2 Belajar melalui interaksi sosial Dalam proses pembelajaran perlu diciptakan suasana yang memberikan
kesempatan siswa untuk berinteraksi dengan siswa lain. Dalam melakukan interaksi tersebut memungkinkan siswa untuk bertukar pendapat dan membantu
perkembangan kognitif siswa. Dengan berinteraksi sosial, perkembangan kognitif siswa akan lebih beragam sehingga pengetahuan siswa tidak hanya terdiri atas
satu sudut pandang saja dan siswa mampu memandang dengan sudut pandang yang berbeda-beda.
3 Belajar melalui pengalaman sendiri Dalam proses pembelajaran, pengetahuan akan selalu menempel pada
ingatan siswa apabila pengetahuan baru tersebut diperoleh siswa melalui pengalaman siswa itu sendiri. Sebaiknya pembelajaran dimulai dari pengalaman-
pengalaman nyata siswa daripada bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi yang tidak didasarkan pada pengalaman nyata.
Kaitan penelitian ini dengan teori Piaget adalah adanya keaktivan siswa saat memanipulasi alat peraga, berdiskusi menjawab pertanyaan-pertanyaan pada LKS
untuk menentukan rumus luas permukaan dan volum limas dan pembelajaran dengan pengalaman sendiri akan membentuk pembelajaran yang bermakna.
2.1.1.2 Teori Belajar Bruner
Bruner menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang
diberikan kepada dirinya. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu 1 proses perolehan informasi baru, 2 proses mentransformasikan
informasi yang diterima dan 3 menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan
penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengarkan audiovisual dan lain-lain. Informasi ini mungkin bersifat penghalusan dari informasi
sebelumnya yang telah dimiliki. Di samping itu, proses transformasi pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah
diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat
dimanfaatkan. Menurut Hudoyo 1990:48, Brunner menyatakan bahwa belajar
matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari
hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Untuk itu di dalam belajar siswa haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep
dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, siswa akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi
yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat siswa. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya
dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi contextual problem. Dengan mengajukan masalah kontekstual, siswa secara bertahap
dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.
Bruner, melalui teorinya, mengungkapkan bahwa dalam proses belajar siswa sebaiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang
dirancang secara khusus dan dapat diotak-atik siswa dalam memahami suatu konsep matematika. Melalui alat peraga yang ditelitinya itu, anak akan melihat
langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak
dihubungkan dengan intuitif yang telah melekat pada dirinya. Oleh karena itu suatu proses belajar terjadi secara optimal jika pengetahuan yang dipelajari itu
dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu model tahap enaktif, model ikonik dan model tahap simbolik.
Model tahap enaktif , dalam tahap ini siswa secara langsung terlibat dalam
memanipulasi mengotak-atik objek. Siswa belajar sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda
konkret atau menggunakan situasi yang nyata. Misalnya, dalam materi volum prisma dan limas guru akan menggunakan alat peraga berupa bangun ruang
prisma dan limas agar siswa dapat mengetahui secara langsung dari mana rumus itu didapat.
Model tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan diwujudkan dalam bentuk bayangan visual visual
imaginery, gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif. Bahasa menjadi lebih penting
sebagai suatu media berpikir. Pada tahap ini guru biasanya menggunakan LKS sebagai media pembelajaran.
Model tahap simbolis adalah pola dasar simbolik, siswa memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Siswa tidak lagi terikat
dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak abstract
symbols yang berupa lambang-lambang dalam matematika. Dengan demikian, teori Bruner sangat mendukung penelitian ini karena
materi prisma dan limas diajarkan dengan memperhatikan tahapan proses pembelajaran menurut Brunner secara berurutan, dimulai dari tahap enaktif,
ikonik, dan simbolik. Alat perga dan LKS dalam hal ini berperan membantu dalam tahap ikonik dan simbolik.
2.1.1.3 Teori Belajar Van Hiele