Dasar Hukum Muzara’ah

Pengertian tersebut dalam kebiasaan Indonesia disebut sebagai “paroan sawah. Penduduk Irak menyebutnya “ al-mukhabarah”, tetapi dalam al-mukhabarah, bibit yang akan ditanam berasal dari pemilik tanah. Imam asy-Syafi’I mendefinisikan al-mukhabarah dengan : ضرﻻا ﺎ ﺮ ج ﺎﻬ ﺬ او ر ﺎ ا 26 Pengelolaan tanah oleh petani dengan imbalan hasil pertanian, sedangkan bibit pertanian disediakan penggarap tanah. Dalam al-mukhabarah, bibit yang akan ditanam disediakan oleh penggarap tanah, sedang dalam al-muzara’ah bibit yang akan ditanam boleh dari pemilik.

2. Dasar Hukum Muzara’ah

Dalam membahas hukum muzara’ah terjadi perbedaan pendapat para ulama. Ada ulama yang menolak sistem muzara’ah dan ada pula ulama yang membolehkan akad muzara’ah. Imam Abu Hanifah 80-150 H699-767 M dan Zufair ibn Huzail 728-774 M, pakar fiqh hanafi, berpendapat bahwa akad al-muzara’ah tidak boleh. Menurut mereka, akad al-muzara’ah dengan bagi hasil, seperti seperempat dan seperdua, hukumnya batal. Alasan Imam Abu Hanifah dan Zufair ibn Huzail adalah hadist yang bersumber dari Tsabit Ibnu adh-Dhahhak. 26 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h.275 Dalam riwayat Sabit ibn adh-Dhahhak dikatakan : نا ﻮ ر ل ﷲا ﻰ ﷲا و ﻰﻬ ﺔ راﺰ ا اور ﺎ كﺎ ا 27 Rasulullah saw. melarang al-muzara’ah HR Muslim dari tsabit Ibnu Adh- dhahhak. Menurut mereka, obyek akad dalam al-muzara’ah belum ada dan tidak jelas kadarnya, karena yang dijadikan imbalan untuk petani adalah hasil pertanian yang belum ada al-ma’dum dan tidak jelas al-jahalah ukurannya, sehingga keuntungan yang akan dibagi, sejak semula tidak jelas. Boleh saja pertanian itu tidak menghasilkan, sehingga petani tidak mendapatkan apa-apa dari hasil kerjanya. Oleh karena itu unsur spekulasi untung-untungan dalam akad ini terlalu besar, obyek akad yang bersifat al-ma’dum dan al-jahalah inilah yang membuat akad ini tidak sah. Adapun perbuatan Rasulullah saw. dengan penduduk Khaibar menurut mereka, bukan merupakan akad al-muzara’ah, adalah berbentuk al-kharaj al-muqasamah, yaitu ketentuan pajak yang harus dibayarkan petani kepada Rasulullah setiap kali panen dalam prosentase tertentu. Dalam hadist yang diriwayatkan al-Jama’ah mayoritas pakar hadist dikatakan bahwa : 27 Imam Muslim, Shahih Muslim, Liban: Dar al-Firk, 1993, Jilid 3, h.27 نا ﻮ ر ل ﷲا ﻰ ﷲا و ﺎ ها ﺮ ﺮ ﺸ ﺎ جﺮ ﺮ عرزوا اور ىرﺎ ا و ﻮ او دواد ﻰ ﺎ او او ﺎ ﺮ او ىﺬ ﺪ او ﺪ ﷲا ﺮ 28 Rasulullah saw. melakukan akad muzara’ah dengan penduduk Khaibar, Yang hasilnya dibagi antara Rasul dengan para pekerja.HR al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, an-Nasa’I, Ibnu Majah,at-Tirmizi, dan Imam Ahmad ibn Hanbal dari Abdullah ibn Umar. Abu Yusuf 113-182 H731-798 M, Muhammad ibn al-Hasan asy-Syaibani 748-804 M, keduanya sahabat Abu Hanifah, juga berpendapat bahwa akad al- muzara’ah hukumnya boleh, karena akadnya cukup jelas, yaitu menjadikan petani sebagai serikat dalam penggarapan sawah. Menurut mereka, akad ini bertujuan untuk saling membantu antara petani dengan pemilik tanah pertanian. Pemilik tanah tidak mampu untuk mengerjakan tanahnya, sedangkan petani tidak mempunyai tanah pertanian. Oleh sebab itu, adalah wajar apabila antara pemilik tanah persawahan bekerjasama dengan petani penggarap, dengan ketentuan bahwa hasilnya mereka bagi sesuai dengan kesepakatan 28 Ahmad Zaidun, Ringkasan Hadist Shahih Al-Bukhari, Jakarta: Pustaka Amani, 1996, Cet. h. 496 bersama. Menurut mereka, akad seperti ini termasuk ke dalam firman Allah dalam surat al-Ma’idah, 5:2 yang berbunyi : ﺎ و ﻰ اﻮ و ﺮ ا او ىﻮ ﻻو ﺎ اﻮ و ﻰ ﻻا و ﺪ ا ناو ةﺪ ﺎ ا : 2 ‘’Bertolong menolonglah kamu atas kebajikan dan ketakwaan dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan…. ‘’Q.S. Al Maidah:2 Firman Allah dalam surat An Nisaa: 29 berbunyi : ﺎﻬ أﺎ اﻮ اء ﺬ ا ﻻ اﻮ آْﺄَ ﻜ اﻮ أ ﻜ ِ ﺎ ﺎِ ﺎَإ نأ نﻮﻜَ ةرﺎ ﻜ ضاﺮَ ... ءﺎ ا : 29 “Hai Orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu…”Q.S. An Nisaa’:29 Mujahid juga meriwayatkan bahwa: ﻰ ﻰ ﺎ ﺪ . ،وﺮ ﺪ ز د ﺎ ﺎ ﺮ ا نا سوﺎ لﺎ اﺪهﺎ : ﺪ ﻓار ا ﻰ ا ﺎ ا . ﺎﻓ و ﷲا ﻰ ا ا ﺪ ا . ﺮﻬ ﺎﻓ لﺎ . نا ﷲا ﻰ ﷲا لﻮ ر ﻓ ﺎ ﻰﻬ و . ﻰ ﺪ ﻜ و ﻬ اﻮه سﺎ ا ﻰ : ﷲا ﻰ ﷲا لﻮ ر نا لﺎ و ﺎﻬ ﺪ ﺎ نا ﺮ را ﺎ ا ﺮ ا ن ﻻ ﺎ ﻮ ﺎ ﺮ اور 29 “Mujahid meriwayatkan