Keterbatasan Penelitian Risiko Diare Pada Baduta Di Kelurahan Ciputat

yang tidak mengalami diare 38 orang 63,3 dan mengalami diare 22 orang 36,7. Risiko diare dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan definisi penyakit diare. Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak. Konsistensi proses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja Ngastiyah, 2005. Berdasarkan Kepmenkes RI No.1216MenkesSKXI2001 menyebutkan bahwa batasan diare akut secara operasional adalah buang air besar lembek, cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari dan berlangsung kurang dari 14 hari. Lebih lanjut, Andriani 2007, menjelaskan salah satu penyebab diare adalah tercemarnya makanan dan minuman oleh bakteri yang dibawa oleh lalat rumah Musca domestica. Lalat ini dianggap mengganggu karena kesukaannya hinggap di tempat-tempat yang lembab dan kotor, seperti sampah. Jika makanan yang dihinggapi lalat rumah akan tercemar oleh mikroorganisme baik bakteri, protozoa, telurlarva cacing atau bahkan virus yang dibawa dan dikeluarkan dari mulut lalat-lalat dan bila dimakan oleh manusia, maka dapat menyebabkan penyakit diare. Risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat hanya 27,8 hal ini kemungkinan disebabkan populasi dan frekuensi kunjungan vektor Musca domestica lalat rumah cenderung rendah. Sebagian responden mengurangi risiko diare dengan menurunkan frekuensi daya tarik vektor Musca domestica lalat rumah dengan cara menutup makanan agar tidak terkontaminasi dengan menggunakan tudung saji ataupun diletakkan dalam etalase. Pencegahan risiko diare dari vektor Musca domestica dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya seperti perilaku ibu menutup makanan. Hal lain yang dapat dilakukan yaitu dengan cara jendela dan tempat-tempat terbuka dipasang kawat kasa, pintu masuk dilengkapi dengan gorden anti lalat atau dengan cara menghilangkan tempat perindukkannya. Dalam penelitian ini tempat perindukkan Musca domestica adalah tempat sampah. Tempat sampah yang baik yakni berkaitan dengan cara pengelolaan sampahnya. Pengelolaan sampah yang tidak benar mempengaruhi frekuensi keberadaan lalat rumah sehingga kemungkinan dapat meningkatkan risiko diare. Ada tiga tahapan pengelolaan sampah rumah, yakni pemisahan, penyimpanan dan pemusnahan. Namun dalam penelitian ini yang lebih di perdalam hanyalah tahap pemisahan dan penyimpanan. Cara lain untuk menurunkan risiko diare dapat di kurangi dengan melakukan pemisahan antara sampah organik dan anorganik serta mempunyai tempat penyimpanan sampah yang kuat dan tertutup. Selain itu dapat dilakukan tindakan pencegahan terhadap vektor Musca domestica lalat rumah dengan menggunakan Fly Trap yaitu alat perangkap penangkap lalat yang mudah di buat dan harga terjangkau. Atau jika memiliki budget lebih, dapat menggunakan Fly Catcher System yaitu alat penangkap lalat dengan menggunakan cahaya sinar lampu UV Ultra Violet untuk menjebak lalat yang hinggap di lampu tersebut. 6.3 Analisis Bivariat 6.3.1 Hubungan Pemisahan Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lebih banyak responden yang tidak melakukan pemisahan antara sampah organik dan anorganik. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 5.1 yang menunjukkan bahwa sebesar 82,2 responden tidak melakukan tahap pemisahan sampah yaitu pemisahan sampah organik dan anorganik. Sedangkan 17,8 responden melakukan pemisahan sampah organik dan anorganik. Berdasarkan hasil analisis dari tabel 5.6 menunjukkan bahwa responden yang tidak melakukan pemisahan sampah lebih banyak berisiko diare 32,9 dibandingkan dengan responden yang melakukan pemisahan sampah yaitu sebesar 6,2 beresiko daiare. Hasil uji chi squre menunjukkan nilai P value sebesar 0,035 p ≤ 0,05 yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pemisahan sampah dengan risiko diare pada baduta. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprina 2013 di Medan yang menyatakan bahwa ada hubugan antara pemisahan sampah dengan kejadian diare pada balita dengan nilai P value 0,023. Menurut Suprapto 2005, lalat biasa hidup di tempat-tempat yang kotor dan tertarik akan bau yang busuk. Benda-benda yang bau busuk juga merupakan makanan lalat. Sampah terutama sampah basah, cepat berbau busuk, sehingga merupakan tempat berkembang biak dan tempat makanan lalat. Dalam penelitian ini ada hubungan antara pemisahan sampah dengan risiko diare pada baduta. Dari hasil studi ditemukan ada beberapa diantara responden yang membuang sampah basah seperti sampah-sampah potongan-potongan ikan atau ayam ke tempat sampah yang terpisah. Namun kebiasaan responden lebih banyak membuang sampah organik dan anorganik pada tempat pembuangan yang sama. Hal ini kemungkinan yang menyebabkan ada hubungan antara pemisahan sampah dengan risiko diare pada baduta. Lalat menyukai tempat yang lembab dan berbau busuk seperti tempat penyimpanan sampah. Bau busuk yang berada di tempat sampah kemungkinan disebabkan karena sampah organik yaitu seperti potongan ikan atau ayam dan sampah anorganik dikumpul dalam tempat pembuangan yang sama. Untuk mengurangi risiko diare dapat dilakukan dengan menurunkan frekuensi daya tarik vektor Musca domestica di tempat sampah dengan cara pemisahan sampah organik dan anorganik. Hal ini dikarenakan sampah organik lebih cepat mengalami kebusukkan sehingga membuat daya tarik vektor Musca domestica menjadi tinggi. Selain itu, tempat sampah harus kuat yakni terbuat dari semen, memiliki penutup dan di bersihkan dari sisa bahan cair minimal seminggu dua kali.