Teori Kutub Pertumbuhan TINJAUAN PUSTAKA

dunia, walaupun sesungguhnya bukti-bukti empiris dan uji teoritis menunjukkan bahwa trickle down process tidak pernah terwujud, terutama pada negara-negara yang sedang berkembang. Berdasarkan pada kesadaran bahwa pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan semata memiliki banyak kelemahan, maka berkembanglah berbagai pemikiran lain yang berorientasi pada pembangunan sosial yang tujuannya adalah untuk menyelenggarakan pembangunan yang lebih berkeadilan atau lebih merata.

2.2. Teori Kutub Pertumbuhan

Perkembangan modern dari teori titik pertumbuhan terutama berasal dari karya ahli-ahli teori ekonomi regional Perancis yang dipelopori oleh Francois Perroux. Menurut Perroux, seperti yang disampaikan oleh Adisasmita 2005, pertumbuhan ataupun pembangunan tidak dilakukan di seluruh tata ruang, tetapi terbatas pada beberapa tempat atau lokasi tertentu. Tata ruang diidentifikasikannya sebagai arena atau medan kekuatan yang didalamnya terdapat kutub-kutub atau pusat-pusat. Setiap kutub memiliki kekuatan pancaran pengembangan ke luar dan kekuatan tarikan ke dalam. Teori ini menjelaskan tentang pertumbuhan ekonomi dan khususnya mengenai perusahaan- perusahaan dan industri-industri serta saling ketergantungannya dan bukan mengenai pola geografis dan pergeseran industri baik secara intra maupun secara inter, pada dasarnya konsep kutub pertumbuhan mempunyai pengertian tata ruang ekonomi secara abstrak. Munculnya dorongan-dorongan pertumbuhan karena adanya ketergantungan industri yang ada di antara berbagai kemudian menciptakan gelombang-gelombang inovasi. Hanya industri-industri yang memiliki kemampuan tinggi untuk memindahkan dorongan-dorongan pertumbuhan melalui dampak berantai ke belakang dan ke depan backward dan forward linkages termasuk sebagai industri yang mempunyai kekuatan pendorong. Perroux sendiri tidak menggunakan istilah backward dan forward linkage effects. Istilah tersebut dilontarkan oleh Hirschman. Konsep Hirschman didasarkan pada pemahaman matarantai-matarantai keterhubungan masukan-keluaran agar industri dan keberartian dalam kaitannya dengan proses pertumbuhan ekonomi yang diciptakan. Seperti yang diungkapkan oleh Adisasmita 2005, terdapat beberapa ciri penting dari konsep kutub pertumbuhan dapat dikemukakan. Pertama, terdapat keterkaitan internal antara berbagai industri secara teknik dan ekonomi. Kedua, terdapat pengaruh multiplier. Ketiga, terdapat konsentrasi geografis. Sedangkan Growth Pole dapat diartikan dengan 2 dua cara, yaitu: 1. Secara Fungsional Suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik kedalam maupun keluar daerah belakangnya. 2. Secara Geografis Suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik pole of attraction yaang menyebabkan berbegai macam usaha tertarik untuk berlokasi disitu dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada dikota. Konsep dasar ekonomi dari pada kutub pertumbuhan menurut Adisasmita 2005 adalah: 1. Konsep industri utama dan industri pendorong 2. Konsep polarisasi, pertumbuhan dari pada industri utama dan perusahaan pendorong akan menimbulkan polarisasi unit-unit ekonomi lain ke kutub pertumbuhan. 3. Terjadinya aglomerasi, yang ditandai dengan: a. Scale Economies • Keuntungan yang timbul bila kegiatan ekonomi dilakukan dengan skala besar. • Biaya produksi rata-rata rendah, spesialisasi dan efisiensi. b. Localization Economies Kekuatan pusat pengembangan akan terletak pada keterkaitan yang erat antara beberapa kegiatan produksi yang berada dalam pusat tsb. Kekuatan itu timbul karena kegiatan produksi saling berkaitan dan terkonsentrasi pada pada suatu tempat, maka ongkos angkut bahan baku dan barang jadi akan berkurang. Produksi akan lebih besar karena persediaan bahan baku, tenaga terampil dan pasar terjamin. c. Urbanization