Dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Penggelapan uang

B. Analisis Tidak Disetorkan Uang Bea Perolehan Hak Atas

Tanah dan Bangunan Dalam kategori sebagai Tindak Pidana Korupsi

1. Dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Penggelapan uang

pajak pada proses peralihan hak atas jual beli tanah dan bangunan Dalam hasil penyidikan proses peralihan hak atas tersebut di atas, Pelaku telah dengan sadar telah melakukan proses peraihan atas tanah tersebut sekaligus menawarkan diri untuk membayarkan BPHTB da PPh Final atas peralihan ha tersebut. Akan tetapi hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh Pelaku. Yang terjadi adalah Pelaku meminta kepada Pemalsu untuk membuat bukti pembayaran BPHTB dan PPh Final palsu, sementara uang sejumlah Rp. 823.536.000 yang diberikan oleh wajib pajak yang semestinya di setorkan ke kas negara berada dalam penguasaan Pelaku . Secara hukum uang setoran pajak BPHTB dan PPh Final sejumlah Rp.823.536.000,00 yang berada dalam penguasaan Pelaku , sudah menjadi uang negara sejak terjadinya peralihan hak atas tanah, oleh karena itu adalah hak negara untuk menerima uang tersebut. Sehingga Pelaku sebagai pejabat yang dititipkan berkewajiban diharuskan untuk menyetorkan uang tersebut ke kas negara. Tindakan lain yang mungkin dilakukan dimana perbuatan tesebut dilakukan dengan melanggar kewajiban hukum atau menyalahgunakan kewenangan dan jika perbuatan tersebut dapat mengakibatkan lenyap hilang sebagaian atau seluruhnya uang tersebut, maka sama artinya dengan melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian keuangan Negara. Dalam proses pembalikan nama berikut pembayaran pajak BPHTB pada Negara terdapat perbuatan yang mengandung sifat melawan hukum yaitu uang setoran pajak PPh Final dan BPHTB sejumlah Rp 823.536.000,00 yang berada dalam kekuasaan Notaris dan PPAT Pelaku dari para wajib pajak tersebut, Penguasaan notarisPPAT disebabkan karena kedudukannya sebagai PPAT yang menyelesaikan akta-akta peralihan hak atas tanah, namun notarisPPAT bukan sebagai pemiliknya. Sifat uang Negara menjadi melekat timbul atas sejumlah uang Rp 823.536.000,00 itu terjadi adalah sejak wajib pajak yang in casu pihak wajib pajak mempercayakan dan menyerahkan uang itu pada dan diterima notarisPPAT, sebagai pejabat yang karena kedudukannya sebagai PPAT boleh menerima titipan untuk disetor ke kas Negara sehingga pertanggungjawaban pidana atas perbuatan tersebut adalah Notaris PPAT Pelaku; Pemalsu pensiunan pegawai BPN, dan Karyawan Pelaku I, Notaris PPAT berwenang dan boleh menerima titipan pajak PPh Final dan pajak BPHTB sesuai tugasnya sebagai PPAT yang menyelesaikan akta-akta peralihan hak atas tanah berdasarkan atas kepercayaan menurut hukum kebiasaan yang berlaku terus menerus dan diakui dan diterima masyarakat dan berlaku dalam praktik, dan telah diterima dalam birokrasi pengurusan hak-hak atas tanah dan peralihannya, maka dibenarkan notaris PPAT menerima titipan pajak BPHTB yang langsung berhubungan dengan tugasnya hal tersebut bisa masuk pada ranah tindak pidana korupsi, karena uang pajak PPh Final dan pajak BPHTB sejak diserahkandipotong oleh notaris PPAT dan berada dalam kekuasannya telah berubah sifat menjadi uang Negara. Maka terhadap uang Negara tidak dibenarkan melakukan perbuatan hukum yang lain dari pada perbuatan hukum yang menjadi kewajiban hukumnya untuk dilakukan harus dilakukan oleh seseorang pejabat in casu notarisPPAT terhadap uang itu in casu menyetorkannya ke kas Negara. Apabila melakukan perbuatan