Kemerdekaan Sosial Tauhid dan Kebebasan

terhadap kehidupan bersama. Akibatnya, kehidupan sosial tidak akan stabil dan tidak akan terjamin integritasnya.

2. Kemerdekaan Sosial

Setelah membebaskan manusia dari dalam, Islam kemudian membebaskan manusia dalam bidang sosial. Kebebasan ini sebenarnya konsekuensi lebih lanjut dari kemerdekaan pribadi di mana dasarnya adalah tauhid. Jika dengan keyakinan tauhid manusia dapat membebaskan diri dari cengkraman hawa nafsu, maka dalam bidang sosial, keyakinan tauhid dapat menghapus segala bentuk penaklukan dan penindasan oleh manusia. Keyakinan tauhid menempatkan manusia pada posisi yang sama dengan manusia lain di hadapan Allah. Menurut Muhammad Baqîr al-Shadr, tidak ada hak yang diberikan Allah kepada suatu bangsa untuk menaklukkan bangsa lain, eksploitasi kelompok atas kelompok lain atau melanggar kebebasannya. Tak seorang pun diperbolehkan menjadi yang dipertuan oleh orang lain. 15 Islam tidak memberikan tempat bagi imperialisme, eksploitasi, tirani, hegemoni, perbudakan dan sebagainya. Sebaliknya, Islam mengutuk perbuatan tersebut dan memasukkan setiap ketundukan dan kepasrahan terhadapnya dalam kategori syirk. Ketundukan dan kepasrahan terhadapnya sama dengan menjadikan Tuhan selain Allah. Di sini peran sentral tauhid sangat signifikan dalam membebaskan manusia di bidang sosial sebagaimana dalam semua dakwah Islam lainnya. Hal ini dinyatakan Muhammad Baqîr al-Shadr bahwa: 15 Muhammad Baqîr al-Shadr, Manusia Masa Kini dan Problema Sosial, h. 142-143. Islam dalam semua dakwahnya menggunakan tauhid sebagai senjatanya. Ketika manusia menjadi hamba Allah maka dia membuang semua tuhan palsu. Dengan demikian, dia tidak merasa rendah atau hina di hadapan suatu kekuatan atau penguasa duniawi … Islam tidak saja membebaskan manusia dari perbudakan nafsu, tetapi juga menghapus takhayul-takhayul syirk. 16 Melalui keyakinan tauhid, Islam membebaskan manusia sepenuhnya sehingga ia benar-benar bebas dan merdeka dalam hubungannya dengan yang lain. Pembebasan manusia dari penyembahan berhala dalam bidang sosial, baik berhala bangsa, kelompok atau individu pada akhirnya akan semakin meneguhkan hubungan manusia dengan Allah di atas pijakan yang kokoh. Sebuah kebebasan yang diraih dari kepatuhan dan kepasrahan kepada Allah dan digunakan untuk menuju kepada-Nya sebagai orientasi hidup yang paling hakiki. Kebebasan dalam Islam tidak digunakan untuk mengikuti hawa nafsu sehingga penggunaannya tidak terkendali. Di atas segalanya, Allah menjadi pusat segala tindakan manusia sehingga kebebasan pun harus beroperasi dari dan dalam bingkai ini, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Dalam bidang politik, kebebasan didasarkan pada keimanan kepada Allah sebagaimana kebebasan yang lain. Karena itu, kekuasaan dan kedaulatan hanya milik Allah. Dialah yang berhak untuk mengatur kehidupan manusia. Semua anggota masyarakat memiliki tanggung jawab yang sama untuk melaksanakan perintah-Nya. Hasil kesamaan ini adalah manusia merdeka dari dominasi orang lain, semua jenis eksploitasi politik, kekuasaan despotik, dan kekuasaan kelas. Bagi Muhammad Baqîr al-Shadr, Islam tidak mengakui suatu bentuk politik yang membolehkan seorang individu atau kelompok mendominasi dan menguasai 16 Muhammad Baqîr al-Shadr, Keunggulan Ekonomi Islam, h. 123. individu atau kelompok lain. Karena