Pembuatan Film HASIL DAN PEMBAHASAN

13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan Film

Film yang dibuat pada riset ini dibuat dari kitosan dengan penambahan ekstrak bawang putih sebagai bahan aktif. Kitosan dilarutkan dengan menggunakan asam asetat 1 sedangkan sebagai plasticizer digunakan gliserol. Proses pembuatan film dilakukan sesuai dengan prosedur menurut Wardhani 2008 dan Zainab 2009. Kitosan dilarutkan pada larutan asam asetat 1 pada suhu 50°C selama 60 menit sambil dilakukan pengadukan sehingga larutan menjadi homogen dan kental. Lembaran film didapatkan setelah larutan film dituangkan ke plat kaca berukuran 20 × 28 cm dan dikeringkan di dalam oven bersuhu 40°C selama 24 jam. Hasil film yang didapatkan untuk film tanpa penambahan ekstrak bawang putih berwarna lebih terang. Hal ini terjadi karena ekstrak bawang putih berwarna coklat gelap sehingga mempengaruhi warna film yang dibentuk. Penampakan dari kedua jenis film tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Penampakan dari kedua jenis film : A film tanpa penambahan ekstrak bawang putih; B film dengan penambahan ekstrak bawang putih Fessenden dan Fessenden 1995 menyatakan bahwa kitosan lebih mudah larut dalam asam asetat 1-2. Selama pencampuran akan reaksi antara kitosan dan asam asetat berupa ikatan hidrogen dan gaya Van der Walls. Peter 2005 juga menyatakan bahwa kitosan membentuk film apabila kitosan yang dilarutkan pada larutan asam laktat atau asam asetat ≤ 2 contohnya 1 dikeringkan. Kekuatan tarik dari film kitosan berkisar antara 38 sampai 66 MPa, kurang lebih dua kali lipat dari kekuatan tarik dari plastik polyethylene. Muzzarelli dan Muzzarelli 2007 menyatakan bahwa hasil dari sejumlah penelitian sampai saat ini menunjukkan bahwa kitosan dapat bersifat pembunuh bakteri atau penghambat bakteri, atau bahkan dapat membantu pertumbuhan bakteri sesuai dengan jenis bakterinya. Sejumlah hasil menunjukkan bahwa kitosan bersifat mencegah terhadap pertumbuhan sebagian besar bakteri patogen pada manusia dan bakteri perusak bahan pangan. Alexander dan Rhee 2005 juga menyatakan bahwa oligomer dari gugus glukosamin pada kitosan dengan derajat polimerisasi DP ≥ 30 memiliki sifat antimikroba terhadap beberapa bakteri Gram-negatif, bakteri Gram-positif dan bakteri asam laktat, dimana oligomer dengan DP yang rendah tidak memiliki sifat antimikroba. Oligomer kitosan dengan A B 14 nilai DP yang rendah merupakan nutrien bagi bakteri, sementara oligomer dengan nilai yang lebih tinggi mempunyai sifat racun sebagai akibat dari sifat adhesi kitosan pada membran sel sehingga proses penyerapan nutrien melalui membran sel mikroba menjadi terhambat. Kitosan juga mengandung antioksidan yang dapat membantu menambah umur simpan kerupuk. Kitosan ini dapat mengikat radikal bebas antara lain hidrogen peroksida, anion superoksida dan ion Cu 2+ . Karena itu film kitosan cocok digunakan untuk mengemas produk yang mengandung minyak atau lemak Lin dan Chuo, 2004; Kim dan Thomas, 2007. Plasticizer yang digunakan dalam pembuatan film ini adalah gliserol. Menurut Noureddini et al. 1998, gliserol mempunyai keunggulan sebagai plasticizer karena titik didih yang tinggi sehingga tidak ada gliserol yang menguap dalam proses dibandingkan dengan dietilena glikol monometil eter DEGMENT, etilena glikol ET, dietilena glikol DEG, trietilena glikol TEG dan tetraetilena glikol. Hal ini didukung dengan tidak adanya interaksi gliserol dan molekul protein di dalam bahan baku plastik. Gontard et al. 1993 juga menyatakan bahwa gliserol sangat kompatibel dengan film hidrofilik seperti kitosan dan akan menghasilkan film yang lebih fleksibel, halus, dan tidak rapuh. Bahan aktif, dalam hal ini ekstrak bawang putih, ditambahkan setelah larutan homogen dengan tetap dilakukan pengadukan sampai ekstrak bawang putih tercampur secara merata. Pencampuran ekstrak bawang putih dilakukan paling akhir karena dikhawatirkan bahan aktif yang terdapat pada ekstrak bawang putih akan rusak apabila mengalami pemanasan dalam waktu lama karena pada umumnya rempah-rempah sensitif terhadap pemanasan Chen et al., 1985. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Dewick 2003 yang menyatakan bahwa alisin yang terdapat pada bawang putih tidak tahan terhadap pemanasan. Ekstrak bawang putih yang digunakan dihasilkan dari proses ekstraksi menggunakan pelarut metanol. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi. Hasil ekstraksi yang diperoleh berupa ekstrak kental. Bawang putih juga diketahui mempunyai sifat antioksidan. Vaidya et al. 2008 menyatakan bahwa alisin yang berpengaruh terhadap rasa dan bau dari bawang putih juga dinyatakan mempunyai sifat antioksidan. Aktivitas ini berupa pengikatan terhadap ion radikal bebas dari peroksida. Sifat anti mikroba ini diperoleh dari asam sulfenik yang terbentuk dari dekomposisi alisin pada bawang putih. Sifat antioksidan ini diharapkan dapat meningkatkan umur simpan dengan cara mengurangi oksidasi yang terjadi pada kerupuk. Zainab 2009 menyatakan bahwa film yang ditambah ekstrak bawang putih mempunyai aktivitas penghambatan terhadap Salmonella dengan konsentrasi ekstrak bawang putih 0,4 dan 0,6. Ketika film tersebut diaplikasikan untuk mengemas produk pangan, yaitu bakso ikan, hasil penelitian menunjukkan bahwa film yang ditambah ekstrak bawang putih 6 dapat memperpanjang umur simpan bakso sampai dua hari pada penyimpanan suhu ruang, sebanding dengan bakso yang diberi bahan tambahan Sodium Tripolifosfat STTP 0,25. Pada permukaan film yang ditambah ekstrak bawang putih dapat terlihat adanya serat-serat halus yang berasal dari ekstrak bawang putih. Hal ini diduga dapat mempengaruhi nilai kekuatan tarik atau elongasi dari film tersebut. Film yang diperoleh juga mempunyai aroma yang khas sesuai dengan bahan pembuatnya. Film tanpa penambahan ekstrak bawang putih berbau agak asam sebagai akibat dari penggunaan asam asetat dan juga masih ada bau amis udang sebagai akibat dari penggunaan kitosan sementara film dengan penambahan ekstrak bawang putih mempunyai bau agak asam dan juga berbau bawang putih. Aroma dari ekstrak bawang putih akan mempengaruhi aroma dari bahan kemasan yang dikemas sehingga dapat mempengaruhi penerimaan dari konsumen. Proses pembuatan film ini tidak membutuhkan teknologi tinggi sehingga mudah diterapkan dalam skala kecil tetapi diperlukan pengembangan atau desain alat produksi agar proses produksi film ini dapat diterapkan dalam skala industri. 15

4.2. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Gliserol terhadap Kekuatan Sealing