Perkawinan Siri Dalam Pandangan Hukum Positif Indonesia

34 keluarga rumah tangga yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa 68 . Kata siri berasal dari bahasa Arab yang berarti sembunyi-sembunyi dan dapat disimpulkan bahwa nikah siri merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan ketuhanan yang maha esa yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dirahasiakan yaitu dengan tidak mencatatkan perkawinan tersebut kepada dinas catatan sipil yang ada. Pekawinanpernikahan siri juga digolongkan menjadi dua: Perkawinanpernikahan yang dilakukan tanpa wali belum meninggal dunia dan perkawinanpernikahan yang dilakukan dengan adanya wali dan terpenuhinya syarat- syarat lainnya tetapi tidak dicatat Kantor Urusan Agama setempat.

B. Perkawinan Siri Dalam Pandangan Hukum Positif Indonesia

Secara umum, dalam perspektif fikih islam, perkawinanpernikahan siri cenderung diperbolehkan asalkan memenuhi syarat dan rukun perkawinan. Sebaliknya dalam hukum positif nasional, perkawinan siri telah ditegaskan sebagai perkawinan yang ilegal. Bahkan dalam perundang-undangan nasional tentang perkawinan, baik dalam Undang-Undang perkawinan No.1 Tahun 1974 maupun dalam Kompilasi Hukum Islam, tidak ada satu katapun yang menyebut nikah siri. Yang dibahas adalah perkawinanpernikahan secara umum. Hal ini menunjukkan bahwa perkawinan siri tidak dianggap dalam hukum perkawinan nasional. 68 http:destylestary.blogspot.com201011fenomena-nikah-siri-dalam-prespektif.html diakses pukul 08.30 WIB tanggal 02 Januari 2013 Universitas Sumatera Utara 35 Perkawinanpernikahan siri dapat ditinjau dari berbagai aspek peraturan perundang-perundangan yang berlaku di Indonesia, maka pendekatan yang harus digunakan adalah perangkat hukum yang telah diatur dan diakui oleh sistem perundang-perundangan nasional. Secara umum dalam perspektif hukum Islam, perkawinanpernikahan siri cenderung diperbolehkan, meskipun dapat menjadi tidak sah karena tidak tercapai mashlahat dalam pernikahan karena perubahan hukum. Sementara dalam hukum positif dapat ditegaskan sebagai pernikahan yang ilegal, bahkan tidak ada satu katapun yang menyebutkan eksistensi perkawinanpernikahan siri. Hal ini suatu indikasi perkawinan siri tidak dianggap dalam hukum perkawinan nasional. Perangkat peraturan yang dapat dijadikan kajian untuk menentukan eksistensi perkawinanpernikahan siri yaitu : 1. Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Menurut Undang-Undang perkawinan No.1 Tahun 1974, perkawinanpernikahan yang sah adalah pernikahan yang dicatatkan. Pasal 2 ayat 2 menyatakan bahwa “tiap-tiap pernikahan dicatat menurut peraturan- peraturan yang berlaku” Undang-Undang Perkawinan pasal 2 ayat 1 menegaskan “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu”. Pasal 2 ayat 2 Undang- Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menegaskan bahwa “tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku artinya pernikahan yang tidak dicatatkan adalah tidak sah.” Universitas Sumatera Utara 36 2. Kompilasi Hukum Islam Status Kompilasi Hukum Islam KHI dalam tata hukum positif nasional telah diakui dan diterapkan dalam sejumlah putusan hukum peradilan agama. KHI dapat dipergunakan sebagai peganganpedoman dalam membahas pernikahan dalam sudut pandang hukum positif nasional. KHI menyebut bahwa pentingnya pencatatan adalah untuk menjamin ketertiban pernikahan yaitu dalam pasal 5 ayat 1 “Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat islam setiap perkawinan harus dicatat” 69 , Pada prinsipnya KHI mengharamkan pernikahan siri. Meskipun istilah nikah siri tidak ada disebutkan sama sekali dalam KHI berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur didalamnya maka dengan jelas sekali menunjuk ketidakbolehan nikah siri. Status Kompilasi Hukum Islam dalam tata hukum positif nasional telah diakui dan diterapkan dalam sejumlah putusan hukum Peradilan Agama. Secara konstitusional hadir melalui Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991. Sehingga Kompilasi Hukum Islam merupakan salah satu bentuk positivikasi terhadap hukum Islam yang bermaksud mengembangkan pesan-pesan agama dari nuansa normatif, dari sekedar dicita-citakan ius constituendum menjadi hukum yang benar- benar berlaku ius constitutum. Bagaimana sesungguhnya pengaturan pernikahan dalam Kompilasi Hukum Islam ini sehingga dianggap sah, Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam 69 Kompilasi Hukum Islam Universitas Sumatera Utara 37 sesuai dengan Pasal 2 Ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Berdasarkan pasal ini jelas sekali terlihat bagaimana posisi Kompilasi Hukum Islam yang mendukung ketentuan pernikahan harus sesuai dengan hukum Islam dan hukum positif, jadi erat kaitannya antara ketentuan tentang sah atau tidak pernikahan antara Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan. Aturan-aturan di dalam Kompilasi Hukum Islam ini sudah mengantisipasi lebih jauh ke depan dan tidak hanya sekedar membicarakan masalah administratif. Sehingga dalam klausul ini dinyatakan agar terjaminnya ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, yakni dalam hal menyangkut ghayat al-tasyri tujuan hukum Islam yakni menciptakan kemaslahatan bagi masyarakat, dan klausul yang menyatakan perkawinan tidak mempunyai kekuatan hukum atau tidak sah jika tidak dicatat dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Sehingga pada prinsipnya Kompilasi Hukum Islam tidak membolehkan adanya praktek nikah siri, meskipun istilah ini tidak ditemukan dalam Kompilasi Hukum Islam, berdasarkan ketentuan- ketentuan yang diatur di dalamnya, maka jelas sekali menunjukan ketidakbolehan nikah siri.

C. Perbedaan Antara Perkawinan Siri Dengan Perkawinan Pada Umumnya