4. Pasal 15 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 yang telah
diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bunyi pasal: Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau
pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal
2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14
Pada Pasal tersebut terdapat beberapa unsur yaitu Setiap orang yang melakukan :
1. Percobaan; atau
2. Pembantuan; atau
3. Pemufakatan jahat.
Untuk melakukan tindak pidana korupsi 1
bahwa pengertian percobaan adalah menuju ke suatu hal, akan tetapi tidak sampai kepada hal yang dituju, sehingga dalam perkara
ini melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana korupsi
tidak tepat dipersangkakan kepada Pelaku maupun para Pelaku
yang lain yaitu Pemalsu dan Karyawan Pelaku I, karena masing- masing dari mereka telah melakukan perbuatan-perbuatannya dan
menginsyafi untuk tujuan yang sama yaitu menggunakan bukti setor pajak PPh final dari BPHTB palsu untuk proses peralihan
hak, meskipun dari mereka tidak semuanya melakukan seluruh anasir deliknya, masing-masing melakukan sebagian dari anasir
delik pidana korupsinya, yaitu Karyawan Pelaku I bertugas membuat slip setoran Bank Persepsi untuk pembayaran pajak PPh
final dan BPHTB berikut validasi bank persepsinya dan tanda tangan tellernya yang semuanya dipalsukan, sedangkan Pemalsu
bertugas sebagai broker yang menerima pesanan dari Pelaku untuk membuat slip setoran dan validasi bank persepsi untuk bukti
setorar pembayaran pajak PPh final dan BPHTB palsu yang kemudian menyerahkan pekerjaan pemalsuan tersebut kepada
Karyawan Pelaku I. Sementara Pelaku selaku PPAT adalah bertindak selaku
yang memesan
bukti setor
palsu tersebul
selanjutnya menggunakannya untuk proses pendafatran peralihan hak atas
tanah SHM No. 295 Kalibanteng Kulon di Kantor Pertanahan Kota Semarang.
Ketiganya masing-masing memperoleh keuntungan dan kekayaan yaitu Pelaku sebesar Rp 823.536.000,00, dikurangi Rp.
30.000.000,00 atau setidak-tidaknya sebagiannya dipergunakan untuk membayar fee kepada Pemalsu dan Karyawan Pelaku I
sebagai imbalan atas pelaksanaan pemalsuan tersebut.
2 Bahwa pengertian pembantuan adalah memberi bantuan sebelum
pelaksanaan perbuatan itu terjadi, artinya delik pembantuan adalah tidak bagian dari anasir perbuatan pidana itu, melainkan hanya
bertujuan memperlancar perbuatan pidana itu terlaksana, sehingga penyidik berkesimpulan bahwa unsur pembantuan untuk para
Pelaku tidak tepat dalam perkara ini karena masing-masing para Pelaku Pelaku dan Pemalsu dan Karyawan Pelaku I masing-
masing telah melakukan perbuatan-perbuatan yang dipandang sebagai bagian elemen anasir perbuatan pidana korupsi yang
dipersangkakan sebagai diuraikan diatas; 3
Kemudian pengertian pemufakatan jahat dalam ketentuan pasal 88 KUHP terjadi apabila terdapat dua orang atau lebih bermufakat
untuk melakukan kejahatan. sementara bermufakat untuk melakukan kejahatan mengandung arti bahwa kedua orang atau
lebih tersebut mempunyai kehendak, maksud dan tujuan yang sama dan sadar atau saling menginsyafi untuk melakukan suatu
kejahatan yang dalam hal ini adalah kejahatn atau tindak pidana korupsi.
Bahwa mengingat dalam perkara ini para Pelaku yaitu Pelaku , selaku NotarisPPAT, Pemalsu selaku broker perantara
pemalsuan dan Karyawan Pelaku I selaku yang memalsukan bukti
setor PPh Final dan BPHTB, masing-masing menyadari dan menginsyafi bahwa perbuatan mereka adalah mempunyai tujuan
yang sama yaitu menggunakan bukti setor pajak PPh final dan BPHTB yang dipalsukan tersebut untuk proses peralihan hak, yang
pada akhirnya adalah bertujuan untuk tidak terbayarnya uang pajak tersebut ke Kas Negara akibat tidak dibayarkannya uang pajak
BPHTB dan PPh Final tersebut melalui bank persepsi oleh salah satu dari mereka yaitu Pelaku dan bukti pembayarannuya
digantikan dengan bukti pembayaran yang palsu. Dan selanjutnya bukti setor BPHTB dan PPh Final yang palsu fiktif tersebut oleh
Pelaku dipergunakan untuk kelengkapan syarat dalam lampiran pendaftara peralihan hak di Kantor Pertanahan Kota Semarang.
Bahwa meskipun dari mereka tidak semuanya melakukan seluruh anasir deliknya, dimana masing-masing melakukan
sebagian dari anasir delik pidana korupsinya, yaitu Karyawan Pelaku I bertugas membuat slip setoran Bank Persepsi untuk
pembayaran pajak PPh final dan BPHTB berikut validasi Bank Persepsinya dan tanda tangan tellernya yang semuanya dipalsukan,
sedangkan Pemalsu bertugas sebagai broker yang menerima pesanan dari Pelaku untuk membuat slip setoran dan validasi bank
persepsi untuk bukti setoran pembayaran pajak PPh final dan
BPHTB palsu yang kemudian menyerahkan pekerjaan pemalsuan tersebut kepada Karyawan Pelaku I. Sementara Pelaku selaku
PPAT adalah bertindak selaku yang memesan bukti setor palsu tersebut selanjutnya menggunakannya untuk proses pendafatran
peralihan hak atas tanah SHM No. 295 Kalibanteng Kulon di Kantor Pertanahan Kota Semarang. Dan Ketiganya masing-masing
memperoleh keuntungan dan kekayaan yaitu Pelaku sebesar Rp 823.536.000,00, dikurangi Rp.30.000.000,00 atau setidak-tidaknya
sebagiannya dipergunakan untuk membayar fee kepada Pemalsu dan Karyawan Pelaku I sebagai imbalan atas pelaksanaan
pemalsuan tersebut. Namun ketiganya sebelum melakukan perbjjatannya masing-masing tersebut, saling mengerti dan
menginsyafi bahwa perbuatan mereka tersebut adalah bertujuan untuk membuat dan menggunakan bukti setor BPHTB dan PPh
Final palsu sebagai syarat pendaftaran peralihan hak yang tentunya berakibat tidak usah dibayarkannya hak Negara yaitu
uang pembayaran PPh final dan BPHTB tersebut ke Bank Persepsi.
Sehingga menurut Penyidik unsur melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi tepat dipersangkakan
kepada para Pelaku sebagaimana dimaksud dalam unsur Pasal 15
Undang-undang No. 31 Tahun 1999 yang telah dirubah Undang- undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
5. Pasal 88 KUHP