,04
-5,44 8,12
-0,12 0,02
Pertambangan, Penggalian, Listrik dan Air Bersih
-1,71 3,36
7,20 -2,97
1,89 1,23
7,49 Industri Pengolahan
-31,07 23,83
6,29 -1,49
0,36 2,47
-3,31 Bangunan
6,52 -1,45
-1,29 -0,30
3,28 0,70
0,85
Manufacture 3,72
-1,02 0,47
-0,44 1,17
0,06 2,10
Perdagangan, Hotel dan Restauran 23,04
1,32 1,06
-8,32 2,40
9,29 3,97
Pengangkutan dan Komunikasi 35,35
-0,15 -2,87
1,87 2,19
-2,85 0,82
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
-1,96 -7,59
26,39 -5,40
-2,04 0,52
7,31 Jasa-Jasa
-1,77 0,50
-0,60 0,87
1,89 1,97
2,84
Services 0,26
0,05 0,46
-0,03 1,21
0,85 2,29
Total -1,62
0,68 1,60
-1,03 2,02
0,65 1,83
Tabel 8 menggambarkan hasil perhitungan elastistitas kesempatan kerja selama periode tahun 2003-2010. Selama periode ini terlihat bahwa elastisitas
penyerapan tenagakerja secara total mengalami peningkatan sebesar 3,45 yaitu
45
pada tahun 2004 sebesar minus 1,63 dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 1,83. Hal ini, menunjukkan bahwa setiap kenaikan nilai tambah yang
digambarkan oleh nilai PDRB sebesar satu persen maka kesempatan kerja akan berkurang sebesar 1,62 persen pada tahun 2004 dan meningkat sebesar 1,83
persen pada tahun 2010. Bisa dikatakan bahwa pada tahun 2004 dengan kenaikan nilai tambah sebesar satu persen akan mampu menampung tambahan angkatan
kerja sebesar 3,45 persen. Koefisien penyerapan tenagakerja secara agregat bernilai positif, yang
berarti penambahan nilai tambah akan diikuti dengan penambahan kesempatan kerja. Namun, pada tahun 2003-2004 dan tahun 2006-2007 nilai koefisiennya
bertanda negatif sebesar 1,62 persen dan 1,03 persen yang berarti penambahan nilai tambah satu persen dibarengi dengan pengurangan kesempatan kerja sebesar
1,62 persen dan 1,03 persen. Hal ini, mungkin dikarenakan pada periode tahun 2003-2004 dan tahun 2006-2007 penambahan nilai tambah dikarenakan
penambahan modal berupa investasi atau penerapan teknologi, bukan semata-mata karena penambahan tenagakerja. Sehingga, dalam pelaksanaannya tidak menyerap
tambahan tenagakerja yang baru masuk pada pasar tenagakerja. Sektor Industri yang dianggap mewakili sebagai sektor modern pada
periode 2004-2005 dan 2006-2007 menunjukkan bahwa peningkatan nilai tambah sebesar satu persen akan menurunkan kesempatan kerja sebesar 1,02 persen dan
0,44 persen. Hal ini, dimungkinkan terjadi karena dalam pengembangan Sektor Industri lebih mengarah pada padat modal bukan padat karya.
46
Sektor yang cukup baik dalam proses penyerapan tenagakerja adalah Sektor Jasa-jasa, karena koefisien elastistitasnya positif yang menunjukkan bahwa
kenaikan nilai tambah akan diikuti dengan penambahan kesempatan kerja, walaupun penambahannya tidak terlalu besar. Pada tahun 2004 penambahan nilai
tambah sebesar satu persen diikuti dengan penambahan penyerapan tenagakerja sebesar 0,26 persen, tapi pada tahun 2010 dengan meningkatkan nilai tambah satu
persen akan dibarengi dengan penambahan penyerapan tenagakerja sebesar 2,29 persen.
Dengan memperhatikan peranan masing-masing sektor utama dalam pembentukan nilai PDRB Tabel 1, laju pertumbuhan nilai NTB untuk setiap
sektor Tabel 2 dan juga peranan masing-masing sektor dalam penyerapan tenagakerja, maka untuk Kalimantan Timur pada periode 2003-2010 mulai terjadi
pergeseran penyerapan tenagakerja dari Sektor Pertanian menuju Sektor Industri dan Sektor Jasa-jasa.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN