Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Kredit Pemilikan Rumah

berijin, sertifikat bermasalah, tak ada fasos-fasum fasilitas sosial dan fasilitas umum, sampai pembangunan rumah tidak terealisasi oleh pengembang. 87

D. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Kredit Pemilikan Rumah

Ditinjau dari UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pada hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yakni: 88 Selain Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dasar hukum yang menjadikan seorang Pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK. Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen . konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah: 87 Yani A. Putri, Segudang Masalah Konsumen Perumahan, http:www.ylki.or.idsegudang-masalah-konsumen-perumahan.html, diakses pada Selasa, 28 Mei 2013 88 Naufalalfatih, Dasar Hukum Perlindungan Konsumen, http:naufalalfatih.wordpress.com20121010dasar-hukum-perlindungan-konsumen, diakses pada Rabu, 29 Mei 2013 Universitas Sumatera Utara 1. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat. 2. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa 3. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen 4. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235DJPDNVII2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag PropKabKota 5. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 DJPDNSE122005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen Manusia sebagai makhluk individu dan sosial, mempunyai bermacam- macam kebutuhan hidup yang dalam kehidupannya selalu berusaha untuk memenuhinya, baik itu kebutuhan pokok maupun kebutuhan sampingan. Terutama kebutuhan pokoknya, yang salah satunya adalah kebutuhan akan papan perumahan, di samping kebutuhan akan makanan dan pakaian. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini banyak dibangun perumahan yang menyediakan rumah yang baik dan layak huni, guna mencukupi kebutuhan masyarakat akan rumah. Berbagai penawaran dilakukan oleh pengembang developer untuk memasarkan produk-produknya. Pada umumnya, pemasaran rumah dengan menggunakan sarana iklan atau brosur sebagai sarana mengkomunikasikan produk-produk yang dibuat dan atau dipasarkan pengembang pengusaha kepada konsumennya. Iklan atau brosur sebagai sarana Universitas Sumatera Utara pemasaran ini sangatlah menentukan keputusan konsumen untuk membeli atau tidak rumah yang ditawarkan sebab kadang-kadang didalamnya dijanjikan berbagai fasilitas. 89 Pengamat hukum perumahan Wulanmas Frederik mengatakan, sistem perlindungan hukum untuk konsumen di dalam perjanjian kredit pemilikan rumah atau KPR masih lemah. Akibatnya banyak konsumen atau debitur dirugikan dalam perjanjian ini. Kerugian tidak hanya dialami oleh nasabah deposan tetapi juga nasabah debitur yang memperoleh fasilitas KPR, katanya di acara Sosialisasi Penerapan Tindak Pidana di Bidang Perumahan dan Permukiman di Jakarta. 90 Dalam praktek bisnis properti bidang perumahan, perangkat hukum yang berlaku sekarang belum dapat memberikan jaminan perlindungan terhadap konsumen secara memadai. Akan tetapi bukanlah berarti bahwa hak konsumen tersebut sama sekali tidak terlindungi karena sudah ada sarana hukum yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk menuntut apabila hak konsumen dilanggar oleh pihak pengembang. 91 Kedudukan konsumen perumahan dalam bisnis properti lebih lemah dibandingkan dengan pengembang, baik dalam bidang hukum, sosial ekonomi, pengetahuan teknis maupun dalam mengambil tindakan hukum melalui institusi 89 Onti Rug, Perlindungan Hukum Konsumen Perumahan atas Penerbitan Brosur Pemasaran Oleh Developer, http:www.lawskripsi.comindex.php?option=com_conte ntview=articleid=55Itemid=55, diakses pada Rabu, 29 Mei 2013 90 Kartika Candra, Konsumen Banyak Dirugikan KPR, http:www.tempo.coreadnews20091229087216153Pengamat-Konsumen-Banyak-Dirugikan- KPR, diakses pada Rabu, 29 Mei 2013 91 KPR ID, Perlindungan Konsumen dalam Bisnis Properti, http:kprid.wordpress.co m20110621perlindungan-konsumen-dalam-bisnis-properti, diakses pada Rabu, 29 Mei 2013 Universitas Sumatera Utara pengadilan, dan sebagian pengembang tidak memiliki rasa tanggung jawab atas perbuatan yang menyebabkan timbulnya kerugikan konsumen. Kepedulian konsumen untuk mengambil tindakan hukum atas perbuatan pengembang tersebut ternyata relatif kurang. 92 Tanpa adanya konsumen, tentu bisnis di segala bidang akan terpuruk. Namun berbanding terbalik dengan iming-iming yang ditawarkan kepada konsumen pada pra-transaksi, kedudukan konsumen dapat berbalik seketika pada saat transaksi maupun pasca-transaksi. Begitu pula dalam hal konsumen perumahan. Masalah perlindungan konsumen dalam berbagai sektor barang danatau jasa, termasuk di bidang perumahan, masih merupakan persoalan yang sulit diselesaikan secara efektif dan efisien berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku. 93 Mengenai ganti rugi ini dipertegas pula dalam kewajiban pelaku usaha yang dicantumkan dalam Pasal 7 huruf f UUPK yaitu memberi kompensasi, Untuk itu sangat penting bagi konsumen untuk memahami hak-hak dan kewajibannya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yang tercantum secara jelas di dalam Pasal 4 dan 5 Undang-Udang Nomor. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Salah satu hak konsumen yang tercantum dalam UUPK adalah hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya . 92 Ibid. 93 Yusuf Shofie, Op.Cit., Hal. 91 Universitas Sumatera Utara ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan. Tak jarang pula konsumen dirugikan atas perjanjian yang memuat klausul baku. Seperti perjanjian kredit dengan bank. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur secara tegas mengenai penggunaan klausul baku dalam perjanjian yang dicantumkan pada Pasal 18, yaitu : 1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian apabila: a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang danatau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak Universitas Sumatera Utara jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. 2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. 3. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum. 4. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang ini. UUPK juga mengatur mengenai sanksi dalam BAB XIII, mulai dari pasal 60-63 UUPK bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan yang telah diatur didalam UUPK. Adapun jenis sanksi yang diatur didalam UUPK ini meliputi sanksi administratif, sanksi pidana dan ada juga sanksi pidana tambahan. Universitas Sumatera Utara BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH APABILA TERJADI FORCE MAJEURE STUDI PADA PT. DAYA PRIMA INDONESIA

A. Hak Konsumen Perumahan yang Tidak Terpenuhi Akibat