Tahap-tahap Upacara Adat Perkawinan Suku Pesisir
3.2 Tahap-tahap Upacara Adat Perkawinan Suku Pesisir
Tahap-tahap upacara adat perkawinan terlaksana dengan berbagai cara. Seluruhnya berjalan dalam konteks budaya, tetapi tetap memegang nilai-nilai dalam konteks agama Islam. Hal tersebut dilihat melalui cara-cara untuk mengawali dan mengakhiri setiap tahap. Tahap awal dimulai dengan menjalin silaturahim, yakni keluarga pihak laki-laki melakukan kunjungan ke rumah pihak perempuan. Berikutnya, tahap tersebut dilanjutkan dengan menciptakan hubungan Tahap-tahap upacara adat perkawinan terlaksana dengan berbagai cara. Seluruhnya berjalan dalam konteks budaya, tetapi tetap memegang nilai-nilai dalam konteks agama Islam. Hal tersebut dilihat melalui cara-cara untuk mengawali dan mengakhiri setiap tahap. Tahap awal dimulai dengan menjalin silaturahim, yakni keluarga pihak laki-laki melakukan kunjungan ke rumah pihak perempuan. Berikutnya, tahap tersebut dilanjutkan dengan menciptakan hubungan
Dalam pelaksanaannya, setiap tahap upacara adat melibatkan unsur-unsur pendukung. Unsur-unsur pendukung utama tersebut meliputi keluarga pihak laki- laki dan perempuan. Unsur-unsur pendukung utama lainnya meliputi kepala desa, tokoh agama, dan tokoh adat. Unsur-unsur lainnya merupakan para tetangga dan kerabat keluarga pihak laki-laki dan perempuan.
Ditinjau dari konteks budaya tujuh tahap dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir berupa (1) tahap risik-risik; (2) tahap sirih tanyo; (3) tahap marisik; (4) tahap maminang; (5) tahap manganta kepeng; (6) tahap mato karajo; dan (7) tahap balik ari/tapanggi. Namun, saat ini dua tahap upacara telah berkurang pelaksanaannya, yaitu tahap sirih tanyo dan marisik. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya faktor ekonomi dan faktor keefisienan waktu.
3.2.1 Risik-risik
Tahap risik-risik diawali dengan perbincangan antara ibu dan anaknya laki-laki tentang keinginan untuk mencarikan jodoh dan menikahkan anaknya. Kriteria anak laki-laki yang akan menikah sesuai dengan tradisi Suku Pesisir yaitu telah cukup umur dan dewasa menurut Hukum Islam. Apabila anak laki-laki telah menyetujuinya, si ibu memberitahukan hal tersebut kepada suami dan sanak saudaranya. Selanjutnya, keluarga pihak laki-laki berdiskusi dan memutuskan wakil (talangke) sebagai juru bicara pencarian calon istri anak laki-laki tersebut.
Wakil-wakil (talangke) merupakan ibu-ibu yang diutus dari keluarga pihak laki- laki.
Para talangke mengunjungi pihak perempuan (calon istri) dan menanyakan keberadaan dan statusnya. Perbincangan (risik-risik) ini dilakukan dengan santai. Setelah perbincangan selesai, para talangke menyampaikan hasil perbincangan tersebut kepada orang tua laki-laki untuk melakukan persiapan dalam menanyakan kesediaan orang tua perempuan tersebut.
Tahap risik-risik menunjukkan awal permulaan proses upacara adat perkawinan. Keberlangsungan tahap ini menentukan tahap upacara adat berikutnya. Hal ini dikarenakan risik-risik bermakna sebagai penjalinan silahturahim antara keluarga pihak laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, risik -risik menandakan telah diletakkannya hubungan silaturahmi yang baik.
3.2.2 Sirih Tanyo
Tahap sirih tanyo merupakan tahap kelanjutan dari hasil perbincangan (risik-risik) yang lalu. Tahap ini dilanjutkan dengan kunjungan kedua para talangke dari pihak laki-laki. Para talangke mengingatkan kembali kedatangannya dan memperjelas kedatangan yang kedua tersebut. Perbincangan dimulai dengan menaruh tepak sirih yang dibawa para talangke kepada pihak perempuan sebagai adat-istiadat pembukaan perbincangan.
Setelah itu, para talangke menanyakan kesediaan orang tua pihak perempuan untuk melamar anaknya menjadi menantu. Talangke dari pihak perempuan juga menaruh tepak sirih untuk mengawali perbincangan mereka. Akhirnya, pihak perempuan menjawab dan menyatakan persetujuan lamarannya. Penyuguhan tepak sirih (kampi siri bakatuk) juga dilakukan keluarga pihak Setelah itu, para talangke menanyakan kesediaan orang tua pihak perempuan untuk melamar anaknya menjadi menantu. Talangke dari pihak perempuan juga menaruh tepak sirih untuk mengawali perbincangan mereka. Akhirnya, pihak perempuan menjawab dan menyatakan persetujuan lamarannya. Penyuguhan tepak sirih (kampi siri bakatuk) juga dilakukan keluarga pihak
Tahap sirih tanyo diawali dengan pemberian tepak sirih oleh keluarga pihak laki-laki terhadap keluarga pihak perempuan. Selanjutnya, keluarga pihak laki-laki menyatakan maksud dan tujuannya. Kemudian, diakhiri dengan pemberian tepak sirih oleh keluarga perempuan dalam menjawab maksud dan tujuan tersebut. Pemberian tepak sirih dalam memulai dan menjawab pembicaraan menandakan sikap saling menghormati oleh kedua pihak. Dengan demikian, tahap ini menghasilkan hubungan silahturahmi yang semakin erat.
3.2.3 Marisik
Tahap marisik merupakan tahap kelanjutan dari hasil perbincangan (sirih tanyo ) yang lalu. Tahap ini dilanjutkan dengan kunjungan ketiga para talangke dan para kerabat dekat pihak laki-laki. Para talangke mengingatkan kembali kedatangannya dan memperjelas kedatangan yang kedua tersebut. Perbincangan dimulai dengan menaruh tepak sirih yang dibawa para talangke kepada pihak perempuan sebagai adat-istiadat pembukaan perbincangan. Setelah itu, para talangke menanyakan kesediaan anak perempuan untuk melamarnya menjadi menantu. Talangke dari pihak perempuan juga menaruh tepak sirih untuk mengawali perbincangan mereka. Akhirnya, anak perempuan tersebut menjawab dan menyatakan persetujuan lamarannya.
Tahap marisik dilanjutkan oleh pihak perempuan dengan membicarakan dan menentukan jadwal pelaksanaan adat pertunangan (maminang) bersama pihak laki-laki. Setelah itu, kedua belah pihak keluarga membicarakan pemberian Tahap marisik dilanjutkan oleh pihak perempuan dengan membicarakan dan menentukan jadwal pelaksanaan adat pertunangan (maminang) bersama pihak laki-laki. Setelah itu, kedua belah pihak keluarga membicarakan pemberian
Tahap marisik juga diawali dengan pemberian tepak sirih oleh keluarga laki-laki terhadap. Selanjutnya, keluarga pihak laki-laki menyatakan maksud dan tujuan kedatangannya. Kemudian, diakhiri dengan pemberian tepak sirih oleh keluarga perempuan dalam menjawab maksud dan tujuan tersebut. Pemberian tepak sirih dalam memulai dan menjawab pembicaraan menandakan sikap saling menghormati oleh kedua pihak.
Selain itu, tahap ini menunjukkan proses musyawarah antara kedua pihak keluarga. Itu terlihat dalam proses penentuan jadwal pelaksanaan adat bertunangan. Kedua pihak keluarga membicarakannya bersama-sama sehingga akhirnya didapat keputusan bersama yang menguntungkan pihak laki-laki atau perempuan.
3.2.4 Maminang
Sebelum tahap maminang dilaksanakan, seluruh pihak laki-laki memusyawarahkan bantuan dan mahar bersama-sama. Hal ini dilakukan agar segala persiapan adat bertunangan telah terselesaikan dengan baik. Musyawarah tersebut dihadiri oleh ketua adat sebagai pemberi nasihat dan arahan kepada semua utusan pihak laki-laki. Setelah musyawarah selesai, pihak laki-laki mempersiapkan kampi sirih bakatuk untuk membuka dan mengawali pembicaraan, nasi tue untuk disajikan kepada seluruh peserta yang hadir.
Setelah semua persiapan selesai, kedatangan pihak laki-laki disambut di rumah pihak perempuan. Sebelum pembicaraan dimulai, pihak laki-laki memberikan tepak sirih satu persatu kepada pihak perempuan. Kemudian, kedua Setelah semua persiapan selesai, kedatangan pihak laki-laki disambut di rumah pihak perempuan. Sebelum pembicaraan dimulai, pihak laki-laki memberikan tepak sirih satu persatu kepada pihak perempuan. Kemudian, kedua
Seluruh proses pembicaraan dalam tahap maminang dimulai dan diakhiri dengan pemberian tepak sirih. Kedua pihak keluarga tetap menjaga hubungan silaturahmi yang baik dan saling menghargai. Tahap ini menunjukkan kesepakatan yang cukup penting dan serius di antara kedua belah pihak keluarga. Di mana penentuan mahar perempuan dimusyawarahkan bersama-sama sesuai dengan konteks situasi.
Pembicaraan mahar biasanya berlangsung lebih lama dari tahap-tahap sebelumnya. Setelah dicapai mufakat bersama, anak laki-laki dan perempuan yang merajut hubungan telah bertunangan secara resmi di hadapan seluruh keluarga dan talangke. Namun, kesepakatan ini mempunyai sangsi-sangsi yang jelas apabila salah satu pihak mengingkarinya.
3.2.5 Manganta Kepeng
Sebelum tahap mangata kepeng dilaksanakan, pihak laki-laki mengadakan pertemuan dengan ketua adat, alim ulama, dan sanak saudara serta tetangga yang kemudian juga mengantarkan bantuan dan mahar ke rumah pihak perempuan. Pertemuan tersebut merupakan penjelasan proses pelaksanaan mahar dan bantuan
kepada seluruh undangan yang hadir. Mahar 6 dan bantuan dimasukkan ke dalam kampi (sejenis tas anyaman) dan dilengkapi dengan berbagai syarat-syarat adat
6 Menurut Panggabean, dkk (dalam Sitompul 2013:8) salah satu ketentuan dalam adat sumando yaitu pernikahan dapat terjadi apabila pria meminang wanita terlebih dahulu dengan
menyerahkan sejumlah uang atau barang. Uang atau barang disebut mahar, sebagai tanda pengikat, bahwa pada waktu tertentu akan dilangsungkan pernikahan nantinya dilaksanakan ijab qabul di hadapan wali dan saksi. Adat sumando tidak mengenal tuhor atau jujuran seperti dalam pernikahan adat Batak.
sumando Suku Pesisir Sibolga. Rombongan yang hadir pada tahap ini telah ditentukan sebelumnya, sehingga keluarga pihak perempuan dapat mempersiapkan segala sesuatunya.
Kampi tersebut dijinjing oleh oncu (adik ayah calon pengantin laki-laki) dan berjalan di depan serta diiringi oleh rombongan lainnya. Setelah tiba, pihak perempuan menyambut kedatangan tersebut dengan menaburkan beras kunyit kepada rombongan yang hadir. Keluarga pihak laki-laki dan perempuan duduk saling berhadapan. Sedangkan kepala desa, tokoh adat, dan tokoh agama duduk di tengah untuk menengahi seluruh proses upacara.
Pembicaraan diawali oleh pihak perempuan dengan berpantun untuk menanyakan maksud dan tujuan kehadiran keluarga pihak laki-laki. Setelah seluruh undangan mengetahui maksud dan tujuannya, kepala desa dan tokoh adat memimpin adat bertunangan. Kepala desa dan tokoh adat mempersilahkan pihak rombongan laki-laki untuk menunjukkan segala sesuatu yang menjadi tanggung jawab mereka. Salah seorang dari pihak laki-laki menyerahkan kampi yang berisi bantuan, mahar, dan seperangkat syarat adat yang diwajibkan.
Setelah seluruhnya dilihat oleh kepala desa dan tokoh adat dan dikatakan telah lengkap, selanjutnya kepala desa mengumumkan bahwa pertunangan telah sah menurut hukun adat yang berlaku dan pihak laki-laki dan perempuan resmi bertunangan. Bantuan dan mahar diserahkan kepada ibu calon pengantin perempuan atas perintah kepala desa. Selanjutnya, ibu calon pengantin perempuan menjinjing segala hantaran dan disimpan di dalam kamar.
Tahap ini dilanjutkan kedua pihak pengantin dengan membicarakan dan menentukan hari pernikahan dan masalah sangsi yang berlaku pada masa pertunangan. Sangsi-sangsi tersebut terdiri dari: (1) Bantuan dan mahar Tahap ini dilanjutkan kedua pihak pengantin dengan membicarakan dan menentukan hari pernikahan dan masalah sangsi yang berlaku pada masa pertunangan. Sangsi-sangsi tersebut terdiri dari: (1) Bantuan dan mahar
3.2.6 Mato Karajo
Tahap mato karajo berlangsung selama 2 hari dari pagi hingga malam hari. Sebelum tahap mato karajo dilaksanakan, keluarga pihak perempuan mengadakan budaya menghias rumah. Semua dinding rumah dihiasi dengan kain 12 warna. Bagian dalam dan luar rumah dihias oleh kaum muda dan induk inang. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan agar rumah kelihatan seperti rumah raja. Hal ini disebabkan oleh kedua pengantin dianggap seperti raja dan ratu sehari.
Tahap mato karajo dilaksanakan dengan diadakannya dua jenis upacara yaitu (1) upacara adat Pesisir; (2) upacara akad nikah. Dalam upacara adat, diadakan beberapa rangkaian acara di rumah anak daro. Upacara adat Pesisir dimulai dengan upacara barinai, tepung tawar, bakonde, dan mandi limo.
Upacara barinai dan tepung tawar dilaksanakan untuk anak daro dan marapule . Sedangkan upacara bakonde dan mandi limo dilaksanakan khusus Upacara barinai dan tepung tawar dilaksanakan untuk anak daro dan marapule . Sedangkan upacara bakonde dan mandi limo dilaksanakan khusus
Upacara barinai dilaksanakan untuk marapule dan anak daro. Upacara ini dilakukan oleh 12 perwakilan dari masing-masing pihak keluarga kedua pengantin. 12 perwakilan tersebut yaitu kedua orang tua dan kerabat dekat kedua pengantin. Kedua orangtua merupakan pihak-pihak yang memulai upacara ini terlebih dahulu. Setelah itu, anggota keluarga lainnya melanjutkan gilirannya dalam upacara tersebut. Namun, di antara 12 perwakilan tersebut kedua ibu anak daro dan marapule mendapat 2 giliran baik di pelaminan marapule maupun pelaminan anak daro.
Gambar 3.1
Ayah marapule mendapat giliran pertama melakukan penaburan beras dan
pemercikan air kepada marapule.
Sumber: Dokumentasi penulis (2014)
Upacara ini dilakukan dengan penaburan beras kuning dan pemercikan air dengan daun pandan kepada anak daro dan marapule. Saat menaburkan beras dan Upacara ini dilakukan dengan penaburan beras kuning dan pemercikan air dengan daun pandan kepada anak daro dan marapule. Saat menaburkan beras dan
Gambar 3.2
Kerabat dekat anak daro mendapat giliran pertama melakukan penaburan beras dan pemercikan air dengan daun pandan kepada anak daro.
Setelah seluruh perwakilan menyelesaikan bagiannya, upacara ini dilanjutkan dengan memakaikan inai kepada anak daro dan marapule. Inai dipakaikan di seluruh jari kaki dan tangan kedua pengantin. Upacara barinai disaksikan oleh kedua orang tua dan kerabat dekat keluarga kedua pengantin. Upacara barinai berlangsung pada hari pertama mato karajo. Upacara ini dilaksanakan di hadapan kedua orang tua dan kerabat dekat anak daro dan marapule . Anak daro dan marapule mengenakan pakaian adat sumando Pesisir dengan lengkap.
Gambar 3.3
Marapule sedang dipakaikan inai oleh induk inang dalam upacara barinai.
Sumber: Dokumentasi penulis (2014)
Gambar 3.4
Anak daro sedang dipakaikan inai oleh induk inang di pelaminannya.
Sumber: Dokumentasi penulis (2014)
Berikutnya, upacara tepung tawar juga dilaksanakan untuk marapule dan anak daro . Upacara ini dilakukan dengan penaburan beras kuning dan pemercikan air dengan daun pandan. Upacara ini dilakukan oleh 12 perwakilan dari pihak keluarga, yaitu orang tua dan kerabat dekat anak daro dan marapule.
Satu per satu dari 12 perwakilan keluarga berdiri di hadapan anak daro dan marapule. Upacara tepung tawar dimulai dengan menaburkan beras kuning sebanyak 3 kali kepada anak daro dan marapule. Selanjutnya, masing-masing perwakilan keluarga memercikkan air dengan beberapa helai daun pandan. Pada akhir upacara ini, anak daro dan marapule disalami dan diberikan ucapan harapan dan doa.
Gambar 3.5
Kerabat dekat memercikkan air dengan daun pandan kepada anak daro
dalam upacara tepung tawar.
Sumber: dokumentasi penulis (2014)
Gambar 3.6
Ayah anak daro memercikkan air dengan daun pandan kepada anak daro.
sumber: dokumentasi penulis (2014) Sumber: dokumentasi penulis (2014)
Gambar 3.7
Ibu marapule memercikkan air dengan daun pandan kepada marapule.
sumber: dokumentasi penulis (2014)
Gambar 3.8 Kerabat dekat memercikkan air dengan daun pandan kepada marapule.
Sumber: dokumentasi penulis (2014)
Selanjutnya, upacara bakonde dan mandi limo secara khusus dilaksanakan untuk anak daro. Seluruh rangkaian upacara dibantu oleh induk inang yang mengetahui proses upacara tersebut. Empat proses upacara dilaksanakan dengan tujuan untuk menghindari bahaya dan perbuatan jahat manusia terhadap kedua pengantin. Selain itu, upacara tersebut merupakan suatu penghormatan kepada kedua pengantin bahwa mereka diposisikan sebagai raja dan ratu sehari (Sitompul 2013:76).
Upacara bakonde dimulai dengan penyisiran dan pendadanan rambut bagian depan anak daro. Pendandanan rambut berjumlah 12 ikat. Setelah selesai, ibu anak daro mengambil giliran pertama untuk menggunting ikat dandanan. Selanjutnya, ibu-ibu kerabat dekat anak daro menggunting ikatan lainnya
Gambar 3.9
Proses upacara bakonde dibantu oleh dua induk inang.
sumber: dokumentasi penulis (2014)
Gambar 3.10
Rambut bagian depan dipotong sedikit oleh ibu kandung anak daro.
sumber: dokumentasi penulis (2014)
Setelah pengguntingan 12 ikatan rambut anak daro tersebut, upacara mandi limo dipersiapkan oleh induk inang. Upacara ini dimulai dengan penaburan beras dan pemercikkan air dengan daun pandan oleh 12 perwakilan ibu-ibu kerabat dekat anak daro. Kemudian, ayah anak daro menyiramkan limo yang telah disiapkan. Limo tersebut disiram dari bagian kepala hingga seluruh tubuh.