dari Rafi’bin Khadij bahwa Rasulullah SAW melarang mereka untuk melakukan urusan yang mendatangkan keuntungan memberi tanah dengan bagi hasil atau pembayaran tunai Rasulullah SAW juga berkata kepada mereka bahwa jika mereka mempunyai tanah, mereka 29 Imam Muslim, Shahih Muslim, h.27 harus menggarapnya sendiri atau menyerahkannya kepada saudara-saudara mereka yang dipercayai untuk menggarapnya.” Riwayat Muslim Imam Syafi’i juga berpendapat bahwa akad al-muzara’ah tidak sah, kecuali apabila al-muzara’ah mengikut pada akad al-musaqah kerjasama pemilik kebun dengan petani dalam mengelola pepohonan yang ada di kebun itu, yang hasilnya nanti dibagi menurut kesepakatan bersama. Misalnya apabila terjadi kerjasama dalam pengolahan perkebunan, kemudian ada tanah kosong yang boleh dimanfaatkan untuk al-muzara’ah pertanian, maka menurut Imam Syafi’i, akad al-muzara’ah boleh dilakukan. Akad ini tidak berdiri sendiri, tetapi mengikut pada akad al-musaqah. Ada juga yang melarang dengan dalil hadist shahihnya yang menerangkan bahwa nabi SAW melarang menyewakan tanah dengan penyewaan atau bagian tertentu, yaitu hadis yang diriwayatkan dari Nabi oleh dua orang peserta Perang Badar Rafi’bin Khadij dan Jabir bin Abdullah. 30 Diriwayatkan dari Rafi’bin Khadij r.a. berkata: ىﺮﻜ ﺎ آ ﺎ ر دﺰ ﺔ ﺪ ا ها ﺮ آا ﺎ آ لﺎ ﺪ ﻓار و ﻚ اذ ب ﺎ ﺎ ﻓ لﺎ ضﺮ ا ﺪ ﻰ ﺎﻬ ﺔ ﺎ ﺎ ضﺮ ا ه ﺬ ا ﺎ ا ﺎ ﻬ ﻓ ﻚ اذ و ضﺮ ا ب ﺎ ﺎ و ضﺮ ا ﻓ قرﻮ او ﺬ ﻮ ﻜ . ىرﺎ ا اور : 2327 31 “Diriwayatkan dari Rafi’bin Khadij r.a. dia berkata: kami adalah penduduk Madinah yang paling banyak memiliki lading. Kami menggarap lahan 30 http: media.isnet.orgislamQardhawiHalal.htm, 2 Mei 2007, h.3 31 Ahmad Zaidun, Ringkasan Hadist Shahih Al-Bukhari, h. 496 pertanian dengan cara bagi hasil dengan ditentukan lokasi mana yang akan kami pungut hasilnya dan mana pula yang akan dipungut hasilnya oleh pekerja. Kadang-kadang lokasi tertentu jatah untuk upah pekerja terserang hama, sementara lokasi yang lain jatah untuk kami selamat. Kadang-kadang juga terjadi sebaliknya. Maka kami dilarang oleh Rasulullah SAW menerapkan cara bagi hasil seperti itu. Ketika itu mata uang emas dinar dan perak dirham belum berlaku”. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari, nomor hadis: 2327 Adapun yang berpendapat bahwa penyewaan tanah yang dilarangnya itu ialah penyewaan dengan uang emas dan parak. Adapun muzara’ah dipandang tidak apa- apa tetapi dengan 13 atau ¼ ialah Thawus salah seorang ahli Fiqih dari Yaman dan seorang Tabi’in besar, Muhammad bin Sirin dan Al-Qasim bin Muhammad bin Abu baker as-Shiddiq. 32 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membolehkan menyewakan tanah, tetapi beliau sendiri menyebutkan, bahwa muzara’ah adalah lebih sesuai dengan keadilan dan prinsip syariah Islamiyah. Beliau berkata: “Muzara’ah lebih halal daripada kira’ 33 , dan lebih mendekati kepada keadilan dan pokok ajaran agama Islam. Sebab dalam muzara’ah itu kedua belah pihak bersekutu dalam keuntungan dan kerugian, berbeda dengan kira’, maka pemilik tanah sudah pasti menerima keuntungan, sedang pihak penyewa kadang-kadang dapat dan kadang-kadang tidak dapat. 34 Muzara’ah yang adil adalah cara yang dilakukan oleh kaum muslimin di zaman Rasulullah SAW, para khulafaur Rasyidin, keluarga Abu bakar, keluarga Umar, keluarga Usman, keluarga Ali dan kaum muhajirin. Dan ini pulalah yang 32 http: media.isnet.orgislamQardhawiHalal.htm, 2 Mei 2007, h.3 33 Kira’ yaitu bentuk muzara’ah yang dilarang karena pemilik sudah pasti menerima keuntungan sedangkan untuk penyewa belumpasti menerima hasil. 34 http: media.isnet.orgislamQardhawiHalal.htm, 2 Mei 2007, h.3 menjadi pendirian kebanyakan para sahabat seperti Ibnu Mas’ud, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan lain-lain. Dan ini pulalah yang menjadi pendirian Ulama ahli hadist seperti Imam Ahmad, Ishak bin rahawih, Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Daud bin Ali, Muhammad bin Ishak bin Khuzaimah, Abu bakar bin al-Mundzir, Muhammad bin Nasr al-Maruzi. Dan ini juga yang menjadi pendirian kebanyakan ulama Islam seperti Al-Laits bin Sa’ad, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf, Muhammad bin al-Hasan dan lain-lain. 35

