BAB 1 PENDAHULUAN
B. Latar Belakang Masalah
Tidak ada yang lebih penting bagi negara manapun selain kemampuan memberi makan dirinya sendiri. Di Indonesia, kata-kata itu sudah beberapa kali
terbukti dan setiap rezim pemerintahan dinegara ini tampaknya sadar betul untuk tidak bermain-main dengan pangan.
Kunci stabilitas masa depan Indonesia terletak pada kemampuannya untuk menjamin ketahanan pangan dan keberhasilan pembangunan masyarakat
pedesaannya. Demikian pesan yang disampaikan oleh Ronald P. Cantrell, Direktur Jendral Internasional Rice Research Institute.
1
Negara Indonesia merupakan negara agraris dan tanahnya terkenal subur. Dan hampir 50 dari total tenaga kerja bekerja di sektor pertanian.
2
Permintaan padi yang terus meningkat selaras dengan pertumbuhan penduduk, seharusnya dapat
menjadikan para petani yang umumnya bertempat tinggal dipedesaan makmur. Tetapi realita yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu petani Indonesia hidup dibawah garis
kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik 2006 total keluarga miskin di pedesaan mencapai 39,05 juta jiwa
3
. Krisis beras di negara ini terjadi tidak lama setelah swasembada beras
tercapai. Tahun 1990, konsumsi beras melebihi pasokan yang bisa diproduksi petani.
1
Kompas, Edisi 24 Februari 2007, h.33
2
www.waspadaonline.com , 20 Mei 2005, h.1
3
Sinar Tani, Edisi 3-9 Oktober 2007, h.1
1
Selang dua tahun produksi mampu ditingkatkan lagi, namun hanya bisa bertahan hingga 1996. Mulai 1997, Indonesia mengalami defisit beras, dan ketergantungan
terhadap impor beras semakin tinggi hingga saat ini.
4
Ketika dunia banyak berharap pada produk pertanian dari negara tropis dan subtropis, bangsa Indonesia tidak segera menangkap gejala itu. Kekurangan dan
ketergantungan sejak hampir 20 tahun ini tidak segera menyadarkan pemerintah untuk merevitalisasi pertanian. Kesejahteraan petani tidak membaik. Akibatnya,
petani kita selalu didera kemiskinan, pendapatan rendah, produktifitas rendah, dan mekanisme kerja yang tidak efisien
5
. Peran Bulog mengendalikan harga produsen melalui harga dasar tidak memberi insentif
6
kepada petani untuk bertahan disektor pertanian dan meningkatkan produksi. Peran Bulog menjaga stabilitas harga beras
konsumen pun belum memberi perlindungan harga maksimum yang menjamin harga yang layak bagi konsumen.
Pandangan Bank Dunia bahwa harga beras rendah dan menghapus larangan impor adalah cara paling cepat untuk menekan kemiskinan, yang menurut Badan
Pusat Statistik BPS angkanya meningkat dari 16 persen Februari 2005 menjadi 17,75 persen Maret 2006. Kebijakan impor beras untuk menekan harga dalam
jangka pendek memang sangat menolong masyarakat miskin. Tetapi, dalam jangka panjang, tidak menyelesaikan akar persoalan, sebaliknya justru menjadi demotivasi
4
Kompas, Edisi 24 Februari 2007, h.35
5
Efisien yaitu suatu besaran atau angka untuk menunjukkan sampai seberapa jauh sumber daya berhasil dimanfaatkan
6
Intensif yaitu pemberian sesuatu, biasanya dalam bentuk uang, yang dapat mendorong semangat pekerja untuk lebih keras bekerja dan lebih produktif
bagi petani untuk menggenjot produksi, mengingat makin tidak adanya insentif untuk berproduksi.
Akhirnya, pemerintah memutuskan menaikkan harga pembelian pemerintah atau HPP untuk gabah dan beras. Harga gabah kering panen naik 17,65 menjadi Rp
2.000 per kg gabah kering giling Rp 2.575 per kg dan beras Rp 4000 per kg. Kenaikan itu berlaku efektif mulai 1 April 2007.
Penetapan kebijakan kenaikan HPP itu tertuang dalam Instruksi Presiden Inpres No. 3 Tahun 2007 tentang kebijakan perberasan.
