Di dalam Ensiklopedia Islam di Indonesia, riddah adalah makna asal dari kembali ke tempat atau jalan semula, namun kemudian istilah ini
dalam penggunannya lebih banyak dikhususkan untuk pengertian kembali atau keluarnya seseorang dari agama Islam kepada kekufuran atau pindah kepada
agama selain Islam. Dari pengertian riddah ini dapat dikemukakan tentang pengertian murtad, yaitu orang Islam yang keluar dari agama Islam yang
dianutnya kemudian pindah memeluk agama lain atau sama sekali tidak beragama.
25
Menurut hukum Islam, orang yang keluar dari agama Islam murtad, maka saat ia bercita-cita dan telah dihukumi murtad, yaitu kafir dan pada saat
itulah gugurlah segala amal ibadah yang telah di kerjakannya. Akan tetapi, bila ia bertobat kembali, maka tidaklah hilang amalan yang telah berlalu itu. Dia tidak
wajib mengulangi kembali ibadahnya sebelum ia murtad itu.
26
B. Syarat-syarat Murtad
Seseorang dianggap murtad jika ia telah mukallaf dan menyatakan kemurtadannya secara terangan-terangan atau dengan kata-kata yang
menjadikannya murtad atau dengan perbuatan yang mengandung unsure-unsur kemurtadannya. Adapun seseorang yang dinytakan murtad dengan persyaratan
sebagai berikut:
25
Harun Nasution Ketua Tim, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992, h. 696
26
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abdillah S, Fiqh Mazhab Syafi’i, Bandung: Pustaka Setia, 2000, cet. 1, h. 529
1. Berakal
Tidak sah kemurtadan orang gila dan anak kecil yang belum berakal karena akan menjadi syarat kecakapan dalam masalah aqidah
keyakinan dan masalah lainnya. 2.
Baligh Dewasa Karenanya tidak sah murtadnya anak kecil yang telah mencapai
mumayiz menurut ulam Syafi’iyah.
27
Adapun pernyataan murtad dari anak kecil mumayiz berakal di perselisihkan oleh para fuqaha.
Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Muhammad yang di kutip dalam buku ‘Ala’ Ad-din Al- Kasani, baligh dewasa bukan merupakan
syarat untuk sahnya murtad. Dengan demikian, murtadnya anak kecil yang sudah berakal mumayiz hukumnya sah.
Sedangkan menurut Abu Yusuf murid Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa anak mumayiz apabila menyatakan Islam maka hukumnya
sah, dengan demikian pula sebaiknya apabila ia menyatakan murtad, hukumnya juga sah. Hal ini karena iman dan kafir kedua-duanya merupakan
perbuatan nyata yang keluar dair hati sebagai salah satu anggota badan.
27
Muhammad Amin Suma, dkk, Pidana Hukum Islam di Indonesia, Peluang, Prospek dan Tantangan
, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, Cet. Ke-1, h. 64
Pengakuan dari anak kecil yang sudah berakal mumayiz menunjukan adanya hal tersebut iman dan kufur.
Menurut fuqaha Syafi’iyah yang dikutip dalam buku Jalal Ad- Din Abu Bakar As- Suyuthi berpendapat murtadnya anak kecil dan islamnya
hukumnya tidak sah. Pendapat ini juga merupakan pendapat Imam Zufar dari pengikut mazhab Hanafi, Zhahiriyah, dan Syi’ah Zaidiyah. Mereka beralasan
dengna hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Hakim dari Aisyah bahwa Rasulullah SAW bersabda;
و ﻆ ﻰﱠ ﺋﺎﱠ ا ث ﺛ ا ر
ﺮ ﻜ ﻰﱠ ﱢ ﱠ ا و أﺮ ﻰﱠ ﻰ ا .
اور ﺪ ا
, دواد ﻰ ا
, ءﺎ ا
, ﺔﺟﺎ ا
, آﺎ او
ﺔﺸﺋﺎ
Artinya: “Pena itu diangkat beban itu dibebaskan dari tiga kelompok orang; orang tidur sampai bangun, orang gila sampai berakal
sembuh, serta anak kecil sampai dewasa”.
Meskipun demikian, kelompok Syafi’iyah telah mengakui keislaman anak kecil, karena ia mengikuti kedua orang tuanya atau salah
satunya yang masuk Islam. 3.
Kehendak Sendiri Karena tidak sah murtdanya orang yang dipaksa, dengna catatan
harinya bersiteguh dalam agamanya. Umpamanya jiwanya terancam kalau
tidak melakukannya, tidaklah ia dihukumi kafir atau murtad selama hatinya tetap seperti yang dikehendaki Islam.
28
Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah dalam surat al- Nahl 106.
⌧ ☺
☺ ☺
⌧ ⌧
Artinya: “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman Dia mendapat kemurkaan Allah, kecuali orang yang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman Dia tidak berdosa, akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran,
Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar”.
C. Macam-macam Murtad