Sistem Pelayanan PT. Angkasa Pura II Bandara Polonia Medan

(1)

SISTEM PELAYANAN PT. ANGKASA PURA II BANDARA POLONIA MEDAN

KERTAS KARYA

OLEH:

NABILAH PUTRI WULANDARI 092204024

PROGRAM STUDI D3 PARIWISATA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

SISTEM PELAYANAN PT. ANGKASA PURA II BANDARA POLONIA MEDAN

OLEH

NABILAH PUTRI WULANDARI 092204024

Dosen Pembimbing, Dosen Pembaca,


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kertas Karya : SISTEM PELAYANAN PT. ANGKASA PURA II BANDARA POLONIA MEDAN

Oleh : NABILAH PUTRI WULANDARI

NIM : 092204024

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan,

NIP. 19511013 197603 1 001 Dr. Syahron Lubis, M.A.

PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA Ketua,

NIP. 19640821 199802 2 001 Arwina Sufika, S.E., M.Si.


(4)

Pelayanan penumpang atau pelayanan umum dapat didefenisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang penumpang mau pun jasa penumpang yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh intansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan BUMN, atau BUMD dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, penyelenggaraan penumpang adalah intansi pemerintah. Seiring dengan konsep melayani penumpang yang semakin meluas tuntutan masyarakat untuk diterapkan melayani penumpang tidak hanya dalam kerangka otonomi daerah yang lebih dekat pada sistem pemerintah. Namun kini masyarakat menginginkan pelayanan penumpang dilakukan disegala bidang. Setiap penyelenggaraan pelayanan penumpang harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan kepada konsumen sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Jenis pelayanan penumpang di Bandar Udara Polonia Medan meliputi pertama, pelayanan jasa pendaratan, penempatan dan menyimpan pesawat udara. Kedua, pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara. Ketiga, pelayanan Jasa Penerbangan. Keempat, pelayanan Jasa Pemakaian counter. Kelima, pelayanan Jasa Pemakaian Garbarata. Dalam membuat Kertas Karya ini memfokuskan pada sistem Pelayanan PT. Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan.


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahiim.

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kemampuan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan kertas karya ini. Salawat beriring salam juga penulis ucapkan kepada Nabi Muhamamd SAW semoga mendapat safaat diakhirat kelak. Amin.

Kertas karya ini merupakan tugas akhir untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Diploma III Pariwisata Bidang Keahlian Usaha Wisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Adapun judul kertas karya ini adalah : “Sistem Pelayanan PT. Angkasa Pura II Bandara Polonia Medan”.

Penulis menyadari bahwa kertas karya ini belum sempurna. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan, kemampuan, pengetahuan, dan sumber bacaan yang diperoleh, untuk itu dengan hati yang terbuka penulis bersedia menerima saran dan keritikan yang sifatnya membangun dari pembaca guna penyempurnaan kertas karya ini.

Dalam menyelesaikan kertas karya ini, penulis banyak mendapat bantuan, dorongan, semangat dan motivasi yang penulis terima dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan rasa haru dan bangga penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.


(6)

Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Solahuddin Nasution, SE, MSP, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk mengoreksi kertas karya ini.

4. Drs. Haris Sutan Lubis, MSP selaku dosen pembaca yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membaca serta mengoreksi kertas karya ini.

5. Solahuddin Nasution, SE., MSP, selaku Koordinator Praktek Jurusan Pariwisata Bidang Keahlian Usaha Wisata yang telah dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis.

6. Buat tersayang dan tercinta Ayahanda H. Giyat Yunisetyo yang selalu penulis banggakan yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dan selalu meluangkan waktu untuk canda dan tawa yang selalu ada di hari-hari penulis.

7. Buat ibunda tersayang dan tercinta Hj. Mariana Harahap yang telah melahirkan dan membesarkanku dengan penuh kasih sayang yang tiada tara dan selalu mengiringi langkah penulis dengan doa-doa dan nasihat yang banyak dan bermanfaat memberikan semangat kepada penulis.

8. Buat abang tersayang Muhammad Dimas Prasetyo yang selalu menjaga dan melindungi penulis dengan kasih sayang.

9. Buat teman terdekat Muhammad Radzi yang selalu mendukung, memberi semangat, keceriaan dan tawa kepada penulis.

10.Sahabat-sahabat terhebat penulis, anak-anak Lullaby ( ayu, founy, nisa, inggit, riska ) yang selalu berkumpul bersama.


(7)

11.Sahabat-sahabat terhebat penulis, Ayu Khairina Nasution, Founy Yulinisyah dan Fitri Aprilya Lubis yang selalu menyemangati dan meluangkan waktu untuk bermain bersama dan berbagi suka dan duka.

12.Buat indah, kiki, Natalia, lili seluruh anak-anak Usaha Wisata ’09 yang selalu penulis kenang dalam kebersamaan kita baik di masa perkuliahaan maupun didalam menikmati perjalanan.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini. Semoga kertas karya ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membacanya.

Medan, Oktober 2012

Penulis,

092204024


(8)

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 1

1.3 Tujuan Penulisan ... 2

1.4 Metode Penelitian ... 2

1.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Pariwisata ... 5

2.2 Pengertian Industri Pariwisata ... 7

2.3 Pengertian Prasarana dan Sarana Kepariwisataan ... 8

2.3.1 Prasarana Kepariwisataan ... 8

2.3.2 Sarana Kepariwisataan ... 9

2.4 Tinjauan Umum Tentang Pelayanan ... 10


(9)

BAB III GAMBARAN UMUM PT. ANGKASA PURA II BANDARA POLONIA MEDAN

3.1 Sejarah perusahaan ... 14

3.1.1 Masa penjajahan ... 14

3.1.2 Masa pembangunan ... 18

3.1.3 Prosedur pelayanan; prosedur harus baku dan berlaku bagi pemberi dan penerima pelayanan……… ... 19

BAB IV SISTEM PELAYANAN PADA ANGKASA PURA II BANDARA POLONIA MEDAN DALAM MELAYANI PENUMPANG 4.1 Bandar Udara Internasional Polonia ... 29

4.2 Terminal ... 30

4.3 Pengertian Pelayanan ... 31

4.4 Pengertian Pelayanan Penumpang. ... 32

4.5 Makna dan Tujuan Pelayanan penumpang ... 34

4.6 Pemberdayaan Pengguna Pelayanan Penumpang ... 34

4.7 Efektivitas Pelayanan Penumpang ... 38

4.8 Pelayanan Penumpang di Bandar Udara... 40

4.9 Waktu dan standar pelayanan ... 45


(10)

5.1 Kesimpulan ... 50 5.2 Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA


(11)

ABSTRAK

Pelayanan penumpang atau pelayanan umum dapat didefenisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang penumpang mau pun jasa penumpang yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh intansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan BUMN, atau BUMD dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, penyelenggaraan penumpang adalah intansi pemerintah. Seiring dengan konsep melayani penumpang yang semakin meluas tuntutan masyarakat untuk diterapkan melayani penumpang tidak hanya dalam kerangka otonomi daerah yang lebih dekat pada sistem pemerintah. Namun kini masyarakat menginginkan pelayanan penumpang dilakukan disegala bidang. Setiap penyelenggaraan pelayanan penumpang harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan kepada konsumen sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Jenis pelayanan penumpang di Bandar Udara Polonia Medan meliputi pertama, pelayanan jasa pendaratan, penempatan dan menyimpan pesawat udara. Kedua, pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara. Ketiga, pelayanan Jasa Penerbangan. Keempat, pelayanan Jasa Pemakaian counter. Kelima, pelayanan Jasa Pemakaian Garbarata. Dalam membuat Kertas Karya ini memfokuskan pada sistem Pelayanan PT. Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan.


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1ALASAN PEMILIHAN JUDUL

Transportasi udara dalam kegiatan operasinya sangat berperan penting dalam memberikan pelayanan, sehingga kebanyakan orang cenderung memilih memanfaatkan jasa layanan angkutan udara, terutama untuk perjalanan jauh. Begitu pula kalau hendak mengadakan tour atau perjalanan wisata ke luar kota dengan waktu yang amat singkat, pesawat udara adalah sarana angkutan yang mutlak diperlukan semua orang.

Bandara Polonia Medan merupakan salah satu pintu gerbang masuknya wisatawan domestik atau internasional ke Sumatera Utara. Untuk itu dalam melayani kebutuhan masyarakat dalam jasa trasportasi udara perlu diperhatikan pelayanan yang maksimal seputar informasi tentang bandara ke seluruh penumpang ataupun pengunjung.

Berkenan dengan hal tersebut penulis tertarik untuk menulis kertas karya dengan judul “Sistem Pelayanan Angkasa Pura II Bandara Polonia” yang akan menguraikan gambaran umum Bandara Polonia Medan yang dikelolah oleh Perusahaan Umum Angkasa Pura II yang mempunyai kegiatan dibidang jasa pelayanan operasi lalu lintas udara dan jasa.

1.2Batasan Masalah

Dalam kegiatan perjalanan transportasi udara, penumpang cenderung menyoroti pelayanan dari pihak airlines/maskapai penerbangan, yang tanpa didasari ada pihak yang sangat penting di dalam pengoperasian airlines tersebut. yaitu PT. Angkasa Pura II Bandar Polonia


(13)

Medan, sehingga penulis tertarik untuk menginformasikan kegiatan pelayanan PT. Angkasa Pura II Bandara Polonia dalam melayani penumpang yang bekerja sama dengan pihak airlines.

1.3 Tujuan Penulisan

Kertas karya ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya Pariwisata Program Diploma III, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Memperkenalkan Sistem Pelayanan Angkasa Pura II Bandara Polonia Dalam Melayani Penumpang.

3. Untuk menambah wawasan penulis dan menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama kuliah.

1.4 Metode Penulisan

Untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan kertas karya ini, penulis menggunakan dua metode penulisan, yaitu :

1. Studi Kepustakaan (Library Research)

Penulis mengumpulkan data secara teoristis dari pustaka berupa buku-buku, referensi dan internet yang ada hubungannya dengan pembahasan judul kertas karya ini.

2. Studi Lapangan (Field Research)

Penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data dengan cara penelitian langsung ke lapangan, yang dilakukan dengan mewawancarai pihak-pihak yang terkait yang dapat membantu melengkapi isi kertas karya ini.


(14)

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan isi kertas karya ini, maka penulis membaginya ke dalam lima bab yaitu sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang alasan pemilihan judul, batasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II URAIAN TEORITIS

Bab ini menguraikan tentang pengertian kepariwisatan, pengertian wisatawan, bentuk dan jenis pariwisata, motif perjalanan wisata, manfaat pariwisata, sarana dan prasarana pariwisata serta tinjauan umum mengenai pelayanan.

BAB III GAMBARAN UMUM PT. ANGKASA PURA II BANDARA POLONIA MEDAN DALAM MELAYANI PENUMPANG

Bab ini berisi tentang sejarah singkat perusahaan/instansi yang diuraikan mulai dari masa kemerdekaan dan masa pembangunan.

Bab ini juga memberi penjelasan tentang pengelola bandara Polonia hingga sekarang ini.

BAB IV SISTEM PELAYANAN PADA ANGKASA PURA II BANDARA POLONIA MEDAN

Bab ini menjelaskan tentang bandara Polonia adalah bandara internasional, serta menguraikan informasi umum bandara mulai dari data umum, lokasi, spesifikasi


(15)

bandara, fasilitas penerbangan, khususnya di dalam memberikan informasi, serta tujuan dari setiap fasilitas pelayanan kepada penumpang yang dimiliki oleh PT. ANGKASA PURA II BANDARA POLONIA MEDAN.

BAB V PENUTUP

Merupakan rangkuman dari seluruh isi kertas karya ini yang dibuat dalam bentuk kesimpulan dan sarana


(16)

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian pariwisata

Pariwisata merupakan suatu gejala yang kompleks dan memiliki banyak unsur-unsur yang terkait didalamnya seperti akomodasi, trasportasi, restoran, dan lain sebagainya. Masing-masing unsur tersebut di atas saling berkaitan satu sama lain dan saling melengkapi serta saling mendukung. Kata pariwisata pertama kali sebutkan oleh Bapak Herman V. Schulard seorang ahli ekonomi berkebangsaan Austria pada tahun1910.

Menurut pendapat Herman V. Schulard, “Kepariwisataan adalah sejumlah kegiatan, terutama yang ada kaitannya dengan kegiatan perekonomian yang secara lanngsung berhubungan dengan masuknya budaya asing, adanya pendiaman dan bergeraknya orang-orang keluar masuknya suatu kota, daerah atau negara”.

Secara etimologi kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yaitu pari,artinya perjalanan atau berkali-kali, berputar-putar, dan keliling tempat wisata, sedangkan wisata, artinya perjalanan keliling atau dilakukan dari satu tempat ketempat lain.

Menurut Prof.Dr. Hunzieker dan Prof. Kraff dari Swiss. Kepariwisataan menjadi batasan yang bersifat teknis bunyinya: “Kepariwisataan adalah keseluruhan hubungan dan gejala yang ditimbulkan oleh penerapan sementara wisatawan dimana wisatawan itu tidak melakukan kegiatan apapun yang menghasilkan pendapatan”.


(17)

Batasan yang diberikan oleh Prof. Hunzieker dan Prof. K. Krapf ini merupakan batasan yang diterima secara ofisial oleh The Association International desexprets Scientifique du Tourism (AIEST)

Kemudian Prof. Salah Wahab berkebangsaan Mesir, dalam bukunya yang berjudul An Introduction On Tourism Theory mengemukakan bahwa batasan pariwisata hendaknya memperlihatkan anatomi dari gejala-gejala yang terdiri dari tiga, yaitu : manusia (man), yaitu orang yang melakukan perjalanan wisata, ruang (space), daerah atau ruang lingkup tempat melakukan perjalanan, dan waktu (time), waktu yang digunakan selama dalam perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata.

Suatu negara yang menganggap pariwisata sebagai suatu industri yang menghasilkan produk yang d konsumsi di tempat tujuan, maka pariwisata dapat dianggap sebagai ekspor yang tidak keliatan (invisible-exports), dan manfaat yang diproleh dapat berpengaruh positif dalam perekonomian, kebudayaan dan kehidupan sosial masyarakat.

Dari berbagai usaha pariwisata terbentuk lah industri pariwisata, yaitu :

1. Secara umum

Industri pariwisata adalah kumpulan berbagai perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan pengunjung pada umumnya dalam perjalanan.


(18)

2. Menurut R.S. Damardjati

Industri pariwisata adalah suatu kelompok atau gugusan perusahan perusahaan yang terkait dengan kepariwisataan, yang bersama-sama menghasilkan produk barang dan jasa yg diperlukan oleh wisatawan maupun pengunjung di dalam perjalanannya di suatu tempat.

3. Menurut Dr. Hunzieker

Tourism Enterprices all business with by combining varies means of production, provide good and services of a specially tourist nature.

2.2 Pengertian Industri Pariwisata

Industri pariwisata adalah kumpulan dari macam-macam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and services) yang dibutuhkan para wisatawan pada khususnya dan travelers pada umumnya, selama dalam perjalanan.

Perusahaan yang termasuk dalam industri pariwisata adalah :

a. Perusahaan Angkutan Wisata

b. Hotel dan Akomodasi

c. Objek Wisata dan Atraksi Wisata

d. Travel Agent

e. Tour Operator

f. Restaurant, Bar, Catering


(19)

Perusahaan ini secara langsung memberikan pelayanan kepada wisatawan. Selain itu, ada juga perusahaan-perusahaan jasa yang secara tidak langsung dibutuhkan oleh wisatawan, seperti photo supplier, kantor pos, bank, tourist promotion office dan lain-lain

2.3 Sarana dan Prasarana Kepariwisataan 2.3.1 Sarana Kepariwisataan

Sarana kepariwisataan secara umum adalah semua bentuk perusahaan yang dapat memberikan pelayanan kepada wisatawan, namun perusahaan tersebut tidak selamanya tergantung pada wisatawan. Ada tiga macam sarana kepariwisataan, yaitu :

1. Sarana Pokok Kepariwisataan (Main Tourism Suprastructure) adalah perusahaan yang usahanya sangat tergantung pada kedatangan wisatawannya. Perusahaan-perusahaan yang dimaksud adalah : Perusahaan-perusahaan yang usaha kegiatannya mempersiapkan dan merencanakan suatu perjalanan wisata seperti : Travel Agent, Tour Operator, Tourist Transportation. selain itu perusahaan-perusahaan lain juga dapat memberikan pelayanan di daerah tujuan kemana wisatawan pergi seperti : Hotel, Motel, cottages dan lain-lain. Ketentuannya apabila tidak ada wisatawan, maka perusahaan tersebut tidak dapat hidup sebagai mana bisanya.

2. Sarana Pelengkap Kepariwisataan (Supplementing Tourism Superstructure) adalah perusahaan yang menyediakan fasilitas-fasilitas untuk rekreasi yang fungsinya dapat membuat

agar para wisatawan dapat lebih lama tinggal atau di daerah yang dikunjunginya. Perusahaan ini mendorong wisatawan agar lebih lama tinggal di suatu tempat. Yang termasuk kelompok ini adalah :


(20)

• Sarana Olah Raga, seperti : golf, tennis, berenang, daerah perburuan, pelayaran dan sebagainya.

• Sarana Ketangkasan, seperti : billyar dan sebagainya.

3. Sarana Penunjang Kepariwisataan ( Supporting Tourism Superstucture) adalah perusahaan yang menunjang sarana pelengkap dan sarana pokok yang berfungsi tidak hanya membuat wisatawan lebih lama tinggal akan tetapi lebih penting agar wisatawan lebih banyak membelanjakan uangnya di tempat yang dikunjungi. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bioscop, opera, sauvernir, steambath, night club.

2.3.2 Prasarana Kepariwisataan ( Tourism infrastructures)

Prasarana Kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan proses prekonomian dapat berjalan dengan lancer sedemikian rupa, sehingga memudahkan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan. Dalam pengertian ini yang termasuk dalam prasana adalah :

a) Prasarana Umum

Prasarana umum yaitu prasarana yang menyangkut kebutuhan orang banyak (umum) yang bertujuan untuk membantu kelancaran roda perekonomian, yang termasuk dalam kelompok ini adalah :

• sistem penyediaan air bersih

• pembangkit tenaga listrik

• sistem jaringan jalan raya dan rel kereta api

• sistem telekomunikasi


(21)

b) Kebutuhan Masyarakat Banyak

Prasarana yang menyangkut kebutuhan masyarakat banyak, dan termasuk dalam kelompok ini adalah rumah sakit, kantor pos, apotik, pompa bensin, bank, administrasi pemerintah (polisi dan pengadilan), pemerintahan umum dan badan legislative lainnya.

2.4 Tinjauan Umum Tentang Pelayanan

Pelayanan sering juga disebut dengan service berasal dari bahasa Inggris, kata kerja to serve mempunyai arti : pelayani, membantu, menolong. Sedangkan service adalah kata benda dari to serve yang artinya pelayanan.

Pelayanan merupakan suatu aktifitas yang bertujuan memuaskan dan menyenangkan masyarakat dalam mendapatkan suatu pelayanan yang sopan. Menurut DR. Philip Kotler, seorang profeser pemasaran Universitas Nothwestern menyatakan bahwa “pelayanan (service) adalah suatu aktifitas yang memberikan manfaat dan ditawarkan oleh suatu pihak yang lain dalam bentuk tidak nyata (intangible) dan tidak menimbulkan pemindahan kepemilikan”. ini berarti bahwa pelayanan memiliki sifat-sifat intangible , oleh sebab itu tidak dapat diukur, diraba melainkan hanya dapat dirasakan dan yang merasakan itu adalah si penerima pelayanan tersebut.

Pelayanan yang baik (memuaskan) dapat dirasakan oleh si penerima di dalam dirinya, apabila ia telah mendapatkan sesuatu yang menjadi kebutuhan dan keinginannya. Maka untuk mendapatkan gambaran tentang memenuhan kebutuhan dan yang diinginkan tamu kita harus terlebih dahulu mengetahui apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan mereka, agar kualitas pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang diinginkan dan diharapkan.


(22)

Dua unsur utama yang membentuk pelayanan yang berkualitas, yaitu :

a. Kualitas manusia atau prilaku pribadi, hal ini berkaitan dengan bagaimana ketrampilan berinteraksi dengan tamu dalam memberi pelayanan yang tepat dan cepat sesuai dengan kebutuhan tamu.

b. Keterampilan atau keahlian adalah penguasaan terhadap unsur-unsur tehnik dan prosedur sistem pelaksanaan yang mapan dalam mentransfer produk atau jasa.

Dengan terbentuknya dua unsur yang berkualitas dalam pelayanan tersebut maka suatu kepuasan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan akan dirasakan oleh tamu. Suatu kepuasan yang dapat dirasakan dan dapat membuat masyarakat memuaskan tersebut yaitu :

- adanya kepuasan waktu

- adanya kepuasan cara pelayanan yang baik

- adanya kepuasan cita rasa

- adanya kepuasan harga

2.5 Motif Perjalanan Wisata

Dalam melakukan suatu perjalanan, orang-orang didukung oleh suatu alasan atau motif tertentu, dan keinginan wisatawan untuk mengumpulkan pengalaman sebanyak-banyaknya dan menikmati apa saja yang menarik perhatian, misalnya pemandangan alam, adat istiadat setempat, pesta rakyat, hiruk pikuk kota besar atau ketenangan tempat yang sepi, monumen, peninggalan bersejarah dan sebagainya. Motif perjalanan wisata ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :


(23)

1. Motif Rekreasi

Wisatawan agak sukar membedakan antara motif rekreasi dengan motif tamasya. Motif rekreasi adalah kegiatan yang menyenangkan untuk memulihkan kesegaran jasmani dan rohani manusia. Wisatawan rekreasi biasanya menghabiskan waktunya di satu tempat saja, sedangkan wisatawan tamasya berpisah-pisah.

2. Motif Wisata Olah Raga

Wisata olah raga adalah dimana wisatawan mengadakan perjalanan wisata karena keinginan berolah raga.

3. Motif Wisata Bisnis

Bisnis merupakan salah satu motif dalam mengadakan pekerjaan wisata. Adanya kunjungan bisnis, pekan raya dengan yang dikunjungi dan sebagainya, yang mana semua peristiwa itu mengundang kedatangan orang-orang bisnis baik dari dalam maupun luar negeri.

4. Motif Wisata Kebudayan

Dengan tipe wisata kebudayaan, orang tidak hanya sekedar mengunjungin suatu tempat untuk menyaksikan atau menikmati atraksi tetapi ia mungkin datang untuk mempelayari atau mengadakan penelitian tentang kebudayaan setempat.

