a. Franchisor yaitu pihak pemilikprodusen dari barang atau jasa yang telah memiliki merek tertentu serta memberikan atau melisensikan hak eksklusif tertentu untuk
pemasaran dari barang atau jasa itu. b. Franchisee yaitu pihak yang menerima hak eksklusif itu dari franchisor.
c. Adanya penyerahan hak-hak secara eksklusif dalam praktek meliputi berbagai macam hak milik intelektualhak milik perindustrian dari franchisor kepada
franchisee. d. Adanya penetapan wilayah tertentu, franchise area dimana franchisee diberikan
hak untuk beroperasi diwilayah tertentu. e. Adanya imbal prestasi dari franchisee kepada franchisor yang berupa Franchise
Fee dan Royalties serta biaya-biaya lain yang disepakati oleh kedua belah pihak. f. Adanya standar mutu yang ditetapkan oleh franchisor bagi franchisee, serta
supervisi secara berkala dalam rangka mempertahankan mutu. g. Adanya pelatihan awal, pelatihan yang berkesinambungan, yang diselenggarakan
oleh franchisor guna peningkatan keterampilan.
B. BENTUK PERJANJIAN WARALABA
Sebelum memasuki tentang bentuk perjanjian waralaba, terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian perjanjian itu sendiri. Adapun pengertian perjanjian
diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, “perjanjian adalah
Universitas Sumatera Utara
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Sedangkan menurut Yahya Harahap perjanjian adalah “suatu hubungan hukum kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan
hak atau sesuatu untuk memperoleh prestasi atau sekaligus kewajiban pada pihak lain untuk menunaikan kewajiban pada pihak lain untuk memperoleh suatu prestasi”.
Adapun bentuk perjanjiankontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para
pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan.
Sehubungan dengan bentuk perjanjian waralaba, Pasal 4 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, menentukan bahwa waralaba
diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia. Berdasarkan ketentuan
Pasal 4 ayat 1 PP Waralaba ini jelas dimengerti bahwa apabila pemberi dan penerima waralaba telah sepakat maka perjanjian waralaba harus dituangkan kedalam
bentuk perjanjian tertulis. Salim HS menyebutkan ada tiga bentuk perjanjian tertulis, yaitu:
1. Perjanjian di bawah tangan ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja.
2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.
Universitas Sumatera Utara
3. Perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel.
51
Dalam hal pembuatan kontrak, hubungan hukum antara franchisor dan franchisee ditandai ketidakseimbangan kekuatan tawar-menawar unequal bargaining
power. Perjanjian franchise merupakan perjanjian baku yang dibuat oleh franchisor. Franchisor menetapkan syarat-syarat dan standar yang harus diikuti oleh franchisee
yang memungkinkan franchisor dapat membatalkan perjanjian apabila dia menilai franchisee tidak dapat memenuhi kewajibannya. Dalam perjanjian dicantumkan
kondisi-kondisi bagi pemutusan perjanjian seperti: kegagalan memenuhi standar pengoperasian, dan sebagainya. Franchisor mempunyai discretionary power untuk
menilai semua aspek usaha franchisee, sehingga perjanjian tidak memberikan Bila dihubungkan pendapat Salim HS dengan ketentuan bentuk perjanjian
waralaba dalam Pasal 4 ayat 1 PP Waralaba di atas maka bentuk perjanjian waralaba yang termaktub dalam PP Waralaba tidak menjelaskan dengan tegas
bagaimana bentuk perjanjian tertulis tersebut, dengan keadaan seperti ini tentunya bentuk perjanjian waralaba yang ada dilapangan dapat berbentuk 3 tiga macam
yaitu perjanjian waralaba dengan bentuk perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja, perjanjian waralaba dengan
bentuk perjanjian yang disaksikan notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak dan perjanjian waralaba dengan bentuk perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh
notaris dalam bentuk akta notariel.
51
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Di Indonesia Jakarta: PT Sinar Grafika, 2005, hal. 32
Universitas Sumatera Utara
perlindungan yang memadai bagi francisee dalam menghadapi dalam menghadapi pemutusan perjanjian dan penolakan franchisor untuk memperbaharui perjanjian.
52
Perjanjian franchise
adalah sebuah perjanjian mengenai metode pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Franchisor dalam jangka waktu
tertentu memberikan lisensi kepada franchisee untuk melakukan usaha pendistribusian barang dan jasa di bawah nama dan indentitas franchisor dalam
wilayah tertentu. Usaha tersebut harus dijalankan sesuai dengan prosedur dan cara yang ditetapkan franchisor. Franchisor memberikan bantuan assistance terhadap
franchisee. Sebagai imbalannya franchisee membayar sejumlah uang berupa inntial fee dan royalty.
Ketidakseimbangan kekuatan tawar-menawar antara franchisor dengan franchisee juga terdapat di dalam kontrak Roti Cappie. Dimana klausul-klausul yang
terdapat didalam kontrak Roti Cappie tersebut adalah kehendak dari franchisor. Franchisee tidak dapat menawar atau tidak mempunyai wewenang untuk
memberikan pendapat mengenai isi daripada kontrak tersebut.
C. UNSUR-UNSUR PERJANJIAN WARALABA