Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Fransiskus : Analisis Pengaruh Risiko Sistematis Dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia, 2009

BAB I PENDAHULUAN

7. Latar Belakang Masalah

Secara umum perusahaan adalah suatu organisasi dimana sumber daya input, seperti bahan baku dan tenaga kerja di proses untuk menghasilkan barang atau jasa output bagi pelanggan. Pelanggan perusahaan adalah individu atau perusahaan lain yang membeli barang atau jasa yang ditukar dengan uang atau barang lain yang berharga. Dalam konteks manajemen investasi, perusahaan memiliki unsur ketidakpastian uncertainty atau risiko pada hampir semua investasinya. Investasi dalam bentuk saham juga tidak terlepas dari risiko yang bergolongan tinggi. Namun, dilihat dari peluang yang diperoleh investor untuk mendapatkan return yang lebih besar dalam waktu yang singkat. Pertimbangan investor dalam pengambilan keputusan akan melakukan investasi atau tidak, mencakup penilaian seberapa besar keuntungan yang diharapkan dan seberapa jauh toleransi investor terhadap risiko atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan tersebut. Risiko risk mengacu pada situasi dimana terdapat lebih dari satu kemungkinan hasil dari satu keputusan dan probabilitas dari setiap hasil tersebut diketahui, atau dapat diestimasikan. Jadi, risiko menuntut pengambil keputusan untuk mengetahui semua hasil yang mungkin terjadi dari setiap keputusan dan memiliki gagasan untuk mengestimasikan probabilitasnya. Ekonomi Indonesia, pada penghujung tahun 1998, harus menelan kepahitan yang luar biasa : inflasi 77,63 persen, produk domestik bruto GDP Fransiskus : Analisis Pengaruh Risiko Sistematis Dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia, 2009 minus 13,68 persen, nilai ekspor US 50,05 milliar turun 6.34 persen dari 1997, impor anjlok 34,18 persen; dengan demikian terjadi surplus neraca perdagangan, tapi disisi lain mencerminkan penurunan besar sektor rill Tempo, 2008 : 16. Menjinakkan mengurangi krisis ekonomi sangat tidak mudah apalagi mengatasinya. Hal tersebut dibuktikan dari pengalaman diatas, yaitu pada tahun 1998. dampak depresiasi Baht telah mengguncang ekonomi negara Asia Tenggara dan Asia Timur sejak Juli 1997 serta untuk pertama kalinya seluruh dunia menyaksikan betapa berbahayanya arus modal yang besar dan bersifat spekulatif. Arus ini berpotensi menurunkan stabilitas ekonomi lalu menjadikannya bulan-bulanan para spekulan. Indonesia menjadi korban empuk karena fundamental ekonominya ternyata rapuh. Di akhir tahun 2007, diskusi tentang isu instabilitas finasial menghangat seiring dengan meningkatnya risiko resesi ekonomi pada perekonomian Amerika Serikat AS. Penyebabnya adalah terjadinya krisis di pasar finansial yang bersumber dari masalah kredit perumahan berkualitas rendah. Krisis ekonomi yang disertai dengan depresi panjang memicu kerisauan yang dari waktu ke waktu meningkat seperti halnya pada tahun 1930-an. Bagi Indonesia, dampak langsung dari krisis ekonomi ini, yang salah satunya adalah produk sekuritas kredit perumahan yaitu subprime mortgage, tidak terlalu besar. Apalagi jika dilihat dari jalur perdagangan. Pada trisemester pertama 2008, ekspor Indonesia justru meningkat. Dilihat dari jalur aliran modal, sebenarnya dalam jangka pendek Bursa Efek Indonesia justru diuntungkan. Dapat dilihat dalam indeks Bursa Efek Indonesia justru meningkat tajam, manakala terjadi risiko resesi perekonomian. Fransiskus : Analisis Pengaruh Risiko Sistematis Dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia, 2009 Persoalannya tidak sesederhana itu, efek tidak langsung dilihat dari peningkatan harga minyak mentah dunia yang mencapai 145 Dollar AS per barrel pada minggu pertama bulan Juli 2008. Harga komoditas primer meningkat seperti jagung, kedelai, dan lain sebagainya. Krisis yang dialami Indonesia mengarah pada krisis struktural, karena menyangkut krisis energi dan pangan selain krisis sektor pasar finansial. Dalam hal ini, emiten di Bursa Efek Indonesia yang berbasis pada pertambangan dan perkebunan telah memompa pasar modal tetapi sekaligus perusahaan-perusahaan ini melakukan penggerusan pengerusakkan sedikit demi sedikit paling besar terhadap pasar modal. Data pada Tabel 1.1 menunjukkan perusahaan – perusahaan yang berbasis pada pertambangan dan perkebunan yang mendominasi 10 besar saham yang merusakkan sedikit demi sedikit saham IHSG pada periode 30 Juni hingga 4 Juli 2008. Tabel 1.1 10 Besar Saham Penggerus Pelaku Pengerusakkan Sedikit Demi Sedikit IHSG 30 Juni – 4 Juli 2008 No Emiten Kode Harga Terakhir dalam rupiah Poin pada Indeks 1 PT. Bumi Resources, Tbk BUMI 7.500 -18,435 2 PT. Bakrie and Brothers, Tbk BNBR 500 -3,824 3 PT. International Nickel Indonesia, Tbk INCO 5.850 -2,699 4 PT. Indosat, Tbk ISAT 6.500 -2,214 5 PT. Energi Mega Persada, Tbk ENRG 900 -1,958 6 PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk INDF 2.300 -1,926 7 PT. Bank Panin, Tbk PNBN 790 -1,908 8 PT. Astra Agro Lestari, Tbk AALI 28.000 -1,714 9 PT. Aneka Tambang, Tbk ANTM 3.100 -1,621 10 PT. Perusahaan Gas Negara, Tbk PGAS 12.500 -1,562 Sumber : Prasentyantoko 2008:180 Fransiskus : Analisis Pengaruh Risiko Sistematis Dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia, 2009 Selain itu perlu juga diperhatikan beberapa indikator makro ekonomi yang mempengaruhi perekonomian Indonesia dalam perkembangan lima tahun terakhir, yaitu dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. Tabel 1.2 Indikator Makro Ekonomi Indonesia No Indikator Makro Ekonomi Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 1 Gross Domestik Product Nominal milliar 1.577.171,3 1.656.516,8 1.750.815,2 1.847.292,9 1.963.974,3 2 Suku Bunga SBI 1 BulanBI Rate 6,25 7,43 12,75 9,75 8,00 3 Nilai Tukar Rp Rata-rata 8.571 8.940 9.713 9.167 9.140 Sumber : Bank Indonesia, Laporan Perekonomian Indonesia 2007.data diolah Gross Domestic Product GDP tahun 2003 sampai 2007 menunjukkan peningkatan jumlah nilai produk dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam negeri selama jangka waktu lima tahun ini. Hal ini mengindikasikan pertumbuhan ekonomi yang membaik mendorong daya beli masyarakat sehingga permintaan terhadap produk perusahaan semakin besar dan meningkatkan penjualan perusahaan. Suku bunga mengalami penurunan sehingga kesempatan investasi pada saham menjadi sangat menarik dibandingkan dengan investasi pada tabungan atau deposito. Selain itu, dengan adanya penurunan tingkat suku bunga berarti biaya modal biaya utang berupa bunga utang yang ditanggung perusahaan tidak besar. Sedang nilai tukar kadang mengalami penurunan, kadang mengalami penguatan. Tapi pada posisi periode ini nilai tukar umumnya mengalami Fransiskus : Analisis Pengaruh Risiko Sistematis Dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia, 2009 penguatan yang akan menurunkan tingkat suku bunga yang berlaku sehingga perusahaan tidak menanggung beban utang yang besar. Berdasarkan permasalahan ini, perlu dilakukan bentuk penelitian tentang “Pengaruh Risiko Sistematis Dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia.”

8. Perumusan Masalah