yang lain itu sama dengan perbuatan melanggar kewajiban hukum yang artinya sama dengan perbuatan menyalahgunakan kewenangan jabatan, yang jika dapat menimbulkan lenyaphilang sebagian atau seluruhnya uang tersebut akibat dari perbuatan itu, sama artinya dengan melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian keuangan negara, sehingga peristiwa tersebut bisa disangkakan Pasal 2 ayat 1 UU TPK, dengan analisis hukumnya bahwa rangkaian perbuatan NotarisPPAT tidak membayarkan uang tersebut ke bank persepsi, tetapi memberikan dokumen berupa formulir SSP PPh Final dan SSB BPHTB yang telah diisi data wajib pajak kepada Pemalsu pensiunan pegawai BPN untuk divalidasi dipalsukan validasinya stempel bank persepsi dengan perjanjian diberi imbalan 10 oleh Pelaku; Kemudian Pemalsu menghubungi Karyawan Pelaku I untuk memvalidasi dipalsukan validasinya stempel bank persepsi formulir SSP PPh Final dan SSB BPHTB dan akan memberikan imbalan kepadanya, selanjutnya bukti pembayaran pajak SSB BPHTB dan SSP PPh Final tersebut dijadikan lampiran pendaftaran balik nama Sertifikat di Kantor Pertanahan Kota Semarang dan sertifikat telah beralih nama ke pembeli, adalah merupakan wujud dari perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, dimana karena perbuatan itu masing-masing mereka mendapatkan kekayaan dari sebagian uang Negara tersebut, yang karena itu menimbulkan kerugian uang Negara, yang kedua rangkaian perbuatan itu telah mengandung sifat melawan hukum karena bertentangan dengan kewajiban hukumnya, dimana seorang notaris itu menyandang kewajiban hukum terhadapmengenai perlakuan terhadap uang Negara, yang bila dilanggarnya itu sama artinya dengan mengandung sifat melawan hukum, sama artinya juga dengan penyalahgunaan kewenangan jabatan. Pada setiap penyalahgunaan wewenang jabatan selalu mengandung sifat melawan hukum, dan Bisa juga disangkakan Pasal 3 UU TPK, dengan analisis hukum Bahwa seluruh rangkaian perbuatan yang terjadi yang dilakukan notarisPPAT tadi dapat dikualifiser sebagai perbuatan menyalahgunakan kewenangan jabatan, Sementara perbuatan Sdr. Pemalsu dan Karyawan Pelaku I dapat dikualifiser sebagai perbuatan turut serta dalam perbuatan notarisPPAT menyalahgunakan kewenangan jabatan. Sebagaimana diketahui bahwa bagi pelaku peserta tidak harus berkualitas yang sama dengan orang yang melakukan pelaku pelaksanaannya, yang in casu sebagai NotarisPPAT. Kedua orang itu bisa berkualitas sebagai pelaku peserta dalam hal NotarisPPAT menyalahgunakan kewenangan jabatannya, meskipun kedua orang lainnya itu bukan seorang notaris ; Perbuatannya itu dapat menimbulkan kerugian keuangan Negara; Berdasarkan hasil penelitian, bahwa proses peralihan hak atas jual beli tanah dan bangunan di Jalan Siliwangi 440 Kalibantengkulon semarang, dilaporkan bahwa uang pajak pada proses peralihan hak atas jual beli tanah dan bangunan telah disalahgunakan oleh PPAT dimana terjadinya Tindak Pidana Korupsi Penggelapan uang pajak pada proses peralihan hak atas jual beli tanah dan bangunan. Dengan cara memalsukan dokumen setoran SSB di bank BPD Jateng dan Setoran SSP di bank BTN Cab. Semarang seakan- akan sudah terjadi Pembayaran Pajak BPHTB setoran SSB SSP sebesar Rp.411.768.000,-empat ratus sebelas juta tujuh ratus enam puluh delapan rupiah Oleh karena itu kasus ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana umum dan tindak pidana korupsi bukan kasus tindak pidana perpajakan, karena bukan dilakukan oleh wajib pajak.

2. Kewenangan PPAT dikaitkan dengan Uang Bea Perolehan