Pasal 121 ayat 3 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman disebutkan ada 2 jenis pembiayaan, yaitu :
1. Pembiayaan Primer Perumahan, yaitu pembiayaan di sisi pasokan pada
saat kredit atau pembiayaan pembangunan rumah, perumahan, permukiman dan lingkungan hunian diterbitkan, dan di sisi permintaan
kredit atau pembiayaan peroleh rumah diterbitkan yang dilaksanakan oleh bank danatau lembaga keuangan bukan bank.
2. Pembiayaan Sekunder Perumahan, yaitu penyelenggaraan kegiatan
penyaluran dana jangka menengah danatau panjang kepada lembaga keuangan penerbit kredit dengan melakukan sekuritisasi. Sekuritisasi yaitu
transformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan cara pembelian aset keuangan dari lembaga keuangan penerbit kredit dan penerbitan efek
beragun aset.
C. Permasalahan yang Terdapat dalam Kredit Pemilikan Rumah
Rumahku istanaku, demikian pepatah bijak yang selama ini acap kita dengar. Tentunya pepatah itu memiliki makna mulia, dimana rumah digambarkan
sebagai istana yang senantiasa penuh dengan kehangatan. Seberapapun kecil dan sederhananya, rumah menjadi tempat berlindung dan berkumpulnya segenap
keluarga. Rumah juga menjadi tempat istirahat dan rekreasi kita serta setumpuk fungsi lain.
81
Namun, benarkah demikian? Ketika bisnis perumahan mulai dikenal, disatu sisi memudahkan kepemilikan rumah, disisi lain rumah yang harusnya
menjadi istana bisa berubah menjadi bencana. Dan rumahku istanaku tak ayal bergeser menjadi rumahku masalahku. Betapa tidak bila kemudian dalam
mekanisme jual beli rumah, sering kali disertai dengan beragam permasalahan. Munculnya sistem jual-bangun, yaitu pengembang menawarkan dan menjual
81
Yani A. Putri, Segudang Masalah Konsumen Perumahan, http:www.ylki.or.idsegudang-masalah-konsumen-perumahan.html, diakses pada Selasa, 28 Mei
2013
Universitas Sumatera Utara
obyek perumahan baru kemudian membangunnya, menambah kompleksitas permasalahan kepemilikan rumah.
82
Semakin meningkatnya pembangunan perumahan sebagai bentuk upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat atas papan, semakin melonjak pula angka
permintaan atas Kredit Pemilikan Rumah. Permasalahan di seputar penyaluran KPR pun tidak dapat dihindari. Misalnya, permohonan KPR ditolak sehingga DP
dipotong dan uang tanda jadi booking fee hilang, sertifikat rumah belum bisa diambil meskipun KPR telah lunas, perjanjian jual beli rumah yang tidak
seimbang, kualitas spesifikasi teknis rumah rendah, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang tidak standar, kenaikan suku bunga, kredit macet, dan lain
sebagainya.
83
Pada tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter yang dampaknya sangat dirasakan bagi konsumen Kredit Pemilikan Rumah KPR. Meningkatnya
nilai tukar dolar dan suku bunga merupakan pertanda yang harus diwaspadai konsumen. Dimensi ketersediaan papan bagi rakyat melalui fasilitas KPR menjadi
terhambat.
84
Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI, Sudaryatmo, mengatakan beberapa ketentuan yang disodorkan oleh pihak bank
maupun developer sering kali menjerat masyarakat selaku konsumen perumahan.
82
Ibid.
83
Blogger, Masalah KPR dan Antisipasinya,
http:arsitektur2010.blogspot.com201007problem-kpr-dan-antisipasinya.html diakses pada
Selasa, 28 Mei 2013
84
Yusuf Shofie, Op.Cit., Hal. 54
Universitas Sumatera Utara
Tak jarang para konsumen yang belakangan merasa ‘tertipu’ dengan ulah pengembang dan bank.
85
Kerugian konsumen ini tidak hanya terjadi pada tahap pratransaksi. Pada fase transaksi, khususnya ketika konsumen membuat perjanjian Kredit Pemilikan
Rumah dengan pihak bank, masalah akan kembali muncul. Di sini biasanya bank sudah mempunyai perjanjian standar dimana konsumen tak mempunyai pilihan
lain selain menandatanganinya. Setidaknya ada beberapa ketentuan baku dalam perjanjian kredit itu yang dapat merugikan konsumen. Sebut saja tentang kenaikan
suku bunga KPR yang dapat diterapkan sewaktu-waktu tanpa persetujuan konsumen selaku debitor, keadaan memaksa overmacht, pengaturan denda,
pencantuman klausul yang membebaskan bank dari tuntutan kerugian, hingga kewajiban debitor perumahan untuk tunduk pada segala petunjuk dan peraturan
bank yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan kemudian.
86
Sehingga secara garis besar dapat kita simpulkan, pengaduan jual beli perumahan mencakup tiga hal besar, pertama permasalahan yang muncul pra
transaksi. Permasalah ini mencakup informasi yang tidak jujur dari pengembang developer, informasi tidak lengkap atau iming-iming iklan yang menyesatkan.
Kedua, transaksi. Tak jarang ketika dalam proses transaksi, konsumen dibebani biaya tambahan yang sebelumnya tidak muncul dalam pra transaksi. Ketiga,
permasalahan yang muncul setelah terjadinya transaksi pasca transaksi. Permasalahan di fase ini biasanya paling banyak. Mulai dari pembangunan tak
85
IHW, Waspadai Klausula Baku dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah, http:www.hukumonline.comberitabacalt4b3f493147a2awaspadai-klausula-baku-dalam-
perjanjian-kredit-pemilikan-rumah, diakses pada Selasa, 28 Mei 2013
86
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
berijin, sertifikat bermasalah, tak ada fasos-fasum fasilitas sosial dan fasilitas umum, sampai pembangunan rumah tidak terealisasi oleh pengembang.
87
D. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Kredit Pemilikan Rumah