Bobak, Lowdermilk Jensen, 2004; Glasier Gebbie, 2005; Jones, 2001; Mitayani,2009 ; Rayburn Carey, 2001; Suparman, 2011.
b. Gejala Emosional
Gelaja emosional sindrom pramenstruasi yang umum terjadi adalah tegang, irritabilitas mudah tersinggung, agresif, rasa bermusuhan, suka marah, mood yang
berubah-ubah, perasaan lepas kendali, depresi, perubahan alam perasaan, sering panik, bingung, ansietas, gelisah, letargi, lelah, penurunan konsentrasi, pelupa,
kemarahan yang muncul tanpa provokasi yang adekuat, sering menangis, keinginan menyendiri, perasaan bersalah, pikiran bunuh diri, dan merasa kehilangan harga diri
Andrews, 2009; Bobak, Lowdermilk Jensen, 2004; Glasier Gebbie, 2005; Jones, 2001; Mitayani, 2009; Rayburn Carey, 2001; Suparman, 2011.
c. Gejala perilaku
Gangguan perilaku meliputi insomnia, agorafobia, bolos kerja, kehilangan konsentrasi, penghindaran akitivitas sosial Andrews, 2009; Suparman, 2011.
2.2.3 Penyebab Sindrom Pramenstruasi
Banyak teori untuk menerangkan mengapa sindrom pramenstruasi terjadi tetapi hingga kini penyebab pasti belum diketahui meskipun terdapat penelitian
berskala luas. Adapun penyebab yang mungkin terjadinya sindrom pramenstruasi adalah teori psikologis, defisiensi progesteron, defisiensi estrogen, peningkatan
aktivitas renin-angioension-aldosteron, hiperaktivitas kelenjar adrenal, perubahan katekolamin disusunan saraf pusat, alergi terhadap hormon-hormon endogen, zat-zat
opiod endogen, ketidakseimbangan estrogenprogesteron, retensi natrium dan air,
Universitas Sumatera Utara
defisiensikelebihan prostaglandin, kelebihan proklatin, defisiensi vitamin B6, defisiensi diet, defisiensi unsur-unsur renik, hipoglikemia, abnormalitas tiroid, dan
defisiensi serotin. Meskipun penyebab utama sindrom pramenstruasi tidak diketahui, tetapi teori sekarang bahwa sindrom pramenstruasi bersifat multifaktor. Andrews,
2009; Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004; Jones, 2002; Rayburn Carey, 2001; Suparman, 2011.
2.2.4 Penatalaksanaan sindrom pramenstruasi
Berbagai pendekatan terapi yang sudah dilakukan terbagi atas tiga modalitas utama, yaitu pendekatan non-farmaterapi, pendekatan farmakoterapi, dan operasi
Suparman, 2011. 1.
Pendekatan non-farmakologi. Pengaturan nutrisi, modifikasi pola tidur, latihan aerobik moderat, latihan relaksasi, terapi cahaya dengan lampu fluoresent putih
berspektrum sinar matahari, terapi kognitif perilaku, suplementasi nutrisi, 2.
Pengobatan sindrom pramenstruasi secara farmakologi. Anti-inflamasi non- steroid NSAID, yaitu asam mefenamat dan naproxen sodium. Diuretik, yaitu
spironolakton. Anti cemas, yaitu buspiron dan alprazolam. Anti depresan, yaitu bupropion, klomipramin, Selective Serotin Reuptake Inhibitor SSRI. Hormonal,
yaitu progesteron sintetik, estradiol, danazol, kontasepsi oral kombinasi, bromokriptin, dan analog GnRH Gonadotropin Releasing Hormone.
3. Penatalaksanaan operatif. Pendekatan operatif untuk penatalaksanaan sindrom
pramenstruasi hanya dibatasi untuk kasus derajat berat yang dengan mempertimbangkan usia dan paritas penderita. histeroktomi totalitas abdominal
Universitas Sumatera Utara
yang disertai ophorektomi bilateral terbukti kuratif, dengan tingkat kepuasan pasien mencapai 96 dan tingkat resolusi total keluhan sindrom pramenstruasi
93,6. Prosedur histeroktomi tanpa pengangkatan ovarium juga dibuktikan oleh
berkurangnya keluhan sindrom pramenstruasi. 2.3
Remaja 2.3.1
Definisi Remaja
Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere
yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan” Ali Asrori, 2012. Menurut Hurlock 1991, dalam Ali Asrori 2012 istilah
adolescence memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Menurut Gunarsa 1978, dalam Kusmiran 2014 masa remaja
merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang meliputi
semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa.
Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa untuk tumbuh mencapai kematangan meliputi kematangan mental, emosional, sosial, dan
fisik Ali Asrori, 2012; Kusmiran, 2014.
2.3.2 Batasan Usia Remaja