BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem pengembangan karir, konflik peran ganda dan kompensasi terhadap intention to leave karyawan wanita
pada PT. Garuda Indonesia, Tbk Medan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan Uji F diketahui bahwa variabel sistem pengembangan arir, konflik
peran anda, dan kompensasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Intention to Leave karyawan wanita PT Garuda Indonesia, Tbk Medan.
2. Berdasarkan Uji t diketahui bahwa variabel sistem pengembangan karir berpengaruh signifikan terhadap intention to leave. Hal ini berarti apabila
perusahaan merancang sistem pengembangan karir yang baik, maka intention to leave akan menurun.
3. Berdasarkan Uji t diketahui bahwa variabel konflik peran ganda berpengaruh signifikan terhadap intention to leave. Hal ini berarti apabila semakin tinggi
tingkat konflik yang terjadi, maka intention to leave karyawan akan meningkat. 4. Berdasarkan Uji t diketahui bahwa variabel kompensasi berpengaruh tidak
signifikan terhadap intention to leave. Hal ini berarti apabila kompensasi diberikan secara adil dan layak kepada karyawan, maka tingkat intention to leave
karyawan akan menurun.
Universitas Sumatera Utara
5. Berdasarkan nilai koefisien determinasi, sistem pengembangan karir, konflik peran ganda, dan kompensasi tidak memiliki hubungan yang erat dengan nilai
koefisien determinasi sebesar 0,24 atau sama dengan 24 disebabkan karena ada variabel yang berpengaruh negatif dan tidak signifikan.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka peneliti memberi saran sebagai berikut :
1. Sistem pengembangan karir a. Bagi perusahaan
Dengan struktur jabatan yang rendah maka pengembangan karir karyawan cenderung flat. Sebaiknya perusahaan merencanakan jumlah karyawan yang
akan dipromosikan yang telah memenuhi syarat untuk promosi jabatan agar mereka mampu mengembangkan karir mereka sehingga karyawan tidak merasa
bosan dengan posisi jabatan dan pekerjaan yang monoton. Perusahaan harus benar-benar merancang sistem mutasi yang baik agar
karyawan tidak merasa bahwa mutasi kerja justru menciptakan rasa bosan karena perubahan lingkungan kerja maupun beban kerja yang semakin berat.
Untuk itu perusahaan harus menyesuaikan sistem mutasi dengan kebutuhan pekerjaan dan karyawan.
b. Bagi karyawan Karyawan harus selalu meningkatkan pengetahuan agar mampu
mengerjakan pekerjaan pada jenjang karir yang lebih tinggi. Selain itu dengan pengetahuan yang luas maka karyawan akan mampu meningkatkan prestasi
kerjanya sehingga Ia mampu dipromosikan ke jenjang karir yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2. Konflik peran ganda a. Bagi perusahaan
Dengan keadaan karyawan wanita yang rata-rata memiliki anak usia batita bayi dibawah tiga tahun maka perusahaan sebaiknya lebih memperhatikan
beban kerja dan jam kerja bagi karyawan. Tekanan kerja mampu menciptakan rasa jenuh dan bahkan stress yang dapat menimbulkan sehingga banyak
karyawan yang memutuskan untuk meninggalkan perusahaan. Sebaiknya perusahaan menyediakan sebuah fasilitas tempat penitipan anak bagi
karyawan wanita yang berada di dekat kantor sehingga mereka merasa lebih tenang dalam bekerja karena mereka bisa berinteraksi dengan anak mereka
saat-saat jam istirahat. Selain itu perusahaan juga harus benar-benar menyeleksi criteria pengasuh anak yang memenuhi standard yang sesuai dengan
pengasuhan anak. Hal ini dikarenakan banyak pegawai wanita yang memiliki anak dengan usia batita.
b. Bagi karyawan Bagi karyawan wanita yang mengalami peran ganda, hendaknya dapat
melakukan antisipasi terhadap munculnya konflik peran ganda dengan melakukan:
a. Melakukan manajemen waktu yang baik agar tidak terjadinya bentrokan waktu antara peran sebagai ibu rumah tangga dan peran sebagai
karyawan. b. Menciptakan komunikasi yang hangat dan baik kepada atasan, sesama
rekan kerja dan suami, anak-anak dan keluarga agar dapat menjaga
Universitas Sumatera Utara
kedua peran yang dijalankan sehingga setiap peran dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.
c. Jika terjadi masalah yang diakibatkan konflik peran ganda, maka diselesaikan dengan tenang sehingga tidak berdampak buruk baik
terhadap rumah tangga, maupun terhadap dunia pekerjaan. d. Pisahkan antara masalah rumah tangga dengan masalah pekerjaan,
sehingga jika terjadi masalah salah satu peran dapat membantu dalam memecahkan masalah.
3. Kompensasi a. Bagi perusahaan
Perusahaan sebaiknya terus mempertahankan sistem kompensasi yang diberikan kepada karyawan. Selain kompensasi finansial yang merupakan
kompensasi utama, perusahaan juga harus selalu memperhatikan dan menambah kompensasi non finansial untuk memberikan rasa nyaman kepada
karyawan saat bekerja. b. Bagi karyawan
Karyawan sebaiknya terus meningkatkan presrtasi kerja sehingga dapat dipromosikan ke jenjang karir yang lebih tinggi sehingga menerima
kompensasi yang lebih baik dan mampu menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. 4. Penelitian ini menggunakan 3 variabel bebas untuk mengukur tingkat intention
to leave karyawan sehingga disarankan bagi peneliti selanjutnya diharapkan memperhatikan variabel tersebut dengan mengembangkan indikator yang lebih
tepat atau menambahkan variabel lainnya seperti budaya organisasi, gaya
Universitas Sumatera Utara
kepemimpinan, komitmen organisasi, lingkungan kerja dan variabel lainnya yang lebih relevan yang memiliki pengaruh terhadap intention to leave sehingga dapat
membantu tercapainya tujuan perusahaan pada PT. Garuda Indonesia, Tbk Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengembangan Karir
2.1.1.1 Pengertian Pengembangan Karir
Pengembangan karir sangat diharapkan oleh setiap karyawan yang bekerja di suatu perusahaan. Pengembangan karir tercermin dalam gagasan bahwa orang
selalu ingin bergerak maju dan meningkat dalam pekerjaan yang dipilihnya. Pengembangan karir didalam perusahaan sangat mempengaruhi kualitas sumber
daya manusia di perusahaan tersebut. Apabila terdapat suatu proses pengembangan karir yang baik maka keinginan karyawan untuk meningkatkan
kinerja semakin tinggi. Dengan adanya pengembangan karir maka karyawan akan mendapatkan
hak-hak yang lebih baik dari apa yang telah mereka dapatkan sebelumnya baik material maupun non material. Hak-hak yang bersifat material dapat berupa
kenaikan pendapatan, perbaikan fasilitas dan sebagainya. Sementara hak-hak yang bersifat non material dapat berupa perubahan status sosial, rasa bangga dan
sebagainya. Mangkunegara 2005 : 77 mengatakan “Pengembangan karir adalah
aktifitas kepegawaian yang membantu pegawai-pegawai merencanakan karir masa depan mereka diperusahaan agar perusahaan dan pegawai yang bersangkutan
dapat mengembangkan diri secara maksimum. Karyawan bekerja di sebuah perusahaan tentunya untuk membantu dirinya menjadi lebih baik dari taraf hidup
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya. Untuk itu karyawan harus memiliki sebuah perencanaan karir masa depan. Rivai 2008 : 290 mengatakan bahwa “pengembangan karir adalah proses
peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan”. Dalam hal ini proses pengembangan karir merupakan usaha
sesorang yang dilalui melalui proses dengan meningkatkan kemampuan kerja yang karyawan miliki sehingga mereka mampu meningkatkan kinerja dan berhasil
mencapai karir yang diinginkan. Karyawan tidak akan bekerja diperusahaan tersebut apabila tidak terdapat sebuah sistem pengembangan karir yang jelas
karena karyawan bekerja untuk mencapai target karir yang mereka inginkan. Mondy 2008 : 243 “Pengembangan karir adalah pendekatan formal yang
digunakan organisasi untuk memastikan bahwa orang dengan kualifikasi dan pengalaman yang tepat tersedia jika dibutuhkan”. Pengembangan karir merupakan
suatu pendekatan formal didalam sebuah organisasi dimana organisasi mampu menentukan karyawan dengan kualifikasi yang tepat serta pengalaman yang tepat
jika dibutuhkan didalam sebuah jabatan. Pengalaman kerja yang dimiliki karyawan juga merupakan salah satu hal yang mampu membantu karyawan
dalam mencapai sasaran karir mereka. Pengertian pengembangan karir menurut Flippo 2000 : 243 dapat diartikan sebagai “sederetan kegiatan kerja yang
terpisah-pisah namun masih merupakan atau mempunyai hubungan yang saling melengkapi, berkelanjutan, dan memberikan makna bagi kehidupan seseorang”.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian pengembangan karir adalah kegiatan untuk melakukan perencanaan karir dalam
rangka meningkatkan pribadi dimasa yang akan datang agar kehidupannya
Universitas Sumatera Utara
menjadi lebih baik. Bagi karyawan pengembangan karir merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan motivasi kerja dalam usaha untuk mencapai
target karir yang mereka inginkan. Semakin tinggi pencapaian karir seseorang didalam sebuah perusahaan maka karyawan semakin mampu dalam meningkatkan
taraf dan kualitas hidup yang lebih baik dari kehidupannya yang sebelumnya.
2.1.1.2 Faktor-faktor Pengembangan Karir
Siagian 2006 : 2015 menyatakan ada tujuh cara yang dapat dilakukan untuk melihat dimensi dari pengembangan karir, antara lain:
1. Prestasi Kerja
Faktor yang paling penting untuk meningkatkan dan mengembangkan karir seorang karyawan adalah pada prestasi kerjanya dalam melakukan tugas yang
dipercayakan kepadanya. Tanpa prestasi yang memuaskan, sukar bagi seorang pekerja untuk diusulkan oleh atasan agar dipertimbangkan untuk dipromosikan
ke pekerjaan atau jabatan yang lebih tinggi dimasa depan. 2.
Pengenalan oleh Pihak Lain Adalah berbagai pihak yang berwenang memutuskan layak tidaknya seseorang
dipromosikan seperti atasan langsung dan pimpinan bagian kepegawaian yang mengetahui kemampuan dan prestasi kerja seorang pegawai.
3. Kesetiaan Pada Organisasi
Merupakan dedikasi seorang karyawan yang ingin terus berkarya dalam organisasi tempatnya bekerja untuk jangka waktu yang lama.
4. Pembimbing dan Sponsor
Universitas Sumatera Utara
Pembimbing adalah orang yang memberikan nasehat-nasehat atau saran-saran kepada karyawan dalam upaya mengembangkan karirnya
5. Dukungan Para Bawahan
Merupakan dukungan yang diberikan para bawahan dalam bentuk mensukseskan tugas manajer yang bersangkutan
6. Kesempatan Untuk Bertumbuh
Merupakan kesempatan yang diberikan kepada karyawan untuk meningkatkan kemampuannya, baik melalui pelatihan-pelatihan, kursus, dan juga
melanjutkan jenjang pendidikannya. 7.
Berhenti Atas Kemauan Sendiri Merupakan keputusan seorang karyawan untuk berhenti bekerja dan beralih ke
institusi pendidikan lain yang memberikan kesempatan lebih besar untuk mengambangkan karir.
2.1.1.3 Tujuan Pengembangan Karir
Untuk menghadapi tuntutan dan tugas sekarang dan terutama untuk menjawab tantangan masa depan, pengembangan karyawan merupakan keharusan
mutlak. Kemutlakan itu tergambar pada berbagai jenis manfaat yang dapat dipetik daripadanya, baik organisasi, para karyawan maupun bagi pertumbuhan dan
pemeliharaan hubungan yang serasi antara berbagai kelompok kerja dalam suatu organisasi. Berarti semuanya bermuara pada peningkatan produktivitas kerja
organisasi secara keseluruhan. Menurut Rivai 2008 : 290 menyatakan bahwa tujuan dari program karir
adalah “Untuk menyesuaikan antara kebutuhan dan tujuan karyawan dengan
Universitas Sumatera Utara
kesempatan karir yang tersedia diperusahaan saat ini dan dimasa mendatang”. Karena itu, usaha pembentukan sistem pengembangan karir yang dirancang secara
baik akan dapat membantu karyawan dalam menentukan kebutuhan karir mereka sendiri, dan menyesuaikan antara kebutuhan karyawan dengan tujuan perusahaan.
Menurut Sutrisno 2009 : 182 pengembangan karir bertujuan untuk : a.
Memberikan kepastian arah karir karyawan dalam kiprahnya di lingkup organisasi.
b. Meningkatkan daya tarik organisasi atau institusi bagi para karyawan yang
berkualitas c.
Memudahkan manajemen dalam menyelanggarakan program-program pengembangan sumber daya manusia, khususnya dalam rangka mengambil
keputusan dibidang karir serta perencanaan sumber daya manusia organisasi atau perusahaan yang selarasa dengan rencana pengembangan organisasi.
d. Memudahkan administrasi kepegawaian, khususnya dalam melakukan
administrasi pergerakan karyawan dalam hal karir promosi, rotasi, ataupun demosi jabatan.