7
Inpres tersebut merupakan pemutakhiran Inpres No. 132005, yang sudah dua tahun tidak direvisi, walaupun
biaya produksi bahkan biaya hidup petani sudah naik berkali-kali lipat. Pertimbangannya adalah karena adanya perubahan tingkat harga gabah dan
beras baru ditingkat petani maupun konsumen, kenaikan biaya produksi padi hingga beras, perkiraan produksi beras nasional meliputi volume produksi dan pola waktu
panen. Swasembada beras dan kemandirian pangan menjadi satu hal yang krusial,
bukan hanya karena beras komoditas strategis sekaligus politis, tetapi juga sudah menyangkut kepentingan nasional sebagai negara dengan jumlah penduduk besar
dengan makanan pokok beras. Swasembada, kemandirian dan ketahanan pangan yang berkesinambungan hanya bisa diwujudkan jika kepentingan petani tidak dikorbankan.
Idealnya, seiring pergerakan pertumbuhan dunia, pertanian kita juga harus bergerak pula secara dinamis mengikuti arah pergerakan dunia. Namun,
7
Kompas, Edisi 1 April 2007, h.15
kenyataannya tidak. Laju alih generasi melalui sistem bagi waris di Indonesia lebih cepat dibandingkan pertumbuhan sektor dunia modern lain, seperti industri, jasa,
perbankan, serta sektor lain yang menggerakkan dunia dan simbol modernisme. Padahal, bila sistem pertanian bisa bekerja lebih efektif dan efisien, tidak
mustahil produk makanan olahan kita juga yang bahan bakunya bersumber dari pertanian dapat bersaing dan menguasai pasar lebih luas dan bisa menyejahterakan
petani. Pertanian harus mendapatkan perhatian, karena melalui pertanian manusia
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya terutama dalam hal mendapatkan makanan.
8
Pertanian juga sangat penting keberadaannya dimasyarakat. Islam pun telah mengatur praktek-prakteknya agar sesuai dengan syariat. Dalam masyarakat, ada sebagian
diantara mereka yang mempunyai lahan pertanian dan juga alat-alat pertanian, tetapi tidak memiliki kemampuan bertani. Adapula sebagian yang lainnya yang tidak
memiliki apapun, kecuali tenaga dan kemampuan dalam bercocok tanam. Agar terjadi pemerataan dan tidak ada lahan pertanian yang menganggur, maka Islam
mengharuskan kepada setiap pemilik lahan untuk memanfaatkannya sendiri. Jika pemilik tidak dapat mengerjakannya langsung atau tidak memiliki kemampuan dalam
bercocok tanam, maka pengelolaannya dapat diserahkan kepada orang lain yang lebih ahli dalam pertanian.
Jika ada orang yang melakukan transaksi untuk kerja sama, yaitu satu pihak menyerahkan lahan pertanian dan benih, sedangkan pihak kedua melakukan
8
Izzuddin Khatib al-Tamim, Bisnis Islami, Jakarta: Fikahati Aneska, 1992, cet.ke-1, h.56
pengolahan dan penggarapan dengan binatang ternak dan tenaganya, dan keduanya akan mendapatkan hasil pertanian tersebut, semata-mata untuk memanfaatkan tanah
dan meluaskan lahan pertanian, maka hal itu sudah cukup baik.
9
Kalisapu merupakan salah satu desa di kabupaten Tegal yang sebagian penduduknya hidup dari hasil pertanian. Sistem pertanian yang dipakai oleh mereka
bermacam-macam sesuai dengan kondisi dan adat istiadat setempat. Salah satu bentuk pengolahan pertanian yang mereka pakai adalah sistem paroan sawah atau
sistem bagi hasil. Sistem tersebut adalah suatu jenis kerjasama antara petani dan pemilik lahan, yang salah satunya menyerahkan lahan pertanian dan benih, sedangkan
pihak lain melakukan pengolahan atau penggarapan, yang apabila mendapatkan hasil maka hasilnya akan dibagi sesuai kesepakatan bersama. Sehingga dari sistem tersebut
terlihat adanya pengaruh muzara’ah terhadap perekonomian masyarakat. Oleh karena itu untuk mengetahui sejauh mana pengaruh sistem muzara’ah
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat kabupaten Tegal khususnya desa
Kalisapu, maka penulis merekomendasikan skripsi dengan judul, ”PENGARUH MUZARA’AH TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DESA
KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL JAWA TENGAH ”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah