Fransiskus : Analisis Pengaruh Risiko Sistematis Dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia, 2009
penguatan yang akan menurunkan tingkat suku bunga yang berlaku sehingga perusahaan tidak menanggung beban utang yang besar.
Berdasarkan permasalahan ini, perlu dilakukan bentuk penelitian tentang
“Pengaruh Risiko Sistematis Dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia.”
8. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan suatu masalah yaitu :
“Apakah resiko sistematis dan makro ekonomi GDP, Suku bunga dan nilai tukar berpengaruh terhadap harga saham perusahaan manufaktur terbuka
di Bursa Efek Indonesia?”
9. Kerangka Konseptual
Markowitz, dalam mengembangkan teori portofolio, mengatakan bahwa varians tingkat pengembalian sebagai alat ukur risiko yang sesuai. Alat ukur
risiko ini dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu risiko umum : risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Sharpe sendiri mendefenisikan risiko sistematis
sebagai sebagian dari perubahan aktiva yang dapat dihubungkan kepada faktor umum. Risiko sistematis terkadang disebut juga risiko pasar atau risiko yang
tidak dapat dibagi. Risiko sistematis merupakan tingkat minimum risiko yang dapat diperoleh bagi suatu portofolio melalui diversifikasi sejumlah besar
aktiva yang dipilih secara acak. Risiko sistematis merupakan risiko yang berasal dari kondisi ekonomi dan kondisi pasar secara umum yang tidak dapat
didiversifikasi.
Fransiskus : Analisis Pengaruh Risiko Sistematis Dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia, 2009
Sharpe mendefenisikan sebagian dari perubahan aktiva yang dapat didiversifikasi sebagai risiko tidak sistematis. Risiko ini terkadang disebut
juga risiko dapat diversifikasi, risiko unik, risiko residual atau risiko khusus perusahaan. Risiko ini merupakan risiko yang unik bagi perusahaan seperti
pemogokan kerja, tuntutan hukum atau bencana alam Fabozzi, 1999:96. Menurut Bodie, Kane dan Marcus 2006:373 menyatakan ada 7 indikator
makro ekonomi yang mempengaruhi perubahan harga saham yaitu Gross Domestic Product GDP, inflasi, tingkat pengangguran, suku bunga, nilai
tukar, transaksi berjalan, dan defisit anggaran. Namun tidak semua faktor tersebut dapat dipergunakan sebagai variabel penelitian antara lain : tingkat
pengangguran, transaksi berjalan, dan defisit anggaran. Gross Domestic Product GDP dalam perekonomian yang lebih kompleks adalah nilai pasar
semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu Mankiw, 2003:18. Variabel tingkat pengangguran tidak
digunakan dalam penelitian, karena sudah tercakup pada tingkat inflasi seperti yang dikatakan Samuelson dalam Elisabeth, 2007:6, yakni : “the philip
curve illustrates the trade-off theory of inflation. According to this view, a nation can buy a lower level of unemploymnet it is willing to pay the price
level of inflation.”Artinya, “Kurva Philip mencerminkan teori perdagangan dari inflasi. Sehubungan dengan hal tersebut, suatu negara dapat membeli
pada level terendah dari pengangguran sehingga harus membayar suatu level harga dari inflasi”.
Inflasi sendiri, menurut Irving Fisher 1930 dalam Bodie 2006:183 menyatakan bahwa bunga nominal harus meningkat dengan tingkat yg sama
Fransiskus : Analisis Pengaruh Risiko Sistematis Dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia, 2009
dengan kenaikan inflasi yang diharapkan. Jadi, Inflasi sendiri merupakan bagian dalam tingkat suku bunga yang saling berhubungan. Samuelson
2004:194 sendiri memberikan pernyataan sebagai berikut “Pada suatu periode inflasi, kita harus menggunakan suku bunga riil, bukan suku bunga
uang atau nominal, tuntuk menghitung hasil investasi dalam ukuran barang- barang yang didapat per tahun atas barang yang diinvestasikan. Suku bunga
riil kira-kira setara dengan suku bunga nominal dikurangi inflasi”. Selain itu, transaksi berjalan juga diabaikan karena sudah tercakup pada
nilai tukar yang akan terus berlanjut sampai neraca modal dan neraca berjalan kembali ke posisi keseimbangan. Sedangkan tidak digunakannya defisit
anggaran sebagai variabel penelitian karena defisit anggaran terjadi bila pengeluaran pemerintah lebih besar dari penerimaan pajak. Bila defisit
anggaran ini ditutup dengan cara menerbitkan obligasi pada pasar modal, maka secara otomatis harga saham akan terpengaruh. Namun defisit anggaran
yang terjadi di Indonesia ditutup dengan utang luar negeri sehingga tidak ada dampak langsung terhadap harga saham.
Berdasarkan latarbelakang dan perumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka model kerangka konseptual yang menegaskan pengaruh
antara risiko sitematis beta, Gross Domestic Product GDP, suku bunga, dan nilai tukar ditunjukkan pada Gambar 1.1.
Risiko Sistematis beta pasar X
1
Makro Ekonomi 1.Gross Domestic Product GDP X
2
2. Suku Bunga X
3
3. Nilai Tukar X
4
Harga Saham Y
Sumber : Tandelilin, Bodie, Kane dan Markus Gambar 1.1 Kerangka Konseptual
Fransiskus : Analisis Pengaruh Risiko Sistematis Dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia, 2009
10. Hipotesis