2.1.1.4 Bentuk-bentuk Pengembangan Karir
Bentuk-bentuk pengembangan karir tergantung pada jalur karir yang direncanakan oleh masing-masing organisasi. Bagaimana suatu perusahaan
menentukan suatu jalur karir bagi karyawannya tergantung pada kebutuhan dan situasi perusahaan itu sendiri, namun pada umumnya yang sering dilakukan
perusahaan adalah melalui pendidikan dan pelatihan, promosi serta mutasi Nitisemito, 2001 : 173.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian mengenai ketiga hal tersebut dapat dijelaskan dibawah ini : 1. Pendidikan dan pelatihan adalah suatu kegiatan yang diselenggarakan
perusahaan yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan para karyawan sesuai dengan
pekerjaan masing-masing karyawan. 2. Promosi
Promosi diartikan sebagai perubahan posisijabatan dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Perubahan ini biasanya akan diikuti dengan
meningkatnya tanggungjawab, hak, serta status sosial seseorang. Dalam pelaksanaanya, suatu promosi harus didasarkan pada syarat-syarat tertentu yang
bagi setiap organisasi dapat berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan organisasi itu sendiri. Adapun syarat yang dipergunakan ini dapat member jaminan bahwa
tenaga kerja yang dipromosikan ini layak dan pantas untuk menduduki jabatanpekerjaan yang akan ditempati. Berikut ini contoh syarat yang harus
dipenuhi seorang karyawan dalam promosi diantaranya kejujuran, loyalitas, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, tanggung jawab, kepemimpinan,
kerjasama, dan inisiatif. 3. Mutasi
Mutasi adalah perpindahan pekerjaan seseorang dalam suatu organisasi yang memiliki tingkat level yang sama dari posisi pekerjaan sebelum mengalami
pindah kerja. Kompensasi gaji, tugas dan tanggung jawab yang baru umumnya adalah sama seperti sedia kala. Mutasi dilakukan untuk menghindari kejenuhan
karyawan pada rutinitas pekerjaan yang terkadang membosankan serta memiliki
Universitas Sumatera Utara
fungsi tujuan lain supaya seseorang dapat menguasai dan mendalami pekerjaan lain dibidang yang berbeda pada suatu perusahaan. Mutasi terkadang dapat
dijadikan sebagai tahapan awal atau batu loncatan untuk mendapatkan promosi di waktu mendatang. Hakekatnya mutasi adalah bentuk perhatian pimpinan terhadap
bawahan. Tujuan mutasi adalah :
1. Untuk meningkatkan produktivitas karyawan 2. Untuk menciptakan keseimbangan antar tenaga kerja dengan komposisi
pekerjaan atau jabatan. 3. Untuk memperluas atau menaambah pengetahuan karyawan
4. Untuk menghilangkan rasa bosanjenuh terhadap pekerjaannya 5. Untuk memberikan perangsang dalam meningkatkan karir karyawan yang
lebih tinggi 6. Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan
Sebab-sebab pelaksanaan mutasi digolongkan sebagai berikut : 1. Permintaan Sendiri
Mutasi atas permintaan sendiri adalah mutasi yang dilakukan atas keinginan sendiri dari karyawan yang bersangkutan dan dengan mendapat
persetujuan pimpinan organisasi. Mutasi permintaan sendiri pada umumnya hanya pemindahan jabatan yang peringkatnya sama baik
antarbagian maupun pindah ketempat lain 2. Alih Tugas Produktif ATP
Universitas Sumatera Utara
Alih tugas produktif ATP adalah mutasi karena kehendak pimpinan perusahaan untuk meningkatkan kinerja dengan menempatkan karyawan
yang bersangkutan ke jabatan atau pekerjaan yang sesuai dengan kecakapannya.
2.1.2 Konflik Peran Ganda 2.1.2.1 Pengertian Peran Ganda
Peran adalah bagian yang dimainkan individu pada setiap keadaan dan cara tingkah lakunya untuk menyelaraskan diri dengan keadaan. Peran
diwujudkan dalam perilaku. Peran ganda dapat didefinisikan dimana seseorang memiliki jabatan atau posisi atau keadaan yang lebih dari satu sehingga membuat
orang tersebut memiliki tanggungjawab yang lebih banyak Indriyani, 2009:14. Dengan banyaknya peran yang dimiliki seseorang maka timbulah konflik peran
ganda
.
2.1.2.2 Pengertian Konflik Peran Ganda
Konflik dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih. Menurut Tampubolon 2008:140 konflik umumnya
berasal dari ketidaksesuaian dan pembagian sumber daya yang tidak rasional. Pada masa sekarang ini peran wanita dalam kehidupannya bukan hanya
sebagai ibu rumah tangga. Kebutuhan hidup yang semakin lama semakin banyak dan bervariasi menuntut wanita untuk memiliki peran ganda dimana mereka
berperan sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pekerja atau pegawai. Hal ini merupakan hal yang tidak mudah dijalankan bagi wanita yang telah berumah
Universitas Sumatera Utara
tangga. Wanita dengan peran konflik peran ganda memiliki tingkat stress yang lebih besar dibandingkan dengan wanita dengan peran tunggal. Mereka harus
mampu membagi waktu dengan seimbang antara dunia kerja dan dunia rumah tangga.
Definisi konflik peran ganda menurut Kahn dkk dalam Greenhaus Beutell, 1985 konflik peran ganda adalah bentuk dari konflik antar peran yang
mana tekanan peran dari pekerjaan dan keluarga bertentangan. Selain itu Khan dalam Behr, 1995 menyatakan bahwa konflik peran ganda merupakan adanya
ketidakcocokan antara harapan - harapan yang berkaitan dengan suatu peran dimana dalam kondisi yang cukup ekstrim, kehadiran dua atau lebih harapan atau
tekanan akan sangat bertolak belakang sehingga peran yang lain tidak dapat dijalankan. Penelitian yang dilakukan oleh Duxburry dan Higgins 2003 sejalan
dengan pernyataan sebelumnya, namun ia menambahkan dampak yang ditimbulkan dari konflik peran ganda yaitu partisipasi seseorang pada satu peran
menyulitkan partisipasi pada peran yang lainnya. Menurut Netemeyer dkk dalam Hennesy, 2005 mendefinisikan “konflik
peran ganda sebagai konflik yang muncul akibat tanggungjawab yang berhubungan dengan pekerjaan mengganggu permintaan, waktu, dan ketegangan
dalam keluarga”. Hennesy 2005 juga memberikan defenisi dari konflik peran ganda yaitu, “konflik yang terjadi ketika konflik sebagai hasil dari kewajiban
pekerjaan yang mengganggu kehidupan rumah tangga”. Paden dan Buchler dalam Simon, 2002 mendefinisikan “konflik peran
ganda merupakan konflik peran yang muncul antara harapan dari dua peran yang
Universitas Sumatera Utara
berbeda yang dimiliki seseorang”. Dalam pekerjaan, seorang wanita yang profesional diharapkan agresif, kompetitif, dan dapat menjalankan komitmennya
dalam pekerjaan. Sedangkan di rumah, wanita sering kali diharapkan untuk merawat anak, menyayangi, dan menjaga suami dan anaknya.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa konflik peran ganda adalah salah satu bentuk konflik antar peran yang diakibatkan pekerjaan dan
keluarga saling tidak cocok satu sama lain, kewajiban pekerjaan yang mengganggu kehidupan rumah tangga, permintaan, waktu dan ketegangan dalam
keluarga yang disebabkan harapan dari dua peran yang berbeda. Konflik peran ganda muncul antara harapan dari dua peran yang berbeda yang dimiliki oleh
seseorang. Di pekerjaan, seorang wanita yang professional diharapkan untuk agresif, kompetitif, dan dapat menjalankan komitmennya pada pekerjaan. Di
rumah, wanita sering kali diharapkan untuk merawat anak, menyanyangi dan menjaga suaminya.
2.1.2.3 Dimensi Konflik Peran Ganda
Menurut Greenhaus Beutell 1985 konflik peran ganda memiliki sifat yang bidirectional dan multidimensi. Adapun bidirectional yang dimaksud terdiri
dari: a. Work-family conflict yaitu konflik yang muncul karena tanggungjawab
pekerjaan yang mengganggu tanggungjawab terhadap keluarga. b. Family-work conflict yaitu konflik yang muncul karena tanggung jawab
terhadap keluarga mengganggu tanggungjawab terhadap pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Greenhaus Beutell 1985 multidimensi dari konflik dapat muncul dari masing-masing direction dimana antara keduanya baik itu work
family conflict maupun family work conflict memiliki masing-masing 3 dimensi yaitu:
a. Time Based Conflict Yang dimaksud dengan time based conflict adalah konflik yang terjadi karena
waktu yang digunakan untuk memenuhi satu peran tidak dapat digunakan untuk memenuhi peran lainnya, artinya pada saat yang bersamaan seorang yang
mengalami konflik peran ganda tidak akan bisa melakukan dua atau lebih peran sekaligus. Tuntutan waktu ini dapat terjadi tergantung dari alokasi waktu kerja
dan kegiatan keluarga yang dipilih berdasarkan preferensi dan nilai yang dimiliki individu.
Peran ganda mungkin dapat menyulitkan dan seolah berlomba mendapatkan waktu seseorang. Waktu yang dihabiskan dalam satu peran secara
umum tak bisa di curahkan kepada aktivitas dalam peran lainnya. Time based conflict memiliki 2 bentuk; a tuntutan waktu dari peran yang satu membuat
individu secara fisik tidak dapat memenuhi ekspektasi dari peran yang lain; b adanya tuntutan waktu, dapat menyebabkan individu terokupasi dengan peran
yang satu, pada saat seharusnya individu mencoba memenuhi tuntutan peran yang lain Bartolome Evans, dalam Greenhaus Beutell, 1985.
Dalam dimensi ini sumber konflik terbagi menjadi dua: 1. Sumber konflik yang berasal dari pekerjaan. Konflik pekerjaan – keluarga
berhubungan positif dengan jumlah jam kerja dalam setiap minggunya Burke
Universitas Sumatera Utara
dkk, Keith Schaf, Plect dkk, dalam Greenhaus Beutell, 1985 dan jumlah jam perjalanan pulang – pergi rumah ke tempat kerja dalam setiap minggunya Bohen
Viveros-Long, dalam Greenhaus Beutell, 1985. Konflik pekerjaan- keluarga juga memiliki hubungan yang positif dengan jumlah dan frekuensi lembur serta
adanya ketidakteraturan dalam pengaturan jam kerja Pleck dkk, dalam Greenhaus Beutell, 1985. Jadwal kerja yang tidak fleksibel juga akan menimbulkan
konflik pekerjaan – keluarga Pleck dkk, dalam Greenhaus Beutell, 1985. Khususnya pada ibu bekerja yang memiliki tanggung jawab mengurus anak.
2. Sumber konflik yang berasal dari keluarga. Karakteristik peran keluarga yang mengharuskan seseorang menghabiskan sebagian besar dari waktunya dalam
aktivitas keluarga dapat menghasilkan konflik pekerjaan – keluarga. Sependapat dengan itu, Herman Gyllstrom dalam Greenhaus Beutell,1985 menemukan
bahwa orang – orang yang menikah lebih banyak mengalami konflik pekerjaan – keluarga dibandingkan dengan mereka yang tidak menikah. Selanjutnya, dapat
diperkirakan bahwa mereka yang memiliki anak akan mengalami konflik pekerjaan – keluarga yag lebih besar ketimbang mereka yang belum memiliki
anak. Tanggung jawab yang besar dalam perkembangan anak mungkin akan menjadi konstributor yang besar bagi konflik pekerjaan – keluarga Bohen
Viveros-Long,dalam Greenhaus Beutell, 1985. Sejumlah studi menunjukan bahwa orang tua dari anak yang masih kecil usia prasekolah merasakan konflik
yang lebih besar daripada orang tua yang memiliki anak relatif sudah lebih besar Greenhaus Beutell, Greenhaus Kopelman, Pleck dkk, dalam Greenhaus
Beutell, 1985. Keluarga yang besar yang diasumsikan memiliki lebih banyak
Universitas Sumatera Utara
tuntutan daripada keluarga kecil, memiliki hubungan yang positif dengan tingginya tingkat konflik pekerjaan – keluarga Cartwright, Keith Schefer,
dalam Greenhaus Beutell, 1985. Kesimpulannya, jadwal kerja, orientasi kerja, pernikahan, anak – anak,
dan pola pekerjaan pasangan seluruhnya mungkin menghasilkan tekanan untuk berpartisipasi secara luas dalam peran pekerjaan atau peran keluarga. Konflik
dialami ketika tekanan –tekanan waktu ini tidak kompetibel dengan tuntutan domain peran lain.
b. Strain Based Conflict Yang dimaksud dengan strain based conflict yaitu ketegangan yang dihasilkan
oleh salah satu peran membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan peran yang lain. Ketegangan yang ditimbulkan akan mempengaruhi kualitas hidup
secara keseluruhan. Ketegangan peran ini termasuk stres, tekanan darah meningkat, kecemasan, cepat marah, dan sakit kepala.
Strain based conflict muncul saat ketegangan yang diakibatkan dari menjalankan peran yang satu, mempengaruhi performa individu di perannya yang
lain. Peran – peran tersebut menjadi bertentangan karena ketegangan akibat peran yang satu membuat individu lebih sulit memenuhi tuntutan perannya yang lain.
Dalam dimensi ini sumber konflik terbagi menjadi dua: 1. Sumber konflik yang berasal dari pekerjaan.
Peran dalam pekerjaan yang tidak jelas ambigu dan atau konflik dalam peran di pekerjaan memiliki hubungan yang positif dengan konflik pekerjaan – keluarga
Jones Butler, Kopelman dkk, dalam Greenhaus Beutell, 1985. Kurangnya
Universitas Sumatera Utara
dukungan dari atasan juga menyebabkan tingginya konflik peran pekerjaan Jones Butler, dalam Greenhaus Beutell, 1985. Stresor yang berasal dari pekerjaan
seperti budaya kerja yang berubah – ubah, stres dalam komunikasi dan konsentrasi yang dibutuhkan dalam menjalankan pekerjaan, menurut Bruke dkk
dalam Greenhaus Beutell, 1985 memiliki hubungan yang positif dengan konflik pekerjaan – keluarga. Selain itu, penggunaan sebagian besar waktu untuk
melakukan salah satu peran juga dapat mengakibatkan ketegangan. Seperti,jam kerja yang panjang dan tidak fleksibel, serta adanya kerja lembur dapat
menyebabkan time based conflict begitu juga strain based conflict. Walaupun keduanya merupakan konsep yang berbeda, namun ada beberapa sumber konflik
yang dapat digolongkan kepada kedua dimensi konflik tersebut.
2. Sumber konflik yang berasal dari keluarga. Bagi mereka yang mempunyai pasangan yang mendukung dapat mengurangi
tingkat konflik pekerjaan – keluarga Holahan Gilbert, dalam Greenhaus Beutell, 1985. Menurut Beutell Greenhaus dalam Greenhaus Beutell, 1985
perempuan yang memiliki orientasi karier yang berbeda dengan suaminya, merasakan tingkatan konflik antar peran yang lebih tinggi. Besar kemungkinan
perbedaan pasangan dalam keyakinan – keyakinan fundamental dapat melemahkan sistem dukungan mutual dan dapat menghasilkan stres.
Kesimpulannya, ketegangan, konflik, atau kurangnya dukungan dari keluarga dapat menyebabkan konflik pekerjaan – keluarga. Sedangkan pada
domain pekerjaan, karakteristik peran keluarga yang menghasilkan komitmen
Universitas Sumatera Utara
waktu ekstensi juga dapat secara langsung atau tidak langsung memberikan ketegangan.
c. Behaviour Based Conflict Yang dimaksud dengan behaviour based conflict adalah konflik yang muncul
ketika suatu tingkah laku efektif untuk satu peran namun tidak efektif digunakan untuk peran yang lain. Ketidakefektifan tingkah laku ini dapat disebabkan oleh
kurangnya kesadaran individu akan akibat dari tingkah lakunya kepada orang lain. Atau perilaku – perilaku yang diharapkan muncul pada saat menjalankan peran
yang satu kadang bertentangan dengan ekspektasi dari peran yang lain. Misalnya seorang ibu yang diharapkan menekankan perilaku yang tegas, stabil secara
emosional dan objektif Schein, dalam Greenhaus Beutell, 1985, diharapkan oleh anggota keluarganya untuk berperilaku hangat, penuh kasih sayang,
emosional dan peka saat berinteraksi dengan mereka. Dalam dimensi ini sumber konflik terbagi menjadi dua:
1. Sumber konflik yang berasal dari pekerjaan. Sumber konflik yang berasal dari pekerjaan adalah work ambiguity dan work
involvement. Yang dimaksud dengan work involvement adalah sebuah konsep yang menjelaskan tentang respon psikologis individu tentang perannya dalam
pekerjaan serta tingkatan dimana individu secara psikologis mengidentifikasikan dirinya dengan pekerjaannya, dan pentingnya pekerjaan tersebut terhadap
gambaran dan konsep dirinya Lodahl Kehner, 1965, Yogev Brett, 1985, dalam Duxburry Higgins, 1991
2. Sumber konflik yang berasal dari keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Sumber konflik dari keluarga misalnya adalah peran yang membingungkan di dalam keluarga ambigu, konflik intra keluarga, dukungan sosial dan family role
involvement Carlson, Kecmar, Williams, 2000, dalam Greenhaus Beutell, 1985. Family role involvement adalah sebuah konsep yang menjelaskan tentang
tingkatan dimana individu secara psikologis mengidentfikasikan dirinya dengan peran – peran dalam keluarga, pentingnya keluarga terhadap konsep diri dan
gambaran dirinya serta komitmen individu terhadap peran – peran dalam keluarga Yogev Brett, 1985 dalam Duxburry Higgins, 1991.
Dimensi – dimensi yang diungkapkan oleh Greenhaus Beutell 1985 merupakan elemen – elemen yang dapat menimbulkan konflik pekerjaan –
keluarga. Setiap dimensi memiliki sumber konflik yang sesuai dengan definisi dimensi.
2.1.2.4 Strategi Penyelesaian Konflik Peran Ganda
Setiap permasalahan tentunya memiliki jalan yang keluar yang baik. Penanganan yang baik terhadap suatu masalah tentunya tidak akan memberikan
dampak negative tetapi akan memberikan dampak positif. Penanganan konflik peran ganda seharusnya dapat memberikan solusi baik oleh individu maupun
perusahaan, agar keharmonisan rumah tangga dapat tercapai dan tujuan dari perusahaan juga dapat tercapai. Terdapat dua startegi dalam mengatasi konflik
peran ganda yaitu : a.
Strategi individu
Universitas Sumatera Utara
Strategi yang harus dilakukan oleh seorang individu dalam manajemen waktu yang baik, sehingga akan terciptanya keseimbangan antara keluarga dan
pekerjaan sehingga dapat memberikan peran yang maksimal untuk masing- masing peran yang dilakukan.
b. Strategi Perusahaan
Menurut Nelson dan Quick 2010 ada beberapa strategi perusahaan yang harus dilakukan agar konflik peran ganda dapat diminimalisir dan tidak
mengganggu pekerjaan yaitu : 1.
Waktu kerja yang fleksibel 2.
Adanya jadwal kerja yang alternative 3.
Adanya fasilitas penitipan anak 4.
Kebijakan izin keluarga 5.
Job sharing Antara individu dan perusahaan haruslah bersama-sama menentukan
kebijakan apa yang diambil sehingga tidak merugikan masing-masing pihak. Dan yang terpenting pekerja wanita tidak mengalami stress yang berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan maupun mutu dari kehidupan berkeluarga wanita tersebut sehingga tidak mengurangi keharmonisan dalam keluarga.
2.1.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konflik Peran Ganda
Menurut Stonner dkk 1990, faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda adalah :
Universitas Sumatera Utara
a. Time pressure, jika waktu yang digunakan untuk bekerja lebih banyak, maka
waktu yang digunakan untuk keluarga semakin sedikit. b.
Family size and support, jika anggota keluarga semakin banyak jumlahnya maka akan semakin banyak konflik yang akan timbul. Apabila dengan
banyaknya jumlah anggota keluarga yang memberikan dukungan maka akan sedikit terjadi konflik.
c. Job satisfaction, konflik akan dirasakan lebih sedikit apabila kepuasan kerja
seorang karyawan tersebut tinggi. d.
Marital and life satisfaction, apabila seorang wanita bekerja, maka semakin banyak konsekuensi negative dalam pernikahannya.
e. Size of firm, konflik peran ganda mungkin juga dipengaruhi oleh banyak
karyawan yang bekerja didalam perusahaan tersebut.
2.1.3 Kompensasi 2.1.3.1 Pengertian Kompensasi
Kompensasi sangat penting bagi karyawan sebagai individu, karena besarnya kompensasi merupakan pencerminan atau ukuran nilai pekerjaan.
Sebaliknya besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi prestasi kerja, motivasi, dan kepuasan kerja karyawan Nova, 2012 : 1.
Menurut Garry Dessler dalam Subekhi 2012:175 “kompensasi adalah setiap bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada karyawan dan
timbul dari pekerjaannya tersebut”. Besarnya kompensasi ditentukan oleh beban kerja dan resiko kerja yang dimiliki oleh karyawan oleh karena itu dikatakan
bahwa kompensasi timbul dari pekerjaanya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sikula dalam Mangkunegara 2007 : 83 bahwa: ”Kompensasi merupakan sesuatu yang dipertimbangkan sebagai sesuatu yang sebanding. Dalam
kepegawaian, hadiah yang bersifat uang merupakan kompensasi yang diberikan kepada pegawai sebagai penghargaan dari pelayanan mereka”.
Menurut Mondy 2008 ”kompensasi adalah total seluruh imbalan yang diterima para karyawan sebagai pengganti jasa yang telah mereka berikan. Tujuan
umum pemberian kompensasi adalah untuk menarik, mempertahankan, dan memotivasi karyawan”.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kompensasi adalah segala bentuk balas jasa yang diberikan kepada karyawan atas kontribusinya
terhadap perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Didalam perusahaan, sistem pemberian kompensasi dapat menjadi motivasi bagi karyawan
untuk bekerja lebih baik dan dapat meningkatkan kinerja karyawan.
2.1.3.2 Jenis-jenis Kompensasi
Salah satu tujuan pokok karyawan dalam bekerja adalah untuk memperoleh kompensasi yang sering kali berupa gaji yang diterima karyawan
secara periodik. Kompensasi diadakan agar karyawan dapat memenuhi seluruh atau sebagian kebutuhan dan keinginan karyawan. Perusahaan memberikan
kompensasi sebagai salah satu bentuk penghargaan atau jasa yang telah diberikan oleh karyawan melalui hasil kerja.
Kompensasi diberikan kepada karyawan dalam dua bentuk yaitu : A. Kompensasi Finansial
Universitas Sumatera Utara
Kompensasi finansial terdiri dari 2 macam yaitu : 1. Kompensasi finansial langsung
a. Upah, menurut Diana dan Setiawati 2011 : 174 diartikan sebagai bahwa upah diberikan atas dasar kinerja harian. Upah adakalanya juga
didasarkan pada unit produk yang dihasilkan. Sedangkan Rivai 2004 : 375 mengartikan upah sebagai imbalan finansial langsung yang
dibayarkan kepada karyawan berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan.
b. Gaji, menurut Mardi 2011 : 107 merupakan sebuah bentuk pembayaran atau sebuah hak yang diberikan oleh sebuah perusahaan
atau instansi kepada pegawai. c. Bonus, menurut Mathis dan Jackson 2000 : 369 mendefinisikan
bonus sebagai pembayaran satu kali yang tidak menjadi bagian dari gaji pokok karyawan.
d. Insentif Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada
karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Dengan mengasumsikan bahwa uang dapat digunakan untuk mendorong
karyawan bekerja lebih giat lagi, maka mereka yang produktif lebih menyukai gajinya dibayarkan berdasarkan hasil kerja. Untuk itu
diperlukan kemampuan untuk menentukan standar yang tepat. Tidak terlalu mudah untuk dicapai dan juga tidak terlalu sulit. Standar yang
Universitas Sumatera Utara
terlalu mudah tentunya tidak menguntungkan bagi perusahaan. Sedangkan yang terlalu sulit menyebabkan karyawan frustasi.
2. Kompensasi Finansial Tidak Langsung Tunjangan, yang terdiri atas: a. Program Asuransi, merupakan jaminan atau pertanggungan kepada
karyawan dan keluarga mereka apabila terjadi suatu resiko finansial atas diri mereka sesuai dengan jumlah polis yang disepakati. Jaminan
ini diberikan oleh perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi. Menurut Rivai 2004 : 398 jaminan asuransi yang dapat
diberikan kepada karyawan antara lain adalah asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi karena ketidakmampuan fisik atau mental
karyawan, dan jaminan asuransi lainnya. b. Program pensiun, menurut Rivai 2004 : 401 program ini diberikan
kepada yang telah bekerja pada perusahaan untuk masa tertentu, dan merupakan program dalam rangka memberikan jaminan keamanan
finansial bagi karyawan yang sudah tidak produktif. Program ini bukanlah sesuatu yang diharuskan oleh pemerintah sehingga hanya
perusahaan swasta bertaraf nasional maupun internasional saja yang biasanya menggunakan program ini selain instansi pemerintah yang
memang diwajibkan memberikan dana pensiun kepada pegawai tetapnya.
c. Bayaran saat tidak masuk kerja, menurut Rivai 2004 : 405 yang termasuk dalam kategori ini adalah istirahat selama jam kerja, cuti
Universitas Sumatera Utara
sakit, cuti dan liburan, bebas dari kehadiran, serta asuransi pengangguran.
B. Kompensasi Non Finansial Kompensasi non finansial adalah suatu bentuk kompensasi yang mampu
memenuhi keadaan psikologis karyawan selama bekerja diperusahaan tersebut. Kompensasi ini dapat berhubungan dengan pekerjaan seperti pemberian tugas-
tugas yang menarik, tantangan baru dalam pekerjaan, tanggungjawab menarik, pengakuan dari perusahaan, dan rasa pencapaian. Selain berhubungan dengan
pekerjaan, kompensasi non finansial juga dapat berhubungan dengan suasana tempat kerja seperti kebijakan-kebijakan perusahaan yang sehat, lingkungan kerja
yang nyaman, supervise yang kompeten serta teman kerja yang menyenangkan sehingga karyawan merasa senang bekerja diperusahaan tersebut.
2.1.3.3 Tujuan Kompensasi
Hasibuan 2012 : 121 memberikan beberapa tujuan kompensasi yaitu : a.
Ikatan kerjasama Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara
majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusahamajikan wajib membayar kompensasi
sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
b. Kepuasan Kerja
Universitas Sumatera Utara
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoisnya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari
jabatannya. c.
Pengadaan Efektif Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaaan karyawan yang
qualified untuk perusahaan akan lebih mudah. d.
Motivasi Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan lebih mudah
memotivasi bawahannya. e.
Stabilitas Karyawan Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal
konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn-over relative kecil.
f. Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta menaati peraturan-peraturan yang
berlaku. g.
Pengaruh Serikat Buruh Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat
dihindarkan dan karyawan akan konsentrasi pada pekerjaanya.
h. Pengaruh Pemerintah
Universitas Sumatera Utara
Jika program kompensasi sesuai dengan Undang-Undang ketenagakerjaan yang berlaku seperti batas upah minimum, maka intervensi pemerintah dapat
dihindarkan. Sedangkan menurut Handoko 2011 : 156 tujuan kompensasi dapat
diuraikan sebagai berikut: a. Memperoleh personalia yang qualified
b. Mempertahankan para karyawan yang ada sekarang c. Menjamin keadilan
d. Menghargai perilaku yang diinginkan e. Mengendalikan biaya-biaya
f. Memenuhi peraturan-peraturan legal Dari pengertian diatas terlihat bahwa kompensasi merupakan alat pengikat
perusahaan terhadap karyawannya, dan sebagai faktor penarik serta pendorong seorang menjadi karyawan yang sukses. Dengan demikian kompensasi
mempunyai fungsi yang cukup penting di dalam memperlancar jalannya roda organisasiperusahaan.
2.1.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Kompensasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi, antara lain sebagai berikut Hasibuan, 2011 : 126 :
1 Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja
Jika pencari kerja penawaran lebih banyak daripada lowongan pekerjaan permintaan maka kompensasi relatif kecil. Sebaliknya jika pencari kerja lebih
sedikit daripada lowongan pekerjaan, maka kompensasi relatif semakin besar.
Universitas Sumatera Utara
2 Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan
Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin baik maka tingkat kompensasi akan semakin besar. Tetapi sebaliknya, jika kemampuan
dan kesediaan perusahaan untuk membayar kurang maka tinggkat kompensasi relatif kecil.
3 Serikat BuruhOrganisasi Karyawan
Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat kompensasi semakin besar. Sebaliknya jika serikat buruh tidak kuat dan kurang berpengaruh maka
tingkat kompensasi relatif kecil. 4
Produktifitas Kerja Karyawan Jika produktifitas kerja karyawan baik dan layak dan banyak maka kompensasi
akan semakin besar. Sebaliknya kalau produktifitas kerjanya buruk serta sedikit maka kompensasinya kecil.
5 Pemerintah dengan Undang-Undang dan Keppresnya
Pemerintah dengan Undang-Undang dan Keppresnya menetapkan besarnya batas upahbalas jasa minimum. Peraturan pemerintah ini sangat penting supaya
pengusaha tidak sewenang-wenang menetapkan besarnya balas jasa bagi karyawan.
Pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat dari tindakan sewenag-wenang. 6
Biaya hidup Apabila biaya hidup di daerah itu tinggi maka tingkat kompensasiupah semakin
besar. Sebaliknya, jika tingkat hidup di daerah itu rendah maka tingkat kompensasiupah semakin kecil.
Universitas Sumatera Utara
7 Posisi Jabatan Karyawan
Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima gajikompensasi lebih besar. Sebaliknya karyawan yang menduduki jabatan yang lebih rendah akan
memperoleh kompensasigaji yang kecil. Hal ini wajar karena seseorang yang mendapat wewenang dan tanggung jawab yang besar harus mendapatkan
gajikompensasi yang lebih besar pula. 8
Pendidikan dan Pengalaman Karyawan Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka gajibalas jasa
akan semakin bear, karena kecakapan serta keterampilannya lebih baik. Sebaliknya, karyawan yang berpendidikan rendah dan pengalaman kerja yang
kurang maka tingkat gajikompensasinya kecil. 9
Kondisi Perekonomian Nasional Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju maka tingkat
upahkompensasi akan semakin besar, karena akan mendekati kondisi full employment. Sebaliknya, jika kondisi perekonomian kurang maju maka tingkat
upah rendah, karena terdapat banyak pengganggur. 10
Jenis dan Sifat Pekerjaan Kalau jenis dan sifat pekrjaan yang sulit dan mempunyai resiko financial,
keselamatan yang besar maka tingkat upahbalas jasanya semakin besar karena membutuhkan kecakapan serta ketelitian untuk mengerjakan. Tetapi jika jenis dan
sifat pekerjaannya mudah dan resiko finansial, kecelakaan kecil, tingkat upahbalas jasanya relatif rendah.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Intention to Leave Keinginan Meninggalkan Perusahaan 2.1.4.1 Pengertian Intention to Leave
Intention to leave adalah minat untuk mengundurkan diri permanen secara sukarela ataupun tidak dari suatu organisasi Robbins, 2001. Miller 2007
menyebutkan bahwa keinginan untuk keluar intention to leave pada beberapa literature disebut juga turnover intention Chaaban, 2006, anticipated turnover
Hinshaw Atwood, 1985, dan intention to quit Mowday, Stress, Peter, 1979.
Menurut Glissmeyer, Bishop Fass, 2008 dalam I Ilhami Yucel, 2012 : 45 Turnover Intention didefinisikan sebagai sikap yang mempengaruhi niat untuk
berhenti dan benar-benar berhenti dari organisasi. Firth 2004 mendefinisikan keinginan untuk keluar atau intention to leave
adalah “kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri”. Keinginan untuk keluar sangat
dipengaruhi oleh ketidakpuasan kerja, rendahnya tingkat komitmen organisasi dan tingginya stress kerja yang disebabkan oleh job stressor.
Tingkat intention to leave yang tinggi juga mengganggu jalannya efisiensi organisasi ketika seseorang yang berwawasan dan berpengalaman mengundurkan
diri dan pengganti harus segera ditemukan untuk posisi tersebut. Yang sering terjadi adalah intention to leave terjadi pada seseorang yang dibutuhkan oleh
organisasi. Jadi ketika intention to leave terjadi secara berlebihan, atau melibatkan personil yang berkualitas, hal ini dapat menjadi faktor yang mengganggu dan
menghambat efektifitas organisasi.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.2 Indikasi Terjadinya Intention to Leave
Menurut Harnoto 2009 : 2 Intention to leave ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain : absensi yang meningkat, mulai
malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menantang atau proses kepada atasan, maupun keseriusan untuk
menyelesaikan semua tanggungjawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk
memprediksikan intention to leave karyawan dalam sebuah perusahaan. 1.
Absensi yang meningkat. Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang
semakin meningkat. Tingkat tanggungjawab dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2. Mulai malas bekerja. Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan
pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja ditempat lainnya yang dipandang lebih mampu
memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan. 3.
Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja. Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering
dilakukan karyawan yang berkeinginan untuk meninggalkan perusahaan. karyawan lebih sering meninggalkan tempat jam kerja
ketika jam-jam kerja sedang berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.
Universitas Sumatera Utara
4. Peningkatan protes terhadap atasan. Karyawan yang berkeinginan
untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakuka protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang
ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya. Biasanya hal ini
berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggungjawab yang tinggi terhadap tugas yang
dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan
meninggalkan perusahaan.
2.1.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Untuk Keluar Intention to Leave
Mor Barak, Nissli, dan Levin 2001 menambahkan tiga kategori yang menjadi turnover antecedent yaitu, faktor demografis personal dan work-
related, profession perception komitmen organisasi dan kepuasan kerja, dan organizational condition keadilan dalam memberikan kompensasi dan budaya
organisasi. a.
Faktor demografis Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa usia, tingkat pendidikan,
jenis kelamin, masa kerja, dan level jabatan menjadi predictor intention to leave karyawan. Individu yang muda dan memiliki pendidikan yang tinggi
cenderung memiliki keinginan yang lebih besar untuk meninggalkan
Universitas Sumatera Utara
pekerjaannya. Hal ini sejalan dengan temuan Leontaridi dan Ward 2002. Pekerja minoritas yang berbeda gender, etnik, jenis kelamin, atau usia dengan
lingkungan tempat bekerja memiliki intention to leave yang lebih besar. Sedangkan individu yang memiliki masa kerja lebih lama dan jabatan yang
lebih tinggi cenderung untuk tetap bertahan pada pekerjaannya. Mor Barak, Nissli, dan Levin 2001 menambahkan bahwa faktor demografis merupakan
predictor intention to leave. b.
Professional Perception Individu yang memiliki konflik nilai dengan organisasi tempatnya bekerja
akan cenderung untuk meninggalkan pekerjaannya. Sedangkan individu yang memiliki kecocokan dengan nilai organisasi tempatnya bekerja cenderung
untuk tetap bertahan pada pekerjaannya. Komitmen organisasi merupakan salah satu predictor intention to leave. Mowday, Steers, dan Porter 1979
dalam Mor Barak, Nissli, dan Levin, 2001 menjelaskan bahwa individu yang memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi, nilai organisasi, dan belief
yang sama dengan organisasi cenderung untuk tetap berada pada organisasi tersebut. Semakin tinggi komitmen organisasi semakin rendah intention to
leave karyawan. Job satisfaction juga merupakan predictor yang konsisten terhadap intention to leave dimana semakin tinggi job satisfaction seorang
karyawan, semakin rendah intention to leave yang dimiliki, dan sebaliknya. Miller 2007 dan Cabigao 2009 juga menemukan hasil serupa bahwa
terdapat hubungan negative antara job satisfaction dan intention to leave. c.
Kondisi Organisasi
Universitas Sumatera Utara
Sebagian besar karyawan pada berbagai sektor organisasi cenderung mengasosiasikan kondisi organisasi dengan job stress. Beberapa penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki tingkat job stress yang tinggi akan cenderung untuk meninggalkan pekerjaannya. Job stress
sangat berkorelasi dengan turnover, role overload, dan ketidakjelasan deskripsi pekerjaan. Dukungan kerja dari karyawan lain dan atasan dapat
mereduksi tingkat job stress pada karyawan. Leontaridi dan Ward 2002 menambahkan bahwa job stress merupakan determinan dari intention to leave
pada pekerjaan. Hal ini lebih sering ditemukan pada perempuan dari pada laki- laki Avey, Luthans, dan Jensen 2009 memiliki hasil penelitian yang serupa,
yaitu job stress memiliki hubungan positif yang signifikan dengan intention to leave. Semakin tinggi job stress pada individu, semakin tinggi pula intention
to leave pada individu. American Psychological Assocation 2007, dalam Avey, Luthans, dan Jensen 2009 mengidentifikasi bahwa pekerjaan yang
menjadi sumber utama stress adalah beban kerja yang berat, harapan kerja yang tidak menentu, dan panjangnya jam kerja.
Mobley 1986 dalam Rodly 2012 menyatakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan karyawan berpindah dari tempat kerjanya namun faktor
determinan keinginan berpindah diantaranya adalah : 1.
Kepuasan Kerja Pada tingkat individual, kepuasan merupakan variabel psikologi yang
paling sering diteliti dalam suatu model intention to leave. Aspek kepuasan yang ditemukan berhubungan dengan keinginan individu
Universitas Sumatera Utara
untuk meninggalkan organisasi meliputi kepuasan akan upah dan promosi, kepuasan atau supervise yang diterima, kepuasan dengan
rekan kerja dan kepuasan akan pekerjaan dan isi kerja. 2.
Komitmen Organisasi Karena hubungan kepuasan kerja dengan keinginan meninggalkan
tempat kerja hanya menerangkan sebagian kecil varian maka jelas model proses intention to leave karyawan harus menggunakan variabel
lain diluar kepuasan kerja sebagai satu-satunya variabel penjelas. Perkembangan selanjutnya dalam studi intention to leave memasukkan
konstruk komitmen organisasional sebagai konsep yang turut menjelaskan proses tersebut sebagai bentuk perilaku, komitmen
organisasional dapat dibedakan dari kepuasan kerja. Komitmen mengacu pada respon emosional affective individu kepada
keseluruhan organisasi, sedangkan kepuasan mengarah pada respon emosional atau aspek khusus dari pekerjaan.
Menurut Griffet 1995 dalam Rodly 2012 bahwa hampir semua model intention to leave dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja dan
komitmen organisasi yang rendah yaitu : a.
Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap intention to leave. Hasil studi menunjukkan bahwa kepuasan kerja
berkaitan erat dengan proses kognisi menarik diri pre withdrawl cognition, intensi untuk pergi dan tindakan nyata berupa
keputusan untuk keluar dari tempat kerja.
Universitas Sumatera Utara
b. Komitmen organisasi adalah faktor yang paling berpengaruh
terhadap terjadinya intention to leave dibanding kepuasan kerja.
2.1.4.4.1 Dimensi Keinginan Untuk Keluar Intention to Leave
Dimensi keinginan pindah karyawan diukur dengan indikator sebagai berikut Mas’ud, 2004 :
1. Sering berfikir keluar dari pekerjaan sekarang
2. Kemungkinan meninggalkan pekerjaan yang sekarang
3. Kemungkinan individu akan meninggalkan organisasi apabila
ada kesempatan yang lebih baik.
2.2 Penelitian Terdahulu