Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pawestri Utari 2014 didapati bahwa mayoritas gejala emosional yang dialami adalah irritabilitasmudah
tersinggung 87,1. Didapati hasil gejala emosional lain adalah mudah lelah 82,6, penurunan konsentrasi 51,5, perubahan alam perasaan 47,7, cemas
46,9, gelisah 44,7, tegang 24,2, dan depresi 9,8. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Rizal 2013 didapati mayoritas gejala emosional yang selalu
dialami adalah bad mood 20, mudah marah dan tersinggung 15, mudah sedih 7,5, serta tegang, depresi, dan penurunan daya konsentrasi 2,5.
Dari beberapa hasil penelitian diatas, gejala cemas merupakan salah satu gejala yang selalu dialami saat sindrom pramenstruasi. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Lestari 2015 bahwa ada hubungan sindrom pramenstruasi dengan tingkat kecemasan, dimana semakin berat sindrom
pramenstruasi maka semakin berat tingkat kecemasan yang dialami responden. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Ricka Wahyuni 2010 didapati bahwa terdapat
hubungan signifikan antara tingkat kecemasan dengan sindrom pramenstruasi, dimana semakin ringan tingkat kecemasannya maka sindrom pramenstruasi juga
semakin ringan.
5.2.4 Berdasarkan Gejala Perilaku Sindrom Pramenstruasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Di SMA Swasta Kristen Immanuel Medan didapati mayoritas gejala perilaku sindrom pramenstruasi yang
selalu dialami adalah insomnia 10,2. Terdapat hasil gejala perilaku lain yang
Universitas Sumatera Utara
selalu dialami adalah kehilangan konsentrasi 6,8 , penghindaran aktivitas sosial, mengalami agorafobia dan bolos sekolah 1,7.
Gejala perilaku sindrom pramenstruasi berupa insomnia dapat disebabkan oleh fakor stres Sibagariang, Pusmaika Rismalinda, 2010. Defisiensi produksi
progesteron dapat menyebabkan insomnia Manuaba, dkk, 2009. Stres dapat menyebakan seseorang mengalamai gejala insomnia Wijayaningsih, 2014.
Rendahnya kadar aktivitas serotin pada seseorang yang mengalami sindrom pramenstruasi dapat menyebabkan kesulitan untuk tidur Saryono Sejati, 2009.
Aktivitas serotin berhubungan dengan gejala depresi yang menyebabkan seseorang menarik diri atau melakukan penghindaran aktivitas sosial. Stres sangat
besar pengaruhnya terhadap kejadian sindrom pramenstruasi. Gejala-gejala sindrom pramenstruasi akan semakin berat jika seseorang terus mengalami tekanan Saryono
Sejati, 2009. Stres dapat membuat seseorang mengalami kehilangan konsentrasi Wijayaningsih, 2014.
Menurut Sibagariang, Pusmaika Rismalinda 2010 sekitar 14 persen perempuan mengalami sindrom pramenstruasi yang sangat besar pengaruhnya
sehingga mengharuskan mereka untuk beristirahat dari sekolah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saputri 2010, bahwa ada hubungan sindrom
pramenstruasi dengan aktivitas belajar, dimana ada kecenderungan semakin berat sindrom pramenstruasi maka semakin rendah aktivitas belajar dan semakin ringan
sindrom pramenstruasi maka semakin tinggi aktivitas belajar.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gracia, dkk 2011 menunjukkan bahwa terdapat hubungan sindrom pramenstruasi dengan gangguan
tidur. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hapsari 2010 bahwa ada hubungan sindrom pramenstruasi dengan insomnia. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa mayoritas gejala perilaku yang dialami remaja putri SMA Swasta Kristen Immanuel Medan adalah insomnia 10,2.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pawestri Utari 2014 didapati mayoritas gejala perilaku yang dialami adalah kehilangan konsentrasi
39,4. Gejala perilaku lainnya adalah penghindaran aktivitas sosial 29,5, penurunan prestasi belajar 21,2, agorafobia 8,3, dan bolos sekolah 5,3.
Berdasarkan teori, stres merupakan salah satu penyebab gejala sindrom pramenstruasi Sibagariang, Pusmaika Rismalinda, 2010. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rihu Zulaikhah 2014 bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat stres dengan sindrom pramenstruasi dan hasil penelitian lain
yang dilakukan oleh Mayyane 2011 bahwa ada hubungan positif antara tingkat stres dengan kejadian sindrom pramenstruasi.
5.3 Keterbatasan Penelitian