5. Motif Kesehatan

Orang-orang mengunjungi suatu tempat atau suatu negara tertentu dengan suatu alasan kesehatan, misalnya berkunjung ke suatu daerah pemandian air panas, yang dikatakan


(24)

dapat menyembuhkan penyakit kulit, atau banyak kasus orang Indonesia berobat atau sekedar check up ke Singapura, Jepang dan Amerika sekalian menikmati objek wisata di tempat tersebut.

6. Motif Wisata Sosial

Motif wisata sosial ialah rekreasi, bersenang-senang, atau sekedar mengisi waktu libur, tetapi perjalanannya dilaksanakannya dengan bantuan pihak-pihak tertentu secara sosial, misalnya wisata sosial buruh suatu pabrik yang disubsidi oleh perusahaan.


(25)

BAB III

GAMBARAN UMUM PT. ANGKASA PURA II BANDARA POLONIA MEDAN 3.1 Sejarah Perusahaan

Bandar Udara Polonia Medan dikelola oleh Perusahaan Umum Angkasa Pura II yang sebelumnya dikelola oleh Bandar Udara Polonia di bawah naungan PT. (persero) Angkasa Pura I. Perusahaan Angkasa Pura merupakan salah satu perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang didirikan berdasarkan salah satu perusahaan pemerintah (PP) Nomor.33 tanggal 15 November 1962 dengan nama Perusahaan Negara Angkasa Pura “kemayoran”.

Secara rinci penjelasan Bandara Udara Polonia Medan dalam melayani penumpang dibagi dalam 3 masa yakni :

3.1.1 Masa Penjajahan

Pada awalnya Bandar Udara Polonia dibangun tahun 1872 oleh Baron Misxhalsky, seorang bangsa Polandia yang dapat konsensi dari Pemerintah Hindia Belanda untuk membuka perkebunan tembakau di bagian Sumatera Timur Medan. Kemudian beliau menamakan daerah konsesinya dengan nama “Polonia” (nama negeri kelahirannya).

Tahun 1879 karena suatu hal, konsesi atas tanah perkebunan itu berpindah tangan kepada Deli Maatschappij (Deli MIJ) atau NV Deli Maskapai. Pada tahun itu terdapat kabar bahwa pionir penerbang bangsa Belanda yaitu Van Der Hoop Hindia akan menerbangkan pesawat kecilnya Fokker dari Eropa ke wilayah Hindia Belanda dalam waktu 20 jam terbang. Maka Deli MIJ yang memegang konsesi atas tanah itu, menyediakan sebidang lahan atau tanah untuk diserahkan sebagai lapangan terbang pertama di kota Medan.


(26)

Pada tahun 1924, setelah berita pertama tentang kedatangan pesawat udara itu tidak terdengar lagi, maka rencana kedatangan pesawat udara kembali terdengar. Mengingat waktu itu sangat pendek, persiapan untuk lapangan terbang tidak dapat dikejar, akhirnya pesawat kecil yang diawaki van der Hoop yang menumpangi pesawat Fokker mendarat di lapangan pacuan kuda yakni Deli Renvereeniging, disambut oleh Sultan Deli Sulaiman Syariful Alamsyah seorang sultan dari kesultanan serdang beserta seluruh rakyatnya yang menyambut dengan gembira. Kemudian Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah dijamu sebagai orang pertama yang menaiki pesawat itu untuk melihat-lihat kota Medan dari Udara. Setelah pesawat pertama kali mendarat di kota Medan, maka Asisten Residen Sumatera Timur Mr. C.S. Van Kepen mendesak pemerintah Hindia Belanda yang selalu menunda-nunda, agar mempercepat dropping dana untuk menyelesaikan pembangunan lapangan terbang Polonia guna keperluan sipil maupun militer yang biayanya paling sedikit FL. 70.000 (Gulden). Pada 1928 lapangan terbang Polonia dibuka secara resmi, ditandai dengan mendaratnya enam pesawat udara milik KNILM, anak perusahaan KLM, pada landasan yang masih darurat, berupa tanah yang dikeraskan. Mulai tahun 1930, perusahaan penerbangan Belanda KLM serta anak perusahaannya KNILM membuka jaringan penerbangan ke Medan secara berkala. Pada tahun 1936 lapangan terbang Polonia untuk pertama kalinya melakukan perbaikan yaitu pembuatan landasan pacu (runway) sepanjang 600 meter.

Pada tahun 1975, berdasarkan keputusan bersama Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen Perhubungan dan Departemen Keuangan, pengelolaan pelabuhan udara Polonia menjadi hak pengelolaan bersama antara Pangkalan Udara AURI dan Pelabuhan Udara


(27)

Sipil. Dan mulai 1985 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1985, pengelolaan pelabuhan udara Polonia diserahkan kepada Perum Angkasa Pura yang selanjutnya mulai 1 Januari 1994 menjadi PT. Angkasa Pura II (Persero).

Bandara Polonia mempunyai luas sebesar 144 hektar. Panjang landasan pacu saat ini adalah 2.900 meter, sementara yang dapat digunakan sepanjang 2.625 meter (sehingga terdapat displaced threshold sebesar 275 meter). Hal ini terjadi karena banyaknya benda yang menghalang di sekitar tempat lepas landas dan mendarat. Polonia juga memiliki 4 penghubung landasan pacu dengan tempat parkir pesawat (taxiway) dan tempat parkir pesawat (apron) seluas 81.455 meter. Polonia dirancang untuk dapat memuat maksimum sekitar 900.000 penumpang.

Selanjutnya secara bertahap berdasarkan surat keputusan menteri keuangan No.553/MK/1994 pada tanggal 22 Januari 1994, PT Angkasa Pura mendapat tugas tambahan untuk mengelola Bandar Udara Polonia Medan dan dilanjutkan lagi berdasarkan keputusan Mentri Perhubungan No.278/AU.001/SKJ/1994, dibentuk empat cabang Bandar udara yang terletak di Bandung, Pekan Baru, Padang, Banda Aceh.Dan sejak tahun 2000 Bandar Udara yang masuk dalam jajaran PT. Angkasa Pura menjadi 12 Bandar Udara yaitu :

1. Bandar udara internasional Soekarno-Hatta di Tanggerang

2. Bandar Udara Halim Perdana Kesuma di Jakarta

3. Bandar Udara Sultan Mahmud Badartudin II di Palembang

4. Bandar Udara Spadio di Balikpapan

5. Bandar Udara Polonia di Medan


(28)

7. Bandar Udara Sultan Syarif Kasyim II di Pekan Baru

8. Bandar Udara Minangkabau di Padang

9. Bandar Udara Husein Sastranegara di Bandung

10. Bandar Udara Kijang di Tanjung Pinang

11. Bandar Udara Depati Amir di Pangkal Pinang

12. Bandar Udara Thaha di Jambi

Kantor cabang PT. Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan mempunyai kegiatan dibidang jasa pelayanan operasi lalu lintas udara dan jasa Bandar udara, pemeliharaan fasilitas Bandar udara serta kegiatan atau tugas-tugas lain sesuai dengan kebijakan yang digariskan direksi. Dalam melaksanakan kegiatan atau tugas-tugas tersebut, kantor cabang PT Angkasa Pura II Bandara Polonia Medan bertugas menyiapkan pelayanan operasi keselamatan lalu lintas udara, memelihara fasilitas teknik peralatan, operasional Bandar udara dan komersial, memelihara teknik elektronika dan listrik serta menyiapkan pelaksanaan dan pengendalian kegiatan administrasi dan keuangan.

Dalam kaitannya dengan pelayanan penumpang di Bandar Udara Polonia utamanya yang menyangkut pelayanan Penumpang sistem pelayanan Bandar Udara Polonia, sejalan dengan acuan dari Menpan indikator yang dipergunakan untuk menganalisis implementasi pelayanan penumpang adalah :


(29)

2. Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan

3. Biaya pelayanan yaitu besarnya biaya yang ditetapkan termasuk rincian dalam pelayanan publik.

4. Produk pelayananya itu hasil pelayanan yang sesuai dengan ketentuan atau standar

5. Sarana dan prasarana yang harus tersedia memadai .

6. Kompetensi petugas, Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.

3.1.2 Masa Pembangunan

Pada tahun 1968, terjadi perubahan Departemen Perhubungan pekerjaan umum dan tenaga listrik dipecah menjadi 2 departemen, yaitu :

1. Departemen Perhubungan

2. Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik

Sebagai akibat dari pemisahan tersebut, Direktorat Penerbangan sipil dirubah menjadi Ditektorat Jendral Perhubungan Udara yang menjadi unsur dari Departemen Perhubungan. Pelabuhan Udara Polonia Medan selanjutnya berada di bawah naungan Departemen Perhubungan Kantor Wilayah I Direktorat Perhubungan Udara.

Tahun 1957, berdasarkan keputusan bersama antara Departemen Perhubungan, Departemen Keuangan melalui Kep.297.j/MK/IV/8/75 tanggal 21 Agustus 1945, pengelolaan pelabuhan


(30)

udara polonia menjadi hak pengelolaan bersama antara Pangkalan Udara AURI dan pelabuhan gedung operasi seluas 780 m.

Tahun 1980, Berdasarkan KM.50/OT/Phb-78 tanggal 8 Maret 1978, Pelabuhan Udara Polonia Medan dibagi menjadi dua instansi, yaitu :

• Pelabuhan Udara Polonia

Mengelola kegiatan yang bersifat komersial, terutama kegiatan pelayana jasa penumpang dan cargo serta kegiatan lalu lintas pesawat selama berada di darat.

• Sentral Operasi Keselamatan Penerbangan (SENOPEN) Medan.

Mengelola kegiatan Operasi Keselamatan Penerbangan dan lalu lintas udara.

Pelabuhan Udara Polonia Medan mendapat proyek perpanjangan landasan dengan sistem “cakar ayam” sepanjang 445 Meter. Dengan demikian panjang landasan Bandar udara polonia medan menjadi 2900 meter. Dengan panjang landasan sedemikian, pelabuhan udara polonia medan sudah dapat menampung pesawat berbadan lebar setingkat dengan DC-10 atau B-747. Pada tahun ini juga dibangun fasilitas gedung pemancar seluas 437,50 Meter untuk mendukung kegiatan keselamatan penerbang.

3.1.3 Prosedur pelayanan ; prosedur harus baku dan berlaku bagi pemberi dan penerima pelayanan

Dengan merujuk pada aturan Internasional IATA (International Air Transport Association; Airport Handling Manual)Direktorat Jenderal Perhubungan Udara telah mengeluarkan berbagai keputusan yang mendukung kebijakan dan digunakan sebagai acuan


(31)

dalam pelayanan kebandarudaraan yang didalamnya termasuk pelayanan Penumpang, sistem pelayanan Bandar Udara Polonia antara lain:

a. Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP 284/X/1999 tentang Standar Kinerja Operasional Bandar Udara yang terkait dengan tingkat pelayanan di bandar udara sebagai dasar kebijakan pentarifan jasa ke Bandar udaran.

b. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP 347/XII/1999 tentang Standar rancang bangun dan atau rekayasa fasilitas dan peralatan bandar udara,

c. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/77/VI/2005 tentang Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara Sesuai dengan standar.

pelayanan baku unsur-unsur yang terkandung dalam Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara adalah sebagai berikut

1. Pelayanan check in

Pelayanan check-in merupakan bagian penting sebelum penumpang melakukan penerbangan. Pelayanan Check-in sangat tergantung pada metode operasional, struktur rute penerbangan, karakteristik penumpang dan lain-lain dengan juga mempertimbangkan kecepatan, ketelitian, kelancaran, kenyamanan penumpang dan biaya operasional. Alternatif pelayanan check in terminal penumpang adalah :

Pertama, sentralisasi yaitu pelayanan check in diproses terpusat di area keberangkatan. Pengendalian sistem operasi pelayanan dilakukan oleh satu unit kerja dengan pembagian counter check-in sebagai berikut: direncanakan sesuai dengan jumlah airlinea atau jumlah penerbangan, -atau alternatif lain adalah membebaskan setiap penumpang untuk melapor


(32)

pada setiap counter check-in yang ada . Alternatif ini memerlukan penanganan sortir barang bawaan yang baik. Sistim ini menguntungkan pihak pengelola, karena efisien dan efektif Kedua, desentralisasi yaitu menyebarkan pelayanan check in di beberapa tempat. Biasanya pengelola fasilitas pelayanan ini adalah perusahaan angkutan udara dengan beberapa tipe penempatan check in seperti split check in, gate check in, dan city check in.

Bentuk denah bangunan terminal penumpang sangat dipengaruhi oleh konsep check in yang diterapkan oleh perusahaan angkutan udara. Dengan demikian, airlines dan pengusaha pengiriman sebaiknya dilibatkan pada tahapan awal proses perencanaan. Check in area harus cukup untuk menampung penumpang waktu sibuk selama mengantri untuk check-in. Indikator kualitas pelayanan waktu menunggu adalah kurang dari 20 menit, dan waktu proses adalah kurang dari 2 menit 30 detik.

Tapi kondisi dilapangan masih ditemukan proses check in yang kurang lancar. Pelayanan yang kurang ramah dan kurangnya petugas pemandu antrian , menyebabkan terkadang penumpang harus berdesakan untuk mengantri ketika check-in, karena kepatuhan penumpang untuk antri belum membudaya didaerah. Hal ini semakin diperburuk ketika proses check in banyak melibatkan penjual jasa yang tidak mau mengantri dan cendrung mengambil alih giliran. Padahal seharusnya giliran orang lain.

2. Pemeriksaan sekuriti penumpang dan barang

Pelayanan pemeriksaan sekuriti penumpang dan barang dilakukan dengan menggunakan peralatan X-ray, hand held detector dan Walk through metal detector dan sekali-kali dilakukan juga dengan pemeriksaan manual, atau perlakuan khusus bagi barang atau penumpang yang dicurigai (body search).Indikator kualitas pelayanan pemeriksaan sekuriti


(33)

dalam kondisi normal kurang dari 3 menit, sedangkan kondisi khusus (memerlukan pencermatan dalam pemeriksaan) kurang dari 8 menit.

3. Imigrasi keberangkatan

Pelayanan pemeriksaan keimigrasian keberangkatan penumpang dan awak alat angkut yang mengacu pada prosedur pemeriksaan keimigrasian bagi penumpang saat keberangkatan. Diantaranya adalah pengecekan dokumen perjalanan,ijin keimigrasian, boarding pas dan ticket, serta bukti pembayaran fiscal. Indikator kualitas pelayanan waktu menunggu adalah kurang dari 15 menit, dan waktu proses adalah kurang dari 2 menit.

4. Imigrasi kedatangan

Pelayanan pemeriksaan keimigrasian kedatangan penumpang dan awak alat angkut yang mengacu pada prosedur pemeriksaan keimigrasian bagi penumpang saat kedatangan. Diantaranya adalah dokumen perjalanan, keabsahan persyaratan dokumen, mencocokan nama dengan daftar cekal, memberikan ijin masuk keimigrasian dll. Indikator kualitas pelayanan waktu menunggu adalah kurang dari 15 menit, dan waktu proses adalah kurang dari 2 menit.

5. Pelayanan bea cukai

Pelayanan bea cukai terkait dengan pemeriksaan barang-barang yang keluar dan masuk ke wilayah RI yang dibawa oleh penumpang baik saat keberangkatan maupun kedatangan dari bandara luar negeri.Utamanya adalah barang barang yang terkena bea masuk (cukai) dan barang barang yang dapat membahayakan kehidupan manusia seperti Narkoba,barang-barang yang mendatangkan penyakit dan wabah. Indikator kualitas pelayanan waktu menunggu adalah kurang dari 20 menit, dan waktu proses adalah kurang dari 10 menit.


(34)

6. Penyerahan bagasi

Sistim penanganan bagasi ini harus dapat memproses sejumlah besar bagasi dalam waktu singkat dengan keakuratan yang dapat diandalkan. Prinsip yang dapat membentuk sistem penanganan bagasi secara efisien antara lain (Skep Dirjen/347/XII/1999):

- Aliran bagasi harus lancar dan cepat dengan jumlah penanganan operasional minimum,

- Aliran bagasi tidak mengganggu/ memotong arus penumpang, barang ,petugas maupun kendaraan,

- Tersedianya fasilitas untuk transfer bagasi ke daerah pemilahan bagasi kedatangan,

- Tersedianya fasilitas untuk pemeriksaan bagasi, dan fasilitas bagasi dengan ukuran ekstra besar

- Penataan fasilitas penanganan bagasi didalam bangunan harus konsisten dengan bentuk apron serta jenis dan volume arus bagasi.

- Sistim penanganan bagasi harus mempunyai sistem cadangan apabila sistim tersebut tidak bekerja/dalam keadaan darurat.

Pada umumnya, para penumpang datang yang membawa barang bawaannya masuk dalam bagasi harus menunggu dulu di ruang pengambilan bagasi sebelum barang bawaanya datang. Hal ini disebabkan karena waktu yang di butuhkan penumpang untuk berjalan dari pesawat ke ruang pengambilan bagasi lebih cepat dari pada waktu yang dibutuhkan umtuk proses barang-barang dari pesawat ke ruang pengambilan bagasi. Dengan demikian lobi kedatangan harus dapat menampung penumpang., perlu suatu sistem pemeriksaan bagasi dengan mencocokan nomor bagasi dan barang yang diambil penumpang. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum pintu keluar ruang kedatangan


(35)

Pelanan penyerahan bagasi dari pengangkut sampai ketangan penumpang, diharapkan tidak muncul keluhan atau complain dari penumpang, dari soal kelancaran, penyerahan, waktu tunggu, kemudahan mendapatkan alat angkut bagasi, sampai keutuhan bagasi itu sndiri. Indikator kualitas pelayanan penyerahan bagasi pertama adalah kurang dari 20 manit, dan penyerahan bagasi terakhir adalah kurang dari 30 menit.

7. Kapasitas Terminal

Kapasitas terminal diharapkan harus mengakomodasikan, ruangan umum berfungsi untuk menampung kegiatan umum baik penumpang, pengunjung maupun karyawan bandara, ruangan semi steril digunakan untuk pelayanan penumpang seperti proses penumpang transit atau transfer, dan ruangan steril disediakan bagi penumpang yang akan naik pesawat udara. Untuk memasuki ruangan semi steril penumpang harus melalui pemeriksaan yang cermat oleh petugas sekuriti bandara. Parameter dalam menentukan standar luas terminal untuk jumlah penumpang berangkat pada waktu jam sibuk, transfer, datang pada waktu sibuk, jumlah pengunjung, waktu yang diperlukan dalam proses pelayanan dan lain sebagainya.

Ruang tunggu keberangkatan berfungsi sebagai tempat berkumpulnya para penumpang untuk menunggu saat memasuki pesawat. Pada umumnya besaran ruang tunggu ini diperkirakan dapat menampung sejumlah penumpang selama 15 sampai 30 menit sebelum saat berangkat yaitu waktu dimulainya waktu boarding. Ruang tunggu ini dilengkapi dengan kursi tunggu walau pun dapat diasumsikan bahwa tidak semua penumpang akan duduk. Untuk terminal penumpang dengan ukuran kecil yang tidak memiliki fasilitas transit atau tidak dilengkapi dengan arca komersil dapat diasumsikan bahwa 2/3 jumlah penumpang akan duduk di ruang tunggu dan 1/3 jumlah penumpang akan berdiri. sedangkan untuk terminal penumpang yang memiliki fasilitas transit dan area komersil maka diasumsikan 1/3 jumlah penumpang akan


(36)

duduk serta 2/3 penumpang lainnya berdiri atau berjalan memanfaatkan area komersil. Pada bandara tertentu dimana pengaturan operasional dan kenyamanan sudah baik maka ruang tunggu keberangkatan didalam bangunan terminalnya juga berfungsi sebagai jalur keluar untuk penumpang datang. Sehingga besaran ruang yang dibutuhkan selain dapat menampung penumpang yang akan berangkat berikut sirkulasinya, juga ditambah dengan jalur keluar penumpang datang untuk menuju tempat pengambilan bagasi. Kondisi ideal ruangan di terminal seperti; ruang tunggu keberangkatan, ruang check-in, fasilitas custom immigration quarantine (CIQ), baggage claim area, toilet area sesuai dengan standar.

Perlu diketahui bahwa ruang terminal domestic untuk check-in seluas 1.301,25m2 dan ruang tunggu 1.414,70m2. Sementara itu untuk terminal internasional yaitu ruang check-in 419,45 m2 dan ruang tunggu 846,45 m2. Kemudian ruang check-in internasional 419,45 m2 dan ruang tunggu 846,45 m2 . Terminal Bandar udara Polonia medan memang dirasakan tidak memadai lagi. Jumlah penumpang pada waktu sibuk sebanyak 1.081 per jam (sesuai uji petik tanggal 19 Desember 2007) dan 1800 orang perjam pada saat kondisi khusus (kasus delay/penundaan jadwal penerbangan yang sering terjadi). Padahal kapasitas normal Bandar udara Polonia adalah 700 orang. Dengan kata lain, kapasitas terminal memang tidak sesuai lagi dengan kondisi Bandar udara Polonia seperti saat ini. Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa luas areal terminal seperti ruang pengantar, ruang check-in, hingga ruang tunggu sangat dirasakan penuh. Kondisi ini pada akhirnya sangat mengganggu kenyamanan penumpang. Terlebih lagi ketika penumpang akan menaiki pesawat. pemandangan antrian panjang penumpang sudah menjadi pemandangan sehari-hari yang dianggap biasa saja. Padahal kondisi ini sangat merugikan penumpang oleh karena ketidaknyamanan tersebut.


(37)

8. Kesejukan Ruang Terminal

Kesejukan di ruang terminal yang nyaman dirasakan oleh penumpang sesuai standar diharapkan antara 22-27 derajat celcius, adanya cxhaust fan dan sirkulasi udara yang baik. Namun justru kita menemukan suhu ruang terasa hangat dan bahkanpanas ketika ruang terminal penuh sesak penumpang dan kondisi seperti inilah yang sehari-hari kita temukan di Bandar udara polonia medan. Kondisi ini memang sangat dipengaruhi oleh kapasitas terminal yang tidak sesuai dengan kapasitas penumpang yang telah melebihikapasitas terminal Polonia.

9. Ruang Terminal Yang Bersih

Ruang terminal yang bersih artinya ruang yang selalu terjaga kebersihannya. Jumlah petugas kebersihan harus propesional dengan luar area dan jumlah penumpang yang menggunakan terminal. Petugas kebersihan harus selalu stanby melaksanakan pembersihan ruangan setiap saat sesuai dengan perkembangan yang ada karena banyaknya penumpang yang keluar masuk, dan ada pula yang memantau perkembangan dan pelaksanaannya. Jumlah tempat sampah yang disediakan juga harus propesional dengan luas ruangan atau areal, dan diperlukan petugas untuk memantau efektifitas keberadaan tempat sampah tersebut. sirkulasi udara juga harus diperhatikan, termasuk penempatan papan pengumuman, papan petunjuk, papan reklame serta hiasan-hiasan yang menambah estetika kebersihannya. Penempatan dan penyediaan media elektronik dan penyegar ruangan harus selalu terkontrol dengan baik.

