seluruh Indonesia sebagaimana diatur menurut Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bertugas utama menyelesaikan persengketaan
konsumen di luar lembaga pengadilan umum, BPSK beranggotakan unsur perwakilan aparatur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha atau produsen yang
diangkat atau diberhentikan oleh Menteri, dalam menangani dan mengatur permasalahan konsumen, BPSK memiliki kewenangan untuk melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan dari para pihak yang bersengketa, melihat atau meminta tanda bayar, tagihan atau kuitansi, hasil test
lab atau bukti-bukti lain, keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK bersifat mengikat dan penyelesaian akhir bagi para pihak.
117
Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK dengan cara Konsiliasi atau Mediasi atau
Arbitrase, ganti rugi yang dapat dituntut konsumen dari pelaku usaha, yaitu berupa pengembalian uang pengganti, barang sejenis atau setara nilainya atau
perawatan kesehatan atau pemberian santunan atau keduanya.
118
C. Hambatan yang Dihadapi Dalam Menyelesaikan Permasalahan
Konsumen Perumahan Apabila Terjadi
Force majeure
Salah satu permasalahan konsumen perumahan adalah pembangunan rumah yang tidak terealisasi oleh pengembang. Dalam hukum jual beli, salah satu
syarat mutlaknya adalah adanya barang yang hendak diperjualbelikan. Di bidang perumahan sudah tentu jika terjadi akad kredit atau transaksi jual beli rumah,
rumahnya harus sudah adaselesai dibangun kecuali dalam hal KPR Indent.
117
Wikipedia, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, http:id.wikipedia.orgwiki Badan_Penyelesaian_Sengketa_Konsumen, diakses pada Senin, 20 Mei 2013
118
Media LPK Nusantara Merdeka, Mencermati Klausula Baku Perumahan, http:medialpknusantaramerdeka.blogspot.com200910cara-penyelesaian-sengketa- konsumen.
html, diakses pada Senin, 16 September 2013
Universitas Sumatera Utara
Realitanya, banyak pengembang yang sama sekali belum memulai kegiatan membangun, namun telah memasarkan perumahan tersebut. Hal ini kerap
menimbulkan permasalahan bagi konsumen, dengan tidak terealisasinya pembangunan. Alasan pengembang, susahnya mendapatkan Ijin terganjal ijin,
kesulitan ekonomi yang dialami oleh pengembang sampai dinyatakan pailit.
119
Konsumen, bahkan mungkin pengembang atau pihak bank sekalipun tidak mengetahui dengan jelas batasan force majeure ini sendiri. Sehingga sering kali
force majeure ini dijadikan alasan untuk tidak memenuhi prestasi. Salah satu dampak dari adanya force majeure yang mungkin saja terjadi
adalah tidak terealisasinya pembangunan rumah oleh pengembang. Dan tentu saja yang dirugikan oleh peristiwa ini adalah konsumen. Seperti yang telah
disampaikan sebelumya tidak ada batasan yang jelas mengenai permasalahan force majeure. Terdapat banyak cara pandang mengenai peristiwa ini, sehingga
mengaburkan pengaturan mengenai force majeure itu sendiri. Hal mendasar seperti ini yang selalu menjadi hambatan dalam menyelesaikan permasalahan
konsumen dalam hal terjadinya force majeure.
120
Permasalahan lain dalam menyelesaikan permasahalan konsumen Kredit Pemilikan Rumah apabila terjadi force majeure yaitu konsumen tidak
menggunakan asuransi. Sesungguhnya dalam hal KPR, yang masuk dalam klasifikasi force majeure hanyalah kebakaran. Dalam setiap perjanjian KPR,
119
YLKI, Segudang Masalah Konsumen Perumahan, http:www.ylki.or.idsegudang- masalah-konsumen-perumahan.html, diakses pada Senin, 20 Mei 2013
120
Wawancara dengan Bapak Gustian Danil, Direktur Utama PT.Daya Prima Indonesia dan Wakil Ketua Umum bidang penelitian dan pengembangan APERSI Asosiasi Perumahan dan
Pemukiman Seluruh Indonesia pada Jumat, 13 September 2013
Universitas Sumatera Utara
konsumen diwajibkan menggunakan asurasi jiwa dan asuransi kebakaran.
121
Namun pada kenyataannya, konsumen yang rata-rata merupakan MBR Masyarakat Berpenghasilan Rendah merasa keberatan atas biaya asuransi yang
tinggi dan dianggap tidak terlalu dibutuhkan dan menulis surat pernyataan untuk tidak menggunakan asuransi kebakaran, sementara untuk asuransi jiwa tetap
diwajibkan oleh pihak bank. Sehingga apabila terjadi force majeure diluar force majeure nasional yang tidak ditanggungjawabi oleh pemerintah, konsumen berada
di pihak yang lemah dan dirugikan. Padahal sesungguhnya asuransilah yang dapat memperjuangkan hak konsumen itu sendiri apabila terjadi hal-hal diluar force
majeure nasional bencana nasional, seperti kebakaran ataupun meninggalnya debitur.
122
Yurisprudensi yaitu keputusan hakim atau putusan pengadilan terdahulu dapat menjadi salah satu dasar atau pedoman untuk menyelesaikan permasalahan
konsumen perumahan yang berkaitan dengan force majeure. Seperti yang disebutkan sebelumnya, dalam Putusan MA RI No. Reg. 24 KSip1958 salah satu
unsur force majeure yaitu tidak ada lagi kemungkinan-kemungkinan alternatif lain yang legal atau tidak melanggar peraturan bagi pihak yang terkena force
majeure untuk memenuhi perjanjian. Sehingga seharusnya hal ini dapat mempertegas batasan dari force majeure dan dapat pula melindungi kepentingan
konsumen perumahan.
121
Wawancara dengan Bapak Petrus, Staf Bagian Analis KPR Bank Tabungan Negara pada Jumat, 13 September 2013
122
Wawancara dengan Bapak Gustian Danil, Direktur Utama PT.Daya Prima Indonesia dan Wakil Ketua Umum bidang penelitian dan pengembangan APERSI Asosiasi Perumahan dan
Pemukiman Seluruh Indonesia pada Jumat, 13 September 2013
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan