Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan mengenai bagaimana pengetahuan ibu menyusui mengenai pola pemberian ASI Eksklusif di Desa Lalang Kecamatan Sunggal pada saat ini. Dalam penulisan ini, Desa Lalang dipilih sebagai lokasi penelitian dikarenakan letak desa tersebut berdekatan dengan tempat tinggal penulis. Hal ini dimaksudkan agar biaya yang diperlukan tidaklah terlalu banyak dan tentu saja untuk tidak memakan waktu yang lama di dalam melakukan penelitian lapangan. Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional diarahkan pada peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia SDM dan dilaksanakan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Kualitas SDM dapat dibangun jika kesehatan SDM tidak mengalami penurunan karena kualitas SDM dapat dibentuk dari bayi dengan cara memberikan ASI Eksklusif karena dapat mencegah berbagai penyakit pada bayi. Menyusui adalah suatu proses yang bersifat alami. Beragam ibu di seluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku maupun literatur lainnya mengenai ASI 1 Air Susu Ibu, bahkan ibu yang buta huruf sekalipun 1 Dalam penulisan ini untuk mempermudah maka air susu ibu akan ditulis dan disingkat dengan Universitas Sumatera Utara 2 dapat menyusui anaknya dengan baik. Walaupun demikian, dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang alamiah tidaklah selalu mudah terutama tentang menyusui, selalu terdapat beberapa kendala penunjang ketidak berhasilan pemberian ASI oleh ibu terhadap bayi. Menurut World Health Organization WHO tahun 2012 dilaporkan bahwa 65 populasi bayi di dunia berusia satu tahun atau kurang, hanya 35 bayi yang diberikan ASI secara eksklusif pada usia 0-4 bulan. Pada tahun 2012 UNICEF melaporkan bahwa 136,7 juta bayi lahir di dunia hanya 32,6 yang mendapatkan ASI secara eksklusif sampai usia 6 bulan. Suatu angka yang mengingatkan seluruh tenaga kesehatan akan pentingnya menyusun suatu strategi untuk meyakinkan setiap perempuan mampu dan mau menyusui bayinya sejak lahir hingga berusia 6 bulan. Pada tahun 1999, setelah pengalaman selama 9 tahun UNICEF memberikan klarifikasi mengenai rekomendasi jangka waktu Pemberian ASI Eksklusif. Rekomendasi Eksklusif bersama World Health Assembly WHA dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2010 menunjukkan pemberian ASI di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Persentasi bayi yang menyusui secara eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah, terutama ibu bekerja sering mengabaikan pemberian ASI ASI, sebagaimana istilah yang lazim dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Universitas Sumatera Utara 3 dengan alasan kesibukan bekerja. Padahal tidak ada yang bisa menandingi kualitas ASI, bahkan susu formula sekalipun. Masih terdapat banyak kebiasaan memberi cairan pada bayi selama 6 bulan pertama yang masih dilakukan di banyak belahan dunia yang berakibat buruk bagi gizi dan kesehatan bayi, rendahnya pemberian ASI Eksklusif merupakan ancaman bagi tumbuh kembang anak. Seperti diketahui bayi yang diberi ASI setidaknya usia 6 bulan lebih rentan mengalami kekurangan nutrisi, walaupun secara kultural terdapat beragam pengetahuan masyarakat mengenai sumber nutrisi lain yang dapat diberikan kepada bayi pada rentang usia 6 bulan namun ketika hal ini dihadapkan pada aspek kesehatan menjadi suatu hal yang kontradiksi karena memuat hal lain yang mempengaruhi tata cara berfikir dan berbuat. Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat meningkat bila bayi hanya diberi ASI saja selama enam bulan pertama kehidupannya. Peningkatan sesuai dengan lamanya pemberian ASI Eksklusif serta lamanya pemberian ASI bersama – sama dengan makanan padat setelah bayi berumur enam bulan. Saat ini penerapan pola pemberian makan terbaik untuk bayi sejak lahir sampai anak berumur 2 dua tahun tersebut belum dilaksanakan dengan baik khususnya dalam hal pemberian ASI Eksklusif. Beberapa kendala dalam hal pemberian ASI Eksklusif karena ibu tidak percaya diri bahwa dirinya mampu menyusui dengan baik sehingga mencukupi seluruh kebutuhan gizi Bayi. Hal ini antara lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu, kurangnya dukungan keluarga serta rendahnya kesadaran masyatakat tentang manfaat pemberian ASI Universitas Sumatera Utara 4 Eksklusif. Selain itu kurangnya dukungan tenaga kesehatan, fasilitas, pelayanan kesehatan, dan produsen makanan bayi menghambat keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya. Di pedesaan, persentase pemberian makanan prelakteal non-susu air putih, air gula, air tajin, air kelapa, sari buah, teh manis, madu, pisang, nasibubur, dan lainnya lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Menurut tingkat pendidikan dan status ekonomi terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan dan status ekonomi, cenderung semakin tinggi persentase pemberian makanan prelakteal berupa susu. Sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan dan status ekonomi, semakin tinggi persentasi pemberian makanan prelakteal non-susu air putih, air gula, air tajin, air kelapa, sari buah, teh manis, madu, pisang, nasibubur, dan lainnya. Rendahnya pemberian ASI secara eksklusif maka pemerintah membuat sebuah peraturan yaitu PP No. 33 tahun 2012, yang bertujuan agar bayi bisa mendapatkan haknya untuk memperoleh ASI secara eksklusif. PP No. 33 tahun 2012 tentang ASI Eksklusif memiliki butir-butir di antaranya setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya. Di dalamnya juga disebutkan bahwa tenaga kesehatan wajib memberikan informasi dan edukasi ASI Ekslusif pada ibu dan anggota keluarga bayi yang bersangkutan sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI Eksklusif selesai. Dalam peraturan ini petugas kesehatan dilarang memberikan susu formula bayi atau produk bayi lainya akan dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa teguran lisan atau teguran tertulis. Universitas Sumatera Utara 5 Pemberian ASI Eksklusif dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor sosial budaya, pengaruh promosi susu formula, dukungan petugas kesehatan, kesehatan ibu, status pekerjaan ibu, tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan serta sikap ibu. Pengaruh kebudayaan barat, urbanisasi dan kemajuan teknologi menyebabkan pergeseran nilai sosial budaya masyarakat. Memberi ASI pada bayi dianggap tidak modern dan menempatkan ibu pada kedudukan lebih rendah dibandingkan dengan ibu golongan atas. Perkembangan industri susu formula yang pesat dengan berbagai promosi di media massa dapat menyebabkan salah pengertian. Pemberian susu formula dianggap lebih baik daripada ASI. Pengetahuan dan sikap petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI sangat menentukan keberhasilan ibu menyusui. Disamping itu kondisi kesehatan bayi dan ibu sangat berpengaruh dalam pemberian ASI. Bayi sehat, tidak mengidap penyakit tertentu dan tidak mengalami kecacatan lebih mudah untuk menyusu dan sebaliknya. ASI yang diproduksi jumlahnya cukup apabila kondisi kesehatan ibu baik dan konsumsi makanannya cukup dari segi kualitas dan kuantitas. Keadaan sosial budaya masyarakat tidak saja seluruhnya bersifat negatif, tetapi ada juga yang bersifat positif yang dapat dimanfaatkan dalam pembangunan kesehatan. Pembangunan dalam suatu negara, selain berdampak positif juga menimbulkan hal-hal yang negatif seperti banyak wanita karier yang tidak dapat mengatur dan memberi ASI Eksklusif secara optimal kepada anaknya. Universitas Sumatera Utara 6 Pendapat Sayogyo pada tahun 1994 yang menyatakan bahwa dengan semakin meningkatnya sosial ekonomi keluarga akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam susunan makanan baik jenis maupun jumlahnya. Semakin meningkatnya pendapatan semakin bertambah pula persentase pembelanjaan termasuk makanan pengganti ASI sehingga ibu cenderung tidak memberikan ASI secara eksklusif. Tekanan ekonomi memaksa ibu bekerja untuk mencari penghasilan sehingga tidak mempunyai kesempatan memeberikan ASI secara eksklusif. Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu berpengaruh dalam praktek menyusui. Semakin tinggi tingakat pendidikan ibu, pengetahuan ibu semakin baik. Hal ini akan memberi kecenderungan ibu dalam bersikap dengan memberikan yang terbaik bagi bayi yaitu dengan memberikan ASI Eksklusif.

1.2 Tinjauan Pustaka