Gambar 3.11
Upacara mandi limo dilakukan oleh bapak kandung anak daro.
sumber: dokumentasi penulis (2014)
Upacara adat berikutnya yaitu pemberangkatan, penyambutan, dan penerimaan marapule di rumah anak daro (mangarak marapule). Upacara pemberangkatan marapule menuju rumah anak daro dilengkapi dengan sunting pernikahan tempat sirih yang dijunjung oncu marapule, pakaian adat marapule, pasukan galombang XII sebagai pengarak marapule, payung kuning untuk memayungi marapule, dua orang pengawal marapule, panji-panji nan duo bale, bebarapa anak perawan, dan anak alek (pemusik sikambang) serta masyarakat yang turut mengantar. Setelah seluruhnya lengkap, rombongan bergerak perlahan Upacara adat berikutnya yaitu pemberangkatan, penyambutan, dan penerimaan marapule di rumah anak daro (mangarak marapule). Upacara pemberangkatan marapule menuju rumah anak daro dilengkapi dengan sunting pernikahan tempat sirih yang dijunjung oncu marapule, pakaian adat marapule, pasukan galombang XII sebagai pengarak marapule, payung kuning untuk memayungi marapule, dua orang pengawal marapule, panji-panji nan duo bale, bebarapa anak perawan, dan anak alek (pemusik sikambang) serta masyarakat yang turut mengantar. Setelah seluruhnya lengkap, rombongan bergerak perlahan
Gambar 3.12
Persiapan upacara mangarak marapule menuju rumah anak daro.
Sumber: Dokumentasi penulis (2014)
Gambar 3.13
Suasana pengarakan marapule bersama rombongan.
Sumber: Dokumentasi penulis (2014)
Rombongan pihak pengantin laki-laki disambut oleh pasukan galombang
XII pihak pengantin perempuan. Kedua pasukan tersebut bersilat untuk membela raja (marapule) dan ratu (anak daro) mereka dan dipisahkan oleh langgue. Pihak pasukan marapule harus mengalahkan pasukan anak daro untuk dapat memasuki halaman rumah anak daro.
Gambar 3.14 Pertunjukan galombang XII dilakukan antara pihak marapule dan anak daro.
Sumber: Dokumentasi penulis (2014)
Selanjutnya, pertunjukan tari rande dilaksanakan untuk mempersiapkan penyambutan marapule. Dengan demikian, tari ini dipertunjukkan di hadapan kedua orang pengantin dan marapule. Tari ini dibawakan oleh 4 orang laki-laki.
Gambar 3.15
Tari rande disajikan di hadapan marapule.
Sumber: Dokumentasi penulis (2014)
Gambar 3.16
Suasana upacara akad nikah di rumah anak daro.
Sumber: Dokumentasi penulis (2014)
Akhirnya, marapule diterima oleh ibu anak daro dan dicuci kakinya dengan air dalam galeta. Lalu, marapule disambut dengan taburan beras kunyit dan digiring ke atas kasur kain tingkah. Sebelum melangsungkan akad nikah, marapule mengganti pakaian adatnya dengan pakai jas.
Upacara akad nikah dilaksanakan sekitar pukul 14.00 WIB. Upacara ini dipimpin oleh kepala kecamatan dan kepala lingkungan tempat tinggal anak daro. Upacara ini disaksikan kedua orang tua, dua orang saksi dari pihak keluarga dan kerabat atau tetangga. Akad nikah dimulai dengan permohonan izin marapule dan anak daro kepada kedua orang tuanya. Selanjutnya, ayah anak daro memimpin ijab kabul nikah dengan marapule. Seusai ijab Kabul anak daro dan marapule mengganti pakaiannya dengan pakaian adat Pesisir. Kemudian, anak daro diarak di sekitar daerah tempat tinggalnya. Oncu, ibu, dan ibu-ibu rombongan kerabat dekat anak daro turut mengaraknya, di mana ini merupakan suatu pernyataan bahwan anak daro telah resmi menikah.
