22
semakin menurun dibandigakan 30 tahun yang lalu kata Beliau dengan lantang. Setelah beliau mengetahui bahwa Penulis berasal dari Kecamatan Ajibata,
kemudian beliau menambahkan bahwa jika daerah Tomok ini meningkat terlebih dari segi Pariwisata, otomatis Kecamatan Ajibata juga pasti meningkat karena
orang yang berwisata ke Tomok ini bisa lewat Ajibata dan Tigaraja, “tergantung kalian lah bagaimana supaya orang lebih memilih lewat Ajibata daripada Tiga
Raja ” tutur beliau.
2.3 Bahasa
Berdasarkan variasi
dialek bahasa,
seluruh etnik
toba dapat
dikategorisasikan ke dalam empat wilayah, yaitu : Silindung, Humbang, Toba, dan Samosir. Mereka secara umum menggunakan bahasa batak toba dengan
penekanan dan intonasi yang sedikit berbedaSamosir 1988: 44. Variasi dialek dalam bahasa Batak Toba tersebut hanyalah mengandung sedikit perbedaan. Pada
umumnya, perbedaan itu mencakup intonasi lagu kalimat, dimana wilayah Tapanuli Utara termasuk menggunakan pemakaian bahasa batak toba yang lebih
“halus”. Di wilayah Samosir, termasuk desa Tomok dan desa Tomok Parsaoran, masyarakatnya menggunakan bahasa batak toba yang kurang halus at
au “sedang”. Sementara di wilayah Toba termasuk Pardamean Ajibata mengunakan bahasa
batak toba yang sedikit “kasar” dengan nada yang sedikit lantang. Disamping itu Ajibata sebagai wilayah yang sangat mudah disentuh
perkembangan jaman dan teknologi terutama bagi kaum muda banyak kata-kata yang bermunculan dan sering dugunakan dalam bahasa sehari-hari seperti, bang,
ces, les, dek, konco, coy dan masih banyak sebutan yang lain kepada yang di
Universitas Sumatera Utara
23
anggap akrab. Kata lae pun telah jarang digunakan di Ajibata karena sebagian besar dari kaula muda beranggapan kata lae itu merupakan bahasa yang terlalu
sopan dan sering digunakan oleh orang yang dewasa. Mereka lebih sering menggunakan kata bang, les, sebagai pengganti kata lae. Demikian juga
penggunaan kata anggia yang sering digunakan sesama laki-lagi terhadap orang yang lebih mudah dari mereka telah berubah menjadi dek. Tidak sedikit juga dari
kaum pemuda Ajibata yang telah menggunakan bahasa Indonesi sebagai bahasa sehari-hari.
Berbeda dengan daerah Tomok sebagai daerah yang paling sering di kunjungi para wisatawan. Bahasa batak toba yang mereka gunakan sedikit lebih
halus dari bahasa yang tigunakan oleh masyarakat Ajibata. Seperti penggunaan kata le, anggia, ito dan bahasa batak yang sopan masih kerab kita dengar pada
masyarakat ini. Namun demikian meskipun ada pengurangan dan penambahan kata-kata yang digunakan di ketiga desa tersebut diatas, di samping perbedaan
tersebut penggunaan bahasa yang halus akan kita jumpai misalnya dalam situasi sosial pada aktivitas adat istiadat.
Terlepas dari variasi dialek bahasa, bahwasanya bahasa yang digunakan di dalam kehidupan bermasyarakat di desa Pardamean Ajibata,Tomok dan tomok
Parsaoran adalah bahasa ibu, yaitu bahasa Batak Toba di samping bahasa resmi pemerintah yaitu Bahasa Indonesia. Menurut Andi Sirait Penasehat Punguan
Naposo Bulung Ajibata NBA, bahasa yang digunakan masyarakat untuk berkomunikasi sehari hari adalah bahasa batak toba. Bahasa Indonesia digunakan
ketika ingin berkomunikasi dengan orang yang belum dikenal karena dianggap sebagai orang yang hendak melakukan kunjungan wisata. Selain itu bahasa
Universitas Sumatera Utara
24
Indonesia juga banyak digunakan oleh kaum remaja yang duduk di bangku sekolah tetapi bukan berarti mereka titak tahu bahasa batak toba. Tidak jauh
berbeda dengan masyarakat Tomok dan Tomok Parsaoran. Menurut Ibu D. Manurung salah satu pemilik toko souvenir di Tomok, memang bahasa sehari-hari
yang digunakan sesama masyarakat setempat adalah bahasa batak toba, tetapi masyarakat tomok khususnya pemberi layanan jasa yang berkaitan denga
pariwisata tentunya menggunakan bahasa Indonesia kecuali lawan bicara yang di tawarkan barangjasa tersebut menanggapi dengan bahasa batak.
Lae Daniel Sidabutar sebagai kernet kapal lebih memilih bahasa Indonesia dalam berkomunikasi di dalam kapal. Beliau mengatakan bahwa tidak semua
penumpang kapal mengetahui bahasa batak, karna bukan orang batak toba saja penumpang di kapal tersebut, apalagi jika penumpang tersebut ingin berwisata
dan berasal dari etnis di luar Sumatera Utara bahkan dari Luar Negeri. Bahasa Indonesia lebih efektif digunakan karena paling tidak masyarakat Indonesia secara
umum sudah mengerti bahasa Indonesia. Jadi, “meskipun bahasa Indonesia saya batak kali, yang penting penumpang mengerti
” tuturnya.
2.4 Sistem Religi