BENTUK PERJANJIAN WARALABA Perlindungan bagi Konsumen Terhadap Usaha Waralaba (Franchise) Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Usaha Roti Cappie Medan)

a. Franchisor yaitu pihak pemilikprodusen dari barang atau jasa yang telah memiliki merek tertentu serta memberikan atau melisensikan hak eksklusif tertentu untuk pemasaran dari barang atau jasa itu. b. Franchisee yaitu pihak yang menerima hak eksklusif itu dari franchisor. c. Adanya penyerahan hak-hak secara eksklusif dalam praktek meliputi berbagai macam hak milik intelektualhak milik perindustrian dari franchisor kepada franchisee. d. Adanya penetapan wilayah tertentu, franchise area dimana franchisee diberikan hak untuk beroperasi diwilayah tertentu. e. Adanya imbal prestasi dari franchisee kepada franchisor yang berupa Franchise Fee dan Royalties serta biaya-biaya lain yang disepakati oleh kedua belah pihak. f. Adanya standar mutu yang ditetapkan oleh franchisor bagi franchisee, serta supervisi secara berkala dalam rangka mempertahankan mutu. g. Adanya pelatihan awal, pelatihan yang berkesinambungan, yang diselenggarakan oleh franchisor guna peningkatan keterampilan.

B. BENTUK PERJANJIAN WARALABA

Sebelum memasuki tentang bentuk perjanjian waralaba, terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian perjanjian itu sendiri. Adapun pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, “perjanjian adalah Universitas Sumatera Utara suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Sedangkan menurut Yahya Harahap perjanjian adalah “suatu hubungan hukum kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak atau sesuatu untuk memperoleh prestasi atau sekaligus kewajiban pada pihak lain untuk menunaikan kewajiban pada pihak lain untuk memperoleh suatu prestasi”. Adapun bentuk perjanjiankontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan. Sehubungan dengan bentuk perjanjian waralaba, Pasal 4 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, menentukan bahwa waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat 1 PP Waralaba ini jelas dimengerti bahwa apabila pemberi dan penerima waralaba telah sepakat maka perjanjian waralaba harus dituangkan kedalam bentuk perjanjian tertulis. Salim HS menyebutkan ada tiga bentuk perjanjian tertulis, yaitu: 1. Perjanjian di bawah tangan ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja. 2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak. Universitas Sumatera Utara 3. Perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel. 51 Dalam hal pembuatan kontrak, hubungan hukum antara franchisor dan franchisee ditandai ketidakseimbangan kekuatan tawar-menawar unequal bargaining power. Perjanjian franchise merupakan perjanjian baku yang dibuat oleh franchisor. Franchisor menetapkan syarat-syarat dan standar yang harus diikuti oleh franchisee yang memungkinkan franchisor dapat membatalkan perjanjian apabila dia menilai franchisee tidak dapat memenuhi kewajibannya. Dalam perjanjian dicantumkan kondisi-kondisi bagi pemutusan perjanjian seperti: kegagalan memenuhi standar pengoperasian, dan sebagainya. Franchisor mempunyai discretionary power untuk menilai semua aspek usaha franchisee, sehingga perjanjian tidak memberikan Bila dihubungkan pendapat Salim HS dengan ketentuan bentuk perjanjian waralaba dalam Pasal 4 ayat 1 PP Waralaba di atas maka bentuk perjanjian waralaba yang termaktub dalam PP Waralaba tidak menjelaskan dengan tegas bagaimana bentuk perjanjian tertulis tersebut, dengan keadaan seperti ini tentunya bentuk perjanjian waralaba yang ada dilapangan dapat berbentuk 3 tiga macam yaitu perjanjian waralaba dengan bentuk perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja, perjanjian waralaba dengan bentuk perjanjian yang disaksikan notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak dan perjanjian waralaba dengan bentuk perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel. 51 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Di Indonesia Jakarta: PT Sinar Grafika, 2005, hal. 32 Universitas Sumatera Utara perlindungan yang memadai bagi francisee dalam menghadapi dalam menghadapi pemutusan perjanjian dan penolakan franchisor untuk memperbaharui perjanjian. 52 Perjanjian franchise adalah sebuah perjanjian mengenai metode pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Franchisor dalam jangka waktu tertentu memberikan lisensi kepada franchisee untuk melakukan usaha pendistribusian barang dan jasa di bawah nama dan indentitas franchisor dalam wilayah tertentu. Usaha tersebut harus dijalankan sesuai dengan prosedur dan cara yang ditetapkan franchisor. Franchisor memberikan bantuan assistance terhadap franchisee. Sebagai imbalannya franchisee membayar sejumlah uang berupa inntial fee dan royalty. Ketidakseimbangan kekuatan tawar-menawar antara franchisor dengan franchisee juga terdapat di dalam kontrak Roti Cappie. Dimana klausul-klausul yang terdapat didalam kontrak Roti Cappie tersebut adalah kehendak dari franchisor. Franchisee tidak dapat menawar atau tidak mempunyai wewenang untuk memberikan pendapat mengenai isi daripada kontrak tersebut.

C. UNSUR-UNSUR PERJANJIAN WARALABA

Dokumen yang terkait

Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

10 119 83

Pengoplosan Beras Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

11 144 123

Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Usaha Air Minum Depot (AMD) Isi Ulang Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

3 124 97

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN SMART LAUNDRY ATAS KELALAIAN PELAKU USAHA YANG MENGAKIBATKAN KERUGIAN KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1 2 72

Perlindungan bagi Konsumen Terhadap Usaha Waralaba (Franchise) Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Usaha Roti Cappie Medan)

0 0 11

Perlindungan bagi Konsumen Terhadap Usaha Waralaba (Franchise) Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Usaha Roti Cappie Medan)

0 0 1

Perlindungan bagi Konsumen Terhadap Usaha Waralaba (Franchise) Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Usaha Roti Cappie Medan)

0 0 15

Perlindungan bagi Konsumen Terhadap Usaha Waralaba (Franchise) Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Usaha Roti Cappie Medan)

0 0 35

Perlindungan bagi Konsumen Terhadap Usaha Waralaba (Franchise) Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Usaha Roti Cappie Medan) Chapter III V

0 0 56

Perlindungan bagi Konsumen Terhadap Usaha Waralaba (Franchise) Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Usaha Roti Cappie Medan)

0 0 3