menurutnya, hal itu menyangkal kesamaan semua anggota masyarakat dalam memegang amanah Allah. Muhammad Baqîr al- Shadr mengungkapkan: Landasan pemerintahan Islam pertama adalah kekuasaan mutlak absolut milik Allah. Penjelasan atas kebenaran ini merupakan revolusi besar yang dirintis oleh para nabi yang berjuang demi pembebasan manusia dari perbudakan manusia lain. Kedaulatan Allah berarti bahwa manusia itu merdeka. Manusia secara individual maupun kelas atau kelompok tidaklah memiliki kekuasaan dan otoritas yang utama terhadap dirinya. Kekuasaan dan kedaulatan mutlak dan eksklusif adalah milik Allah. 17 Dalam bidang ekonomi, manusia memiliki hak untuk memiliki sesuatu dan mengupayakan keinginan dan kebutuhannya. Akan tetapi, kebebasan di sini bukanlah kebebasan yang seluas-luasnya sehingga kebebasan seseorang berpotensi mengancam dan menutup kesempatan orang lain untuk mendapatkan hak yang sama. Di sini, menurut Muhammad Baqîr al-Shadr, Islam menyelaraskan kebebasan ekonomi dengan keamanan ekonomi, memadukannya dalam suatu struktur yang terpadu. Manusia memiliki kebebasan ekonomi tetapi dalam batas-batas tertentu. Batasan itu adalah keamanan ekonomi individu lainnya dan kesejahteraan umumnya. 18 Kebebasan ekonomi dibolehkan selama tidak mengancam kebebasan dan kesejahteraan orang lain. Kebebasan ekonomi, sebagaimana dalam politik, juga berlandaskan pada tauhid sehingga tidak ada hak kepemilikan penuh atau eksklusif dalam Islam. Sebaliknya, Islam memberikan jaminan atau keamanan bagi individu yang kurang beruntung untuk mendapatkan hak yang sama dengan lainnya. 17 Muhammad Baqîr al-Shadr, Sistem Politik Islam: Sebuah Pengantar, h. 101-102. 18 Muhammad Baqîr al-Shadr, Manusia Masa Kini dan Problema Sosial, h. 151. Jaminan keamanan itu, menurut Muhammad Baqîr al-Shadr, adalah menjadi tanggung jawab pemerintah agar semua penduduk hidup layak dan terhormat. Untuk tujuan ini, dana dapat dikumpulkan dari kekayaan negara, sumber pendapatan umum, dan anggaran belanja negara. 19 Negara dapat mengambil pajak atau zakat dari pendapatan individu sebagai pendapatan umum. Pajak dan zakat itu didistribusikan secara adil kepada orang-orang yang kurang beruntung untuk memberikan jaminan keamanan ekonomi pada mereka. Zakat merupakan bentuk solidaritas sosial antar sesama di mana orang Islam yang satu dengan Islam lainnya diikat oleh tali persaudaraan keimanan sebagaimana diperintahkan oleh agama. Dalam kehidupan sosial, khususnya berkaitan dengan kebebasan berpendapat, juga ditekankan dalam Islam. Kebebasan berpendapat menunjukkan adanya kebebasan berpikir. Namun, karena berlandaskan kepada tauhid, kebebasan berpikir dibolehkan selama tidak bertentangan dengan keyakinan tauhid. Selain itu, menurut Muhammad Baqîr al-Shadr, Islam tidak menghendaki pendapat yang berasal dari prasangka yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Setiap pendapat harus memunyai argumentasi rasional dan bersifat akademik sehingga bisa diuji dan dipertanggungjawabkan kebenarannya. Hal ini penting dilakukan agar manusia tidak jatuh dalam fanatisme buta, takhayul serta melindungi manusia dari penyalahgunaannya. 20 Penyalahgunaan kebebasan berpikir seringkali terjadi ketika manusia mengikuti dorongan hawa nafsu dan kepentingannya dengan melakukan pembenaran atas tindakannya. 19 Ibid, h. 157. 20 Ibid, h. 153.

C. Tauhid dan Keadilan