Economies Seringkali pusat pertumbuhan diletakkan di daerah perkotaan dimana tersedia berbagai fasilitas sosial, sarana industri yang dapat digunakan secara bersama dengan ongkos relative murah. Kunci dari urbanization economies adalah penurunan ongkos produksi karena merupakan kekuatan utama pusat pengembangan dalam memancing industri untuk datang dan memilih lokasi pada pusat tersebut. Daya tarik suatu daerah untuk berkembang menjadi pusat pertumbuhan menurut Adisasmita 2005, secara garis besar disebabkan karena 2 dua hal, yaitu karena keadaan prasarana dan keadaan pasar. Sedangkan kaitannya antara keberadaan industri dengan keadaan pasar adalah: 1. Industri yang didasarkan pada ketersediaan bahan baku resources based industri contoh: bahan pertanian dan bahan makanan 2. Industri dekat pasar market oriented industri contoh: industri bahan makanan tidak tahan lama dan industri jasa 3. Industri yang letaknya netral footloose contoh: industri pengolahan karena tidak tergantung dari sumber bahan baku tetapi ketersediaan prasarana dan fasilitas. Sedangkan pusat pertumbuhan menurut Adisasmita 2005 memiliki 4 empat ciri, yaitu: 1. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan. Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota, ada keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lain sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor lain karena saling terkait. Kehidupan kota menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota dan menciptakan sinergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan. 2. Ada efek penggandaan multiplier Effect Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek penggandaan. Permintaan akan menciptakan produksi baik sektor tersebur maupun sektor yang terkait, sehingga akhirnya akan terjadi akumulasi modal. Unsur efek penggandaan sangat berperan dalam membuat kota mampu memacu pertumbuhan belakangnya. 3. Adanya konsentrasi geografis Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi diantara sektor-sektor yang salng membutuhkan juga meningkatkan daya tarik attractiveness dari kota tersebut. 4. Bersifat mendorong daerah belakangnya. Hal ini antarakota dan wilayah belakangnya terdapat hubungan yang harmonis. Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan dirinya. Agglomeration Economies adalah pemusatan produksi di lokasi tertentu, pemusatan produksi ini dapat terjadi dalam satu perusahaan atau dalam berbagai perusahaan di satu tempat akan menimbulkan penghematan eksternal Capello, 2007. Untuk menjelaskan persoalan-persoalan kutub pembangunan harus ditunjang oleh teori-teori lokasi. Di antara teori-teori lokasi yang telah kita pelajari, Central Place Theory dapat dianggap sebagai teori global yang menjelaskan mengenai ketergantungan di antara kegiatan-kegiatan jasa sebagai akibat dari adanya pembagian kerja secara spatial. Central Place Theory dan khususnya mengenai saling ketergantungan fungsional yang diformulasikan oleh Christaller tanpa memperhitungkan adanya hambatan-hambatan geografis-spasial, adalah merupakan titik permulaan untuk menganalisis lebih lanjut mengenai impak pembangunan pada suatu pusat tertentu atau pada pusat-pusat lainnya dan mengenai perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem pusat-pusat serta pengendalian pertumbuhan kota Capello, 2007. Ditinjau dari segi lain terdapat kekurangan-kekurangan, yaitu tempat sentral tidak menjelaskan gejala-gejala pembangunan. Central Place Theory dikategorisasikan sebagai teori statis, yang hanya menjelaskan adanya pola pusat-pusat tertentu dan tidak membahas adanya perubahan-perubahan pola tertentu. Teori Boudeville merupakan teori kutub pertumbuhan yang telah dimodifikasikan, dan dapat digunakan untuk menganalisis gejala-gejala dinamis tersebut.

2.3. Keterhubungan dan Ketergantungan Antar Wilayah