Ruang terminal Bandar udara Polonia kurang terjaga kebersihannya. Meskipun terdapat petugas kebersihan namun seprtinya tidak berguna. Oleh karena kondisi ruang terminal sangat kotor. Kondisi terminal yang tidak bersih ini semakin parah ketika penumpang juga tidak mau menjaga kebersihan ruang terminal. Banyak ditemukan penumpang yang membuang sampah tidak pada tempatnya seperti sampah makanan, minuman dan sebagainya. Seolah penumpang


(38)

sangat susah untuk membuang sampah pada tempatnya. Hal ini juga bisa dilihat bahwa tidak terdapat banyak tempat sampah yang tersedia. Apalagi petugas kebersihan juga tidak bekerja secara maksimal. Kondisi ruang yang tidak bersih hanya tampak diruang terminal saja, melainkan diareal kawasan Bandar udara Polonia terlihat tidak terawat. Sampah makanan ringan dan sampah minuman kemasan banyak bertaburan, dan kita akan sangat susah untuk mencari petugas kebersihan atau dengan kata lain petugas kebersihan yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan Bandar udara Polonia.

10.Kemudahan bagi penumpang untuk mengangkut bagasi

Penanganan bagasi merupakan elemen menentukan dari pemprosesan penumpang dan kelancaran operasi penyelenggara angkutan udara di Bandar udara. Sistem penangganan bagasi ini harus dapat memproses sejumlah besar bagasi dalam waktu singkat dengan keakuratan yang dapat dihandalkan untuk mengantisipasi tipe pesawat.

Ketersediaan troli untuk membantu penumpang dalam mengangkat bagasinya harus professional dengan jumlah penumpang dalam jam sibuk. Penempatan troli harus mudah terjangkau oleh penumpang yang akan berangkat dan penumpang yang baru tiba. Petugas porte yang melayani jasa angkut jasa angkut bagasi harus bersikap ramah, dalam menawarkan jasanya tidak memaksakan diri kepada penumpang yang baru datang maupun penumpang yang akan berangkat dan tidak menguasai troli-troli yang disediakan penyelenggara bandara. Tarif jasa porter harus jelas dan transparan perkalinya, tarif tersebut harus mudah diketahui oleh pengguna jasa porter secara terbuka di papan pengumuman tarif. Penumpang bebas memilih untuk menggunakan jasa porter maupun tidak menggunakan tentunya dijamin dengan ketersediaan jumlah troli yang professional dengan jam sibuk. Penyelenggara bandara juga harus menunjuk


(39)

dan menempatkan petugas untuk memantau dan mengatur keberadaan troli agar mudah diperoleh dan digunakan oleh penumpang yang memerlukan.

Jumlah troli sesuai standar yang telah ditetapkan seharusnya ada 6 untuk 10 orang penumpang, dan jumlah itu sebenarnya sudah sangat minim sekali. Artinya bahwa troli harus tersedia dan tidak kurang. Hal ini sangat berguna untuk memudahkan penumpang dalam mengangkat barang. Tapi kondisi di bandar udara Polonia justru satu troli pun tidak ada ditempat. Hasilnya dengan petugas bandara bahwa jumlah total troli di bandara polonia ada 200 troli, dan angka ini bertambah menjadi 500 troli untuk tahun 2007. Namun, setelah kejadian kebakaran jumlah troli tinggal 100 buah troli, yang terbagi 60 buah di terminal domestik dan 40 buah di terminal internasional. Hasil pantauan dilapangan bahwa troli sudah dimonopoli oleh porter, keadaan ini akan menimbulkan kondisi yang tidak nyaman dari para penumpang. Kejadian lain ditemukan bahwa ketika penumpang baru sampai di bandar udara Polonia, sudah disibukkan dengan tawaran para porter (pengangkut barang) yang silih berganti. Terkadang ada pula ditemukan porter yang memaksa penumpang untuk menggunakan jasanya. Kondisi ini semakin membuat bandar udara Polonia semakin tidak nyaman. Padahal troli yang dipergunakan untuk mengangkut barang seharusnya menjadi hak para penumpang.


(40)

BAB IV

SISTEM PELAYANAN PT. ANGKASA PURA II BANDARA POLONIA MEDAN

4.1Bandar Udara Internasional Polonia

Sebagai pintu gerbang Sumatera Utara, Bandara Polonia merupakan bandara intrnasional terbesar keempat setelah Bandar Soekarno-Hatta Jakarta, Juanda Surabaya dan Ngurah Rai Bali. Terletak 2 km dari kota Medan, bandara ini melayani penerbangan ke kota-kota besar seperti Jakarta dan Batam, juga Kuala Lumpur,Penang, Ipoh dan Singapura.

Di atas lahan seluas 144 hektar, bandara ini mempunyai landasan pacu sepanjang 2.900 meter,4 taxiway dan apron seluas 81.455 m2. Dua terminalnya yang memiliki luas total 13.811 m2, dirancang untuk penerbangan domestik. Bandara ini juga dilengkapi dengan luas pelataran parkir yang berkapasitas 300 mobil di terminal penerbangan domestik dan 200 mobil di terminal penerbangan internasional.

Selain fasilitas penerbangan, di kedua terminal terdapat beberapa fasilitas untuk kenyamanan pengguna bandara seperti cafeteria, money changer, restoran, snack bar, souvenir shop, dan duty free shop. Sebagai bandara internasional, Polonia juga dilengkapi dengan Pelayanan Imigrasi, Karantina kesehatan, karantina hewan, karantina tumbuhan, karantina ikan, dan Pelayanan Informasi Pariwisata.

Beberapa maskapai penerbangan yang beroperasi di bandara polonia Medan, yaitu Garuda Indonesia, Merpati, Mandala Airlines, Air Asia, Batavia Airlines, Sriwijaya, Lion Air, City link Airlines dan Susi Air. Rute penebangan domestik adalah Jakarta, Bandung, Semarang,


(41)

Surabaya, Pontianak, Palembang, Padang, Batam, Pekan baru, Bandar Aceh, Gunung Sitoli dan Meulaboh. Sedangkan rute internasional adalah Penang, Kuala Lumpur, Ipoh dan Singapura.

Demi meningkatkan kenyamanan, pengoperasian terminal kargo menggunakan sistem satu pintu, sehingga pergerakan terminal kargo menggunakan sistem satu pintu, sehingga pergerakan kargomenjadi tertib sekaligus dapat mencegah terjadinya menipulasi arus barang.

Mengingat Bandara Polonia yang letaknya dekat dengan pusat kota dan kapasitasnya yang sudah tidak mampu lagi menampung aktivitas yang cukup padat, bandara akan di pindahkan ke Kuala Namu, Kabupaten Deli Serdang. Untuk tahap awal, Bandara Kuala Namu akan dibangun dengan kapasitas 8 juta penumpang dengan panjang landasan pacu 3.750 m, dan dapat menampung aktivitas pesawat sebanyak 10.000 penerbangan setiap tahunnya. Bandara baru akan didesain secara modern serta dirancang untuk memiliki akses kereta api dengan berfasilitas city check in. Direncanakan, Bandar baru akan dapat beroperasi pada awal 2014.

4.2 Terminal

Terminal keberangkatan domestik Polonia sebelum terbakar pada Desember 2007, memiliki dua terminal penumpang yaitu, Terminal keberangkatan dan kedatangan, dengan luas mencapai 13, 811 meter. Keduanya masing-masing dibagi untuk penerbangan domestik dan internasional. Terminal domestik polonia mempunyai luas 7.941 meter dan dapat menampung 1.810 orang yang datang bersamaan, sehingga setiap penumpang mempunyai luas 4 meter, kurang dari standar yang ditetapkan pemerintah yaitu 14 m. Terhitung sejak 1 Oktober 2006, Bandara Polonia mengoperasikan sebuah terminal kargo satu pintu yang di harapkan dapat menertipkan pergerakan kargo dan mencegah terjadinya manipulasi muatan barang.


(42)

4.3 Pengertian Pelayanan

Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan.

Kotler (1994) dalam (DR Paimin Napitupulu Msi) menyebutkan sejumlah karakteristik pelayanan sebagai berikut:

1. Intangibility (tidak berwujud); tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, didengar, dicium sebelum ada transaksi. Pembeli tidak mengetahui dengan pasti atau dengn baik hasil pelayanan (service outcome) sebelum pelayanan dikonsumsi.

2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan), dijual lalu diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan karena tidak dapat dipisahkan. Karena itu, konsumen ikut berpartisipasi menghasilkan jasa layanan. Dengan adanya kehadiran konsumen, pemberi pelayanan berhati-hati terhadap interaksi yang terjadi antara penyedia dan pembeli. Keduanya mempengaruhi hasil layanan.

3. Variability (berubah-ubah dan bervariasi). Jasa beragam selalu mengalami perubahan, tidak selalu sama kualitasnya bergantung kepada siapa yang menyediakannya dan kapan serta dimana disediakan.

4. Perishability ( cepat hilang, tidak tahan lama); jasa tidak dapat disimpan dan permintaannya berfluktuasi. Daya tahan suatu layanan bergantung kepada situasi yang diciptakan oleh berbagai faktor.


(43)

Dari beberapa defenisi tersebut diatas dapat diketahui bahwa ciri pokok pelayanan adalah tidak kasat mata dan melibatkan upaya manusia (karyawan) atau peralatan lain yang disediakan oleh perusahaan penyelenggara pelayanan.

4.4Pengertian Pelayanan Penumpang

Pelayanan penumpang atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan jasa penumpang pesawat udara adalah pelayanan publik yang diterima penumpang pesawat udara di terminal penumpang saat sebelum dan sesudah terbang atau saat proses check-in sampai dengan boarding dan saat proses penerimaan bagasi, dari penyelenggara bandar udara, dan atas pelayanan tersebut penumpang dibebani biaya.

Tingkat pelayanan (level of service) adalah tingkat pelayanan untuk jasa penumpang pesawat udara yang diterima oleh penumpang pesawat udara yang variabel-variabelnya meliputi aspek keselamatan, keamanan, kelancaran dan kenyamanan penyelenggaraan jasa penumpang pesawat udara .Sedangkan indikator kualitas pelayanan antara lain; untuk aspek keselamatan, keamanan, dan kelancaran adalah waktu menunggu, waktu proses, kondisi normal, kondisi khusus, penyerahan bagasi pertama, penyerahan bagasi terakhir. Adapun untuk aspek kenyamanan adalah luas ruang per penumpang pada waktu sibuk, suhu ruang, kebersihan terminal, jumlah troli, ketersediaan fasilitas.


(44)

Pengertian pelayanan penumpang adalah berbagai aktivitas yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63 Tahun 2003 mendefenisikan pelayanan penumpang sebagai:

Mengikuti defenisi tersebut, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefenisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang penumpang maupun jasa penumpang yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Miliki Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan penumpang atau pelayanan umum dan pelayanan administrasi pemeritah atau perijinan tersebut mungkin dilakukan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan masyarakat, misalnya upaya Kantor Pertanahan untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas kepemilikan tanah dengan menerbitkan akta tanah, pelayanan penyediaan air bersih, pelayanan transportasi, pelayanan penyediaan listrik dan lain-lain. Pelayanan penumpang, pelayanan umum dan pelayanan administrasi pemerintahan atau pelayanan perijinan juga mungkin diselenggarakan sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Misalnya karena ada ketentuan pelaksanaan peraturan perundangundangan bahwa setiap pengendara harus memiliki Surat Ijin Mengemudi, maka diselenggarakan pelayanan pengadaan SIM.


(45)

4.5 Makna dan Tujuan Pelayanan Penumpang

Dukungan kepada pelanggan dapat bermakna sebagai suatu bentuk pelayanan yang memberikan kepuasaan bagi pelanggannya, selalu dekat dengan pelanggannya sehingga kesan yang menyenangkan senantiasa diingat oleh para pelanggannya.

Bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan. Selain itu membangun kesan yang dapat memberikan citra positif dimata pelanggan karena jasa pelayanan yang diberikan dengan biaya yang terkendali/terjangkau bagi pelanggan yang membuat pelanggan terdorong atau termotivasi untuk bekerjasama dan berperan aktif dalam pelaksanaan pelayanan yang prima.

Tujuan dari pelayanan publik adalah memuaskan keinginan masyarakat atau pelanggan pada umumnya. Untuk mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Kualitas pelayanan adalah kesesuaian antara harapan dan keinginan dengan kenyataan.

Hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.

4.6 Pemberdayaan Pengguna Pelayanan Penumpang

Jika membahas mengenai pelayanan penumpang ini maka, kata kuncinya ialah kemampuan pemerintah mengatur penyediaan beragam pelayanan penumpang yang responsif, kompetitif dan berkualitas kepada rakyatnya. Tuntutan politik yang berkembang di arus global sejak dasawarsa 1980-an memang menunjukkan bahwa pemberian pelayanan penumpang yang semakin baik pada sebagian besar rakyat merupakan salah satu tolok ukur bagi legitimasi kredibilitas dan sekaligus kapasitas politik pemerintah di mana pun.


(46)

Karena itu diperlukan refleksi kritis untuk mencari alternatif solusi yang dianggap cocok dan mampu memenuhi berbagai kebutuhan baru akan pelayanan penumpang yang efisien dan berkualitas. Disinilah menurut hemat saya relevansi teori Governance dengan salah satu pendekatannya yang disebut sociocy bernetics approach. Inti dari pendekatan ini ialah bahwa sejalan dengan pesatnya perkembangan masyarakat dan makin kompleknya isu yang harus segera diputuskan, beragamnya institusi pemerintah serta kekuatan masyarakat madani (civil society) yang berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan (policy making), maka hasil akhir (outcome) yang memuaskan dari kebijakan publik tidak mungkin dicapai jika hanya mengandalkan sektor pemerintah. Kebijakan penumpang yang efektif dari sudut pandang teori Governance adalah produk sinergi interaksional dari beragam aktor atau institusi.

Di negara-negara maju, konsep pemberdayaan (empowering) terhadap para pengguna pelayanan penumpang telah cukup lama menjadi tema sentral dari gerakan-gerakan penyadaran hak-hak konsumen (consumerism) atau gerakan yang memperjuangkan pelayanan penumpang yang berkualitas. Bentuk-bentuk penyadaran hak-hak konsumen itu, menurut Pollitt bervariasi, mulai dari yang sekedar bersifat "kosmetik” seperti yang dilakukan oleh banyak instansi pemerintah (di Pusat dan daerah) dengan cara menyediakan informasi kepada para konsumen atau menyediakan kotak saran, hingga partisipasi langsung konsumen dalam proses pembuatan keputusan yang menyangkut konteks dan konten pelayanan itu sendiri. Pada contoh yang disebut terakhir itu, sesungguhnya tersirat makna “berbagi kekuasaan" (sharing of power). Menarik kiranya untuk mencermati komitmen politik dan komitmen profesional yang kini tengah berkembang dalam studi kebijakan publik yang keduanya mencoba meredefinisi konsep penerima pelayanan publik (recipient of public service) sebagai pelanggan atau konsumen itu.


(47)

Dalam kepustakaan istilah pelayanan umum seringkali dikaitkan dengan pelayanan yang disediakan untuk kepentingan umum. Istilah pelayanan sendiri mengandung makna perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurus hal-hal yang diperlukan masyarakat. Dengan kata lain, pelayanan umum itu sendiri bukanlah sasaran atau kegiatan, melainkan merupakan suatu proses untuk mencapai sasaran tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

Pemberian pelayanan kepada masyarakat merupakan kewajiban utama bagi pemerintah. Peranan pemerintah dalam proses pemberian pelayanan, adalah bertindak sebagai katalisator yang mempercepat proses sesuai dengan apa yang seharusnya. Dengan diperankannya pelayanan sebagai katalisator tentu saja akan menjadi tumpuan organisasi pemerintah dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Oleh karenanya, pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sebagai penyedia jasa pelayanan kepada masyarakat sangat ditentukan oleh kinerja pelayanan yang diberikan. Sejauh mana pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat terjangkau, mudah, cepat dan efisien baik dari sisi waktu maupun pembiayaannya.

Pelayanan penumpang dalam perkembangannya timbul dari adanya kewajiban sebagai sebuah proses penyelenggaraan kegiatan pemerintahan baik yang bersifat individual maupun kelompok. Dalam pemberian pelayanan tidak boleh tercipta perlakuan yang berbeda sehingga menimbulkan diskriminasi pelayanan bagi masyarakat. Selain itu, manajemen pelayanan perlu pula mendapat pembenahan melalui keterbukaan dan kemudahan prosedur, penetapan tarif yang jelas dan terjangkau, keprofesionalan aparatur dalam teknik pelayanan, dan tersedianya tempat pengaduan keluhan masyarakat, serta tersedianya sistem pengawasan terhadap pelaksanaan prosedur.


(48)

Pelayanan penumpang sebagai suatu proses kinerja organisasi (birokrasi), keterikatan dan pengaruh budaya organisasi sangatlah kuat. Dengan kata lain, apapun kegiatan yang dilakukan oleh aparat pelayanan penumpang haruslah berpedoman pada rambu-rambu aturan normatif yang telah ditentukan oleh organisasi publik sebagai perwujudan dari budaya organisasi publik. Oleh karena itu Dennis A.Rondinelli pernah mengingatkan bahwa penyebab kegagalan utama dalam melaksanakan orientasi pelayanan penumpang ini (jelasnya, tugas desentralisasi) adalah : Kuatnya komitmen budaya politik yang bernuansa sempit; kurangnya tenaga-tenaga kerja yang terlatih dan trampil dalam unit-unit lokal; kurangnya sumber-sumber dana untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab; adanya sikap keengganan untuk melakukan delegasi wewenang; dan kurangnya infrastruktur teknologi dan infra struktur fisik dalam menunjang pelaksanaan tugas-tugas pelayanan penumpang. Demikian juga Malcolm Walters menambahkan bahwa kegagalan daripada pelayanan penumpang ini disebabkan karena aparat (birokrasi) tidak menyadari adanya perubahan dan pergeseran yang terjadi dalam budaya masyarakatnya dari budaya yang bersifat hirarkhis, budaya yang bersifat individual, budaya yang bersifat fatalis, dan budaya yang bersifat egaliter.

4.7 EfektivitasPelayanan Penumpang

Substansi pelayanan penumpang selalu dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pelayanan pennumpang ini menjadi semakin penting karena senantiasa berhubungan dengan khalayak masyarakat ramai yang memiliki keaneka ragaman kepentingan dan tujuan. Oleh karena itu institusi pelayanan penumpang dapat dilakukan oleh pemerintah maupun non- pemerintah. Jika pemerintah, maka organisasi birokrasi pemerintahan merupakan


(49)

organisasi terdepan yang berhubungan dengan pelayanan penumpang, dan jika non- pemerintah, maka dapat berbentuk organisasi partai politik, organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan yang lain.

Siapapun bentuk institusi pelayanananya, maka yang terpenting adalah bagaimana memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan penumpang mencakup berbagai program-program pembangunan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Tetapi dalam kenyataannya, birokrasi yang dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan tersebut, seringkali diartikulasikan berbeda oleh masyarakat. Birokrasi di dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan (termasuk di dalamnya penyelenggaraan pelayanan penumpang) diberi kesan adanya proses panjang dan berbelit-belit apabila masyarakat menyelesaikan urusannya berkaitan dengan pelayanan aparatur pemerintahan . Akibatnya, birokrasi selalu mendapatkan citra negatif yang tidak menguntungkan bagi perkembangan birokrasi itu sendiri (khususnya dalam hal pelayanan penumpang).

Oleh karena itu dalam merespon prinsip-prinsip pelayanan penunpang yang perlu dipedomani oleh segenap aparat birokrasi peleyanan penumpang , maka kiranya harus disertai pula oleh sikap dan perilaku yang santun, keramah tamahan dari aparat pelayanan penumpang baik dalam cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan proses pelayanan maupun dalam hal ketapatan waktu pelayanan.

Pelayanan penumpang merupakan semua pelayanan yang diberikan oleh negara melalui alat-alat kelengkapannya (agencies) bagi masyarakat. Pelayanan penumpang secara umum dibedakan atas pelayanan dasar dan pelayanan lanjutan. Pelayanan dasar adalah


(50)

pelayanan yang wajib dan harus dipenuhi dan kebutuhannya mendesak. Sedangkan pelayanan lanjutan adalah pelayanan penumpang yang dapat dipenuhi setelah pelayanan dasar diberikan.

Sementara itu, prinsip pelayanan penumpang meliputi pertama, kesederhanaan yang merupakan prosedur yang tidak berbelit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. Kedua, kejelasan yang merupakan persyaratan, unit pelaksana, penanggung jawab, penerima keluhan, rincian biaya dan tata cara pembayaran. Ketiga, kepastian waktu yaitu ada kepastian waktu penyelesaian. Keempat, akurasi yaitu produk harus dapat diterima denagn benar, tepat dan sah. Kelima, keamanan yaitu proses dan produk memberi rasa aman dan kepastian hukum. Keenam, tanggung jawab yaitu penyelenggara bertanggung jawab secara penuh atas penyelenggaraan pelayanan penumpang. Ketujuh, kelengkapan sarana dan prasarana yaitu tersedianya sarana dan prasarana kerja termasuk telekomunikasi. Kedelapan, kemudahan akses yaitu tempat dan lokasi mudah dijangkau oleh masyarakat baik secara fisik maupun melalui media komunikasi. Kesembilan, kesiplinan, kesopanan, keramahan yaitu pemberi pelayanan harus disiplin, sopan santun, ramah melayani dengan ikhlas. Kesepuluh, kenyamanan yaitu lingkungan pelayanan tertib, teratur, bersih, rapih, dan dilengkapi fasilitas pendukung.

4.8 Pelayanan Penumpang di Bandar Udara

Bahwa bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang dan /atau bongkar muat barang dan/atau pos yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan, dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi. Terkait dengan hal tersebut bandar udara adalah tempat yang sarat dengan berbagai aktivitas kegiatan perekonomian dan berbagai


(51)

jenis pelayanan publik baik jasa tersebut diberikan oleh perusahaan/badan hukum Indonesia, perorangan (stake holder) lainnya yang mempunyai aktivitas di bandar udara maupun jasa yang diberikan oleh penyelenggara bandar udara. Adapun jasa yang diberikan oleh penyelenggara bandar udaraa dalah disebut pelayanan jasa kebandar udaraan. Pelayanan jasa kebandar udaraan dikelompokkan menjadi :

a. Pelayanan jasa kegiatan penerbangan yang terdiri dari;

1) Pelayanan Jasa Pendaratan, Penempatan dan Penyimpanan Pesawat Udara. dalam hal ini yang memberikan jasa penyelenggara bandar udara dan yang menerima jasa adalah perusahaan angkutan udara.

Dalam penempatan dan penyimpanan pesawat udara ini terdapat beberapa hal yang memang harusdiperhatikanyaitu pertama, breakdown of separation yaitu suatu kejadian dalam proses pemandu lalu lintas udara yang mengakibatkan terjadinya separasi kurang dari standar minimum yang ditentukan untuk masing-masing klasifikasi pelayanan. Kedua, Breakdown of Coordination yaitu suatu kejadian dalam proses pemanduan lalu lintas udara dimana prosedur koordinasi antar ATS unit yang terkait tidak dilakukan sesuai prosedur koordinasi yang ditetapkan. Ketiga, Waktu Holding yaitu waktu menunggu yang diperlukan bagi pesawat udara sejak disampaikannya permintaan ijin mendarat sampai diperolehnya ijin mendarat. Keempat, Kelengkapan Maka Landasan yaitu suatu kelengkapan yang ada dilandasan yang dapat memberikan petunjuk yang diperlukan dengan jelas dan benar. Kelima, Skid Resistance yaitu suatu keadaan permukaan landasan guna mendukung pencapaian break action. Keenam, kenyamanan keselamatan pendaratan yaitu kenyamanan/keselamatan dalam pendaratan yang dikaitkan dengan tersedianya fasilitas kondisi landasan yang sesuai dengan standar ketentuan yang berlaku. Ketujuh, tidak ada obstacel yaitu kondisi kawasan keselamatan operasi penerbangan


(52)

yang masih dalam batas toleransi yang ada pada ketentuan keselamatan penerbangan. Kedelapan, response time yaitu waktu tanggap yang diperlukan oleh unit-unit PKP-PK sejak diterimanya informasi accident pesawat udara sampai mencapai ujung landasan terjauh. Kesembilan, service ability yaitu kemampuan peralatan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku selama periode tertentu. Kesepuluh, readibility yaitu kemampuan peralatan radio dalam memancarkan atau menerima sinyal sesuai standar yang ditentukan. Kesebelas, kapasitas apron yaitu kemampuan apron dalam menampung jumlah pesawat udara sesuai dengan volume lalu lintas yang dilayani. Bentuk pelayanan penempatan dan penyimpanan pesawat udara ini meliputi ; Pelayanan lalu lintas udara untuk membantu pendaratan, Landasan yang memenuhi persyaratan keselamatan penerbangan, Tersedianya Pertolongan Kecelakaan Penerbangan-Pemadam Kebakaran, Tersedianya Instrumen Lending System (ILS), Tersedianya Doppler Very High Frequency Omnidirectional Radio Range (DVOR), Tersedinya Distance Measuring Equipment (DME), Tersedianya NDBL ocalizer, Radar, Peralatan telekomunikasi, Approach Light,Tersedia Marka, Apron Light, Guidance Sign, Parking Stand, FloodLight, Hanggar dan pengamanan lingkungan hanggar.

2) Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara, dalam hal ini yang memberikan jasa adalah penyelengara bandar udara, dan yang menerima jasa adalah penumpang pesawat udara saat sebelum dan sesudah terbang atau saat proses check-in sampai dengan boarding dan saat proses penerimaan bagasi.

3) Pelayanan Jasa Penerbangan (PJP) pelayanan ini diberikan oleh penyelenggara bandar udara kepada pesawat udara yang berangkat, datang dan yang melewati ruang udara yang menjadi tanggung jawab pengendaliannya guna menjamin keselamatan penerbangan tersebut.


(53)

4) Pelayanan jasa pemakaian counter, pelayanan atau penyediaan counter dan fasilitasnya oleh penyelenggara bandar udara untuk kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan dalam proses pelayanan check-in.

5) Pelayanan Jasa Pemakaian Garbarata (avio bridge), pelayanan yang disediakan oleh penyelenggara bandar udara untuk perusahaan angkutan udara guna memperlancar proses boarding.

b. Pelayanan jasa kegiatan penunjang bandar udara meliputi;

1) Pelayanan jasa yang secara langsung menunjang kegiatan penerbangan, yang dapat diselenggarakan oleh unit pelaksana dari badan usaha kebandar udaraan, badan hukum Indonesia atau perseroan atas persetujuan penyelenggara bandar udara, jasa ini terdiri dari; penyediaan hangar pesawat udara, perbengkelan pesawat udara, pergudangan, jasa boga pesawat udara, pelayanan jasa teknis penanganan pesawat udara didarat (ground handling), pelayanan jasa penumpang dan bagasi, jasa penanganan kargo, dan jasa lainnya yang secara langsung menunjang kegiatan penerbangan.

2) Pelayanan jasa yang secara langsung atau tidak langsung menunjang kegiatan kegiatan bandar udara yang terdiri dari; jasa penyediaan penginapan/hotel, jasa penyediaan toko dan restoran, jasa penempatan kendaraan bermotor, jasa perawatan, jasa penggunaan ruangan, jasa penggunaan tanah, jasa tanda masuk (pas) bandara, jasa penggunaan air, jasa penggunaan telpon, jasa penggunaan listrik dan jasa lainnya yang menunjang secara langsung atau tidak langsung kegiatan bandar udara.

Penyelenggara bandar udara adalah penyelenggara pelayanan publik yang harus memiliki standar pelayanan yang dipublikasikan kepada konsumen sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan


(54)

dalam penyelenggaran pelayanan publik yang wajib /harus dipatuhi oleh pemberi pelayanan atau penerima pelayanan.

Standar pelayanan, sekurang-kurangnya meliputi;

a. Prosedur pelayanan, prosedur pelayanan harus baku dan berlaku bagi pemberi dan penerima pelayanan,

b.Waktu penyelesaian, yaitu waktu yang ditetapkan sejak saat pengajuan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan,

c. Biaya pelayanan, yaitu besarnya biaya/tarif yang diperlukan termasuk rincian yang ditetapkan dlam proses pelayanan publik,

d. Produk pelayanan artinya hasil pelayanan sesuai ketentuan standar e. Sarana dan prasarana artinya sarana dan prasarana harus tersedia memadai, f . Kompetensi petugas pemberi pelayanan

Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.

Sejalan dengan hal tersebut Direktorat Jenderal Perhubungan Udara telah mengeluarkan berbagai keputusan yang mendukung kebijakan tersebut antara lain:

a) Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP 284/X/1999 tentang Standar Kinerja Operasional Bandar Udara yang terkait dengan tingkat pelayanan di bandar udara sebagai dasar kebijakan pentarifan jasa kebandar udaraan.

b) Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP 347/XII/1999 tentang Standar rancang bangundan /atau rekayasa fasilitas dan peralatan bandar udara.


(55)

c) Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/77/VI/2005 tentang Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara.

Mendasari dari berbagai jenis pelayanan publik yang diuraikan diatas,mengingat jasa yang paling banyak diterima secara langsung oleh penumpang pesawat udara maka tesis ini akan memfokuskan penelitian pada Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara Berdasarkan Standar Kinerja Operasional Bandar Udara yang terkait pada tingkat pelayanan jenis pelayanan jasa penumpang pesawat udara, dengan faktor pendukung pelayanan terminal penumpang, terdapat 2 kelompok pelayanan yang berorientasi pada keselamatan, keamanan, kelancaran dan yang berorientasi pada kenyamanan. Yang berorientasi pada keselamatan, keamanan,dan kelancaran bentuk pelayanannya adalah; pelayanan check-in, pelayanan pemeriksaan sekuriti penumpang dan barang, pelayanan imigrasi keberangkatan dan kedatangan, pelayanan bea cukai, pelayanan penyerahan bagasi saat kedatangan.Sedangkan yang berorientasi pada kenyamanan bentuk pelayanannya adalah;ketersediaan kapasitas terminal, kesejukan ruang terminal, kebersihan ruang terminal, kemudahan bagi penumpang untuk mengangkut bagasinya, tersedianya pelayanan informasi dan ketersedianya fasilitas umum.

4.9 Waktu Pelayanan sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan

Dalam pelayanan jasa penumpang pesawat udara ada beberapa hal yang memang harus diperhatikan yaitu pertama, waktu tunggu yaitu waktu yang diukur sejak masuk kedalam antrian sampai siap dilayani bagi penumpang pesawat udara untuk setiap bentuk pelayanan. Kedua, waktu proses yaitu waktu yang diukur sejak mulai diproses sampai selesai dan keluar antrian bagi penumpang pesawat udara untuk setiap bentuk pelayanan. Ketiga, kondisi normal yaitu proses pemeriksaan awal sekuriti terhadap penumpang dan barang yang tidak memerlukan pemeriksaan lanjut. Keempat, kondisi khusus yaitu proses pemeriksaan sekuriti terhadap


(56)

penumpang dan barang yang memerlukan pemeriksaan lanjut antara lain body search. Kelima, penyerahan bagasi pertama yaitu waktu yang digunakan dalam proses penyerahan barang kepada penumpang yang dihitung dari mulai pesawat block on/ bongkar bagasi sampai bagasi pertama tiba di baggage claim. Keenam, penyerahan bagai terakhir yaitu waktu yang digunakan dalam proses penyerahan barang/bagasi mulai dari pesawat block on/bongkar bagasi sampai bagasi terakhir tiba di baggage claim.

Masalah waktu memang telah dijelaskan dalam standar kinerja pelayanan bandar udara, berikut gambaran atau potret yang berhasil direkam oleh petugas kantor Administrator bandar udara terhadap pelayanan penumpang yang terkait dengan pelayan jasa penumpang pesawat udara di bandara Polonia yaitu meliputi :

1. Pelayanan check in

Waktu menunggu pelayanan check in adalah 8 menit 31 detik. Dan proses ketika check in adalah 2 menit 23 detik. Namun pada kondisi khusus ditemukan bahwa penumpang bisa menunggu lebih dari 20 menit dan ketika proses check in, penumpang harus menunggu lebih dari 3 menit. Hasil pantauan dilapangan menunjukkan bahwa penyebab kelebihan waktu ini disebabkan pertama, ketidaksiapan petugas check in. Petugas check in memang sangat tidak efektif karena jumlah personil yang tidak memadai, padahal antrian penumpang sangat panjang. Kedua, jumlah counter yang dibuka tidak propersional dengan jumlah penumpang yang melaksanakan check-in, terlebih kalau waktunya datang melapor bersamaan pada menit-menit terakhir batas waktu check-in. Padahal jika counter check in disediakan secara proporsional maka akan lebih bisa melayani penumpang dalam waktu yang singkat. Ketiga, kondisi semakin diperparah dengan adanya penumpang yang tidak mau


(57)

mengantri dan pada akhirnya semakin memperlambat proses check in. Kondisi penumpang yang tidak mau antri ini juga merupakan kelalaian petugas check in yang tidak menyediakan personil keamanan untuk mengatur antrian. Keempat, waktu semakin panjang ketika antrian juga dipadati oleh porter yang justru membuat suasana antrian semakin kacau. Tidak mau bersabar mungkin itulah jawaban yang pantas terhadap kekacauan yang terjadi ketika check in.

2. Pemeriksaan sekuriti penumpang dan barang

Pemeriksaan sekuriti penumpang pada kondisi normal adalah 3 menit dan kondisi khusus 8 menit. Dalam pemeriksaan ini memang tidak menjadi permasalahan. Pemeriksaan sekuriti penumpang bisa dilakukan kurang dari 3 menit. Hasil pantauan dilapangan menunjukkan bahwa pemeriksaan sekuriti penumpang hanya membutuhkan waktu 30 detik pada kondisi normal. Yang menjadi permasalahan adalah pada saat penumpang puncak gate pemeriksaan hanya satu yang dibuka karena kurangnya personil. Tidak jarang dilapangan ditemukan pemeriksaan yang tidak maksimal artinya masih ada temuan petugas merasa sungkan untuk melarang keluarga dekatnya atau kerabat yang sudah dikenal masuk ke ruang tunggu tanpa tiket atau tanpa pas bandara . Hal ini akan berpotensi timbulnya ancanam terhadap keselamatan penerbangan dan bahkan memudahkan penyelundupan yang tidak terdeteksi dengan cermat.

3. Imigrasi keberangkatan

Waktu menunggu sesuai standar kinerja pelayanan publik di bandar udara adalah 15 menit. Dari hasil pengamatan waktu tunggu rata-rata 5 menit 15 detik sedangkan waktu proses rata-rata 1 menit 44 detik. Namun apabila ada hal khusus yang memerlukan pemencermatan pelayanan bisa memakan waktu proses lebih dari 5 menit.


(58)

4. Imigrasi kedatangan

Waktu menunggu kedatangan seharusnya kurang dari 15 menit. Dari hasil pengamatan waktu tunggu rata-rata 8 menit sedangkan standar waktu proses kurang dari 2 menit. Hasil pengamatan di lapangan waktu poroses rata-rata 1 menit 15 detik. Namun apabila ada hal khusus yang memerlukan pemencermatan pelayanan bisa memakan waktu proses lebih dari 5 menit.

5.Pelayanan bea cukai

Waktu menunggu pelayanan bea cukai seharusnya kurang dari 15 menit. Dari hasil pengamatan waktu tunggu rata-rata 5 menit 31 detik, sedangkan waktu proses 2menit 45 detik Namun kondisi di lapangan bisa lebih dari 20 menit, apabila ditemui ada hal khusus yang memerlukan pencermatan. Dengan kata lain pelayanan bea cukai memang masih perlu ditingkatkan. Pelayanan kurang ramah menjadi masalah bagi penumpang.

6. Penyerahan bagasi

Waktu penyerahan bagasi seharusnya kurang dari 20 menit. Tapi tidak jarang bagasi bisa diambil setelah 20 menit, hal ini disebabkan kapasitas gravity roller yang terbatas. Penyerahan bagasi memang menjadi persoalan tersendiri. Banyak barang bawaan penumpang yang hilang dari bagasi atau bahkan ada bungkusan yang sudah rusak atau robek, akibat kondisi gravity roller yang lurus (bukan circular) berpotensi menumpuknya barang pada suatu tempat tanpa terkendali. Sebetulnya penyelenggaran Bandara ( PT. Angkasa Pura II ) telah memprogramkan gravity roller type O (melingkar) pada tahun 2006, akan tetapi karena terjadi kebakaran maka dana dialihkan untuk perbaikan terminal yang terbakar.


(1)

4. Imigrasi kedatangan

Waktu menunggu kedatangan seharusnya kurang dari 15 menit. Dari hasil pengamatan waktu tunggu rata-rata 8 menit sedangkan standar waktu proses kurang dari 2 menit. Hasil pengamatan di lapangan waktu poroses rata-rata 1 menit 15 detik. Namun apabila ada hal khusus yang memerlukan pemencermatan pelayanan bisa memakan waktu proses lebih dari 5 menit.

5.Pelayanan bea cukai

Waktu menunggu pelayanan bea cukai seharusnya kurang dari 15 menit. Dari hasil pengamatan waktu tunggu rata-rata 5 menit 31 detik, sedangkan waktu proses 2menit 45 detik Namun kondisi di lapangan bisa lebih dari 20 menit, apabila ditemui ada hal khusus yang memerlukan pencermatan. Dengan kata lain pelayanan bea cukai memang masih perlu ditingkatkan. Pelayanan kurang ramah menjadi masalah bagi penumpang.

6. Penyerahan bagasi

Waktu penyerahan bagasi seharusnya kurang dari 20 menit. Tapi tidak jarang bagasi bisa diambil setelah 20 menit, hal ini disebabkan kapasitas gravity roller yang terbatas. Penyerahan bagasi memang menjadi persoalan tersendiri. Banyak barang bawaan penumpang yang hilang dari bagasi atau bahkan ada bungkusan yang sudah rusak atau robek, akibat kondisi gravity roller yang lurus (bukan circular) berpotensi menumpuknya barang pada suatu tempat tanpa terkendali. Sebetulnya penyelenggaran Bandara ( PT. Angkasa Pura II ) telah memprogramkan gravity roller type O (melingkar) pada tahun 2006, akan tetapi karena terjadi kebakaran maka dana dialihkan untuk perbaikan terminal yang terbakar.


(2)

Para penumpang cenderung ingin menikmati fasilitas belanja dimana mereka dapat melihat-lihat dan berbelanja apabila mempunyai cukup waktu sebalum naik pesawat. Pada beberapa bandar udara besar, kurang lebih 10-20% dari area terminal diperuntukan bagi ruang konsesi ini. Memperhatikan kecendrungan penumpang untuk membelanjakan sebagian uangnya untuk berbelanja di bandar udara,ruang konsesi ini dapat memberikan sumbangan kurang lebih dari 30%-50% dari pendapatan total bandar udara.

Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya fasilitas-fasilitas ini adalah jumlah penumpang, keberadaan fasilitas yang bersangkutan diluar bandar udara, potensi konsesi dan biaya sewa. Jenis fasilitas ini antara lain adalah restoran, kios majalah, kios bunga, pakaian, salon, counter penyewaan mobil, asuransi, kantor pos, bank, telepon umum. Selain itu ada fasilitas penunjang yaitu kantor pengelola, ruang mekanikal, ruang komunikasi, ruang rapat, dapur, toilet umum dan toilet bagi penyandang cacat.

Hasil pantauan dilapangan bahwa sarana dan prasarana yang terdapat di bandar udara Polonia Medan sangat dirasakan kurang memadai. Hal ini bisa terlihat pada tidak terdapatnya fasilitas umum yang memadai seperti telepon umum, kamar mandi umum dan pusat kesehatan. Boleh jadi karena efisiensi terhadap biaya yang akan dikeluarkan, mengingat tahun 2014 operasional bandara akan beralih ke bandara baru di Kwala Namu.

Bahkan dari segi sarana pengamanan dirasakan masih perlu ditingkatkan. Peristiwa terbakarnya Polonia disebabkan tidak berfungsinya hydran sebagai alat pemadam kebakaran. Kebakaran hebat yang terjadi di ruang keberangkatan menjadi kenangan yang tidak terlupakan. Tapi pengalaman tersebut tidak menjadi pelajaran bagi pengelolan bandar udara Polonia. Padahal sebelumnya telah terjadi kebakaran hebat yang


(3)

meluluhlantakan terminal keberangkatan luar negeri. Selain itu, sarana CCTV juga tidak berfungsi. Sehingga kondisi ini semakin sulit untuk mengontrol kondisi bandar udara Polonia.

Penyediaan fasilitas umum dan kelengkapannya bergantung dengan ruang dan kapasitas penumpang. Penyediaan toilet harus direncanakan berdasarkan kebutuhan minimum dengan mempertimbangkan jumlah penumpang pada jam sibuk. Khusus pelayanan fasilitas umum, Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen, YLKI mencatat bahwa pelayanan kebersihan toilet /WC Bandar Udara Polonia paling banyak mendapatkan keluhan konsumen. Namun berdasarkan pengaduan konsumen dalam Bulan Pengaduan Perbaikan Pelayanan Jasa Bandar Udara yang diprakarsai oleh LAPKYLKI periode Januari 2008 (Harian Bisnis Indonesia). Tersedianya fasilitas khusus bagi orang cacat, juga memerlukan perhatian khusus. Fasilitas umum lainya harus selalu tersedia seperti, telepon umum, anjungan tunai mandiri, fasilitas internet, media informasi baik koran, majalah maupun elektronik, semuanya bila perlu disediakan secara cumacuma khususnya bagi yang telah membayar pelayanan jasa penumpang pesawat udara.

Fasilitas umum seharusnya tersedia informasi, kamar mandi, telepon umum. Namun fasilitas tersebut dirasakan masih kurang. Dengan kata lain Fasilitas umum memang tersedia namun tidak terawat dengan baik. Kondisi kamar mandi tidak terawat dan membuat para penumpang merasa tidak nyaman. Terlebih lagi kamar mandi yang berada diluar bandar udara Polonia. Fasilitas umum lainnya seperti telepon umum tidak berfungsi dengan baik. Dan tentu saja hal ini akan menyulitkan bagi penumpang yang tidak menggunakan handphone.


(4)

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka ada beberapa hal yang menjadi kesimpulan yaitu :

1. Masih banyak ditemukan waktu pelayanan yang sangat lama yang tidak sesuai dengan standar pelayanan publik bandar udara. Waktu yang sesuai dengan prosedur waktu yang ditetapkan dalam standar pelayanan publik hanyalah proses sekuriti pemeriksaan barang dan penumpang. Namun pelayanan dalam waktu keberangkatan dan kedatangan masih perlu ditingkatkan.

2. Implementasi pelayanan publik di Bandar Udara belum maksimal sesuai dengan ketentuan standar pelayanan yang telah ditetapkan melalui SK Dirjen Perhubungan Udara Nomor SKEP/284/x/1999.

3. Indikator lain adalah kompetensi dan kepedulian terhadap etos kerja Petugas yang dirasakan perlu ditingkatkan. Hal ini bisa dilihat betapa pelayanan publik yang baik masih jauh dari yang diharapkan. Padahal kualitas pelayanan yang baik sangat tergantung pada petugas yang memang benar berkompeten dibidangnya masing-masing.

4. Sarana dan prasarana yang tersedia belum memadai. Sarana dan prasaran yang terdapat di bandar udara Polonia Medan sangat dirasakan kurang memadai. Hal ini bisa terlihat pada tidak terdapatnya fasilitas umum yang memadai seperti telepon umum, kamar mandi umum dan pusat kesehatan.


(5)

Saran

1. Perlu ada perbaikan dari segi aturan standar dan implementasi standar pelayanan penumpang di bandar udara Polonia.

2. Waktu pelayanan penumpang harus menjadi perhatian penuh pihak bandara.

3. Perlu ada peningkatan pengawasan oleh regulator terhadap pelayanan penumpang di bandar udara Polonia.

4. Perlu ada perbaikan dan penyesuaian sarana dan prasrana sesuai dengan standar baku di bandar udara Polonia.

5. Perlu melibatkan masukan pihak pengguna jasa bandara dan pengguna jasa angkutan udara (stakeholders) untuk memperbaiki pelayanan penumpang di bandar udara Polonia.


(6)

Buku

Direktorat Aparatur Negara, Bappenas, 2004, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Jakarta.

Flyn, N. 1990. Public Sektor Management; Harvester Wheatsheaf: London

Suprijadi, Anwar 2004. Kebijakan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dalam Pelayanan Publik, Disampaikan pada Peserta Diklatpim Tingkat II Angkatan XIII Kls.A dan B, Tanggal 19 Juli 2004. di Jakarta.

Yoeti. A. Oka. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Penerbit Angkasa. Bandung

Madjid Mukhtar. 2003. Geografi Pariwisata Indonesia. Medan : Bartong Jaya

Hermantoro Henky. 2011. CREATIVE-BASED TOURISM. Dari Wisata Rekreatif menuju Wisata Kreatif. Penerbit Anditri. Jawa Barat

Pitana, I, Gede. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta : Andi.