BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Menstruasi
2.1.1 Definisi Menstruasi
Menstruasi adalah proses alamiah yang terjadi pada perempuan. Menstruasi merupakan perdarahan teratur dari uterus sebagai tanda bahwa alat kandungan telah
menuaikan faalnya Kusmiran, 2014. Menstruasi adalah pengeluaran darah, mukus, dan debris sel mukosa uterus secara berkala Cunningman, dkk, 2005.
2.1.2 Fisiologi Menstruasi
Menurut Samsulhadi 2011 terdapat dua perubahan histogik dalam siklus menstruasi yaitu di ovarium dan endometrium dimana keduanya berjalan bersamaan.
Pada siklus ovarium terdiri dari fase folikel, fese ovulasi, dan fase luteal. Pada fase siklus endometrium terdiri dari fase proliferasi, fase sekresi, fase implantasi, dan fase
deskuamasi. A.
Perubahan Histologik pada Ovarium dalam Siklus Haid Selama satu siklus pertumbuhan folikel secara berurutan mulai dari awal
siklus dibagi tiga fase, yaitu fase folikuler, fase ovulasi, dan fase luteal. a.
Fase Folikuler Panjang fase folikuler memepunyai variasi cukup lebar. Pada umumnya
berkisar antara 10-14 hari. Selama fase foliuler didapatkan preoses streidogenesis, folikulogenesis, dan oogenesismeiosis yang saling terkait. Pada awal fase folikuler
didapatkan beberapa folikel atral yang tumbuh , tetapi pada hari ke 5-7 hanya satu folikel dominan yang tetp tumbuh akibat sekresi FSH yang menurun. Sebenarnya
Universitas Sumatera Utara
folikulogenesis sudah mulai jauh hari sebelum siklus, diawali dari folikel primordial, folikel preantral, folikel antral, dan folikel preovulasi.
b. Fase Ovulasi
Lonjakan LH sangat penting untuk proses ovulasi pascakeluarnya oosit dan folikel. Lonjakan LH dipicu oleh kadar estrogen yang tinggi yang dihasilkan oleh
folikel preovulasi. Dengan kata lain, stimulus dan kapan ovulasi bakal terjadi ditentukan sendiri oleh folikel preovulasi. Ovulasi diperkirakan terjadi 24
– 36 jam pascapuncak estrogen estradiol dan 10
– 12 jam pasca puncak LH. Diawal lonjakan LH digunakan sebagai pertandaindikator untuk menentukan waktu kapan
diperkirakan ovulasi bakal terjadi. Ovulasi terjadi sekitar 34 -36 jam pascaawal lonjakan LH.
Lonjakan LH memacu sekresi prostaglandin, dan progesteron bersama lonjakan FSH yang mengaktivasi enzim proreolitik, menyebabkan dinding folikel
pecah. Kemudian sel granulosa yang melekat pada membran basalis, pada seluruh dinding folikel, berubah menjadi sel luteal. Pada siklus menjelang ovulasi, sel
granulosa kumulus yang melekat pada oosit, menjadi longgar akibat enzim hialuronik yang dipicu oleh lonjakan FSH. FSH menekan proliferasi sel kumulus, tetapi FSH
bersama faktor yang dikeluarkan oosit, memacu proliferasi sel granulosa mural, sel granulosa yang melekat pada dinding folikel.
Universitas Sumatera Utara
c. Fase Luteal
Pascalonjakan LH, pembuluh darah kapiler mulai menembus lapsan granulosa menuju ke tengah ruangan folikel dan mengisinya dengan darah. LH memicu sel
granulosa yang telah mengalami luteinisasi, untuk menghasilkan Vascular Endothelial Growth Factor VEGF dan angiopoetin. Kemudian VEGF dan
angiopoetin memacu angiogenesis, dan pertumbuhan pembuluh darah ini merupakan hal yang penting pada proses luteinisasi. Pada hari ke
– 8 sampai 9 pascaovulasi vaskularisasi mencapai puncaknya bersamaan dengan puncak kadar progesteron dan
estradiol. Pertumbuhan folikel pada fase foilkuler yang baik akan menghasilkan korpus
luteum yang baiknormal pula. Jumlah resptor LH disel granulosa yang terbentuk cukup adekuat pada pertengahan siklusakhir fase folikuler, akan menghasilkan
korpus luteum yang baik. Korpus luteum mampu menghasilkan baik progesteron, estrogen, maupun andogen. Kemampuan menghasilkan steroid seks korpus luteum
sangat tergantung pada tonus kadar LH pada fase luteal. Kadar progesteron meningkat tajam segera pasca ovulasi. Kadar progesteron dan estradiol mencapai
puncaknya sekitar 8 hari pascalonjakan LH, kemudian menurun perlahan, bila tidak terjadi pembuahan. Pada Siklus haid normal, korpus luteum akan mengalami regresi
9 – 11 hari pascaovulasi, dengan mekanisme yang belum diketahui. Kemungkinan
korpus luteum mengalami regresi akibat dampak luteolisis estrogen yang dihasilkan korpus luteum sendiri.
Universitas Sumatera Utara
B. Perubahan Histologik pada Endometrium dalam Siklus Haid
Pada fase akhir luteal ovariumn, sekresi estrogen dan progestreron menurun tajam mengakibatkan lapisan fungsionalis terlepas, terlepas saat haid menyisakan
lapisan non fungsionalis basalis dengan sedikit lapisan fungsionalis. Selanjutnya, endometrium yang tipis tersebut memasuki siklus haid berikutnya. Selama satu siklus
haid pertumbuhan endometrium melalui beberapa fase yaitu fase proliferasi, fase sekresi, fase implantasi, dan fase deskuamasi.
a. Fase Proliferasi
Fase proliferasi endometrium dikaitkan dengan fase folikuler proses folikulogenesis di ovarium. Pada fase folikuler, folikulogenesis menghasilkan steroid
seks. Kemudian steroid seks estrogen memicu pertumbuhan endometrium untuk menebal kembali, sembuh dari perlukaan akibat haid sebelumnya. Pada fase
proliferasi peran estrogen sangat menonjol, estrogen memacu terbentuknya komponen jaringan, ion, air, dan asam amino. Stroma endometrium yang kolaps pada
saat haid, mengembang kembali, dan merupakan komponen pokok pertumbuhan penebalan kembali endometrium. Pada fase proliferasi tembal endometrium hanya
sekitar 0,5 mm kemudian tumbuh menjadi sekitar 3,5 – 5 mm. Peran pada estrogen
pada fase proliferasi juga dapat diamati dari meningkatnya jumlah sel mikrovili yang mempunyai silia. Seperti halnya fase folikuler di ovarium, fase proliferasi
endometrium mempunyai durasi yang cukup lebar. Pada perempuan normal yang subur, fase folikuler ovarium atau fase proliferasi endometrium dapat berlangsung
hanya sebentar 5 – 7 hari, atau cukup lama sekitar 21 sampai 31 hari.
Universitas Sumatera Utara
b. Fase Sekresi
Pascaovulasi ovarium memasuk fase luteal dan korpus luteum yang terbentuk menghasilkan steroid seks di antaranya esterogen dan progesteron. Kemudian
esterogen dan progesteron korpus luteum tersebut mempengaruhi pertumbuhan endometrium dari fase proliferasi menjadi fase sekresi. Aktifitas sekresi dapat diamati
dengan jelas dalam kurun waktu 7 hari pasca ovulasi. Pada fase sekresi, tampak kelenjar menjadi lebih berliku dan menggembung, epitel permukaan tersusun seperti
gigi, dengan stroma endrometrium menjadi lebih edema dan arteria spiralis lebih terlipin lagi. Pada fase sekresi kelenjar secara aktif mengeluarkan glikoprotein dan
peptida kedalam kavum endometrium. Pada fase sekresi endometrium selaras dengan fase luteal ovarium mempunyai durasi berkisar antara 12
– 14 hari. c.
Fase implantasi Pada 7 hari fase ovulasi atau hari ke 21 sampai 22 siklus siklus 28 hari,
sesuai dengan pertengahan fase luteal, saat puncak kadar esterogen dan progesteron yang bertepatan dengan saat implantasi, stromaendometrium mengalami edema
hebat. Kadar esterogen dan progesteron yang tinggi pada hari ke 7 pascaovulasi memicu sintesa prostaglandin endometrium dan profilerasi pembulu darah spiralis.
Pada hari ke 22 – 23 siklus mulai terjadi desidualisasi endometrium, tampak sel
predesidua sekitar pembulu darah, inti sel membesar, aktifikas metosis meningkat, dan membentuk membran basal. Pada hari ke 13 pascaovulasi hari 27 siklus akhir
fase luteal atau akhir fase sekresi tebal endometrium terbagi menjadi staratum basalis,
Universitas Sumatera Utara
stratum spongiosum, dan starum kompaktum. Pada hari ke 26 – 27 siklus haid,
ekstravasasi sel lekosit kolinuklear menyusup masuk kedalam stroma endometrium d.
Fase Deskuamasi Pada hari ke 25 siklus, 3 hari menjelang haid, predesidual membentuk lapisan
kompaktum pada bagian atas lapisan fungsionalis endometrium. Bila tidak terjadi kehamilan maka usia korpus luteum berakhir, diikuti kadar estrogen dan progesteron
semakin berkurang. Kadar estrogen dan progesteron yang sangat rendah akan menyebabkan rangkaian peristiwa di endometrium seperti vasemotor, apoptosis,
pelepasan jaringan endometrium, dan di akhiri dengan haid. Kadar esteregon dan progesteron yang rendah mengakibatkan tebal endometrium menurun, apoptosis, dan
pelepasan endometrium.
2.1.3 Gangguan Menstruasi