kebebasan eksklusif. Penerapan ekonomi kapitalisme hanya memanjakan para pemilik modal saja dan menutup kesempatan kaum proletar untuk mendapatkan
hak yang sama atas kekayaan. Menurut Muhammad Baqîr al-Shadr jelas kebebasan model ini bertentangan dengan kebebasan dalam Islam. Apabila
kebebasan dalam liberalisme-kapitalisme diawali oleh kekuasaan penuh manusia atas dirinya sendiri, maka kebebasan dalam Islam diawali oleh dan didasarkan
atas kepatuhan total kepada Allah.
10
Dengan demikian, agar kebebasan tidak menjadi kata-kata kosong belaka, maka Islam dalam konsep kebebasannya
melenyapkan sebab-sebab yang menghalanginya.
1. Kemerdekaan Pribadi
Tak dapat dipungkiri bahwa kecenderungan manusia terhadap materi merupakan akibat langsung dari hasrat, naluri atau dorongan hawa nafsunya.
Manusia terdiri dari badan dan jiwa atau tubuh dan ruh. Sebagai makhluk biologis, manusia memunyai kebutuhan-kebutuhan sebagaimana makhluk
biologis lain seperti makan, minum, dan sebagainya. Namun, menurut Muhammad Baqîr al-Shadr, meski manusia maupun binatang berbuat menurut
kehendaknya, garis demarkasi yang paling mendasar yang membedakan keduanya adalah perbuatan binatang hanya didorong dan ditentukan oleh gerak naluri saja,
sementara manusia mampu menggunakan akal dan mengontrol nafsunya.
11
Manusia yang hanya mengikuti hawa nafsunya akan berusaha keras dan membabi buta untuk mendapatkan apa yang diinginkan, apapun taruhannya.
10
Muhammad Baqîr al-Shadr, Keunggulan Ekonomi Islam: Mengkaji Sistem Ekonomi Barat dengan Kerangka Pemikiran Sistem Ekonomi Islam,
h. 118.
11
Ibid, h. 119.
Sedangkan hasrat manusia tidak terbatas dan tidak akan pernah terpuaskan. Manusia memunyai keinginan dan kebutuhan tak terhingga karena ketika
keinginan tercapai akan muncul keinginan lagi melebihi apa yang didapatkan. Apabila manusia hanya mengikuti hasratnya saja, maka pada posisi ini, dia
kehilangan martabat dan kehormatannya sebagai manusia dan statusnya sama dengan binatang. Tidak hanya itu, kebebasan dalam arti kemerdekaan pun akan
terancam oleh kebebasan orang lain yang membabi buta sebagaimana terjadi dalam hukum rimba.
Dalam kondisi itu, kebebasan tidak akan terwujud sampai kapan pun. Maka kebebasan yang pertama kali harus ditekankan adalah kebebasan internal
manusia dari cengkraman hawa nafsunya. Manusia harus benar-benar merdeka dari penguasaan hawa nafsunya dengan kendali kekuatan akal sehingga mampu
mengarahkan pada hal-hal yang positif. Akal mampu mengendalikan hawa nafsu manusia menjadi suatu alat yang mengenalkan dia pada kebutuhan-kebutuhan
yang lebih bermanfaat dan bermakna. Jika tidak demikian, menurut Muhammad Baqîr al-Shadr, sejak awal manusia sudah kehilangan kebebasannya.
12
Manusia akan diperbudak oleh hawa nafsunya yang berakibat pada perampasan kebebasan
orang lain. Oleh sebab itu, langkah pertama yang ditempuh Islam adalah
membebaskan manusia dari perbudakan hawa nafsu dengan membangun landasan yang kokoh, yaitu tauhid. Dengan tauhid, orang Islam tidak akan mengikuti
dorongan hawa nafsunya karena ia memandang bahwa tujuan hakiki dari
12
Muhammad Baqîr al-Shadr, Manusia Masa Kini dan Problema Sosial, h, 134-135.
kehidupan adalah Allah. Meski ia berada di tengah alam yang dilingkupi oleh hal- hal material, ia tetap memunyai pandangan spiritual di mana alam dan dirinya
berada dalam satu kesatuan dengan realitas Tuhan. Hal ini dikemukakan Muhammad Baqîr al-Shadr bahwa:
Ketika Islam membebaskan manusia dari perbudakan duniawi dan kesenangan sementara, ia menghubungkannya dengan keilahian dan
keridhaan Allah. Dalam pandangan Islam, mengakui keesaan Ilahi adalah jaminan kebebasan manusia dari semua jenis perbudakan hawa nafsu yang
pada gilirannya menjamin kebebasan dalam semua bidang lainnya.
13
Langkah Islam itu dimaksudkan untuk mengantarkan manusia pada
kebebasan yang sebenarnya sehingga kebebasan benar-benar dapat terwujud. Menurut Muhammad Baqîr al-Shadr, kebebasan yang memancar dari sumber lain
adalah kamuflase dan khayalan belaka yang akhirnya akan berubah menjadi belenggu yang melumat kebebasan itu sendiri. Kebebasan dalam arti seluas-
luasnya tidak akan pernah mencapai kebebasan atau kemerdekaan meski sepintas lalu orang dibuat terpesona dengannya. Kebebasan model ini menjanjikan
kenikmatan tetapi sekaligus menyimpan badai yang akan menghancurkan kemerdekaan manusia.
Selanjutnya, kebebasan pribadi atau internal dari hawa nafsu pada gilirannya akan membuat manusia mencapai kemerdekaan rohani atau konsistensi
jiwa. Kemerdekaan rohani ini merupakan infrastruktur masyarakat merdeka. Menurutnya, orang tidak mungkin merasakan kebebasan dalam bidang sosial
apabila ia tidak menguasai kemauan dan mengontrol hawa nafsunya.
14
Seseorang yang hanya mengikuti hawa nafsunya akan melahirkan prilaku yang merugikan
13
Ibid, h. 120.
14
Ibid, h. 121-122.
terhadap kehidupan bersama. Akibatnya, kehidupan sosial tidak akan stabil dan tidak akan terjamin integritasnya.
2. Kemerdekaan Sosial