Latar Belakang Masalah PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN NILAI-NILAI SOSIAL PADA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER TARI UNTUK MEMBANGUN KESANTUNAN SOSIAL : Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung.

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Merebaknya arus informasi, modernisasi, dan globalisasi yang tanpa batas dewasa ini sedikitnya telah melunturkan nilai-nilai budaya di masyarakat, terutama pada sebagian generasi muda kalangan pelajar baik dari tutur bahasanya maupun perilakunya Elliott, 2004, p. 274. Akhir-akhir ini sering kita jumpai sebagian remaja menunjukkan kecenderungan semakin jauhnya dari norma dan adat yang berlaku di masyarakat. Hal ini dapat diamati dari perilaku keseharian mereka dalam pergaulannya. Remaja pelajar sebagian besar terutama di perkotaan sudah kehilangan rasa santunnya terhadap sesama anggota masyarakat, utamanya terhadap orang tua, guru, orang yang lebih tinggi status sosialnya, dan sesama Meyer, 2003. Mereka kehilangan rasa kasih sayang terhadap teman sebayanya, kehilangan sikap untuk saling menasehati, saling mengingatkan, dan sikap saling menghargai serta saling melindungi agar masing-masing menemukan jalan yang terbaik untuk membentuk sistem pergaulan yang penuh kedamaian, keakraban, persaudaraan, penuh nuansa untuk maju, mencapai bentuk masyarakat yang ideal Bolder, 2004. Sudah kurang pedulinya sebagian remaja, baik laki-laki maupun perempuan terhadap lingkungan dapat dilihat dari perilakunya misalnya di kendaraan umum mereka berbicara keras sambil tertawa cekikikan. Mereka lupa kalau di sekitarnya ada orang lain, cara bertutur sapa kurang merenah tidak pada tempatnya bahkan tidak jarang penghuni kebun binatang berhamburan keluar dari mulut mereka. Kata-kata kotor sering terlontar dari mulut mereka, adu kekuatan atau kekuasaan antar geng remaja, kebut-kebutan di jalanan. Hal kecil menjadi besar, tindak kekerasan terjadi di mana-mana yang berujung pada perkelahian, yang bukan saja antar individu melainkan melibatkan orang banyak bahkan lebih tak terkendali lagi sampai terjadi pembunuhan. Tingkat kekerasan yang tinggi membuat kita hidup dalam ketidakdamaian Tempo, 2011. Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Kondisi ini cukup memprihatinkan dan perlu menjadi bahan perenungan semua pihak, karena fenomena perilaku di atas seakan-akan menyiratkan bahwa nilai-nilai etika di kalangan pelajar sebagai generasi muda yang diperolehnya di dalam keluarga dan sekolah belum diaplikasikan dalam kehidupannya. Hal tersebut seharusnya tidak terjadi, bila pembelajaran nilai-nilai sosial diberikan secara terpadu di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, sehingga pembentukan watak kepribadian peserta didik bisa tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan dan hasil karya yang baik. Winters 2010 dalam tesisnya mengutip pendapat Mathews 2002 menyatakan, contended that in practice children remain outside participatory processes and form a section of society with little or no influence over decision making. Indeed, it may be argued that society may make begin decisions based on ignorance of children’s wishes or needs, and at worst they may be simply ignored Sebagian besar masyarakat di perkotaan berpandangan negatif terhadap sebagian remaja dengan memojokkan posisinya. Hal ini dimungkinkan, karena terjadi kesenjangan antara harapan remaja dengan para orang tua, atau dengan kata lain sebagian orang tua cenderung tidak memahami persoalan dan kebutuhan psikologisnya. Solusi yang biasanya ditempuh oleh sebagian orang tua yakni pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini menyebabkan melemahnya kesantunan sosial di kalangan sebagian remaja di perkotaan. Dalam situasi dan kondisi seperti tersebut manusia memerlukan kecerdasan intelektual, kecerdasan moralitas dan komitmen berpegang teguh pada ajaran agama atau disebut dengan kecerdasan spiritual Panani, 2009. Untuk itu konsep dan praktik pendidikan seni harus mampu merangkul semua aspek, dalam hal ini bukan hanya menonjolkan aspek kognitif dan psikomotor saja melainkan aspek afektif pun harus menjadi perhatian utama. Melihat fakta demikian kiranya perlu dilakukan pengamatan lebih mendalam mengenai terjadinya krisis kesantunan sosial di kalangan sebagian pelajar Sharif Noor 2011 menyatakan bahwa: ” Some adolescents are deemed Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu guilty of poor ... spoken politeness due to their low proficiency leve ”l. Sebab kesantunan sosial merupakan wujud budi pekerti luhur yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan dari berbagai pihak seperti orang tua, guru, para tokoh agama dan masyarakat serta berbagai sumber lain yang merupakan bagian dari ajaran moral dan seperti dinyatakan terdahulu memiliki kaitan erat dengan kinerja dalam kehidupan. Berita Kompas Rabu, 25 Juli 2012 menyatakan seorang anak usia 14 tahun telah mampu melakukan pembunuhan secara keji pada seorang bapak dan anak. Ini merupakan kulminasi dari berbagai ketimpangan sosial. Bila dikaji lebih jauh fenomena di atas timbul disebabkan oleh berbagai faktor yang menjadi pemicunya, di antaranya disebabkan oleh terjadinya pergeseran nilai dalam keluarga yang dipengaruhi oleh media, terutama media elektronik internet, TV, hand phone dan media cetak, serta arus modernisasi khususnya di masyarakat perkotaan, seperti diamini oleh media Province Nova Scotia, 2004 yang menyatakan terdapat hubungan antara kehadiran media dengan semakin meningkatnya pembunuhan dan mental illness. Mereka menyerap informasi yang sampai tanpa filter, apalagi sekarang tayangan-tayangan di televisi banyak yang tidak memberikan keteladanan, seperti menentang orang tua, menentang guru, mengejek orang lain, dan mengumbar fitnah. Tontonan seperti demikian seolah-olah sudah menjadi hal biasa dan melekat di masyarakat, padahal dampak yang ditimbulkannya sangat dahsyat yakni dapat melunturkan nilai-nilai kesantunan di kalangan sebagian remaja. Jadi dampak media ini sangat besar dan dapat menimbulkan perubahan yang bermacam-macam di antaranya perubahan gaya hidup, kesadaran, sikap, emosi, dan tingkah laku. Disamping hal di atas adanya akulturasi budaya dalam keluarga, mau tidak mau turut berpengaruh pula terhadap proses pendidikan dalam keluarga. Selain dua hal tersebut terjadi pula mobilisasi keluarga yang dipicu oleh adanya kebutuhan ekonomi. Sinyalemen valueoptions.com 2012 akulturasi selain memiliki sejumlah nilai tambah, menjurus pada: 1. depressionanxiety disorder – loss of loved one or normal activities may increase risk for depression or anxiety disorder Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. substance abuse – participant may resort to substance useabuse to relieve the pain of losing a loved one or an ideal 3. eating disorder – participant may decrease or increase normal eating routine because of loss of a loved one or an ideal 4. adjustment disorder- participant may socially withdraw because of an identifiable stressor occurring within 3 months of the onset and lasting less than 6 months and can be associated with another mental health Faktor-faktor tersebut menjadi pendorong memudarnya nilai-nilai budaya salah satunya menyangkut tata krama dan nilai kesantunan, baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat. Permasalahan tersebut harus segera diatasi serta dicarikan solusinya dan hal ini tentu menjadi tanggung jawab kita bersama khususnya orang tua, disamping para pendidik baik di lembaga formal maupun nonformal, sebab masalah kesantunan ini harus sudah diperoleh dan diinternalisasikan mulai dalam keluarga. Kiranya solusi yang paling tepat untuk mengatasi hal tersebut ialah pendidikan, pelatihan dan pembelajaran. Salah satunya melalui ekstrakurikuler latihan seni tari yang merupakan salah satu bentuk pembelajaran PLS yang berfungsi sebagai pelengkap pendidikan formal. Kegiatan pembelajaran tersebut sejalan dengan pendapat Russel Kleis dalam Sudjana 2004 mengenai pendidikan luar sekolah adalah usaha pendidikan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis. Biasanya pendidikan ini berbeda dengan pendidikan tradisional terutama yang menyangkut waktu, materi, isi dan media. Pendidikan luar sekolah dilaksanakan dengan sukarela dan selektif sesuai dengan keinginan serta kebutuhan peserta didik yang ingin belajar dengan sungguh-sungguh. nishanga.blogspot.com berbagai konsep mengenai PLS 22 September 2012. Ekstrakurikuler tari sebagai bentuk pembelajaran PLS tidak hanya memperkenalkan pengetahuan kepada peserta didik, melainkan juga mengajarkan keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang tidak sempat dipelajari di lingkungan pendidikan sekolah. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan seseorang, sebab melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kecerdasan, Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu keterampilan, mengembangkan potensi diri serta dapat membentuk pribadi yang bertanggung jawab, cerdas dan kreatif Undang-Undang No 20 tahun 2003. Pendidikan juga merupakan segenap upaya yang mempengaruhi pembinaan dan pembentukan kepribadian, termasuk perubahan perilaku melalui proses pembelajaran. Oleh sebab itu melalui pendidikan diharapkan peserta didik dapat mewujudkannya dalam sikap, dan perilaku yang “merenah” selaras dengan norma dan etika yang berlaku pada lingkungan di mana mereka berada. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Undang-undang di atas menjelaskan bahwa pendidikan merupakan sarana untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi insan berpribadi, aktif, kreatif dan mandiri. Salah satu upaya membentuk manusia yang memiliki pribadi ialah melalui sektor pendidikan. Selain sektor pendidikan formal, sektor pendidikan nonformal pun memiliki peran dan andil yang besar terhadap pembangunan sumber daya manusia. Pendidikan nonformal sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 12 dan 13 menyebutkan bahwa pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, danatau pelengkap pendidikan formal dalam mendukung pendidikan sepanjang hayat. Di mana tujuan pendidikan sepanjang hayat adalah meningkatkan kualitas hidup, yaitu bahwa individu- individu dalam masyarakat terus belajar dan secara berkesinambungan berupaya mengikis ketertinggalan. Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Sebagai suatu alternatif seperti dinyatakan ...since the alternative education also needs teachers, curriculum, textbooks and building, it was experimented in some places and based on experiment only they were expanded. So this approach was also called gradualist approach Literacy Watch BULLETIN, 2001 Melalui pendidikan diharapkan peserta didik menjadi orang yang bertanggung jawab dapat diandalkan, mampu mengendalikan diri, serta menghargai orang lain. Selain itu juga mampu membina sikap kerjasama. Peserta didik sebagai insan pribadi, insan pendidikan, insan pembangunan baik secara individu maupun kelompok, sebagai makhluk sosial yang hidup dalam lingkungan sosial harus mampu mewujudkan sikap dan perilaku yang dapat mencerminkan norma nilai sopan santun yang dimilikinya. Hal ini dapat dipenuhi apabila proses pembelajaran yang dilalui oleh peserta didik berjalan seperti konsep yang dikemukakan oleh Delor 2000 yakni learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to life together. Proses pembelajaran yang dilakukan di pendidikan formal sebagian besar mencakup dua hingga tiga konsep yang diungkapkan oleh Delor, yakni learning to know, learning to do, terkadang ada yang melakukan pula learning to be. Learning to know dilakukan saat proses memahami konsep, learning to do dilaksanakan saat mengeksplorasi konsep, learning to be diterapkan pada saat mengaplikasikan konsep. Sementara itu, proses learning to life together sebagian besar belum dilakukan di pembelajaran formal, karena keterbatasan waktu, kurikulum, dan materi. Agar nilai kesantunan di kalangan generasi muda tetap terjaga dengan baik maka orang tua, guru atau yang dituakan harus selalu menanamkan nilai-nilai kesantunan tersebut disamping memberi keteladanan, seperti bersikap sopan dan ramah kepada setiap orang, memberi perhatian kepada orang lain, berusaha selalu menjaga perasaan orang lain, bersikap ingin membantu, memiliki rasa toleransi yang tinggi, serta dapat menguasai diri, mengendalikan emosi dalam situasi dan Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu kondisi apapun. Pembentukan kesantunan ini akan melibatkan beberapa pihak dan lingkungan yang terkait dengan peserta didik, seperti yang dideskripsikan pada gambar berikut ini. Aspek-aspek di atas dapat ditanamkan melalui berbagai wadah pendidikan baik formal, nonformal maupun informal, dan salah satunya melalui kegiatan ekstrakurikuler yang dalam kajian ini peneliti lebih memfokuskan pada ekstrakurikuler tari latihan seni tari sebagai media penyampaian nilai-nilai kesantunan. Hal ini disebabkan kebanyakan remaja saat ini kurang atau sulit memahami simbol, mereka lebih senang yang instan. Oleh karenanya melalui kegiatan ekstrakurikuler tari latihan seni tari lewat pemaknaan simbol gerak diharapkan para remaja mampu menimba berbagai pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang dikembangkan di dalamnya. Ekstrakurikuler tari memiliki misi membangun karakter percaya diri, sedangkan visi kegiatan ekstrakurikuler tari adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Kegiatan ekstrakurikuler tari bertujuan menumbuhkembangkan pribadi peserta didik yang sehat jasmani dan rohani, bertakwa kepada Tuhan YME, memiliki kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya, serta menanamkan sikap sebagai warga negara yang baik dan bertanggung-jawab melalui berbagai kegiatan positif di bawah tanggung jawab sekolah. Ekstrakurikuler tari latihan seni tari adalah tempat menempa keterampilan dan pengetahuan, memupuk jiwa disiplin dan penanaman nilai-nilai serta membina semangat kebersamaan bagi pesertanya. Melalui keteladan dari tokoh yang ada dalam tarian serta pesan-pesan yang disampaikan dalam tarian diharapkan dapat mengembangkan potensi, sehingga mampu mengubah perilaku atau karakteristik peserta didik. Proses kegiatan ekstrakurikuler tari latihan seni tari dilakukan di luar jam pelajaran sekolah dengan model kegiatan yang menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, dan praktis. Ekstrakurikuler tari latihan seni tari sebagai salah satu wadah bagi generasi muda dalam mengembangkan bakat dan minatnya serta dapat menyalurkan hobi kreatifnya, sehingga generasi muda dapat berkontribusi positif bagi pembangunan bangsa. Dilihat dari pendekatannya, ekstrakurikuler tari latihan seni tari dapat dikelompokkan pada pendidikan luar sekolah seperti dikemukakan Knowles 2005 yang melihat hubungan antara peserta didik dengan tutor yang lebih banyak pada kemampuan memfasilitasi maupun sifatnya yang lebih menekankan pada kemampuan untuk mengarahkan diri ... A common label given to such activity is self-directed learning. In essence, self-directed learning is seen as any study form in which individuals have primary responsibility for planning, implementing, and even evaluating the effort Tough, 1979 Pernyataan di atas menjelaskan bahwa peserta didik mempunyai kekuatan untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri sehingga tumbuh kemandirian. Dengan demikian, ekstrakurikuler tari latihan seni tari sebagai media untuk memperoleh pengetahuan nilai-nilai kesantunan dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri sehingga pembelajaran menjadi bermakna bisa digolongkan sebagai self directed learning. Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Kegiatan ekstrakurikuler tari latihan seni tari diharapkan dapat memenuhi kebutuhan belajar peserta didik untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang pada suatu saat nanti bermanfaat bagi peserta didik dalam kehidupannya. Melalui kegiatan ekstrakurikuler tari latihan seni tari dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi peserta didik untuk mengembangkan minat, menanamkan tanggung jawab sebagai warga negara, memahami nilai kesantunan melalui pengalaman langsung, sehingga tercipta keyakinan diri sebagai individu yang mandiri. Kegiatan ekstrakurikuler tari latihan seni tari yang pelaksanaan kegiatannya lebih mengarah pada pemberian pengalaman –pengalaman hidup dan pembentukan keterampilan dipandang cocok sebagai media penanaman nilai –nilai kehidupan pada peserta didik. Seperti nilai-nilai kesantunan yang di dalamnya meliputi kejujuran, peduli terhadap sesama toleran, keberanian, disiplin dan tanggung jawab serta sikap hormat. Nilai-nilai tersebut dapat dikaji melalui pembelajaran tari, sebab dalam kegiatan menari seseorang melalui pengalaman estetisnya dapat mempertajam daya tangkapnya untuk menyerap berbagai informasi yang masuk melalui pancaindera. Norma-norma dan nilai-nilai yang dianggap benar pada sebuah masyarakat ditanamkan dalam tiap individu lewat cara belajar. Dengan pembelajaran itulah suatu kelompok individu dapat membentuk sebuah masyarakat yang teratur. Pembelajaran tari juga merupakan media transformasi budaya dan proses pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Deklarasi Dakar tahun 2000 menuntut semakin diperlukan pendidikan yang berbasis pemberdayaan, dimana pendidikan harus menjamin kebermutuan yang seimbang antara nilai, pengetahuan, kecakapan dan kompetensi untuk hidup berkelanjutan dan berpartisipasi dalam masyarakat melalui pekerjaan yang terhormat. Unesco dalam hal ini menekankan kebermutuan dari pendidikan dasar, mutu pendidikan bukan hanya ditujukan untuk kelompok kecil akan tetapi untuk semua. Kualitas yang paling mendesak yaitu untuk peserta belajar yang berresiko dan termarginalisasikan, sehingga perlu dicarikan peluang pendidikan yang lebih Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu responsif sesuai dengan tuntutan dari pertemuan Dakar April 2000. Seperti ditekankan: iii ensuring that the learning needs of all young people and adults are met through equitable access to appropriate learning and life skills programs; ... v eliminating gender disparities in primary and secondary education by 2005, and achieving gender equality in education by 2015, with a focus on ensuring girls’ full and equal access to and achievement in basic education of good quality; vi improving all aspects of the quality of education and ensuring excellence of all so that recognized and measurable learning outcomes are achieved by all, especially in literacy, numeracy and essential life skills. Selain itu secara kebetulan Kota Dakar Senegal sedemikian jauh telah menginspirasi kesatuan antara tari dengan identitas, seperti tertuang Cruz Banks 2010; Daniels 2005; Dunham 1947, 2005 and ethnomusicology Castaldi 2006; Tang 2007, 2008 as theoretical frameworks, this study draws from auto- ethnographical experiences of dancing at the Sissoko School. I explore what links dance, music and identity. Lebih jauh arahan dari pertemuan Dakar yang menyatakan akan pentingnya pendidikan nilai adalah sebagai berikut: 1 Kehidupan fisik dan psikologis yang sehat dan memberikan motivasi pada peserta belajar; 2 Pendidik yang terlatih secara memadai dan menguasai teknik pembelajaran aktif; 3 Dukungan fasilitas dan bahan ajar yang memadai; 4 Kurikulum yang relevan yang dapat dipelajari dan diajarkan menggunakan bahasa lokal dan dikembangkan secara bersama oleh pendidik dan peserta belajar; 5 Lingkungan yang bukan hanya bisa merangsang kemampuan belajar akan tetapi ramah, sensitif gender, sehat dan aman; 6 Adanya definisi yang jelas mengenai penilaian yang akurat dari hasil belajar, mencakup pengetahuan, kecakapan, sikap dan nilai; 7 Tata kelola dan pengelolaan yang partisipatif; 8 Menghargai pada keragaman budaya lokal dan masyarakat local. Seni tari sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia selalu berkembang dalam berbagai aspek yang melingkupinya, baik aspek-aspek di dalam seni itu sendiri maupun dalam pendidikan seni yang merupakan upaya sadar untuk mewariskan nilai-nilai dari generasi ke generasi. Kegiatan Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ekstrakurikuler tari yang diselenggarakan di sekolah formal sebagai pusat transformasi nilai-nilai tentu turut andil dalam mengemban amanat pendidikan yang merupakan salah satu syarat dan upaya utama dalam membentuk generasi yang akan datang, yang diharapkan akan menjadi generasi unggul dan membawa perubahan positif di segala bidang dalam mengembangkan intelektual dan moralitas bangsa. Pendidikan seni tari sebagai bagian dari PLS secara umum berfungsi untuk mengembangkan kemampuan setiap anak peserta didik menemukan pemenuhan dirinya dalam hidup, untuk meneruskan warisan budaya, memperluas kesadaran sosial dan sebagai jalan untuk menambah wawasan serta mendukung kepada proses pendidikan secara umum melalui cara berpikir dan belajar sekaligus mendorong terbentuknya sikap belajar sepanjang hayat. Melalui pendidikan seni tari, peserta didik memperoleh pengalaman sensasional dalam diri yang sangat kuat, dari mulai membentuk sesuatu hingga mengekspresikan sesuatu tentang dirinya. Tari sebagai produk budaya yang disimbolkan dalam segala aspek penyajiannya, memuat beberapa nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat pendukungnya. Entitas tari dapat dianalisis dari sisi teks dan konteksnya di masyarakat. Teks tari adalah 1 Gerak; 2 Rias dan Busana; 3 Iringan tari; 4 Pencahayaan; 5 Pola lantai; dan 6 Dialog. Adapun konteks tari bisa dianalisis dari berbagai perspektif yaitu 1 Sejarahnya; 2 Fungsi di masyarakat; 3 Filosofi; 4 Pendidikan; 5 Komunikasi; 6 Manajemen dan bisnis. Hal ini sejalan dengan ungkapan Marinis 1993:1-9 bahwa: “tari terbentuk dari berbagai lapis multlayer ”. Pada penelitian ini ditetapkan tari lenyepan sebagai materi pembelajaran nilai-nilai kesantunan sosial. Pemilihan tarian ini didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam tari lenyepan dipandang sangat sesuai sebagai media untuk membentuk kesantunan pada peserta didik. Tari lenyepan yang awalnya berkembang dari ibing tayub adalah tarian yang hidup dan berkembang di kalangan menak Sunda yang berkembang pada awal abad 20. Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Kalangan menak Sunda terdiri dari: menak teureuh, menak paseban, menak pasar, dan menak kaum. Dengan demikian dalam berbagai aspek pendukung tari ini akan mencerminkan nilai-nilai dan norma yang berlaku pada kaum menak. Berbagai nilai dan norma menak direfleksikan melalui keempat aspek pendukung tari lenyepan, misalnya mengenai 1 Cara bersikap kepada Sang Pencipta, antar menak, atau kepada cacah; 2 Cara bertutur sapa dalam berinteraksi; 3 Cara berpakaian; dan 4 Cara memahami dan merespon simbol. Tari lenyepan adalah salah satu tari putra yang termasuk dalam genre tari keurseus. Tari keurseus adalah perkembangan tayuban yang menjadi kalangenan menak Sunda. Kelahirannya atas kreasi R. Sambas Wirahadikusumah yang menata dengan kaidah moral : 1 supados teu aeb katingalna; 2 raos kanu ngibingna; 3 angger waktosna; 4 raos kanu ningalna Narawati: KIBS 2011. Tari Keurseus terdiri dari dua tingkatan karakter yakni 1 halus: terdiri dari lenyep dan lanyap; 2 gagah: terdiri dari monggawa dan ngalana. Setiap karakter di atas memiliki pengolahan gerak yang berbeda. Adapun tari lenyepan adalah tarian yang mempunyai karakter gerak paling halus, sehingga selalu dijadikan tari dasar dalam pembelajaran tari keurseus. Kehalusan tari lenyepan terbangun dari estetika yang dianut oleh kalangan menak, hal ini tercermin dalam pengolahan elemen-elemen pembangun gerak, yakni: ruang, waktu, dan tenaga. Kehalusan dalam pengolahan ruang, waktu dan tenaga pada tari lenyepan dibangun oleh sikap dasar bukaan tangan, kaki dan pandangan mata yang harus tetap dipertahankan selama tarian berlangsung. Kehalusan yang termuat dalam ketiga elemen pembangun gerak lenyepan tersebut pada dasarnya merupakan proses pengendalian diri yang menuju pada kesantunan. Wujud dari kesantunan yakni munculnya sikap merenah yang secara harafiah berarti tepat atau sesuai dengan konteks, dengan kata lain para menak selalu dituntut untuk dapat menempatkan dirinya secara proporsional sesuai status. Beberapa contoh sikap merenah diantaranya: para menak tidak diperbolehkan berbicara atau marah tidak pada tempatnya, tidak diperbolehkan berpakaian yang melanggar aturan. Penerapan nilai kesantunan pada kalangan menak dilakukan dalam berbagai lingkungan informal, formal, dan non formal. Penerapan nilai Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu kesantunan di lingkungan informal diterapkan dalam keluarga. Pada lingkungan formal, diterapkan pada sekolah untuk calon ambtenar seperti STOVIA, MOSVIA, dan SGB. Pada lingkungan nonformal, dilakukan melalui rangkaian kegiatan masamoan yang terdiri dari menari tayuban, pencak silat makalangan, dan tembang Sunda panglawungan. Kegiatan ini merupakan sarana pembiasaan dan penerapan kesantunan bagi kalangan menak untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan bersikap. Rangkaian kegiatan di atas sebagai media untuk membentuk kesantunan yang merenah dengan status menaknya. Hal ini sesuai dengan paparan Narawati 2003: 163 dalam bukunya Wajah Tari Sunda dari Masa ke Masai, sebagai berikut. Paalus-alus ngibing atau „mengadu‟ kemahiran menari dalam acara tayuban menjadi keharusan, kebiasaan, dan akhirnya kalangenan hiburan bagi kalangan priyayi. Oleh karena itu kreativitas menari menjadi tuntutan dari simbol status kebangsawanan bagi para priyayi Sunda. Dengan demikian untuk membedakan status menak dapat diamati dari tutur kata, cara berbusana, dan tingkah lakunya. Hal ini sesuai dengan paparan Nina Lubis 49-91 dalam bukunya yang berjudul Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942, dijelaskan bahwa terdapat beberapa kategori status sosial di kalangan menak Sunda: 1 menak teureuh; 2 menak paseban; 3 menak pasar; dan 4 menak kaum. Dengan demikian esensi nilai dari kalangan menak yang sangat sesuai untuk membentuk kesantunan sosial yakni pengolahan rasa, pengendalian emosi, pengaturan sikap, dan pemahaman simbol. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran seni tari yang dinyatakan Depdiknas 2003:7 yaitu: Menumbuhkembangkan sikap toleransi, demokrasi, beradab, mampu hidup rukun dalam masyarakat yang majemuk, mengembangkan kemampuan imajinatif, intelektual dan ekspresi melalui seni. Mengembangkan kepekaan rasa, keterampilan, dan mampu menerapkan teknologi dalam berkreasi seni, memamerkan dan mempergelarkannya. Dari uraian di atas menggambarkan bahwa dengan belajar seni tari peserta didik digiring untuk mengkonstruksi diri baik dari segi intelektual maupun moral Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu seperti nilai-nilai yang termuat dalam tari lenyepan, sehingga inti pengendalian diri pada tarian ini dapat membentuk peserta didik menjadi pribadi yang merenah. Pembelajaran kesantunan seperti yang tercermin dalam perilaku kalangan menak Sunda di atas pada tahun 1960 hingga 1980-an pernah diwadahi dalam mata pelajaran Budi Pekerti, kemudian berganti menjadi Pendidikan Moral Pancasila, dan berganti lagi menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Namun demikian, nilai-nilai yang diajarkan pada mata pelajaran tersebut adalah nilai-nilai universal, sedangkan pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai kesantunan berbasis budaya lokal tidak dicantumkan dalam kurikulum. Oleh karena itu diperlukan upaya lain untuk menerapkan nilai-nilai kesantunan di berbagai lingkungan baik informal, formal, maupun nonformal. Salah satu upaya yang dianggap efektif untuk menanamkan nilai-nilai kesantunan ini ialah melalui kegiatan ekstrakurikuler. Berdasarkan hasil survey pada studi pendahuluan ditemukan model pembelajaran dalam kegiatan ekstrakurikuler tari masih belum menyentuh pada pemahaman nilai-nilai kesantunan sehingga peserta didik kurang dapat menganalisis dan mempersepsi nilai-nilai tersebut yang akan teraplikasikan dalam perilaku sehari-harinya. Oleh karena itu, akan dikembangkan model ekstrakurikuler tari yang lebih berorientasi pada pemahaman nilai-nilai kesantunan sehingga peserta didik selain keterampilannya lebih terasah juga dapat memiliki kesantunan yang merenah dan akan terinternalisasi dalam kehidupannya. Dari model konseptual ini selanjutnya dikembangkan model empirik dengan memilih bentuk tari dan model pembelajaran yang lebih menekankan pada peningkatan nilai luhur budaya bangsa. Dalam hal ini fokus kajian ditekankan pada ketiga aspek yakni kognitif, afektif, dan psikomotor yang menyangkut kecenderungan perilakubehavioral tendensius, persepsiperseptual, dan emosional anak yang diusung dalam judul “Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung ”. Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah