30
komunikasi, dimana melalui gerakan-gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara paetisipan. Purba dalam Pasaribu 2004 : 64.
Selain tortor seremonial, masyarakat batak toba khusunya dan di tomok mengenal tortor sawan dan tortor tunggal panaluan. Namun totor yang di Ajibata
tidak dapat kita jumpai lagi, tetapi kita dapat menemukannya di Tomok yaitu
tortor sigale-gale.
2.5.1.3 Seni Ukir Atau Pahat
Seni ukir atau pun pahat pada masyarakat batak toba masih dapat kita temukan khususnya di daerah Tomok dan Ajibata. Masyarakat yang rajin
mengukir dan memahat disebut sebagai panggorga atau panggorit. Seni ukir dan seni pahat sangat terlihat jelas pada souvenir yang di jual sebagai cendramata
yang memiliki ukiran batak atau gorga dan pahatan-pahatan pada miniatur termasuk tongkat tunggal panaluan dan kerajinan tangan masyarakat yang
bersifat souvenir disekitar wilayah Ajibata dan yang paling banyak adalah di Tomok.
Menurut kepercayaan masyarakat batak pada umumya, gorga yang ada pada bangunan rumah batak memiliki arti yang dimana tidak banyak lagi orang
yang mengerti arti dari gorga yang biasanya ada di rumah batak.
2.5.2 Sistem Kekerabatan dan Adat
Kebudayaan Batak Toba merupakan sebuah bentuk gagasan yang diwarisi masyarakat pemiliknya dengan membuat perilaku terhadap nilai-nilai budaya.
Konsep masyarakat Batak Toba tentang kehidupan manusia, adalah bahwa
Universitas Sumatera Utara
31
kehidupannya selalu terkait dan diatur oleh nilai-nilai adat. Adat merupakan bagian dari kewajiban yang harus ditaati dan dijalankan Sidabutar : 2014
Menurut bapak Bapak O.Manurung salah satu tokoh Adat di desa Pardamean Ajibata menyebutkan bahwa sistem kekerabatan dan Adat masyarakat
batak Toba secara keseluruhan telah terkandung di dalam adat dalihan na tolu. Beliau menegaskan bahwa dimana saja masyarakat batak berlandaskan pada
sistem hubungan sosial dalihan na tolu termasuk di desa Pardamean Ajibata, Tomok dan Tomok Parsaoran.
Tata cara kehidupan masyarakat Batak Toba, secara tradisional diatur dalam sebuah sistem sosial kemasyarakatan yang disebut dalihan na tolu. Secara
harfiah, dalihan na tolu mengand ung arti “tungku yang tiga”. Dalihan na tolu
merupakan sebuah sistem hubungan sosial yang berlandaskan pada tida pilar dasar kemasyarakatan, yakni : hula-hula pihak keluarga pemberi istri, anak boru
pihak keluarga penerima istri, dan dongan tubusesama saudara semarga Harahap dan Hutajulu 2005 : 7
Bagi masyarakat Batak Toba, hula-hula dianggap memiliki status yang tertinggi, baik di lihat dari cara bagaimana kelompok ini ditempatkan secara sosial
maupun dilihat dari cara penghormatan yang diberikan oleh kedua kelompok lainnya. Hal ini tercermin dalam pepatah orang batak yang merupakan isi dari
dalihan na tolu yang menyatakan: “somba mar hula-hula, adalah berikanlah
sembah pada hula-hula, rukunlah diantara sesama dongan tubu, berikanlah perhatiankasih sayang pada anak boru
”. Lebih dari itu, khususnya untuk hula- hula, orang batak juga memberisebutan kepada kelompok tersebut sebagai debata
na tarida yang artinya “ Tuhan yang tampak”Harahap dan Hutajulu 2005 : 7
Universitas Sumatera Utara
32
2.6 Sejarah Ringkas Pelabuhan Ajibata-Tomok