Gambar 3.17
Anak daro dan ibu-ibu keluarga anak daro mengaraknya.
Sumber: Dokumentasi penulis (2014)
Pada malam harinya, dilakukan acara malam basikambang untuk meyakinkan dan menyandingkan pengantin di pelaminan yang sama. Upacara tersebut diisi dengan pertunjukan alat musik, lagu, dan tari dalam kesenian sikambang untuk menghibur kedua pengantin. Upacara ini dilaksanakan di dalam rumah pengantin perempuan. Dalam upacara ini, pihak pengantin perempuan menyediakan makanan nasi lamak untuk menjamu tamu yang datang. Pada penghujung acara, kedua pengantin melakukan upacara bersanding di pelaminan (mampelok tampek basanding) yang menandakan pengantin laki-laki diterima seutuhnya menjadi bagian dalam keluarga pihak perempuan.
Gambar 3.18
Malam basikambang dilaksanakan di rumah anak daro.
Sumber: Dokumentasi penulis (2014)
Penerimaan pengantin laki-laki menjadi bagian keluarga pihak pengantin perempuan menunjukkan suatu makna. Makna penerimaan tersebut yaitu kedua Penerimaan pengantin laki-laki menjadi bagian keluarga pihak pengantin perempuan menunjukkan suatu makna. Makna penerimaan tersebut yaitu kedua
Setelah bersanding, mereka mengikuti sub-upacara yaitu basuok-suokan dan bacokki. Basuok-suokan merupakan acara saling suap-suapan yang bermakna lambang tugas dan tanggung jawab istri untuk melayani suami. Selain itu juga bermakna sebagai wujud kasih sayang suami kepada istri. Sedangkan bacokki merupakan acara bermain halma dan saling merampas buah cokki dengan malu- malu. Hal ini melambangkan makna wujud kasih sayang di antara mereka.
3.2.7 Balik Ari atau Tapanggi
Menurut tradisi Suku Pesisir, tahap balik ari atau tapanggi dilaksanakan satu minggu setelah pesta pernikahan. Kedua pengantin diwajibkan untuk mengunjungi ayah dan ibu pengantin laki-laki. Upacara ini bertujuan untuk menyampaikan sembah sujud dan permohonan doa restu karena pengantin laki- laki akan berpisah dengan kedua orang tuanya. Dalam hal ini, pengantin laki-laki tinggal bersama di rumah orang tua istrinya hingga mereka memperoleh seorang anak.
Kedua pengantin datang bersama orang tua dan kerabat dari keluarga perempuan. Upacara ini bertujuan untuk menyambut kedatangan menantu di rumah pihak laki-laki. Kedatangan mereka disambut keluarga laki-laki dengan taburan beras kuning. Hal tersebut dilakukan dengan harapan agar kedatangan pengantin dan rombongan diberkati Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam upacara ini, kedua orangtua pengantin memberikan nasihat-nasihat kepada kedua pegantin.
Nasihat-nasihat tersebut berupa kedua pengantin menjalani hubungan dengan baik, menghargai kedua orang tua dan keluarga, dan mendapat keturunan.
Sebelumnya, makanan Pesisir disiapkan seperti nasi kunik panggang ayam panggang geleng, panggang pacak, goreng geleng, sambam, dan beragam jenis kue seperti nasi tue, kue koci, lappek, bainti, kue abuk, dan putu bendera. Namun, persiapan makanan tersebut diberikan secara khusus kepada kedua orangtua pengantin. Saat melakukan kunjungan tersebut, kedua pengantin mengenakan pakaian tradisi adat Pesisir. Pengantin perempuan mengenakan palekat dan selendang manduara. Sedangkan pengantin laki-laki mengenakan baju gunting cino , sarung sesamping, dan peci.