3. Rukun dan Syarat-syarat Muzara’ah a. Rukun Muzara’ah

Dokumen yang terkait

Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (1900-1980)

3 83 104

Respon Masyarakat Desa Sitio Ii Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Terhadap Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Oleh Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul

2 59 107

Pengaruh Otonomi Desa Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa (Studi Pada Desa Pulau Jambu, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)

28 194 120

Persepsi Masyarakat Terhadap Pemakaian Gigitiruan Di Desa Ujung Rambung Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Februari 2010

3 35 78

KERUKUNAN ANTARA JEMAAT GEREJA KRISTEN JAWA (GKJ) SLAWI DENGAN MASYARAKAT MUSLIM DI DESA BALAPULANG KULON KABUPATEN TEGAL

1 8 115

Tingkat Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga Nelayan Cantrang di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Tegal Barat Kotamadya Tegal, Jawa Tengah

0 14 322

Analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani wortel di Kabupaten Tegal kasus di Desa Rembul, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah

12 62 103

Fungsi Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam penanggulangan kemiskinan: kasus BKM di Kelurahan Pakembaran Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal Propinsi Jawa Tengah

2 29 211

GEJALA BAHASA PROKEM DIALEK TEGAL DI LINGKUNGAN REMAJA DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL

0 0 13

BAB II LANDASAN TEORI - GEJALA BAHASA PROKEM DIALEK TEGAL DI LINGKUNGAN REMAJA DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL - repository perpustakaan

0 0 29