4 Tabel 1. Beberapa indikator penentu kesegaran produk perikanan yang digunakan pada berbagai smart
packaging Metabolit yang
dideteksi Indikator Potensial dan Prinsip Sensor
Produk indikator kesegaran komersial
Gas-gas basa volatil
DTN pada komponen volatil dari produk dalam kemasan bereaksi dan merubah warna dari pewarna
indikator It’s Fresh™ It’s Fresh
Inc. Komponen
nitrogen volatil TMA, DMA,
amonia Reaksi dilihat berdasarkan perubahan warna
menggunakan pewarna sensitif pH atau dengan sensor optik
Fresh Taq USA, freshQ USA
Produk degradasi ATP
Test strip, biosensor elektrokimia berdasarkan penentuan enzimatis, kontak langsung dengan
makanan Transia GmbH Jerman
Komponen sulfur DTN pada komponen volatil sulfur dari kemasan,
reaksi berdasarkan perubahan warna mioglobin, atau perubahan warna lembaran perak skala nano
Freshness Guard Indicator Finlandia
Pengemasan antimikrobial adalah salah satu jenis dari pengemasan aktif yang dapat menambah umur simpan suatu produk dan memberikan perlindungan terhadap mikroba kepada konsumen.
Kemasan antimikrobial dapat menghambat, mengurangi, atau menghentikan pertumbuhan bakteri patogen pada produk terkemas maupun kemasan itu sendiri. Kemasan tersebut dapat berperan sebagai
pembawa komponen antimikroba danatau sebagai komponen antioksidan yang berfungsi untuk menjaga tetap tingginya konsentrasi bahan pengawet alami pada permukaan bahan makanan Seydim
dan Sarikus, 2006. Kelembaban relatif RH memiliki efek yang sangat signifikan terhadap sifat permeabilitas dari
kemasan. Bahan higroskopis lebih terpengaruh oleh uap air daripada bahan tidak higroskopis. Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas. Hal ini sesuai dengan hukum
kinetik dimana ketika suhu meningkat, molekul memperoleh lebih banyak energi dan lebih mudah bergerak menembus suatu matriks. Peningkatan suhu berbanding lurus dengan peningkatan
permeabilitas, tetapi berbeda untuk setiap jenis bahan Cooksey, 2007.
2.2. Kemasan Biodegradable
Kemasan biodegradable diartikan sebagai kemasan yang dapat didaur ulang dan dapat dihancurkan secara alami. Istilah ‘biodegradable’ diartikan sebagai kemampuan komponen-komponen
molekular dari suatu material untuk dipecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil oleh mikroorganisme hidup, sehingga zat karbon yang terkandung dalam material tersebut akhirnya dapat
dikembalikan ke biosfer Gould et al., 1990. Kemasan biodegradable dapat dibuat dari bahan polimer sintetis, polimer alami, dan campuran antara polimer alami dengan polimer sintetis Cole, 1990.
Latief 2001 menyatakan bahwa ada tiga kelompok biopolimer yang menjadi bahan dasar dalam pembuatan kemasan biodegradable yaitu :
i. Campuran biopolimer dengan polimer sintetis. Bahan ini memiliki nilai biodegradabilitas yang
rendah dan biofragmentasi yang sangat terbatas. ii.
Poliester. Biopolimer ini dihasilkan secara bioteknologi atau fermentasi dengan mikroba genus Alcaligenes dan dapat terdegradasi secara penuh oleh bakteri, jamur, dan alga.
5 iii.
Polimer pertanian. Polimer pertanian di antaranya yaitu cellophane, seluloasetat, kitin, dan pullulan.
Kemasan dengan sifat anti mikroba sangat baik untuk digunakan sebagai kemasan bahan makanan. Menurut Hancock 2001, keuntungan yang didapatkan dari penggunaan kemasan anti
mikroba sebagai kemasan bahan makanan yaitu : 1.
Melindungi konsumen dari penyakit akibat bakteri patogen yang terdapat pada makanan. 2.
Meningkatkan umur simpan dan menjaga kualitas makanan dengan cara mengurangi oksidasi lemak dan ketengikan.
3. Tidak seperti wax coating, film berbasis protein dapat dibuat cukup berpori sehingga dapat
meningkatkan umur simpan pada buah. 4.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengaplikasikan penggunaan film pada produk, antara lain dengan dibungkus, dicelup pada larutan film, dan menyemprotkan film ke produk. Sifat
hidrofilik dan hidrofobik pada jenis film yang berbeda menyebabkan film ini dapat diterapkan pada berbagai jenis produk.
5. Edible films dengan penggunaan gliserol yang sedikit tidak menyebabkan perubahan rasa sehingga
lapisan yang menempel pada makanan dapat dimakan atau ikut diolah pada produk yang perlu dimasak. Hal ini berpotensi untuk mengurangi masalah limbah plastik karena film ini juga
biodegradable. Proses pembuatan kemasan biodegradable dari polisakarida dan protein umumnya
menggunakan plasticizer pemlastis. Plasticizer merupakan bahan dengan berat molekul kecil sehingga dapat bergabung ke dalam matriks protein dan polisakarida untuk meningkatkan sifat
fleksibilitas dan kemampuan membentuk film. Plasticizer meningkatkan volume bebas atau mobilitas molekul primer dengan mengurangi ikatan hidrogen antar rantai polimer. Komposisi, ukuran, dan
bentuk dari plasticizer mempengaruhi kemampuannya untuk mengganggu ikatan rantai hidrogen, termasuk juga kemampuannya untuk mengikat air ke dalam sistem protein yang mengandung
plasticizer tersebut Sothornvit dan Krochta, 2000. Salah satu jenis plasticizer adalah gliserol. Gliserol adalah rantai alkohol trihidrik dengan
susunan molekul C
3
H
8
O
3
yang sangat bermanfaat dalam bidang kimia organik. Gliserol dalam kondisi murni tidak berbau, tidak berwarna, dan berbentuk cairan kental dengan rasa manis. Gliserol bersifat
larut sempurna dalam air dan alkohol, serta dapat terlarut dalam pelarut tertentu misalnya eter, etil asetat, dan dioxane, namun tidak bersifat larut dalam hidrokarbon. Berat molekul gliserol adalah
92,10, massa jenisnya 1,23 gcm
3
dan titik didihnya 204°C Winarno, 1987. Penggunaan gliserol sebagai plasticizer lebih unggul karena tidak ada gliserol yang menguap
dalam proses dibandingkan dengan dietilena glikol monometil eter DEGMENT, etilena glikol ET, dietilena glikol DEG, trietilena glikol TEG dan tetraetilena glikol. Hal ini terjadi karena titk didih
gliserol cukup tinggi jika dibandingkan dengan bahan pemlastis lainnya dan didukung dengan tidak adanya interaksi gliserol dan molekul protein di dalam bahan baku plastik Noureddini et al., 1998.
2.3. Polipropilena